• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

Xiangqi adalah salah satu permainan tradisonal yang berasal dari Tiongkok dan seiring berjalannya waktu xiangqi sudah menjadi cabang olahraga. Xiangqi merupakan salah satu contoh kebudayaan yang harus tetap dilestarikan keberadaannya baik dikalangan masyarakat Tionghoa maupun non Tionghoa dan dijaga walupun bukan asli dari kebudayaan Indonesia. Hal ini dirasakan penting karena xiangqi merupakan salah satu kebudayaan yang sudah lama berada di Indonesia dan bisa dikembangkan sebagai alat pemersatu bangsa tanpa memandang suku dan ras sebagaimana olahraga lainnya.

Penulis juga menyadari bahwa penelitian yang baru merupakan tahap awal ini masih banyak memiliki kekurangan dan perlu mendapatkan penyempurnaan. Penulis dengan segala kerendahan hati akan menerima segala kritikan maupun saran demi kesempurnaan skripsi ini.Penelitian ini hanyalah sebagian kecil permasalahan yang terkandung di dalamnya. Oleh karena iu penulis menyarankan dan mengharapkan kepada siapa saja yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini untuk lebih mendalam lagi, sehinggga dapat bermanfaat bagi pengembangan Sastra Cina dan sebagai dokumentasi data mengenai kebudayaan yang berkaitan dengan Tionghoa.

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI , DAN TINJAUAN PUSTAKA

Penjelasan dalam hal ini yang terdiri dari konsep, landasan teori dan tinjauan pustaka tentang Keberadaan dan Fungsi Xiangqi bagi Masyarakat Tionghoa di kota Medan.

2.1 Konsep

Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa, atau fenomena lainnya .

Berdasarkan judul penelitian ini, konsep yang dibahas adalah mengenai : 2.1.1 Kebudayaan

Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kroeber dan Kluckhohn (1952) mengumpulkan berpuluh-puluh defenisi yang dibuat ahli-ahli antropologi dan membaginya atas 6 golongan, sebagai berikut. (1) Deskriptif, yang menekan unsur-unsur kebudayaan,

(2) Historis, yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara kemasyara- katan,

(3) Normatif, yang menekankan hakekat kebudayaan sebagai aturan hidup dan tingkah laku,

(4) Psikologis, yang menekankan kegunaan kebudayaan dalam penyesuaian diri kepada lingkungan, pemecahan persoalan dan belajar hidup,

(5) Struktural, yang menekankan sifat kebudayaan sebagai suatu sistem yang berpola dan teratur,

(6) Genetika, yang menekankan terjadinya kebudayaan sebagai hasil karya manusia (P.W.J. Nababan,1984:49).

Kebudayaan adalah hasil akal dan daya manusia. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari budhhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia (Koentjarraningrat, 1982:9).

Unsur kebudayaan ada tujuh, yaitu: 1. Bahasa, 2. Sistem Pengetahuan, 3. Organisasi Sosial, 4. Sistem peralatan dan teknologi, 5. Sistem mata pencaharian hidup, 6. Sistem religi, 7. Kesenian. Setiap manusia dilahirkan ke dalam suatu kebudayaan yang bersifat kompleks. Kebudayaan itu kuat sekali pengaruhnya terhadap cara hidup serta cara berlaku yang akan diikuti selama manusia itu hidup.

2.1.2 Fungsi

Pada umumnya fungsi mempunyai arti guna atau manfaat. Fungsi dapat diartikan sebagai sekumpulan kegiatan yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan jenis dan sifat, atau dapat disebut kegunaan suatu hal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2007: 323), fungsi adalah kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat.

Fungsi kebudayaan adalah fungsi dalam suatu kelompok masyarakat yang terdapat suatu kegiatan atau sikap yang menjadi suatu ciri atau kebiasaan. Menurut Schneider, (1968)Fungsi secara budaya yaitu fungsi dimana setiap kegiatan, kelakuan dan sikap menjadi suatu kebiasaan. Sebagian ilmuwan sosial bahkan berusaha membatasi lagi pengertian istilah kebudayaan tersebut hingga hanya mencakup bagian-bagian warisan sosial yang melibatkan representasi atas hal-hal yang dianggap penting, tidak termasuk norma-norma atau pengetahuan prosedural mengenai bagaimana sesuatu harus dikerjakan.

2.1.3 Xiangqi

Xiangqi adalah salah satu jenis catur dan juga merupakan salah satu jenis permainan tradisional yang berasal dari negara Tiongkok. Permainan xiangqi ini telah populer pada zaman dinasti Tang (618-907 AD) sampai pada zaman dinasti Song (960-1279 AD) dan seiring berjalannya waktu permainan xiangqi ini menjadi salah satu cabang olahraga. Catur ini dinamakan xiangqi象棋terdiri dari kata象xiàng artinya gajah dan 棋qí artinya catur, dinamakan xiangqi atau catur gajah karena di dalam permainan ini terdapat bidak yang bernama xiang yang artinya gajah. Jenis catur ini telah dimainkan selama berabad-abad di Tiongkok.

Permainan xiangqi ini dimainkan oleh dua pemain, menggunakan sebuah papan dan buah catur yang berbentuk bulat dan di atasnya tertulis aksara Mandarin. Permainan ini memiliki konsep peperangan yang menceritakan 2 kerajaan, yaitu Chu dan Han yang sedang berperang. Papan permainan xiangqi berbentuk persegi, terdapat 8 kotak secara horizontal dan 4 kotak secara vertikal, selain itu ditengah–tengah antara kedua kerajaan tersebut dibelah oleh sungai

yaitu sungai chuhan. Buah catur ini mempunyai dua warna, yaitu hitam dan merah yang berjumlah 16 buah pada setiap kerajaan, yaitu terdiri dari 1 buah 帥将 Shuai/Jiang (raja), 2 buah士/仕Shi/Shi (menteri), 2 buah 馬ma (kuda),2 buah 車che (benteng), 2 buah 炮pao (meriam), 5 buah 兵/卒Bing/Zu (prajurit) dan 2 buah 相/象 xiang (gajah). Bidak xiangqi tidak terletak di dalam kotak, akan tetapi terletak pada garis-garis kotak tersebut. Bidak yang pertama mulai untuk memainkannya adalah bidak merah. Setiap jenis buah memiliki ciri khas dan bergerak sesuai dengan peran bidak masing-masing. Pemenang dalam permainan ini adalah yang berhasil menjatuhkan raja lawan.

2.1.4 Masyarakat Tionghoa

Koentjaraningrat (1985:60) mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kesatuan manusia yang berinteraksi dan bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dimana anggota masyarakat terikat suatu rasa identitas bersama. Identitas menjadi jati diri yang kuat bagi masyarakat tersebut.

Tionghoa adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang di Indonesia yang merujuk kepada masyarakat keturunan Cina yang berasal dari kata zhonghuo dalam bahasa Mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa. Istilah Tionghoa dibuat sendiri oleh keturunan Cina, berasal dari kata zhonghua. Zhonghua dalam bahasa Mandarin dilafalkan sebagai Tionghoa.

Masyarakat Tionghoa mulai datang ke Sumatera Utara sekitar abad ke-16 sampai kira-kira pertengahan abad ke-19. Masyarakat Tionghoa yang berada di Indonesia saat ini merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi dari Cina ke berbagai wilayah di Indonesia secara periodik yang akhirnya menetap dan menjadi bagian dari negara Indonesia sampai saat ini. Umumnya mereka berasal dari Propinsi Fukien bagian selatan dan Kwantung. Mereka hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya dan mewariskan banyak budaya kepada keturunannya. Di Medan, masyarakat Tionghoa termasuk golongan minoritas. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan masyarakat Tionghoa ini mulai diakui oleh masyarakat pribumi. Hal ini ditandai dengan adanya libur Nasional untuk Hari Raya Imlek dan diakui sebagai salah satu dari etnis di Indonesia. Masyarakat Tionghoa memiliki berbagai jenis kebudayaan dan tradisi yang unik dan menarik. Secara umum, agama dan kepercayaan masyarakat Tionghoa dapat dikelompokkan (1) Konghucu, (2) Taoisme dan Budha, (3) Kristen Protestan, (4) Kristen Katolik, (5) Islam, (6) Ajaran Tridharma.

2.2 Landasan Teori

Suatu kajian atau analisis sudah sewajarnya memakai landasan teori tertentu, supaya penulis mudah menentukan langkah dan arah analisis. Teori adalah seperangkat konsep dan defenisi yang menjelaskan hubungan sistematis suatu fenomena dengan cara mendeskripsikan hubungan sebab-akibat yang terjadi. Menurut Koentjaraningrat, (1973:10), teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan. Pembahasan yang

utama dalam penelitian ini adalah tentang keberadaan dan fungsi xiangqi bagi masyarakat Tionghoa di Kota Medan, penulis menggunakan Teori Fungsionalisme oleh Malinowski.

Secara garis besar Malinowski merintis bentuk kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsionalisme kebudayaan “a funitional theory of culture”. Menurut Malinowski (1984: 216) : “… Pada dasarnya kebutuhan manusia sama, baik itu kebutuhan yang bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis dan kebudayaan pada pokoknya memenuhi kebutuhan tersebut. Kondisi pemenuhan kebutuhan yang tak terlepas dari sebuah proses dinamika perubahan ke arah konstruksi nilai-nilai yang disepakati bersama dalam sebuah masyarakat (dan bahkan proses yang dimaksud akan terus bereproduksi) dan dampak dari nilai tersebut pada akhirnya membentuk tindakan-tindakan yang terlembagakan dan dimaknai sendiri oleh masyarakat bersangkutan yang pada akhirnya memunculkan tradisi upacara perkawinan, tata cara dan lain sebagainya yang terlembaga untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia tersebut”.

Hal inilah yang kemudian menguatkan tesis dari Malinowski yang sangat menekankan konsep fungsi dalam melihat kebudayaan . Ada tiga tingkatan oleh Malinowski yang harus terekayasa dalam kebudayaan yakni :

“ (1) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan pangan dan prokreasi, (2) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti kebutuhan hukum dan pendidikan, (3) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti kebutuhan agama dan kesenian”.

Melalui tingkatan abstraksinya tersebut Malinowski kemudian mempertegas inti dari teorinya dengan mengasumsikan bahwa segala kegiatan / aktivitas manusia dalam unsur-unsur kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.

Selanjutnya, Malinowski dalam (T.O. Ihroni 2006), mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan. Menurut Malinowski, fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat. Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi (melahirkan keturunan), merasa enak badan (bodily comfort), keamanan, kesantaian, gerak dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua (derived needs), kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:1198) menyatakan tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:912) pustaka adalah kitab-kitab; buku.

Liushilan (2003) dalam jurnal 从国际象棋与中国象棋的异同看中西方 文化差异Cóng guójì xiàngqí yǔ zhōngguó xiàngqí de yìtóng kàn zhòng xīfāng wénhuà chāyì memberikan informasi mengenai persamaan dan perbedaan antara catur internasional dan xiangqi dalam aturan permainan dan gerakan kedua catur tersebut. Sehingga dapat berguna bagi penulis untuk memahami antara persamaan dan perbedaan antara catur internasional dan xiangqi.

Jefri Setiawan (2014), dalam skripsinya yang berjudul: “Perancangan Kampanye catur xiangqi untuk meningkatkan jiwa kepemimpinan dikalangan pelajar”. Skripsi ini membahas tentang bagaimana mensosialisasikan permainan xiangqi melalui media kampanye di kota Bandung, sehingga remaja dapat memahami dan lebih mendalami xiangqi dan bagaimana sosialisasi dalam kampanye dapat menarik dan mempopulerkan kembali permaianan xiangqi sebagai jati diri dan kebanggaan masyarakat akan keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia.

Noveriansyah (2008), dalam skripsinya yang berjudul: “Perkembangan xiangqi di Jakarta”. Skripsi ini membahas bagaimana perkembangan xiangqi di Jakarta. Adapun manfaat skripsi ini bagi penulis yaitu dapat membantu penulis untuk memaparkan asal mula dan perkembangan xiangqi di Indonesia.

Frans dan Cristian (2011), dalam skripsinya yang berjudul: “Analisa dan Perancangan Permainan Catur China Berbasis WEB”. Skripsi ini membahas tentang bagaimana cara mengaplikasikan catur china berbasis WEB dan cara ini sebagai salah satu cara untuk mempopulerkan catur china kepada masyarakat luas melalui WEB yang lebih mudah diakses dengan kemajuan teknologi yaitu adanya akses internet.

Wang, XudanZheng(2007)dalam Jurnal 中国象棋与国际象棋比较分 析Zhōngguó xiàngqí yǔ guójì xiàngqí bǐjiào fēnxī memberikan informasi yang mendalam mengenai adanya perbedaan antara catur internasional dan xiangqi, baik dari segi bidak, papan catur, dan sebagainya. Sehingga dapat berguna bagi penulis dalam memahami perbedaan antara catur internasional dan xiangqi.

Yuzhihui (2012) dalam buku yang berjudul 中华转统文化 典.民间游戏 Zhōnghuá chuántǒng wénhuà jīngdiǎn.mínjiān yóuxì menjelaskan tentang jenis- jenis permainan tradisional Tiongkok. Buku ini memberi penulis wawasan mengenai permainan tradisional Tiongkok, sehingga dapat menjadikan ini salah satu acuan dalam membuat tulisan tentang permainan tradisional Tiongkok, khususnya xiangqi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddahyah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal (Koentjaraningrat, 2002:181). Adapun istilah culture, yang berasal dari kata Latin colere. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal kata tersebut yaitu colere kemudian culture diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Soerjono Soekanto, 2003:172).

Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan sukubangsa. Masing-masing dari suku bangsa tersebut memiliki tradisi atau kebudayaan yang berbeda-beda. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan lain dan memiliki ciri khasnya masing-masing dalam mewujudkan kebudayaannya, namun memiliki unsur yang sama. Seperti yang dipaparkan Tylor dalam Poerwanto (2000:52): “...Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat, dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”.

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa sangat kaya dengan keanekaragaman budayanya, menjadi bagian dari suku bangsa atau subsuku bangsa tersebut. Salah satunya adalah etnis Tionghoa, etnis Tionghoa yang telah lama tinggal dan menetap di Indonesia tetap menjunjung tinggi kebudayaan asal.

Hal ini diturunkan dari generasi ke generasi. Kebudayaan etnis Tionghoa diantaranya yaitu perayaan Cheng Beng, perayaan tahun baru Cina (Imlek), upacara perkawinan, upacara kematian, tradisi minum teh, permainan tradisional dan masih banyak lagi. Masing-masing dari kebudayaan etnis Tionghoa tersebut memiliki daya tarik tersendiri sehingga sangat menarik untuk diteliti. .

Salah satu kebudayaan Tionghoa yang menarik untuk diteliti adalah xiangqi. Xiangqi merupakan permainan tradisional asah otak yang dimainkan oleh dua orang dengan mengandalkan strategi khusus, dan sudah berkembang menjadi salah satu cabang olahraga yang berasal dari Tiongkok. Xiangqi dalam aksara Mandarin,terdiri dari kata象xiàngartinya gajah dan qí artinya catur, atau dapat disebut dengan catur gajah.

Xiangqi memiliki keunikan seperti terdapat pada buah catur yangberbentuk bulat. Setiap buah catur bertuliskan aksara Mandarin yang berkarakter sesuai peran dan mempunyai dua warna, yaitu hitam dan merah. Pada xiangqi terdapat buah catur yang tidak terdapat pada catur Internasional yaitu adanya buah catur yang bernama meriam.Selain itu, xiangqi memiliki keunikan tersendiri yaitu, memiliki papan yang di tengah-tengahnya terdapat sungai yang menandakan adanya perbatasan antara kedua buah catur hitam dan merah. Namun inti dari kedua permainan catur tersebut adalah sama, yaitu permainan asah otak yang menuntut konsentrasi tinggi dalam mengunci lawan dan akhirnya terkunci atau skakmat.

Di Indonesia, dalam perkembangan kebudayaan etnis Tionghoa sempat mengalami pasang surut yang merupakan dampak dari tekanan politik yang kuat

sejak pemerintahan orde lama sampai orde baru. Sejak tahun 1967, segala ritual budaya dan keagamaan bagi kalangan orang Tionghoa dilarang untuk diselenggarakan di tempat umum. Masyarakat Tionghoa tidak lagi secara bebas melakukan kebudayaan mereka, seperti bermain xiangqi, merayakan tahun baru Cina (Imlek) dll. Surat kabar berbahasa Mandarin dilarang tampil dan sekolah- sekolah Tionghoa yang mengajarkan bahasa dan kebudayan Tionghoa pun ditutup.

Pada tahun 1979, Indonesia memiliki organisasi xiangqi yang bernama Ikatan Shiang Chi Indonesia (ISCI), kemudian setelah itu diubah menjadi Persatuan Catur Gajah Indonesia (PERCAGI) organisasi xiangqi tutup dan perkembangan xiangqi secara otomatis berhenti, hingga akhirnya perubahan situasi politik yang terjadi di Indonesia setelah tahun 1998 membangkitkan kembali kesenian dan kebudayaan Tionghoa, seperti bermain xiangqi. Keberadaan xiangqi kembali ditemukan, dan pada tahun 2000 Indonesia memiliki nama organisasi xiangqi baru dengan nama Persatuan Xiangqi Indonesia (PEXI) serta memiliki kepengurusan hampir di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di kota Medan. Permainan xiangqi di Indonesia sudah menjadi salah satu cabang olahraga, hal ini terbukti xiangqi masuk di bawah naungan Persatuan Catur Seluruh Indonesia (PERCASI). Akan tetapi, permainan xiangqi ini masih belum bisa dipertandingkan seperti cabang olahraga lainnya, dan masih belum masuk ke dalam Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Hal ini disebabkan karena masih adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh PEXI untuk menjadi anggota dari KONI.

Di kota Medan, keberadaan xiangqi dapat dikatakan sudah cukup lama, yaitu seiring masuknya etnis Tionghoa ke kota Medan. Akan tetapi permainan xiangqi ini dapat dikatakan belum begitu dikenal oleh masyarakat luas, terutama masyarakat non Tionghoa. Hal ini dapat dilihat dari yang memainkannya adalah sebagian besar dimainkan oleh etnis Tionghoa yang sudah berusia 40 tahun ke atas. Apabila dibandingkan dengan permainan catur internasional, permainan catur internasional lebih dikenal daripada xiangqi. Jika dilihat dari segi fisik, xiangqi dan catur internasional memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Seperti jika dilihat dari segi bidak, papan, dan yang paling penting cara bermain antara kedua permainan tersebut sangatlah berbeda.

Keberadaan xiangqi di kota Medan saat ini juga bisa dikatakan cukup baik. Hal ini terlihat dari adanya beberapa klub xiangqi yang tersebar di kota Medan. Klub-klub yang aktif memainkan xiangqi di Medan memiliki kurang lebih 10 klub. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu pada saat ini klub-klub tersebut tidak aktif bermain xiangqi dan jumlahnya semakin lama semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh para anggota klub-klub xiangqi tersebut, tidak lagi memainkan xiangqi, dan mereka mulai meninggalkan klub, sehingga klub-klub tersebut tutup. karena beberapa faktor dan salah satu faktornya adalah faktor usia. Klub-klub yang masih bertahan sampai saat ini adalah klub xiangqi Yayasan Sad Putra Persada (棉兰六桂堂象棋队), klub xiangqi Angsapura (鹅城象棋队), klub xiangqi Tunas Baru (新力象棋队), klub xiangqi Pemuda (棉兰青年象棋

队), klub xiangqi Lautan Mulia (颍川象棋队), klub xiangqi Kang Ha (江夏

Keberadaan klub-klub tersebut membuktikan bahwasannnya xiangqi sampai sekarang masih dimainkan, walaupun pemain xiangqi di masing-masing klubmengalami pasang surut dalam jumlahnya. Klub-klub tersebut sering mengikuti pertandingan, bahkan mereka sering memenangkan pertandingan. Di antara klub-klub tersebut, salah satu klub yang keberadaan xiangqi masih aktif memainkannya dari dahulu sampai sekarang adalah klub Yayasan Sad Putra Persada (YSPP) yang terletak di Jl.Pancur Batu no 4 Medan. Keberadaan xiangqi di yayasan ini terjadi pada tahun 2000, klub xiangqi Yayasan Sad Putra Persada (YSPP) pertama kali memainkan xiangqi dan mengadakan pertandingan xiangqi. Klub ini juga memperkenalkan permainan xiangqi di kota Medan sebagai tempat/wadah pembelajaran bermain xiangqi, dan sebagai tempat pertandingan xiangqi di kota Medan.

Di kota Medan, permainan xiangqi biasanya sering ditemukan di warung kopi, atau di beberapa perkumpulan etnis Tionghoa. Para pemain xiangqi sebgian besar adalah para etnis Tionghoa yang sudah lanjut usia. Mereka memainkannya di saat waktu luang yang bertujuan untuk hiburan (refreshing), menyalurkan hobi, dan lain-lain. Menurut mereka permainan xiangqi memiliki beberapa fungsi antara lain, sebagai sarana komunikasi. Perkembangan xiangqi di kota Medan, terus berjalan atau berkembang sedikit dari generasi ke generasi, karena ini merupakan salah satu kebudayaan masyarakat Tionghoa.

Berdasarkan fenomena yang diuraikan di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut keberadaan xiangqi dan fungsinya bagi masyarakat Tionghoa di kota Medan.

1.2 Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari pokok pembahasan dan untuk mengarahkan penelitian ini agar lebih intensif dan efisien sesuai dengan tujuan. Penulis membatasi masalah dan fokus pada Keberadaan dan Fungsi Permainan Tradisional Xiangqi bagi masyarakat Tionghoa di kota Medan. Lokasi penelitian dan penulisan adalah Yayasan Sad Putra Persada (YSPP) Jln. Pancur Batu No.4 Medan.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dan diuraikan pada pendahuluan di atas, maka penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana keberadaan xiangqi di Yayasan Sad Putra Persada (YSPP) ? 2. Bagaimana fungsi xiangqi bagi masyarakat Tionghoa di kota Medan?

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

Dokumen terkait