• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

5.3 Saran

1. Bagi Perusahaan dengan adanya penelitian ini diharapkan perusahaan mampu melaksanakan penerapan prinsip corporate governance secara konsisten dan berkesinambungan, sehingga diharapkan akan dapat menghasilkan suatu kepercayaan publik dan mampu meningkatkan kinerja keuangan dengan lebih baik lagi bagi perusahaan.

2. Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pembelajaran mengenai pentingnya penerapan corporate governance.

3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah periodisasi data yang lebih panjang untuk melakukan prediksi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian Corporate Governance

Menurut Sutedi (2011: 1), Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (pemegang saham/pemilik modal, komisaris/dewan pengawas dan direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.

Komite Nasional Kebijakan Governance (Bayu, 2010 : 31) mendefinisikan Corporate Governance sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah pada perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.

Di kalangan pebisnis, secara umum, corporate governance diartikan sebagai sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Corporate Governance (CG) diartikan pula sebagai sistem yang

mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks, 2003 : 46).

Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini:

1) Pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya.

2) Kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder (Sam’ani, 2008 : 72).

Dalam praktiknya corporate governance berbeda di setiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi, hukum, struktur kepemilikan, sosial dan budaya. Perbedaan praktik ini menimbulkan beberapa versi yang menyangkut prinsip-prinsip corporate

governance, namun pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan

(Arifin, 2005).

Corporate governance menurut OECD mengacu kepada

pembagian kewenangan antara semua pihak yang menentukan arah dan

performance suatu perusahaan. Pihak-pihak tersebut adalah pemegang

saham, manajemen dan board of directors. IICG (Sayidah, 2007 : 33) mendefinisikan corporate governance sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain.

Suranta (2005 : 52) menyatakan bahwa corporate governance merupakan sebuah sistem guna mengontrol dan mengarahkan perusahaan. Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian di atas adalah bahwa esensi dari Corporate Governance (tata kelola perusahaan) antara lain berupa peningkatan kinerja perusahaan melalui pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam hal ini manajemen lebih terarah dalam mencapai sasaran-sasaran manajemen dan tidak disibukkan untuk hal-hal yang bukan menjadi sasaran pencapaian kinerja manajemen.

2.1.2 Prinsip Corporate Governance

Corporate Governance memiliki beberapa prinsip.

Prinsip-prinsip Corporate Governance ini dipastikan dapat diterapkan pada setiap aspek bisnis dan disemua jajaran perusahaan. Prinsip-prinsip

Corporate Governance yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,

independensi serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan memperhatikan kepentingan pihak yang berkepentingan.

1. Transparansi (Trasnparancy)

Untuk menjaga objektifitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus mengungkapkan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh

mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan kepentingan pihak lainnya.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan independen. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan pemegang saham dengan tetap mempertimbangkan kepentingan

stakeholders lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan

untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3. Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan mempunyai tanggungjawab terhadap masyarakat dan lingkungan serta harus mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat terpelihara kesinambungan usahanya dalam jangka panjang.

4. Independensi (Idependency)

Untuk memungkinakan dilaksanakannya prinsip-prinsip

Corporate Governance lainnya yaitu transparansi, akuntabilitas,

responsibilitas serta kewajaran dan kesetaraan, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan dapat berfungsi tanpa saling mendominasi dan tidak dapat di intervensi oleh pihak lain.

5. Kewajaran (Fairness)

Perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakehonders berdasarkan asas perlakuan yang setara (equal

treatment) dan asas manfaat yang wajar.

2.1.3 Mekanisme Corporate Governance

Mekanisme adalah suatu aturan, prosedur dan cara kerja yang harus ditempuh untuk mencapai kondisi tertentu. Mekanisme Corporate

Governance merupakan suatu mekanisme berdasarkan pada aturan main,

prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak-pihak yang ada dalam suatu perusahaan untuk menjalankan peran dan tugasnya. Mekanisme

Corporate Governance, terdiri dari tiga elemen penting, yaitu struktur,

sistem dan proses yang digunakan oleh organorgan dalam suatu perusahaan untuk mengarahkan dan mengendalikan operasional perusahaan agar berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Struktur memiliki peran yang sangat fundamental dalam implementasi mekanisme Corporate Governance. Struktur merupakan kerangka dasar tempat diletakkannya sistem dalam penyusunan mekanisme Corporate Governance perusahaan. Struktur Corporate

Governance berperan sebagai kerangka dasar manajemen perusahaan

yang menjadi dasar pendistribusian hak-hak dan tanggung jawab diantara organ-organ perusahaan (dewan komisaris, direksi, dan RUPS / pemegang saham). Dan stakeholder lainnya, serta aturan-aturan maupun prosedur pengambilan keputusan dalam hubungan perusahaan.

Struktur Corporate Governance dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu struktur pengendalian Internal dan struktur pengendalian eksternal. Struktur pengendalian eksternal terdiri dari pihak-pihak berkepentingan yang berasal dari luar perusahaan seperti pasar modal, pasar uang, regulator dan profesi lainnya (paralegal, auditor dan lain sebagainya). Penelitian ini berfokus pada struktur pengendalian internal perusahaan yang terdiri dari dewan komisaris dan dewan direksi.

2.1.3.1 Ukuran Dewan Komisaris

Dewan komisaris merupakan salah satu fungsi kontrol yang terdapat dalam suatu perusahaan. Fungsi kontrol yang dilakukan oleh Dewan komisaris merupakan salah satu bentuk praktis dari teori agensi. Di dalam suatu perusahaan, Dewan komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk melaksanakan fungsi pengawasan dari principal dan mengontrol perilaku oportunis manajemen. Dewan komisaris menjebatani kepentingan principal dan manajer di dalam perusahaan. Dewan komisaris merupakan inti dari Corporate

Governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi

perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas (FCGI, 2006).

Hubungan antara jumlah anggota dewan komisaris dengan nilai perusahaan didukung oleh perspektif fungsi service dan kontrol yang diberikan dewan komisaris. Konsultasi dan nasihat yang diberikan merupakan jasa yang berkualitas bagi manajemen yang

tidak dapat diberikan oleh pasar. Penelitian mereka menemukan bahwa investor bersedia memberikan premium lebih terhadap perusahaan karena service dan kontrol yang dilakukan oleh komisaris.Fungsi service dan kontrol dewan komisaris dapat dilihat sebagai suatu sinyal kepada para investor bahwa perusahaan telah dikelola sebagaimana mestinya (Kusumawati, 2005 : 37).

Indonesia mengadopsi sistem dual board, yang terdiri dari dewan direksi dan dewan komisaris. Wardhani (2006 : 83) menyebutkan bahwa dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun jangka panjang dan peran dewan komisaris dalam suatu perusahaan lebih ditekankan pada fungsi monitoring dari kebijakan direksi. Berdasarkan perspektif agensi, fungsi monitoring sangat krusial dalam melimitasi tindakan oportunis agen dan mereduksi biaya keagenan. Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007, dewan komisaris merupakan organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi.

Melalui sebuah studi di China, Chen (2005) mengungkapkan bahwa ada pengaruh positif antara ukuran dari dewan komisaris dengan level tata kelola perusahaan karena semakin banyak jumlah anggota dewan komisaris maka fungsi pengawasan dapat dilakukan

secara lebih efektif. Semakin sedikit anggota dewan komisaris akan mencerminkan mekanisme Corporate Governance yang semakin lemah sehingga akan memungkinkan adanya pengambilan keuntungan yang semakin besar oleh pemegang saham pengendali dan kemungkinan untuk memilih auditor berkualitas pun akan semakin kecil karena pemegang saham tersebut ingin mempertahankan keuntungannya. Penambahan anggota dalam dewan komisaris juga dapat diartikan sebagai penambahan keahlian (expertise) dalam dewan tersebut. Anggota dewan komisaris yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu mampu memberikan nasihat yang bernilai dalam penyusunan strategi dan penyelenggaraan perusahaan.

Menurut Wallace (2005:39), perusahaan harus mempertimbangkan ukuran dewan dengan tujuan menentukan efektifitas jumlah dewan yang dimiliki perusahaan. Ukuran dewan yang efektif adalah yang dapat memfasilitasi pengambilan keputusan yang efektif. Ukuran dewan komisaris akan berdampak pada kualitas keputusan dan kebijakan yang telah dibuat dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan organisasi (Syakhroza, 2005 : 94). 2.1.3.2 Frekuensi Rapat

Menurut Sari (2008) mengatakan bahwa frekuensi rapat dewan komisaris merupakan sumber yang penting untuk menciptakan efektivitas dari dewan komisaris. Dewan komisaris sebagai puncak

sebagai pengelolaan sistem internal perusahaan yang memiliki peran serta fungsi pengawasan, harus secara kontinu mengetahui segala informasi yang berkaitan dengan perusahaan. Dengan frekuensi rapat dewan komisaris yang jarang, maka Dewan Komisaris sangat perlu membentuk suatu badan yang memonitoring dan memberikan pelaporan pengawasan kontiniu dan terperinci mengenai munculnya potensi risiko pada perusahaan. Kompleksitas yang besar dalam suatu kegiatan usaha menciptakan potensi masalah keagenan yang besar. Perusahaan memerlukan monitoring lebih luas, monitoring pengawasan internal yang lebih kuat (Raghunan, 2007 : 55) oleh karena itu cenderung memerlukan pengawasan melalui rapat komite atau dewan komisaris yang lebih besar.

2.1.3.3 Ukuran Komite Audit

Komite audit adalah suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris. Komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen. Hal ini dikarenakan komite audit merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan yang juga sekaligus menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan internal auditor. Setiap perusahaan harus memiliki komite audit karena peran pengawasan dan akuntabilitas dewan komisaris perusahaan belum memadai. Pemilihan dewan komisaris yang berdasarkan kedududkan dan

kekerabatan menyebabkan mekanisme check and balance terhadap direksi tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya. Terbentuknya komite audit pada perusahaan-perusahaan di banyak negara merupakan ciri dari Corporate Governance yang mulai dijalankan dengan baik. Tugas utama dari komite audit pada prinsipnya adalah membantu dewan komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Hal tersebut terutama berkaitan dengan sistem pengendalian internal perusahaan, kemudian memastikan kualitas laporan keuangan dan meningkatkan efektivitas fungsi audit yang kemudian diverifikasi oleh eksternal auditor. Dalam gambaran tersebut, dapat dikatakan bahwa komite audit berfungsi sebagai jembatan penghubung antara perusahaan dengan eksternal auditor (Balafif, 2010 : 104).

Ukuran komite audit adalah jumlah seluruh anggota komite audit. Jumlah anggota komite audit memiliki kaitan yang erat dengan seberapa banyak sumber daya yang dialokasikan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi perusahaan. Komite audit haruslah memiliki jumlah yang memadai untuk mengemban tanggung jawab pengendalian dan pengawasan aktivitas manajemen puncak. Ukuran komite yang lebih besar menyebabkan adanya pertukaran pengetahuan dan informasi (Sayidah, 2007:39). Jumlah anggota

komite audit disesuaikan besar-kecilnya dengan perusahaan dan tanggung jawab. Komite audit yang dibuat dengan tujuan mengawasi jalannya operasional perusahaan memegang peranan yang cukup penting dalam mewujudkan Corporate Governance. Melalui karakteristik-karakteristiknya, komite audit diharapkan dapat menjadi lebih efektif dalam mengawasi jalannya perusahaan.

Karakteristik-karakteristik yang dimaksud contohnya adalah ukuran komite audit, frekuensi pertemuan komite audit, dan independensi komite audit. Dalam karakteristik-karakteristik tersebut dibutuhkan kriteria-kriteria khusus agar komite audit dapat menciptakan Corporate Governance.

2.1.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan Corporate

Governance

Penerapan Corporate Governance memiliki dua faktor yang memegang peranan yang menentukan keberhasilannya sebagai berikut, seperti dikutip dari Ristifani (2009:113) :

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek Corporate Governance yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor yang dimaksud antara lain:

a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan Corporate Governance dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.

b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai Corporate Governance. c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan

pada kaidah-kaidah standar Corporate Governance.

d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.

e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan Corporate Governance. Di antaranya:

a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.

b. Dukungan pelaksanaan Corporate Governance dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Governance dan Clean Government menuju

c. Terdapatnya contoh pelaksanaan Corporate Governance yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standard pelaksanaan

Corporate Governance yang efektif dan profesional. Dengan

kata lain, semacam benchmark (acuan).

d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan Corporate Governance di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi Corporate Governance secara sukarela.

e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi Corporate Governance terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi Corporate

Governance.

Di luar dua faktor di atas, aspek lain yang paling strategis dalam mendukung penerapan Corporate Governance secara efektif sangat tergantung pada kualitas, skill, kredibilitas dan integritas berbagai pihak yang menggerakkan organ perusahaan. Jika berbagai prinsip dan aspek penting Corporate Governance dilanggar suatu

perusahaan, maka sudah dapat dipastikan perusahaan tersebut tidak akan mampu bertahan lama dalam persaingan bisnis global dewasa ini, meski perusahaan itu memiliki lingkungan kondusif bagi pertumbuhan bisnisnya.

2.1.4 Kinerja Perusahaan

Untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dapat dilihat dari segi analisis laporan keuangan dan dari segi perubahan saham. Dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan, dibutuhkan beberapa rasio keuangan. Najib (2010) menyatakan ada dua kelompok yang menganggap penting rasio keuangan. Kelompok pertama adalah para manajer yang menggunakan rasio keuangan untuk mengukur dan melacak kinerja keuangan sepanjang waktu. Kelompok kedua adalah pihak analis perusahaan yang membutuhkan ukuran yang pasti agar mampu memberikan saran maupun penilaian terhadap klien.

Terkait dengan pengertian kinerja, terdapat beberapa pendapat dari para tokoh, antara lain yaitu pendapat yang diungkapkan oleh Mulyadi (2007: 337) yang menyatakan bahwa “kinerja adalah keberhasilan personel, tim atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran strategi yang telah ditetapkan sebelumnya dengan perilaku yang diharapkan”. Pendapat yang lain mengenai definisi kinerja juga diungkapkan oleh Bastian (2006: 274) yang menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi

organisasi. Daftar apa yang ingin dicapai tertuang dalam perumusan penskemaan strategis (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum, kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu.

Menurut Yudha (2007:58) kinerja perusahaan adalah hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen. Oleh karena itu untuk menilai kinerja perusahaan perlu melibatkan analisis dampak keuangan kumulatif dan ekonomi dari keputusan yang dibuat dan mempertimbangkannya dengan menggunakan ukuran komparatif. Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektifitas dan efisiensi suatu organisasi dalam rangka mecapai tujuannya. Efektifitas terjadi apabila manajemen memiliki kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau suatu alat yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan efisiensi diartikan sebagai rasio (perbandingan) antara masukan dan keluaran yaitu dengan masukan tertentu memperoleh keluaran yang optimal.

Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan.

Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Kinerja Keuangan dapat dinilai dengan melakukan analisa terhadap rasio-rasio keuangan perusahaan.

2.1.4.1 Pengukuran Kinerja Perusahaan

Dalam kaitannya dengan pengukuran kinerja sebuah perusahaan, terdapat beberapa istilah yang biasa digunakan, antara lain yaitu pengukuran kinerja (performance measurement), ukuran kinerja (performance measure), metrik kinerja (performance metric). Istilah-istilah tersebut seringkali digunakan secara bergantian, namun demikian untuk menghindarkan kerancuan pemahaman diantara istilah-istilah tersebut, maka perlu diberikan penjelasan mengenai masing-masing perbedaannya.

Pengukuran kinerja dapat didefinisikan sebagai proses pengkuantifikasian efisiensi dan efektivitas dari tindakan yang lalu. Ukuran kinerja dapat didefinisikan sebagai sebuah parameter yang digunakan untuk mengkuantifikasi efisiensi dan/atau efektivitas dari tindakan yang lalu. Metrik kinerja adalah definisi dari cakupan, isi dan bagian-bagian komponen dari sebuah ukuran kinerja yang berbasis luas. Rasio-rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan (Moeheriyono, 2012: 23):

1. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya.

2. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas adalah rasio yang menunjukkan bagaimana sumber daya telah dimanfaatkan secara optimal, dengan cara membandingkan rasio aktivitas dengan standar industri, maka dapat diketahui tingkat efisiensi perusahaan dalam industri.

3. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba, baik itu yang berhubungan dengan penjualan, aset, maupun laba bagi modal sendiri.

4. Rasio Solvabilitas (leverage)

Financial leverage menunjukkan proporsi atas penggunana utang

untuk membiayai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage, berarti menggunakan modal sendiri 100% dalam usahanya.

5. Rasio Pasar (Market Ratio)

Rasio ini menunjukkan informasi penting perusahaan yang diungkapkan dalam basis per saham.

Dalam penelitian ini rasio keuangan perusahaan yang digunakan adalah rasio profitabilitas yaitu Return On Equity (ROE).

Return on Equity (ROE) menunjukan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham.

Kinerja keuangan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Return On Equity (ROE). ROE digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian dari total ekuitas. ROE menggambarkan kemampuan modal untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham, karena dalam ROE yang digunakan sebagai pengukur efisiensi adalah besarnya laba bersih dari jumlah modal yang digunakan perusahaan. Formula yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai ROE adalah sebagai berikut (Sundjaja, et.al 2007):

ROE = 100%

Equity Income Net

x

2.1.5 Pengaruh Penerapan Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan

Kinerja keuangan suatu perusahaan ditentukan oleh sajauh mana keseriusannya menerapkan Corporate Governance. Dalam majalah SWA (2001) menyebutkan bahwa terdapat sebanyak 25 perusahaan peringkat teratas yang menerapkan Corporate Governance dengan baik secara tidak langsung menaikkan nilai sahamnya. Secara teoritis praktik

Corporate Governance dapat meningkatkan kinerja keuangan mereka,

mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan sendiri, umumnya Corporate

Governace dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya yang akan berdampak terhadap kinerjanya.

Menurut Xiaonian, et.al. (2000) pemegang saham saat ini sangat aktif dalam meninjau kinerja perusahaan karena mereka menganggap bahwa Corporate Governance yang lebih baik akan memberikan imbalan hasil yang lebih tinggi bagi mereka. Penerapan Corporate

Governance yang baik berfokus pada proses manajemen risiko dan

pengendalian internal yang efektif akan meningkatkan kinerja dan daya saing serta kreatifitas nilai perusahaan yang pada nantinya dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sementara peneliti lain, Budiman, 2004 mengungkapkan bahwa penerapan EVA sebagai indikator kinerja keuangan perusahaan sangat sesuai dan mendukung prinsip-prinsip yang terdapat dalam Corporate Governance. EVA sebagai indikator kinerja perusahaan, dapat dijadikan sebagai pintu gerbang dalam mewujudkan terlaksananya CG di Indonesia.

Menurut Brown and Caylor (2004) melakukan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan yang listing di New York Stock

Exchange dan menerapkan Corporate Governance berdasarkan

penilaian Gov-Score yang diterbitkan oleh Institutional Shareholders Services. Dalam penilaian penerapan Corporate Governance ini, terdapat delapan hal utama yang menjadi indikator utama, yaitu : audit, dewan direksi, hukum, pendidikan direksi, kompensasi kepada dewan direksi dan eksekutif, progressive practices, dan state of incorporation.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Corporate Governance

Dokumen terkait