• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA 6

2.2 Landasan Teori

2.2.5 Macam-macam Perubahan Bunyi

Verhaar (1990: 33) berpendapat bahwa asimilasi adalah perubahan bunyi yang terjadi diantara bunyi-bunyi yang berdampingan (bunyi kontigu) atau antara yang berdekatan tetapi dengan bunyi lain diantaranya dalam ujaran (bunyi diskret).

Asimilasi yang mengubah fonem tertentu menjadi fonem tertentu disebut dengan asimilasi fonemis, sedangkan asimilasi yang tidak mengubah status fonem bunyi yang diperngaruhi disebut dengan asimilasi fonetis. Untuk membedakan antara asimilasi fonetis dengan asimilasi fonemis, perhatikan bagan dibawah ini:

Asimilasi fonemis fonem 1 menjadi fonem lain

Fonologi

Jadi aternasi alofonemis saja dengan mempertahankan fonem sama

Fonetik asimilasi fonetis penyesuaian bunyi dengan bunyi yang lain

Bagan Asimilasi fonetis dengan Asimilasi Fonemis

Dari bagan di atas, asimilasi fonetis termasuk bidang fonetis, dan perubahan bunyi dalam asimilasi jenis ini terjadi sedemikian rupa sehingga identitas fonemis bunyi yang bersangkutan tidak berubah. Sejauh ini asimilasi fonetis hanya menyangkut bidang fonetik saja. Akan tetapi, bila perubahan bunyi terjadi sedemikian rupa sehingga bunyi yang merupakan alternasi alofonemis, perubahan tersebut termasuk fonologi. Akhirnya, seluruh asimilasi fonemis termasuk fonologi, karena fonem tertentu yang satu diubah menjadi fonem tertentu yang lain.

Verhaar (1996:79) membagi asimilasi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Asimilasi progresif yaitu bunyi yang diasimilasikan terletak sesudah bunyi yang mengasimilasikannya. Contoh dalam bahasa belanda, ik eet vis „saya makan ikan‟. Kata vis „ikan‟, yang memiliki bentuk fonemis /vis/, dimulai dengan frikatif labio-dental bersuara /v/, sedangkan kata eet, setiap /v/ berubah menjadi konsonan homorgan tak bersuara, yaitu /f/. akibatnya klausa tadi memiliki analisis fonemis sebagai berikut: /ik et fis/. Bunyi fonem /v/ berubah menjadi fonem /f/.

2. Asimilasi regresif yaitu bunyi yang diasimilasikan terletak sebelum bunyi yang mengasimilasikannya. Contoh dalam bahasa Belanda op de weg „di jalan‟ (de adalah kata sandang) dengan bentuk pelafalan /obd w x/, dengan /b/ yang bersuara karena pengaruh /d/ yang bersuara pada awal kata sandang de. Asimilasi ini merupakan asimilasi fonemis, karena /p/ dan /b/ dalam bahasa ini terbukti merupakan fonem-fonem yang berbeda.

3. Asimilasi resiprokal yaitu bunyi yang diasimilasikan sehingga menimbulkan bunyi baru. Contoh dalam Kata bahasa Batak Toba holan ho „hanya kau‟ diucapkan /holakko/, suan hon diucapkan /suatton/. Bunyi /n/ pada holan dan bunyi /h/ pada ho saling disesuaikan atau diasimilasikan menjadi /k/, sedangkan /n/ pada suan han /h/ pada hon saling disesuaikan atau diasimilasikan menjadi /t/. adanya perubahan bunyi yang menimbulkan bunyi baru disebut dengan asimilasi resiprokal.

2.2.5.2 Disimilasi

Seperti halnya asimilasi menyebabkan penyamaan dua fonem yang berbeda, maka yang dimaksud dengan disimilasi adalah dua fonem yang sama (berdekatan atau tidak) menjadi fonem yang lain.

Verhaar (1996:86) menyatakan bahwa disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Dalam sebuah contoh kasus beberapa kata dalam bahasa Indonesia, Verhaar (1996:86) membedakan disimilasi menjadi dua bagian yaitu:

1. Pada kata belajar yang dihasilkan dari menggabungkan awalan ber- dan ajar. Akan tetapi bentuk berajar mempunyai dua /r/, dan dalam bahasa Indonesia ada kecenderungan untuk menghindari dua /r/ dalam kata yang berawalan ber-. Contoh kata belajar adalah kasus disimilasi sinkronik. 2. Contoh dalam kasus disimilasi diakronik adalah pada kata cinta dan cipta.

Kedua kata itu berasal dari kata sanskerta citta, jadi /tt/-nya menjadi /pt/ untuk cipta dan /nt/ untuk cinta. Contoh lain terdapat pada kata langsir, langsir, yang dulu pernah dipungut dalam bahasa Belanda itu, /r/ yang pertama, dalam pemungutan, secara disimilatif diubah menjadi /l/.

2.2.5.3 Metatesis

Verhaar (1996: 86) berpendapat bahwa dalam proses metatesis yang diubah adalah urutan fonem-fonem tertentu. Biasanya bentuk asli dan bentuk yang mengalami metatesis itu terdapat bersama-sama, sehingga ada variasi bebas. Contoh yang terdapat dalam bahasa Indonesia

Brantas dan bantras, jalur dan lajur, kerikil dan kelikir

2.2.5.4 Modifikasi vokal

Verhaar (1996: 81) mengatakan bahwa modifikasi vokal adalah modifikasi yang menyebabkan fonem vokal tertentu berubah menjadi fonem vokal yang lain. Ada tiga jenis modifikasi vokal yaitu:

1. Modifikasi Vokal: Umlaut, yaitu perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal lebih tinggi, sebagai akibat vokal (biasa /i/) atau semivokal (yaitu [y]) yang mengikutinya (langsung atau tidak langsung) yang tinggi. Tentunya umlaut itu merupakan salah satu jenis asimilasi. Peninggian vokal seperti itu dapat merupakan perubahan fonetis saja, dapat juga merupakan perubahan fonemis. Contoh dalam bahasa Jerman bucher „buku‟ (jamak) dengan bentuk tunggal buch /bux/. Akhiran jamak er tidak memadai untuk menyebabkan umlaut pada suku kata pertama, karena vokal dalam akhiran itu tidak cukup tinggi (kualitas /ǝ/, jadi bunyi

pepet) karena itu, tidak ada dasar sinkronik untuk pengumlautan dari /u-/ menjadi / Ü /, tetapi dulu pernah akhiran jamak untuk buch memiliki bunyi /i/, sehingga /u/ berubah menjadi / Ü /.

2. Modifikasi vokal: Ablaut, yaitu perubahan vokal yang ditemukan dalam bahasa-bahasa german. Contohnya adalah pemarkah kala dalam bahasa inggris: sing, sang, sung „bernyanyi‟ atau dalam bahasa Belanda duiken, dook. gedoken „terjun‟. Secara diakronik, ablaut itu berdasarkan aksen, Oleh karena itulah termasuk fonologi. Secara diakronik, perubahan sing menjadi sang lalu menjadi sung termasuk morfologi lalu diberi nama modifikasi internal.

3. Modifikasi vokal: harmoni vokal adalah perubahan vokal di bawah pengaruh vokal yang lain, sedemikian rupa sehingga vokal dalam setiap silabel (dalam kata yang sama) secara fonemis berubah menjadi vokal yang lain. Bahasa Turki terkenal karena harmonisasi vokal tersebut, seperti contoh at : atlar „kuda‟; oda : odalar „kamar. Vokal /a/ dalam bentuk tunggal menyebabkan akhiran penjamak memiliki vokal /a/ juga. Hal terpenting dalam harmonisasi vokaladalah betuk keselarasan dengan melibatkan tiga kualitas vokal, yaitu; depan belakangnya, tinggi rendahnya, dan bundar tidaknya.

2.2.5.5 Netralisasi

Crystal (dalam Lubis 2011) memberi arti bahwa netraslisasi adalah istilah yang digunakan dalam fonologi untuk menggambarkan apa yang terjadi perbedaan antara dua fonem hilang dalam tertentu.

Fungsi fonem adalah membedakan makna,suatu fungsi yang nampak dalam pasangan minimal. Misalnya /t/ dan /d/ berfungsi dalam pasangan minimal dalam banyak bahasa. Jika pada satu waktu atau pada satu lingkungan perbedaan atara dua fonem itu tidak lagi atau satu fonem menjadi fonem yang lain, maka netralisasi telah terjadi karena telah terjadi perpindahan identitas fonem yang satu menjadi satu fonem yang lain.

Verhaar (1996:85) mengambil contoh dalam bahasa Belanda yaitu antara hard atau hart. Hard „keras‟ sama ucapannya dengan hart karena memang dalam bahasa Belanda tak terdapat /d/ pada akhir kata.

Tetapi anehnya bila kata-kata yang dua itu diberi akhiran maka jadilah /herder/ dan /harter/ fonem /t/ pada kata hard berubah menjadi /d/.

Dengan demikian oposisi antara /d/ dan t/ menjadi batal. Bentuk fonem akhir pada hard adalah /d/ dan /t/, karena kedua fonem itu memiliki fungsi yang sama maka disebutlah dengan arkifonem. Arkifonem selalu dilambangkan dengan huruf besar.

2.2.5.6 Monoftongisasi

Verhaar (1996) mengatakan bahwa monoftongisasi adalah perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (difftong) menjadi vokal tunggal (monoftong). Peristiwa penunggalan vokal ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia sebagai sikap pemudahan pengucapan terhadap bunyi-bunyi diftong.

Kata ramai diucapkan [rame], petai diucapkan [pəte]. Perubahan ini terjadi pada bunyi vokal rangkap [ai] ke vokal tunggal [e]. Penulisan juga disesuaikan menjadi rame dan pete.

Contoh lain:

- kalau [kalau] menjadi [kalo] - danau [danau] menjadi [dano] - satai [satai] menjadi [sate]

2.2.5.7 Anaptiksis

Verhaar (1996) berpendapat bahwa anaptiksis atau suara bakti adalah perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi vokal tertentu di antara dua konsonan untuk memperlancar ucapan. Bunyi yang biasa ditambahkan adalah bunyi vokal lemah. Dalam bahasa Indonesia, penambahan bunyi vokal lemah ini biasa terdapat dalam kluster. Seperti contoh: putra menjadi putera; bahtra menjadi bahtera; srigala menjadi serigala

Akibat penambahan [ə] tersebut, berdampak pada penambahan jumlah silabel. Konsonan pertama dari kluster yang disisipi bunyi [ə] menjadi silabel baru dengan puncak silabel pada [ə]. Jadi, [tra] menjadi [tə+ra], [tri] menjadi [tə+ri], [sri] menjadi [sə+ri], dan [slo] menjadi [sə+lo].

2.2.5.8 Penambahan Bunyi

1.Protesis adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada awal kata. Misalnya: mpu menjadi empu; mas menjadi emas

2.Epentesis adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada tengah kata. Misalnya: kapak menjadi kampak; sajak menjadi sanjak.

3.Paragog adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada akhir kata. Misalnya: adi menjadi adik; hulubala menjadi hulubalang

2.2.5.8 Zeroinisasi / Penghilangan Bunyi

Verhaar (1996) berpendapat bahwa zeronisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan. Peristiwa ini biasa terjadi pada penuturan bahasa-bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia, asalkan saja tidak menggangu proses dan tujuan komunikasi. Peristiwa ini terus berkembang karena secara diam-diam telah didukung dan

disepakati oleh komunitas penuturnya. Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai pemakaian kata yang menghilangkan beberapa fonem. Penghilangan beberapa fonem tersebut dianggap tidak baku oleh tatabahasa baku bahasa Indonesia. Tetapi demi kemudahan dan kehematan, gejala itu terus berlangsung. Apabila diklasifikasikan, zeronisasi dibagi menjadi , yaitu:

1. Aferesis adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada awal kata. Misalnya: tetapi menjadi tapi, tidak menjadi tak. Apokop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada akhir kata. Misalnya: president menjadi presiden, pelangit menjadi pelangi

2. Sinkop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada tengah kata. Misalnya: dahulu menjadi dulu, baharu menjadi baru.

Dokumen terkait