• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variasi Bunyi Vokal Bahasa Indonesia pada etnis Tionghoa di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Variasi Bunyi Vokal Bahasa Indonesia pada etnis Tionghoa di Kota Medan"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran A.

Dialog Percakapan Informan 1

Peneliti : “Sore ci, siapa namanya ci?”

Respoden : “elvi”

Peneliti : “Sebelumnya kenalin nama aku ade Ci, oia, jadi gini Ci aku mau

ngomong-ngomong sebentar sama Elvi bisa ya?

Responden :”oia boleh gak papa”

Peneliti : “oia fi, tadi di dibawah aku liat ada toko bangunan gitu ya?”

Responden : “iya, itu toko bangunan kami”

Peneliti : “oooo, kalo kede deket sini ada Fi?”

Responden : “kede ada”

Peneliti : “di rumah ada tv Fi?”

Responden : “hahahahaha, ya ada lah de”

Peneliti : “hahahaha, jadi Elfi masih mahasiswa ini kan?”

Responden : “iya de, kenapa?”

Peneliti : “gak papa Fi, oia Fi, coba bisa bilang tolong?”

(2)

Peneliti : “sukak berenang Fi? Biasa dimana?”

Responden : “di kolam renang semua-semua lah”

Peneliti : “Fi, biasa bilang kata kayak gitu gimana?”

Responden : “kekgitu,”

Peneliti : “kalau bilang cakap?”

Responden : “kadang cakap kadang ngomong”

Peneliti : “Fi, di daerah rumah cici ini sering gak, ada orang gila?” Responden : “orang gilak? Banyaklah lewat sini”

Peneliti : “pernah ke binjai Fi? Ke sungai? Atau ke pantai?”

Responden : “ke binje perna lah, sunge gak sukak, kalo ke pante sukak juga”

Peneliti : “Fi sukak makan petai?”

Responden : “pete? Gak sukak bau”

Peneliti : “cici rumahnya ini sama suzuya deket lagi gak?”

Responden : “oh, deketlah, sikit lagi nyampek”

Peneliti : “oia, tadi kan Elfi bilang Elfi mahasiswa, sering dikasi pr sama dosen?”

Responden : “PR? Sering kali pun”

(3)

Responden : “cet tepung? Ada kayaknya itu”

Peneliti : “ooo, tadi ada kan warung-warung deket sini Fi?”

Responden :” ada kok, warung jual nasi”

Peneliti : “ooo okok, baik makasi ya Fi untuk waktunya”

(4)

Dialog percakapan Informan II

Peneliti : “Malam kak”

Narasumber : “malem”

Peneliti :” kenalin aku ade mau ngobrol-ngobrol dikit boleh kak?”

Narasumber : “oh, boleh.. gakpapa”

Peneliti : “nama cina kakak siapa?”

Narasumber : “nama saya meylin”

Peneliti : “tempat, tanggal lahir kakak?”

Narasumber : “medan, 10 Juni 1992”

Peneliti :”alamat kakak dimana ni?”

Narasumber : “jalan. Pinang Baris 2 nomor 3 A”

Peneliti : kalau boleh tahu ni ya kak, bahasa sehari-hari yang kakak pakai

apa ni?”

Narasumber : “kalau dirumah aku pake bahasa hokkien lah”

Peneliti : “ohh, hobi kakak apa ni?”

Narasumber : “hobi aku,jalan-jala sama kawan-kawan, ngumpol-ngumpol gitu

lah”

(5)

Narasumber : “aku di rumah aja, gak ada kuliah gak kerja juga”

Peneliti : “jadi bisa dibilang pengacara lah ya kak, pengangguran banyak

acara? haha”

Narasumber : “hahahaha, bisa dibilang kek gitulah”

Peneliti :”oia, gini nih kak, menurut kakak ni, apa sih untungnya sering jalan-jalan?”

Narasumber :”istilahnya kita tahu loh, gimana, apa baiknya, apa buruknya diluar sana,

kita juga gak dibilang cupu, gak tahu ini itu semuanya”

peneliti : “untuk ngilangin stress juga ya kak?”

narasumber : “iya, untuk ngilangin stress juga, walaupun kita hanya dirumh gak ada yang

yang dikerjakan kitakan bisa stress juga gitukan”

peneliti :”hahaha, iaiaia.. betul itu kak, oya kan sering jalan-jalan gak pernah kenak marah sama orangtua?”

narasumber : “kalo kenak marah, ngomel-ngomel, merepet-merepet pasti ada”

peneliti : “biasanya kak, kalau jalan-jalan ngapain aja tu kak?”

(6)

peneliti : “opss, enak kali ya kak, bisa lah sekali-sekali iku yakan,

hahahaha.. okelah kak, sekian percakapan kita, hahaha. Makasi ya kak”

(7)

Dialog Percakapan Informan III

Peneliti :”malam ko, aku Ade Syaputra mahasiswa USU, kebetulan saya ada tugas akhir ni ko, mau wawancara sebentar bisa ko?”

Narasumber : “oh, bisa-bisa”

Peneliti : “oh, iya ko., nama cina koko apa ni ko?”

Narasumber : “wa punya nama lu thek seng”

Peneliti : “kalo panggilna sehari-hari ko?”

Narasumber : “wa di panggil aseng biasa”

Peneliti : “ok, ko aseng ya, ohiya ko, pekerjaan koko apa ni?”

Narasumber : “pekerjaan wa disini teknisi mesen kusus solar”

Peneliti : “oh, iyaya, alamat koko dimana ni?”

Narasumber : “alamat wa di jalan gaperta ujong, komplek ACM blok C nomor

3”

Peneliti : “tempat tanggal lahir koko dimana?”

Narasumber : “tanggal lahir wa, di bunot, kisaran tanggal duabelas November

1968”

Peneliti : “berarti umur koko, sekitar empat puluh-an ya?”

(8)

Peneliti : “ok, ko, tadi koko bilang kerja koko teknisi mesen khusus solar ya ko, itu ada hubungannya dengan truk gak ko?”

Narasumber : “ada lah, truk kan bahan bakarnya solar, biasanya wa urus mesen

truk, L300”

Peneliti : “kalo kereta? Bisa tuh ko?”

Narasumber : “kalo kereta mesen bensin, kita gak pakek. Kita pegang mesen

solar”

Peneliti : “di kerjaan yang koko geluti ada juga gak sih, hubungannya sama

rantai?”

Narasumber : “kalo uda bahas mesen ya jelas ada hubungannya loh sama rante, kayak rante Teming”

Peneliti : oh, okok,, oya ko, kalau noleh tahu ni ko, makanan favorit koko

apa ni?”

Narasumber : “kalo makanan wa suka sayur capcay, bakpau, mi pangsit wa juga suka yang kekgitu-gitulah wa suka”

Peneliti : “koko paling sukak makanan favorit dimana ko?” Narasumber : “wa paling suka makan di kumango”

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2008. Pengantar Lingistik Umum. Jakarta: Gramedia Pustaka Halim, Amran, 1984. Intonasi Dalam Hubungan Dengan Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Djembatan

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Edisi keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka

Lass, Roger. 1984. Fonologi Sebuah Pengantar Untuk Konsep-Konsep Dasar. Camridge: Cambridge University Press

Lubis, Malan. 2011. Fonologi Sebuah Pengenalan Awal. Medan: Cipta Pustaka Mahsun, 1995. Dialektologi Diakronis Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Marsono, 2008. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Ritonga, Parlaungan dkk., 2010. Bahasa Indonesia Praktis. Medan: Bartong jaya Saussure, Ferdinand de. 1973. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Simanjuntak, Mangantar., 1989. Teori Fitur Distingtif Fonologi Generatif Perkembangan Dan Penerapannya. Jakarta: Gaya Media Pramata

Subroto, Edi. 2007. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: UNS Press

Verhaar. 1990. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Verhaar. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press

(10)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Menurut Malo dkk. (1985 : 149) kata populasi itu bukan diartikan sebagai penduduk seperti halnya dalam studi kependudukan. Populasi dalam hal ini berarti sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian. Elemen populasi itu biasanya merupakan satuan analisis. Populasi dapat berupa kumpulan semua kota di Indonesia, semua wanita di daerah pedesaan, semua perusahaan yang jumlah buruhnya kurang dari lima ribu, atau apa saja. Dalam penelitian linguistik populasi pada umumnya keseluruhan individu dari segi-segi tertentu bahasa. Dalam proposal penelitian ini, populasinya adalah masyarakat keturunan Tionghoa yang bersuku Hokkien.

(11)

Sampel penelitian ini adalah semua bunyi bahasa Indonesia yang digunakan oleh masyarakat keturunan Tionghoa di Kota Medan.

2.2Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (Alwi, dkk 203:680). Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah di tiga kawasan Kota Medan yaitu jalan Marelan, jalan Pinang Baris 2 nomor 3, Jalan Gaperta Ujung.

2.3Sumber Data

Secara umum data adalah semua informasi atau bahasa yang disediakan oleh alam, yang harus dicari/dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti. Data terdapat pada segala sesuatu apapun yang menjadi bidang dari sasaran penelitian. Data dapat terdapat pada wujud pemakaian bahasa, pada diri orang perorang atau masyarakat, pada perilaku atau perbuatan perorangan atau masyarakat, pada semua kegiatan masyarakat, pada alam apapun dengan segala fenomenanya. Dengan demikian data itu dapat berupa angka-angka, perkataan, kalimat, wacana, gambar, rekaman, catatan, atau dokumen. Secara umum, data harus memenuhi syarat-syarat validitas dan realiabiitas. Tanpa memenuhi syarat itu, hasil peneltian tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu pengetahuan.

(12)

Sumber data yang diharapkan memberikan informasi dalam proposal penelitian ini adalah:

a. Masyarakat keturunan Tionghoa bersuku hokkien b. Cakupan umur responden berkisar 21 s.d 50 tahun

c. Jumlah informan pada penelitian ini berjumlah tiga orang. Berikut nama-nama responden yang menjadi sumber data penulis:

a. Nama Lengkap : LC

Nama panggilan : Elfi

Tempat, tanggal lahir : Medan, 4 Juli 1991

Alamat : Jalan. Marelan

Tempat, tanggal lahir : Medan, 10 Juni 1992

Alamat : jln. Pinang Baris 2 Nomor 3 A Medan

Pekerjaan : Pengangguran

Suku : Hokkien

Umur : 22 Tahun

(13)

c. Nama Lengkap : LTS Nama panggilan : Aseng

Tempat, tanggal Lahir : Bunut, 12 November 1968

Alamat : Jln. Gaperta Ujung Kompleks ACM Blok A

Pekerjaan : Teknisi Mesin

Suku : Hokkien

Umur : 46 Tahun

Hobbi : memancing

2.4Metode penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

(14)

digunakan teknik sadap sebagai teknik dasar, teknik simak libat cakap sebagai teknik lanjutan I, teknik rekam sebagai teknik lanjutan II dan catat sebagai teknik lanjutan terakhrir (Sudaryanto, 1993:135). Dalam hal ini, peneliti membaca, mempelajari, dan memeriksa data-data yang diperlukan, lalu menyadap bagian-bagian penting dan selanjutnya mencatat data yang diperoleh ke dalam kartu data.

2.5Metode dan Teknik Analisis Data

Surdayanto (1985; 2) mengatakan metode padan adalah metode yang dipakai untuk mengkaji atau menentukan identitas satuan lingual tertentu dengan memakai alat penentu yang berada di luar bahasa, terlepas dari bahasa, dan tidak menjadi dari bahasa yang bersangkutan karena memakai alat penentu diluar/terlepas dari bahasa, maka ketepatan dan keefektifan metode ini untuk memberikan masalah-masalah kebahasaan sering diragukan. Alasannya, karena metode padan memberikan cara kerja yang tidak sesuai dengan sifat kebahasaaan satuan bahasa dan bagaimana bahasa itu bekerja melaksanakan fungsinya sebagai alat komunikasi.

(15)

memakai metode padan, namun tetap linguistis karena jenis fonetik yang palng relevan secara linguistik adalah fonetik artikulatoris. Berdssarkan jenis fonetik itu setiap bunyi bahasa diberi ciri berdasarkan keterlibatan alat ucap tertentu pada waktu terjadinya.

Berikut contoh proses peristiwa tutur percakapan anatara peneliti dengan responden dengan menggunakan metode padan:

Peneliti : “ce‟, aku mau jual lagi tepung ini, berapalah tepung ini

sekilo?”

Responden : “lu mau belapa kilo ambek, wa kasi sekilo tupung ini

lapan libu la, jadi lu bisa jual Sembilan tengah loh”

Peneliti :”bagus tepung ini kan cek? mau ku jual lagi soalnya”

Responden : “baguslah, wa mana belani ambil tupung yang gak

bagus, wa kasih yang bagus lo cap segitiga bilu, lu

bole ceklah sama toko lain semua jual sembilan libu”

Data yang sudah diperoleh kemudian disesuaikan dengan bunyi-bunyi bahasa dan dibuat transkripsi fonetisnya.

Contoh :

Bunyi [ e ] bervariasi dengan bunyi [ u ]

tepung diucapkan [ tupung ]

(16)

berubah menjadi bulat dan terbentuklah vokal [u] yang juga menggantikan vokal [e].

Proses ini disebut perubahan bunyi asimilasi yaitu perubahan dua bunyi vokal yang berbeda menjadi bunyi vokal yang sama bunyi [ǝ] diasimilasikan oleh vokal

(17)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Bentuk Variasi Bunyi Vokal Bahasa Indonesia pada Masyarakat Keturunan Tionghoa

4.1.1 Identifikasi Bunyi Vokal Bahasa Indonesia pada Masyarakat Keturunan Tionghoa

Menurut Marsono (1986: 29-34) vokal dapat diklasifikasikan berdasarkan:

1. Tinggi rendahnya lidah 2. Bagian lidah yang bergerak 3. Bentuk bibir

4. Struktur

4.1.1.1 Tinggi Rendahnya Lidah

Bahasa Indonesia yang dipakai oleh masyarak keturunan etnis Tionghoa suku Hokkien memiliki enam bunyi vokal yaitu; [a,i,u,e,o,ü] berdasarkan tinggi rendahnya lidah, vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa bersuku Hokkien dapat dibedakan atas:

a. Vokal tinggi : [ i, u]

[i] : [titIk], [sIni], [paŋsIt]

(18)

b. Vokal sedang : [e, o]

[e] : [kekgitU], [boleh], [cet] [o] : [oraŋ], [hobi], [novemb∂r] [] : [kd], [malm], [hokkin]

c. Vokal rendah : [a]

[a] : [ada], [alamat], [dalam]

4.1.1.2 Bagian Lidah yang Bergerak

Berdasarkan bentuk bibir, bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa bersuku Hokkien dibagi atas:

a. Vokal depan : [ i, e, , o]

[i] : [ikan], [hilaŋ], [hati] [e] : [kekgitu], [boleh], [cet] [o] : [oraŋ], [hobi], [novembr] b. Vokal tengah : []

[] : [kd], [malm], [hokkin] c. Vokal belakang : [u, a]

(19)

4.1.1.3 Bentuk Bibir

Berdasarkan bentuk bibir, bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa bersuku Hokkien dibagi atas:

a. Bulat : [o, u]

[o] : [obat], [doroŋ], [loh]

[u] : [urap], [burUk], [p∂mbantu]

b. Tidak bulat : [a,i,e,∂,]

[a] : [alamat], [tiIipan], [sarjana] [i] : [ikan], [titIpan], [tali] [e] : [elit], [belok], [lele] [] :[mas], [tnaga], [pt] [ mbr], [bmpr], [sat]

4.1.1.4 Struktur

(20)

Tionghoa bersuku Hokkien juga mengenal struktur sehingga vokal dalam bahasa Hokkien dapat dibedakan atas:

 Vokal tertutup, yaitu [i], [ü] dan [u], dalam bunyi tertutup ini

artikulator aktif adalah lidah yang diangkat setinggi mungkin sehingga hampir mendekati langit-langit.

Contoh: [i] : [titIk] [u] :[usaha]

 Vokal semi tertutup yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah

diangkat dalam ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau duapertiga di atas vokal yang paling rendah, terletak pada garis yang menghubungkan antara vokal [e] dan [o].

Contoh:

[e] : [elit] [o] : [tombak]

 Vokal semi terbuka yaitu [], bunyi vokal ini dibentuk dengan

lidah yang diangkat dalam ketinggian 2/3.

[] : [mbr]

 Vokal terbuka yaitu: [a], bunyi vokal ini dibentuk dengan lidah

dalam posisi yang rendah. Contoh:

(21)

Dari hasil identifikasi vokal dapat digambarkan peta vokal bahasa Indonesia pada masyarakat etnis Tionghoa bersuku bahasa Hokkien adalah sebagai berikut:

Depan Tengah Belakang Struktur

TB B TB B TB B

Tinggi i u Tertutup

Sedang e O ∂ Semi tertutup

Rendah A Terbuka

Bentuk variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa bersuku Hokkien adalah

a. Bunyi Vokal /e/

Bunyi vokal /e/ yang ditutukan oleh masyarakat etnis Tionghoa bersuku

(22)

BUNYI VOKAL [E]

Awal Tengah Akhir

[editor] [trompet] [pant

[ekskul] [teroŋ] [suŋ

[ekspmn] [bel] [binj

[elit] [belok] [sat

[xtrim] [bmp∂r] [par

[efk] [b∂rwok] [lele]

[nerji] [kpo] [ase]

[mbr] [hboh]

[emosi] [prak]

[elktronik] [spak]

(23)

no Bunyi awal Variasi bunyi vokal Jenis Perubahan Bunyi

1 /malam/ /malm/ Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal /a/

pada kata [malam] bervariasi

menjadi // pada kata [malm] .

kedua bunyi itu termasuk dalam

jenis asimilasi karena vokal /a/

dan // sama-sama berada di

tengah artikulatoris

2 /hokkin/ /hokkin/ Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal //

pada kata [hokkin/ bervariasi

dengan bunyi // menjadi kata

[hokkin]

3 /rantai/ /lant/ Merupakan jenis perubahan

bunyi monoftongisasi.

Monoftongisasi adalah

(24)

vokal rangkap menjadi vokal

tunggal. Bunyi vokal /ai/

berubah pada kata [rantai]

berubah menjadi bunyi vokal //

pada kata /lant/

4 /kdai/ /kd/ Merupakan jenis perubahan

bunyi monoftongisasi.

Monoftongisasi adalah

perubahan dua bunyi vokal atau

vokal rangkap menjadi vokal

tunggal. Bunyi vokal /ai/

berubah pada kata [kdai]

berubah menjadi bunyi vokal //

pada kata / kd∂/

5 /pantai/ /pant/ Merupakan jenis perubahan

bunyi monoftongisasi.

Monoftongisasi adalah

(25)

vokal rangkap menjadi vokal

tunggal. Bunyi vokal /ai/

berubah pada kata [pantai]

berubah menjadi bunyi vokal //

pada kata /pant/

6 /bolh/ /bolh/ Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal //

pada kata [bolh] bervariasi

dengan bunyi // menjadi kata

[bolh]

7 /sdikit/ /sIkIt/ Merupakan jenis perubahan bunyi zeroinisasi. Zeroinisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai upaya

(26)

b. Bunyi Vokal /o/

Bunyi vokal /o/ yang ditutukan oleh masyarakat etnis Tionghoa bersuku Hokkien mengalami variasi bunyi yaitu /o/ dan / ᴐ /. Berikut ini adalah contoh variasi bunyi vokal /e/ bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa bersuku Hokkien.

Variasi bunyi itu terjadi karena adanya bentuk perubahan bunyi yang terjadi saat penutur mengucapkan kata-kata yang diucapkan. Berikut contoh jenis perubahan bunyi yang terjadi pada masyarakat etnis Tionghoa bersuku Hokkien.

BUNYI VOKAL [o]

Awal Tengah Akhir

[obat] [t ᴐ k ᴐ] [t ᴐ k ᴐ]

[oraŋ] [t ᴐ pŋ] [s ᴐ t ᴐ]

[otak] [bun ᴐ t] [tat ᴐ]

[osis] [kaloɁ] [l ᴐy ᴐ]

[otomotif] [noml] [baks ᴐ]

[op∂rasi] [ŋom ᴐŋ]

[ogah] [war ᴐŋ]

[ojk] [tol ᴐŋ]

[oksign] [kota]

(27)

no Bunyi awal Variasi bunyi vokal Jenis Perubahan Bunyi

1 /toko/ /t ᴐ k ᴐ / Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal /o/

pada kata [toko] bervariasi

dengan bunyi / ᴐ / menjadi kata

[t ᴐk ᴐ]

2 /bunot/ /bun ᴐ t/ Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal /o/

pada kata [bunot] bervariasi

dengan bunyi / ᴐ / menjadi kata

[bun ᴐt]

3 /kalau/ /kaloɁ/ Merupakan jenis perubahan

(28)

4 /nomol/ /noml/ Merupakan jenis perubahan bunyi asimilasi. Bunyi vokal /o/ pada kata [nomol] bervariasi dengan bunyi // menjadi kata [noml]

5 /ŋomoŋ/ /ŋom ᴐŋ/ Merupakan jenis perubahan bunyi asimilasi. Bunyi vokal /o/ pada kata [ŋomoŋ] bervariasi

dengan bunyi / ᴐ / menjadi kata [ŋ ŋom ᴐŋ]

6 /waruŋ/ /war ᴐŋ/ Merupakan jenis perubahan bunyi asimilasi. Bunyi vokal /u/ pada kata [waruŋ ] bervariasi dengan bunyi / ᴐ / menjadi kata [war ᴐŋ]

7 /toloŋ/ /tol ᴐŋ/ Merupakan jenis perubahan

(29)

c. Bunyi Vokal /a/

Bunyi vokal /a/ yang ditutukan oleh masyarakat etnis Tionghoa bersuku Hokkien tidak mengalami variasi bunyi. Berikut ini adalah contoh tidak adanya variasi bunyi vokal /a/ bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa bersuku Hokkien.

BUNYI VOKAL [a]

Awal Tengah Akhir

[apa] [tidak] [pelaksana]

[ada] [tapi] [juwara]

[asik] [tukaŋ] [biaya]

[apel] [tadi] [sastra]

[alamat] [titipan] [sarjana]

[alcohol] [basi] [buaya]

[aluminiyum] [cantik] [bahaya]

[androit] [darah] [nama]

[aŋka] [garam] [negara]

[alaram] [gatal] [gila]

(30)

d. Bunyi Vokal /i/

Bunyi vokal /o/ yang ditutukan oleh masyarakat etnis Tionghoa bersuku Hokkien mengalami perubahan bunyi yaitu /o/ dan / ᴐ /. Berikut ini adalah contoh variasi bunyi vokal /e/ bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa bersuku Hokkien.

BUNYI VOKAL [i]

Awal Tengah Akhir

[ikan] [titIk] [b∂si]

[intan] [tarIk] [gulali]

[istana] [bidaŋ] [mandi]

[instan] [siap] [dirI]

[ikut] [pnIti] [suami]

[implan] [tItIp] [istrI]

[indig ᴐ] [gilak] [lari]

[ipar] [lipat] [mati]

[int∂rvnsi] [lahIr] [prsesi]

[isu] [barIs] [materi]

(31)

No Bunyi awal Variasi bunyi vokal Jenis Perubahan Bunyi

1 /lahir/ /lahIr/ Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal /i/

pada kata [lahir] bervariasi

dengan bunyi /I/ menjadi kata

[lahIr]

2 /baris/ /barIs/ Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal /i/

pada kata [baris] bervariasi

dengan bunyi /I/ menjadi kata

[barIs]

e. Bunyi Vokal /u/

(32)

BUNYI VOKAL [u]

Awal Tengah Akhir

[untUŋ] [burUk] [gitU]

[usaha] [ngumpUl [susU]

[upah] [pulUh] [layu]

[ular] [hUaŋ] [perahu]

[undiyan] [walopun] [tau]

[uaŋ] [tanjUŋ] [lucu]

[uap] [gitU]

[ujUŋ] [ujUŋ]

[ucap] [udaŋ]

(33)

no Bunyi awal Variasi bunyi vokal Jenis Perubahan Bunyi

1 /buruk/ /burUk/ Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal

// pada kata [hokkin/

bervariasi dengan bunyi //

menjadi kata [hokkin]

2 /ngumpul/ /ngumpUl/ Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal

// pada kata [hokkin/

bervariasi dengan bunyi //

menjadi kata [hokkin]

3 /puluh/ /pulUh/ Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal

// pada kata [hokkin/

bervariasi dengan bunyi //

menjadi kata [hokkin]

4 /huaŋ/ /hUaŋ/ Merupakan jenis perubahan

(34)

// pada kata [hokkin/

bervariasi dengan bunyi //

menjadi kata [hokkin]

5 /walaupun/ /walopun/ Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal

// pada kata [hokkin/

bervariasi dengan bunyi //

menjadi kata [hokkin]

6 /tanjuŋ/ /tanjUŋ/ Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal

// pada kata [hokkin/

bervariasi dengan bunyi //

menjadi kata [hokkin]

7 /gitu/ /gitU/ Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal

// pada kata [hokkin/

bervariasi dengan bunyi //

(35)

8 /ujuŋ/ /ujUŋ/ Merupakan jenis perubahan

bunyi asimilasi. Bunyi vokal

// pada kata [hokkin/

bervariasi dengan bunyi //

menjadi kata [hokkin]

4.2 Faktor Penyebab timbulnya Variasi Bunyi Vokal

4.2.1 Asimilasi

Verhaar (1990: 33) berpendapat bahwa asimilasi adalah perubahan bunyi yang terjadi diantara bunyi-bunyi yang berdampingan (bunyi kontigu) atau antara yang berdekatan tetapi dengan bunyi lain diantaranya dalam ujaran (bunyi diskret).

Asimilasi yang mengubah fonem tertentu menjadi fonem tertentu disebut dengan asimilasi fonemis, sedangkan asimilasi yang tidak mengubah status fonem bunyi yang dipengaruhi disebut dengan asimilasi fonetis.

Contoh yang ditemukan dalam etnis Tionghoa adalah Peneliti : “koko, lahir dimana nih ko?”

informan : “alamat wa di jalan gapelta ujong kompleks ACM Blok C nomol 3”

(Percakapan informan 3)

(36)

depan tengah belakang

TB B TB B TB B

i u

tinggi I U

e o

tengah  ᴐ

rendah a

pada peta vokal bahasa Indonesia, terlihat bahwa fonem [u] termasuk bunyi yang berdekatan dengan fonem [ᴐ] dengan posisi sama-sama berada di daerah belakang artikulatoris.

Peneliti : “umur koko berapa ko?” Informan : “umur wa empat puloh enam” (Percakapan Informan 3)

kata [puluh] [puloh], fonem [u] berubah menjadi [ᴐ].

depan tengah belakang

TB B TB B TB B

i u

tinggi I U

e o

tengah  ᴐ

(37)

pada peta vokal bahasa Indonesia, terlihat bahwa fonem [u] termasuk bunyi yang berdekatan dengan fonem [ᴐ] dengan posisi sama-sama berada di daerah belakang artikulatoris.

4.2.2 Monoftongisasi

Verhaar (1996) mengatakan bahwa monoftongisasi adalah perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) menjadi vokal tunggal (monoftong). Peristiwa penunggalan vokal ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia sebagai sikap pemudahan pengucapan terhadap bunyi-bunyi diftong.

Contoh yang ditemukan dalam etnis Tionghoa adalah Peneliti : “ cici pernah ke binjai?”

informan : “ke binje?, pernah lah” (Percakapan Informan 1)

[binjai ] [binj]

Perubahan ini terjadi pada bunyi vokal rangkap [ai] ke vokal tunggal []. Peneliti : “ kalau ke pantai juga pernah ya ci”

Narasumber : “ke pante pernah” (Percakapan Informan 1)

[pantai ] [pant]

(38)

4.2.3 Modifikasi Vokal

Verhaar (1996: 81) mengatakan bahwa modifikasi vokal adalah modifikasi yang menyebabkan fonem vokal tertentu berubah menjadi fonem vokal yang lain. Ada tiga jenis modifikasi vokal yaitu:

1. Modifikasi Vokal: Umlaut, yaitu perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal lebih tinggi, sebagai akibat vokal (biasa /i/) atau semivokal (yaitu [y]) yang mengikutinya (langsung atau tidak langsung) yang tinggi. Tentunya umlaut itu merupakan salah satu jenis asimilasi. Peninggian vokal seperti itu dapat merupakan perubahan fonetis saja, dapat juga merupakan perubahan fonemis.

2. Modifikasi vokal: Ablaut

3. Modifikasi vokal: harmoni vokal adalah perubahan vokal di bawah pengaruh vokal yang lain, sedemikian rupa sehingga vokal dalam setiap Hal terpenting dalam harmonisasi vokal adalah bentuk keselarasan dengan melibatkan tiga kualitas vokal, yaitu; depan belakangnya, tinggi rendahnya, dan bundar tidaknya.

bunyi fonem [e] memiliki daerah artikulator dan intonasi yang sama dengan bunyi

fonem [] namun ketika disuarakan, bunyi fonem [] lebih tinggi daripada bunyi

(39)

contohnya adalah

Peniliti : “ci dekat rumah cici ada warung gak ci?” Informan : “ warᴐng?, ada itu warong jual nasi” (Percakapan Informan 1)

[waruŋ] [warᴐŋ]

Bunyi fonem [ᴐ] lebih rendah daripada bunyi fonem [u]

depan tengah belakang

TB B TB B TB B

i u

tinggi I U

e ∂ o

tengah  ᴐ

rendah a

bunyi fonem [ᴐ] memiliki daerah artikulator yang sama dengan bunyi fonem [u], ketika di suarakan bunyi fonem [ᴐ] lebih tinggi daripada bunyi [u].

Peneliti : “ci, alamat cici dimana ni ci?”

Informan : “ jalan pinang bars nomor 3 A Medan” (Percakapan Informan 2)

[pinaŋ baris] [pinaŋ bars]

(40)

depan tengah belakang

namun ketika disuarakan, bunyi fonem [] lebih rendah daripada bunyi fonem [i].

Peneliti : “ce, biasa kalau jalan-jalan itu ngapain aja?”

Informan : “ya banyaklah, tapi lebih sering sh kumpᴐl sama kawan-kawan”

(Percakapan Informan 2) [kumpul] [kumpᴐl]

Bunyi fonem [ᴐ] lebih rendah daripada bunyi fonem [u]

depan tengah belakang

(41)

4.2.4 Anaptiksis

Verhaar (1996) berpendapat bahwa anaptiksis atau suara bakti adalah perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi vokal tertentu di antara dua konsonan untuk memperlancar ucapan. Bunyi yang biasa ditambahkan adalah bunyi vokal lemah.

Contoh yang ditemukan dalam etnis Tionghoa adalah

Peneliti : “ci, di daerah rumah cici ini sering gak ada orang gila?” Informan : “kalo olang gilak, banyaklah lewat sini”

(Percakapan Informan 1)

[oraŋ gila] [oraŋ gilak]

Bunyi kata [gila ] bertambah dengan bunyi fonem [yk] di akhir kata menjadi kata [gilak].

4.2.5 Zeroinisasi

(42)

Contoh yang ditemukan dalam etnis Tionghoa adalah:

Peneliti : “menurut cici apa sih sisi positif sering jalan-jalan?” informan : “kita kenal dunia luar itu gimana, istila nya kita gak bilang cupu lah”

(Percakapan Informan 2) [istilah] [istila]

Bunyi fonem [h] di akhir kata [istilah] mengalami proses pengilangan menjadi kata [istila]

Peneliti : “cici rumahnya ini sama suzuya deket lagi gak?” Informan : “oh, kalo itu udah deket sikit lagi nyampek” . (Percakapan Informan 1)

[sedikit] [sikit]

(43)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian mengenai variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada Etnis Tionghoa di kota Medan, dapat di tarik simpulan bahwa:

1. variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa

bersuku Hokkien di Kota Medan terdiri atas vokal /o/ variasinya adalah

[o] dan [ᴐ], vokal /e/ variasinya adalah [e], [ [∂], vokal /u/ variasinya

adalah \[u] dan [U], vokal [i] variasinya adalah [i] dan [I], vokal /a/ dan

/∂/ hanya memiliki satu variasi yaitu [a] dan [∂].

2. Faktor penyebab terjadinya variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada etnis Tionghoa adalah asimilasi, monoftongisasi, modifikasi vokal, anaptiksis dan zeroinisasi.

5.2 Saran

(44)
(45)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk. 1985:46). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:588 ), konsep adalah gambaran mental dari

objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu konsep variasi dan bunyi vokal.

2.1.1 Variasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1259) variasi adalah tindakan atau hasil perubahan dari keadaan semula, variasi dalam lingkungan yang sama, terutama dalam beberapa kata yang tidak berubah maknanya.

(46)

yang menggunakan bahasa itu, dimana tinggalnya, bagaimana kedudukan sosialnya di dalam masyarakat, apa jenis kelaminnya, dan kapan bahasa itu digunakan. Berdasarkan penggunaannya, berarti bahasa itu digunakan untuk apa, dalam bidang apa, apa jalur dan alatnya, bagaimana situasi keformalannya.

Dari berbagai pengertian di atas dapat diambil simpulan bahwa variasi adalah bentuk-bentuk perubahan untuk membedakan antara satu bahasa dengan bahasa lain tetapi tidak mempengaruhi bahasa induknya.

2.1.2 Bunyi Vokal

Jones (dalam Marsono 2008) mengatakan secara umum bunyi bahasa dibedakan atas vokal, konsonan, dan semi-vokal. Pembedaan ini didasarkan pada ada tidaknya hambatan (proses artikulasi) pada alat bicara. Bunyi disebut vokal, bila tidak ada hambatan pada alat bicara, jadi tidak ada artikulasi.

(47)

mulut yang berbentuk sesuai dengan jenis vokal yang dihasilkan. Jadi bunyi vokal semuanya bersuara sebab dihasilkan dengan pita suara yang terbuka sedikit.

Lyons (1995: 102) menjelaskan bahwa vokal umumnya diklasifikasikan menurut tiga dimensi artikulatoris: tingkat terbukanya mulut; posisi bagian lidah yang tertinggi; dan posisi bibir. Jadi, bunyi tertentu mungkin dideskripsikan sebagai vokal rapat, depan, dan bundar dan bunyi lain sebagai rapat, depan, dan tak bundar. Contoh vokal depan tak bundar /i/ : [lidah].

Selanjutnya, Chaer (1994: 113) membagi vokal berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah dapat bersifat vertikal dan dapat bersifat horizontal, sedangkan bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tidak bundar. Seperti terlihat dalam tabel berikut:

depan tengah belakang

Gambar: Peta Vokal Bahasa Indonesia

(48)

2.2Landasan Teori 2.2.1 Fonologi

Secara garis besar, fonologi adalah suatu subdisiplin dalam ilmu bahasa atau linguistik yang membicarakan tentang bunyi bahasa. Lebih sempit lagi, fonologi murni membicarakan tentang fungsi, perilaku serta organsasi bunyi sebagai unsur-unsur linguistik; berbeda dengan fonetik, yang berupa kajian yang lebih netral terhadap bunyi-bunyi sebagai fenomena dalam dunia fisik dan unsur-unsur fisiologikal, anatomikal, neurologikal, dan psikologikal manusia yang membuat bunyi-bunyi itu.

Verhaar (1996: 67) menyatakan bahwa fonologi juga bisa disebut sebagai bunyi yang “fungsional” misalnya dalam bahasa inggris, [t] dalam stop dan [th]

dalam top kebetulan merupakan bunyi yang „sama‟ secara „fungsional‟. Bunyi fungsional tersebut disebut fonem. Jadi [t] dan [th] merupakan dua bentuk bunyi yang berbeda dari „fonem‟ yang sama. Fonem itu dilambangkan sebagai huruf t

diapit diantara dua garis miring menjadi bentuk seperti ini: /t/. demikian pula, bunyi [Ɂ] dan [k] dalam bahasa Indonesia merupakan dua bentuk yang berbeda

dari fonem /k/ yang sama.

(49)

dalam dunia fisik dan unsur-unsur fisiologikal, anatomikal, neurologikal, dan psikologikal manusia yang membuat bunyi-bunyi itu. Fonologi adalah „linguistik‟, dalam pengertian bahwa sintaksis, morfologi, semantik juga termasuk linguistik, sedangkan fonetik berangsur-angsur berubah dalam berbagai hal menuju neurologi, psikologi perceptual, akustik, dan sebagainya.

Kegunaan fonologi dalam kajian variasi bunyi vokal bahasa Indonesia ini adalah untuk membedakan variasi-variasi apa saja yang terjadi dalam bunyi vokal bahasa Indonesia dan untuk mengetahui perubahan bentuk bunyi vokal apa saja yang dituturkan oleh masyarakat keturunana Tionghoa

2.2.2 Fonetik Artikulatoris

Verhaar (1996:27) mengatakan fonetik artikulatoris adalah jenis fonetik yang membahas bunyi-bunyi bahasa dari cara menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dengan alat-alat bicara. Hal utama yang harus diperhatikan pada fonetik artikulatoris adalah alat-alat bicara.

(50)

15. Anak Tekak 16.Langit-langit lunak 17.Langit-langit keras 18.Gusi, lengkung kaki gigi 19.Gigi atas

20.Gigi bawah

21.Bibir atas 22.Bibir bawah 23.Mulut

24.Rongga mulut 25.Rongga hidung

(51)

mengalami hambatan pada alat bicara maka bunyi bahasa tidak akan terjadi seperti dalam bernafas.

2.2.3 Bunyi Vokal

Salah satu kajian fonologi yang mengkaji tentang bunyi vokal bahasa Indonesia adalah teori yang dipakai adalah teori Marsono (1986:29-34) mengklasifikasikan vokal berdasarkan:

a. Tinggi rendahnya lidah, vokal terbagi atas: vokal tinggi [i, u] vokal madya [e, ƹ , ǝ, o, ᴐ], vokal rendah [a].

b. Bagian lidah yang bergerak, vokal dibedakan menjadi: vokal depan [i, e, ᴐ, a], vokal tengah [ǝ], vokal belakang [u, o, ƹ, a]

(52)

yang dibentuk dengan lidah dalam posisi serendah mungkin, kira-kira pada garis yang menghubungkan antara vokal [a].

d. Bentuk bibir, berdasarkan bentuk bibir waktu vokal diucapkan (Jones, 1958: 16 dalam Marsono), vokal dapat dibedakan atas: vokal bulat yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir bulat seperti vokal [ᴐ] posisi

bibir terbuka bulat, vokal [o, u] posisi bentuk bibir tertutup bulat, vokal netral yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir dalam posisi netral seperti vokal [ a ] vokal tak bulat yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir terbentang lebar seperti vokal [i, e, ∂, ᴐ, a].

Lain halnya dengan bunyi vokal dalam bahasa mandarin. Bunyi vokal dasar bahasa mandarin terdiri atas: [a], [o]. [e]. [u], [i], [ Ü].

Contoh variasi bunyi vokal [e] pada keturunan Tionghoa adalah sebagai berikut:

Bunyi [ e ] bervariasi dengan bunyi [ u ]

Contoh : tepung diucapkan [ tupung ] semut diucapkan [ sumut ] tebu diucapkan [ tubu ] sembuh diucapkan [ sumbuh ]

Bunyi [ e ] bervariasi dengan bunyi [ i ]

(53)

seperti diucapkan [ sipalti ] senantiasa diucapkan [ sinaηtiasa ]

2.2.4 Bunyi Vokal Bahasa Mandarin

Walsh (2009:13) mengatakan bahwa huruf vokal dasar dalam bahasa Mandarin ada enam jenis yaitu: [a, o, e, i, u, Ü]

depan tengah belakang

TB B TB B TB B

i u

tinggi Ü

e o

tengah

rendah a

Gambar: Peta Variasi Bunyi Vokal Bahasa Mandarin

Berikut keterangan pada peta variasi bunyi vokal bahasa Mandarin di atas: Vokal /a/ bertemu dengan vokal /i/ bunyi pelafalan menjadi /ai/.

Contoh: [ai] artinya cinta

Vokal /e/ bertemu dengan vokal /i/ bunyi pelafalan menjadi bunyi /ei/. Contoh: [wei] artinya kenapa

(54)

Vokal /o/ bertemu dengan vokal /u/ bunyi pelafalan menjadi bunyi /ou/. Contoh : [qou] artinya mulut

Vokal /i/ bertemu dengan vokal /a/ bunyi pelafalan menjadi bunyi /ia/. Contoh : [jiao] artinya nama

Vokal /i/ bertemu dengan vokal /e/ bunyi pelafalan menjadi bunyi /ie/. Contoh: [xie-xie] artinya terima kasih

Vokal /u/ bertemu dengan vokal /a/ bunyi pelafalan menjadi bunyi /ua/. Contoh Contoh : [huaŋ] artinya berhenti

2.2.5 Macam-Macam Perubahan Bunyi 2.2.5.1 Asimilasi

Verhaar (1990: 33) berpendapat bahwa asimilasi adalah perubahan bunyi yang terjadi diantara bunyi-bunyi yang berdampingan (bunyi kontigu) atau antara yang berdekatan tetapi dengan bunyi lain diantaranya dalam ujaran (bunyi diskret).

(55)

Asimilasi fonemis fonem 1 menjadi fonem lain

Fonologi

Jadi aternasi alofonemis saja dengan mempertahankan fonem sama

Fonetik asimilasi fonetis penyesuaian bunyi dengan bunyi yang lain

Bagan Asimilasi fonetis dengan Asimilasi Fonemis

(56)

Verhaar (1996:79) membagi asimilasi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Asimilasi progresif yaitu bunyi yang diasimilasikan terletak sesudah bunyi yang mengasimilasikannya. Contoh dalam bahasa belanda, ik eet vis „saya makan ikan‟. Kata vis „ikan‟, yang memiliki bentuk fonemis

/vis/, dimulai dengan frikatif labio-dental bersuara /v/, sedangkan kata eet, setiap /v/ berubah menjadi konsonan homorgan tak bersuara, yaitu

/f/. akibatnya klausa tadi memiliki analisis fonemis sebagai berikut: /ik et fis/. Bunyi fonem /v/ berubah menjadi fonem /f/.

2. Asimilasi regresif yaitu bunyi yang diasimilasikan terletak sebelum bunyi yang mengasimilasikannya. Contoh dalam bahasa Belanda op de weg „di jalan‟ (de adalah kata sandang) dengan bentuk pelafalan /obd

w x/, dengan /b/ yang bersuara karena pengaruh /d/ yang bersuara pada awal kata sandang de. Asimilasi ini merupakan asimilasi fonemis, karena /p/ dan /b/ dalam bahasa ini terbukti merupakan fonem-fonem yang berbeda.

3. Asimilasi resiprokal yaitu bunyi yang diasimilasikan sehingga menimbulkan bunyi baru. Contoh dalam Kata bahasa Batak Toba holan ho „hanya kau‟ diucapkan /holakko/, suan hon diucapkan

/suatton/. Bunyi /n/ pada holan dan bunyi /h/ pada ho saling disesuaikan atau diasimilasikan menjadi /k/, sedangkan /n/ pada suan han /h/ pada hon saling disesuaikan atau diasimilasikan menjadi /t/.

(57)

2.2.5.2 Disimilasi

Seperti halnya asimilasi menyebabkan penyamaan dua fonem yang berbeda, maka yang dimaksud dengan disimilasi adalah dua fonem yang sama (berdekatan atau tidak) menjadi fonem yang lain.

Verhaar (1996:86) menyatakan bahwa disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Dalam sebuah contoh kasus beberapa kata dalam bahasa Indonesia, Verhaar (1996:86) membedakan disimilasi menjadi dua bagian yaitu:

1. Pada kata belajar yang dihasilkan dari menggabungkan awalan ber- dan ajar. Akan tetapi bentuk berajar mempunyai dua /r/, dan dalam bahasa Indonesia ada kecenderungan untuk menghindari dua /r/ dalam kata yang berawalan ber-. Contoh kata belajar adalah kasus disimilasi sinkronik. 2. Contoh dalam kasus disimilasi diakronik adalah pada kata cinta dan cipta.

Kedua kata itu berasal dari kata sanskerta citta, jadi /tt/-nya menjadi /pt/ untuk cipta dan /nt/ untuk cinta. Contoh lain terdapat pada kata langsir, langsir, yang dulu pernah dipungut dalam bahasa Belanda itu, /r/ yang

(58)

2.2.5.3 Metatesis

Verhaar (1996: 86) berpendapat bahwa dalam proses metatesis yang diubah adalah urutan fonem-fonem tertentu. Biasanya bentuk asli dan bentuk yang mengalami metatesis itu terdapat bersama-sama, sehingga ada variasi bebas. Contoh yang terdapat dalam bahasa Indonesia

Brantas dan bantras, jalur dan lajur, kerikil dan kelikir

2.2.5.4 Modifikasi vokal

Verhaar (1996: 81) mengatakan bahwa modifikasi vokal adalah modifikasi yang menyebabkan fonem vokal tertentu berubah menjadi fonem vokal yang lain. Ada tiga jenis modifikasi vokal yaitu:

(59)

pepet) karena itu, tidak ada dasar sinkronik untuk pengumlautan dari /u-/ menjadi / Ü /, tetapi dulu pernah akhiran jamak untuk buch memiliki bunyi /i/, sehingga /u/ berubah menjadi / Ü /.

2. Modifikasi vokal: Ablaut, yaitu perubahan vokal yang ditemukan dalam bahasa-bahasa german. Contohnya adalah pemarkah kala dalam bahasa inggris: sing, sang, sung „bernyanyi‟ atau dalam bahasa Belanda duiken, dook. gedoken „terjun‟. Secara diakronik, ablaut itu berdasarkan aksen, Oleh karena itulah termasuk fonologi. Secara diakronik, perubahan sing menjadi sang lalu menjadi sung termasuk morfologi lalu diberi nama modifikasi internal.

(60)

2.2.5.5 Netralisasi

Crystal (dalam Lubis 2011) memberi arti bahwa netraslisasi adalah istilah yang digunakan dalam fonologi untuk menggambarkan apa yang terjadi perbedaan antara dua fonem hilang dalam tertentu.

Fungsi fonem adalah membedakan makna,suatu fungsi yang nampak dalam pasangan minimal. Misalnya /t/ dan /d/ berfungsi dalam pasangan minimal dalam banyak bahasa. Jika pada satu waktu atau pada satu lingkungan perbedaan atara dua fonem itu tidak lagi atau satu fonem menjadi fonem yang lain, maka netralisasi telah terjadi karena telah terjadi perpindahan identitas fonem yang satu menjadi satu fonem yang lain.

Verhaar (1996:85) mengambil contoh dalam bahasa Belanda yaitu antara hard atau hart. Hard „keras‟ sama ucapannya dengan hart karena memang dalam bahasa Belanda tak terdapat /d/ pada akhir kata.

Tetapi anehnya bila kata-kata yang dua itu diberi akhiran maka jadilah /herder/ dan /harter/ fonem /t/ pada kata hard berubah menjadi /d/.

(61)

2.2.5.6 Monoftongisasi

Verhaar (1996) mengatakan bahwa monoftongisasi adalah perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (difftong) menjadi vokal tunggal (monoftong). Peristiwa penunggalan vokal ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia sebagai sikap pemudahan pengucapan terhadap bunyi-bunyi diftong.

Kata ramai diucapkan [rame], petai diucapkan [pəte]. Perubahan ini terjadi pada bunyi vokal rangkap [ai] ke vokal tunggal [e]. Penulisan juga disesuaikan menjadi rame dan pete.

Contoh lain:

- kalau [kalau] menjadi [kalo] - danau [danau] menjadi [dano] - satai [satai] menjadi [sate]

2.2.5.7 Anaptiksis

(62)

Akibat penambahan [ə] tersebut, berdampak pada penambahan jumlah silabel. Konsonan pertama dari kluster yang disisipi bunyi [ə] menjadi silabel baru dengan puncak silabel pada [ə]. Jadi, [tra] menjadi [tə+ra], [tri] menjadi [tə+ri],

[sri] menjadi [sə+ri], dan [slo] menjadi [sə+lo].

2.2.5.8 Penambahan Bunyi

1.Protesis adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada awal kata. Misalnya: mpu menjadi empu; mas menjadi emas

2.Epentesis adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada tengah kata. Misalnya: kapak menjadi kampak; sajak menjadi sanjak.

3.Paragog adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada akhir kata. Misalnya: adi menjadi adik; hulubala menjadi hulubalang

2.2.5.8 Zeroinisasi / Penghilangan Bunyi

(63)

disepakati oleh komunitas penuturnya. Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai pemakaian kata yang menghilangkan beberapa fonem. Penghilangan beberapa fonem tersebut dianggap tidak baku oleh tatabahasa baku bahasa Indonesia. Tetapi demi kemudahan dan kehematan, gejala itu terus berlangsung. Apabila diklasifikasikan, zeronisasi dibagi menjadi , yaitu:

1. Aferesis adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada awal kata. Misalnya: tetapi menjadi tapi, tidak menjadi tak. Apokop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada akhir kata. Misalnya: president menjadi presiden, pelangit menjadi pelangi

2. Sinkop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada tengah kata. Misalnya: dahulu menjadi dulu, baharu menjadi baru.

2.3Tinjauan Pustaka

(64)

Sidriana (2011) dalam skripsinya berjudul “Analisis Kesalahan Pelafalan Bahasa Mandarin pada Mahasiswa Program Studi Sastra Cina Universitas Sumatera Utara” (2011). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kesalahan dan faktor pengucapan dalam Bahasa Mandarin yang dibuat oleh mahasiswa program studi Sastra Cina USU, juga upaya untuk mengetahui kesalahan pengucapan yang dibuat oleh narasumber karena campur tangan dari bahasa ibu, gangguan dialek kuno dan kurangnya pengetahuan fonologi. Metodologi yang digunakan dalam skripsi ini adalah adalah metodologi deskriptif. teori digunakan untuk menentukan kesalahan pengucapannya adalah teori vokal, konsonan, nada, fonologi dan fonetik. Hasil menunjukkan sebagian besar siswa membuat beberapa kesalahan dalam percakapan mereka pada bahasa Mandarin adalah vokal, konsonan, dan nada sulit untuk diucapkan. Skripsi ini dijadikan sebagai salah satu tinjauan pustaka agar dapat dijadikan referensi dalam penambahan kosakata pada penelitian skripsi ini nantinya, selain itu teori dan hasil juga dapat dijadikan referensi dalam mendukung penelitian skripsi ini.

Vira (2010) dalam skripsinya berjudul “Analisis Asimilasi Bunyi

-bunyi Nasal pada Surah Al-Mulk Program studi Sastra Arab, Universitas Sumatera Utara” (2010), dalam skripsinya yang diteliti adalah tentang

(65)

bunyi-bunyi nasal yang mengalami perubahan bunyi pada Surah Al-Mulk. Untuk menganalisis asimilasi bunyi-bunyi nasal ini penulis menggunakan teori Marsono dan metode análisis deskriftif. Hasil penelitian ini menunjukan terdapat 57 bunyi nasal pada Surah Al-Mulk yang terdiri atas bunyi-bunyi nasal dan bunyi oro-nasal. Adapun yang dapat diambil sebagai bahan referensi ini adalah penggunaan bentuk teori dan hasil yang digunakan yaitu teori Marsono tentang klasifikasi bunyi vokal dan hasil dari penelitian yang mengklasifikasikan bentuk bunyi-bunyi yang berubah. Dardanilla (Jurnal Ilmiah logat vol.1 No.1 Tahun 2005) berjudul “Bunyi Vokal Bahasa Gayo Dialek Gayo Lut”. Dalam penelitiannya, dia

menganalisis ragam ragam bunyi vokal yang digunakan oleh masyrakat gayo dalam bahasa gayo dialek gayo lut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan bunyi vokal bahasa Gayo dialek Lut. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini metode simak, metode cakap dan

metode padan. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teori yang dikemukakan oleh Marsono (1993) yang membagi bunyi vokal

atas tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, striktur dan

bentuk bibir. Dalam bahasa Gayo dialek Gayo Lut terdapat delapan bunyi

vokal yaitu: [a, i, I, u, U, ǝ, ε, o].

(66)

Salliyanti (karya ilmiah e-repository USU tahun 2005) berjudul “Proses fonologis dan kaidah-kaidah fonologis”, dalam tulisannya ia

mendeskripsikan tentang proses fonologis dan kaidah-kaidah fonologis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hal yang dapat dijadikan referensi untuk proposal penelitian ini adalah teknik dalam mendeskripsikan proses fonologis dan kaidah-kaidah fonologis.

Lumonggom (2002) dalam tesisnya berjudul “Analisis Konstrastif Bunyi Konsonan dan Vokal Bahasa Batak Angkola dan Bahasa Inggris”

(2002), Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola pendistribusian bunyi konsonan dan vokal bahasa Batak Angkola dan

bahasa Inggris pada posisi awal, tengah dan akhir kata, mendeskripsikan

persamaan dan perbedaan pelafalan bunyi-bunyi yang ada, memprediksi

dan menjelaskan tingkat kesulitan penutur asli bahasa Batak Angkola

dalam pengujaran bahasa Inggris yang mengacu pada teori Clifford Prator

(1967). Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan analisis

kontrastif melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Hal yang dapat

diambil dari tesis ini adalah tmetode dalam mendeskripsikan persamaan

dan perbedaan pelafalan bunyi-bunyi bahasa yang ada pada bunyi vokal

bahasa Indonesia pada Etnis Tionghoa di Kota Medan.

Anni (karya ilmiah e-repository USU tahun 2002) berjudul “Variasi Dialek Bahasa Indonesia di Kota Madya Medan”, dalam

(67)
(68)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

De Sausurre (1973) pada awal abad ke-20 menyebutkan bahwa bahasa adalah salah satu lembaga kemasyarakatan yang sama dengan lembaga kemasyarakatan lainnya, seperti perkawinan, pewarisan harta peninggalan, dan sebagainya. Kemudian pada pertengahan abad ini para pakar di bidang bahasa merasa perlu adanya perhatian yang lebih terhadap dimensi kemasyarakatan bahasa yang akhirnya menyebabkan terjadinya ragam-ragam bahasa. Dilihat dari sudut lain, ragam-ragam bahasa ini bukan hanya menunjukkan adanya perbedaan sosial dalam masyarakat, tetapi juga memberi indikasi mengenai situasi berbahasa, dan mencerminkan tujuan, kaedah, dan modus-modus penggunaan bahasa.

Amran (1984) menyebutkan dalam studi linguistik, khususnya dalam bidang fonologi, ada hal yang harus diperhatikan, yaitu observasi bahasa Indonesia yang menunjukkan bahwa ragam tulis tidak sama dengan ragam lisan. Perbedaan antara ragam tulis dengan ragam lisan itu dibuat agar dapat menelaah keduanya dengan sebuah pendekatan yang terpadu. Ada dua perbedaan yang menonjol dari kedua ragam tersebut, yaitu

(69)

daerah ke daerah lain, karena terpengaruh oleh sistem bunyi berbagai daerah. Dalam kasus seperti inilah terjadi banyak ragam bahasa Indonesia yang disebut dengan regional bahasa Indonesia. 2. Bahasa Indonesia ragam tulis berbeda dengan ragam lisan dalam tata

bahasanya. Perbedaannya yang sangat menyolok terletak pada perluasan yang memungkinkan terjadinya transformasi opsional tertentu, seperti invensi dan pelepasan.

Perbedaan antara ragam tulis dan ragam lisan merupakan salah satu bentuk kasus variasi bunyi bahasa Indonesia. Kasus variasi bunyi bahasa Indonesia tersebut sebenarnya banyak sekali terjadi. Salah satu daerah yang terdapat kasus bahasa tersebut adalah kota Medan. Jika dilihat dari segi sejarah, sebenarnya kota Medan belum dikategorikan sebagai penduduk yang bersifat majemuk. Dahulu kota Medan telah dikuasai oleh penduduk bersuku Melayu. Namun, seiring perkembangan zaman, kota Medan telah didatangi oleh penduduk pendatang. Sebagian besar dari mereka berasal dari berbagai suku yang masih mengenal dan menguasai daerah asalnya. Adanya keanekaragaman suku bangsa ini sangat mempengaruhi kebahasaan yang ada di kota Medan. Salah satu kasus keanekaragaman bahasa dapat dilihat dari masyarakat keturunan Tionghoa.

(70)

Fenomena kebahasaan yang sering terjadi oleh penutur bahasa Indonesia keturunan Tionghoa memiliki ciri khas tersendiri. Sebagai contoh variasi bunyi vokal [e] pada keturunan Tionghoa adalah sebagai berikut:

Bunyi [ e ] bervariasi dengan bunyi [ u ]

Contoh : tepung diucapkan [ tupung ] semut diucapkan [ sumut ] tebu diucapkan [ tubu ] sembuh diucapkan [ sumbuh] Bunyi [ e ] bervariasi dengan bunyi [ i ]

Selain itu, fenomena kebahasaan yang terjadi oleh penutur bahasa Indonesia keturunan Tionghoa terlihat dari variasi bunyi vokal bahasa asli keturunan Tionghoa yaitu bahasa Mandarin. Walsh (2009:13) mengatakan bahwa huruf vokal dasar dalam bahasa Mandarin ada enam jenis yaitu: [a, o, e, i, u, Ü]

(71)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa.

2. Faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa.

1.3Batasan Masalah

Suatu penelitian harus memunyai batasan masalah. Dengan pembatasan masalah yang ada, penelitian yang dikaji dapat terarah dan tidak terjadi kesimpangsiuran masalah yang hendak diteliti sehingga tujuan yang dimaksudkan peneliti dapat tercapai.

Penelitian mengenai variasi bunyi vokal bahasa Indonesia ini hanya terbatas pada bentuk variasi bunyi vokal bahasa Indonesia yang digunakan oleh masyarakat keturunan Tionghoa yang bersuku hokkien.

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan

Adapun penelitian ini memiliki tujuan untuk:

1. Mendeskripsikan variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa

(72)

1.4.2 Manfaat

Suatu penelitian yang mendalam tentu saja mempunyai manfaat. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1.4.2.1 Manfaat Teoritis

1. Mengetahui variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa di kota Medan.

2. Menambah wawasan kebahasaan mengenai fonologi

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang akan menganalisis bidang linguistik khususnya yang berhubungan dengan fonologi.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

(73)

VARIASI BUNYI VOKAL BAHASA INDONESIA PADA MASYARAKAT KETURUNAN TINGHOA DI KOTA MEDAN

ADE SYAPUTRA ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa dan mendeskripsikan faktor penyebab timbulnya variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa. Teori yang digunakan adalah teori fonologi structural. Metode yang digunakan adalah metode simak dan metode simak dengan teknik simak libat dan teknik rekam.Analisis data menggunakan metode padan dengan alat penentunya adalah organ atau alat ucap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa bersuku Hokkien di Kota Medan terdiri atas vokal /o/ variasinya adalah [o] dan [ᴐ], vokal /e/ variasinya adalah [e], [ [∂], vokal /u/variasinya adalah \[u] dan [U], vokal [i] variasinya adalah [i] dan [I], vokal /a/ dan /∂/hanya memiliki satu variasi yaitu [a] dan [∂].Faktor penyebab terjadinya variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada etnis Tionghoa adalah asimilasi, monoftongisasi, modifikasi vokal, anaptiksis dan zeroinisasi.

(74)

VARIASI BUNYI VOKAL BAHASA INDONESIA PADA

MASYARAKAT KETURUNAN TIONGHOA

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

DISUSUN OLEH: ADE SYAPUTRA

100701044

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(75)
(76)

VARIASI BUNYI VOKAL BAHASA INDONESIA PADA MASYARAKAT KETURUNAN TINGHOA DI KOTA MEDAN

ADE SYAPUTRA ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa dan mendeskripsikan faktor penyebab timbulnya variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa. Teori yang digunakan adalah teori fonologi structural. Metode yang digunakan adalah metode simak dan metode simak dengan teknik simak libat dan teknik rekam.Analisis data menggunakan metode padan dengan alat penentunya adalah organ atau alat ucap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa bersuku Hokkien di Kota Medan terdiri atas vokal /o/ variasinya adalah [o] dan [ᴐ], vokal /e/ variasinya adalah [e], [ [∂], vokal /u/variasinya adalah \[u] dan [U], vokal [i] variasinya adalah [i] dan [I], vokal /a/ dan /∂/hanya memiliki satu variasi yaitu [a] dan [∂].Faktor penyebab terjadinya variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada etnis Tionghoa adalah asimilasi, monoftongisasi, modifikasi vokal, anaptiksis dan zeroinisasi.

(77)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala keberkahan-Nya, kasih sayang-Nya, dan kenikmatan-Nya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Variasi Bunyi Vokal Bahasa Indonesia pada etnis Tionghoa di Kota Medan”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua oranr tua tercinta, ayahanda Rusmin dan Ibunda Sumarniyang telah memberikan doa serta dukungan moral dan material kepada penulis sejak penulis lahir hingga sampai sekarang. Juga, Abangda Budi, Dian, Heri, dan Adik Ayu yang selalu mendoakan dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A.

2. Pembantu Dekan I Fakutas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Bapak Dr. M. Husnan Lubis, M.A., Pembantu Dekan II Fakutas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Bapak Drs. Samsul Tarigan, Pembantu Dekan III Fakutas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Bapak Drs. Yuddi Adrian Mulyadi, M.A

3. Ketua Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. atas kesabaran dan motivasinya sampai selesainya skripsi ini

(78)

5. Pembimbing I Ibu Dr. Dwi Widayati, M.Hum atas kesabarannya membimbing

dan membagi ilmu yang luar biasa kepada penulis hingga selesainya skripsi ini

6. Pembimbing II Ibu Drs. Rosliana Lubis, M.Hum atas kritikan dan masukannya

dalam membimbing penulis.

7. Staf pengajar serta pegawai khususnya di Departemen Sastra Indonesia dan

Fakultas Ilmu Budaya umumnya atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan

kepada penulis dalam berkreatifitas selama menjadi mahasiswa.

8. Bapak Drs. T. Ayub Sulaiman sebagai dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menjadi

mahasiswa

9. Sahabat terbaik Liska Rahayu dan Siti Hajar. ”Ku hadiahkan skripsi ini untuk motivasi kalian, sahabat”

10.Adik-adik kebanggaan Teater Raksana Medan Alda Tahir Parinduri,

Haidir Ali, Mukramah, Iki, Uti, Ayas, dan semua jajaran rumah merah jambu

11.Adik-Adik dan Alumni OSIS SMA. Raksana Medan, Ulfa, Dila, Goklas,

Trisna, Muktar, William, Aya, Dika, Ihsan, Rendi, Tina, Agnes, Karisma,

Syifa, Chairil dan adik-adik lainnya

12.Teman-Teman sepermainan Sylviana Sikumbang, Febbi, Hendri, Rizky

Aldiansyah, M. Savrizal, S.S , Yudha Gunawan, S.S , Abel, Dimas, Zara, Refi,

(79)

13.Teman seperjuangan stambuk 2010 Sastra Indonesia, Agustianda, Sp, Dira, Evi, Yasir, Riki, Nesa, Indah, Indri, Elfi, Jois, Devi, Tami, Intan, Sonia, Siti, Nila,Febri, Ahyar, Irhamna, Bovi, Jaka, Melda, Amel, Siska, Gio, Rae, Betti, dan semuanya anggota Suara Kita. ”Ingatlah, bahwa kita pernah dan terus

berjuang bersama meraih gelar sarjana.”

14.Keluarga Besar Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara dari stambuk 2008 : Bang Joko, Bang Ari, Bang Oki, Kak Icut, Kak Lina, dkk. 2009: Kak Intan, Bang Norton, Kak Ema, Bang Sem dkk. 2011 : Rani, Rozi, Hadian, Andri, Ara, Vira, dkk. Serta adik-adik 2012, 2013 dan 2014 lainnya. 15. Teater ‟O‟ USU: Pak Win, Bang Anto, Bang Yul, Bang Guru, , Bang Firman,

Bang Aseng, Bang Rendi, Bang Benk, Bang Ihsan, Bang Robbi, Kak Tari, Kak Ai, Kak Opi, Kak Ika, Nandes, Cerli, dan yang lainnya yang telah banyak menularkan pengalaman dan ilmunya kepada penulis dalam berkarya.

16. Teater ‟O‟ USU: Adinda Ami, Agung, Panji, Novi, Ana, Lisa, Riki, Wahyu, Nazrah, Tari, dan mereka yang pernah ”hadir dan ada bukan sekadar datang

dan bernafas”.

17.Komunitas Penulis Anak Kampus Medan: Bang Dani, Bang Saragih, Kak Ria, Kak Ana, Winda, Mandef, Rika, Eva, dan lainnya. ”Memintal Kata Penuh

Semangat Merajut Karya Penuh Martabat”

(80)

19.Staf pengajar Home Schooling Kak Seto: Kak Indah, Kak Ira, Kak Ave, Kak Farida, Kak Rudi, Kak Ahmad, Pak Ridwan, dan lainnya.

20.Adik-Adik Home Schooling Kak Seto: William, Adam, Maulana, Frans, Fitzal, Tasha, Alfi, Albert, Stela, Diva, Iqbal, Vivian, Patrick, Mario, Grace, Cindy

21.IMABSII, Laboraturium Sastra Medan, Komunitas Teater Kampus Medan, Komunitas Sama-Sama, BTM. AL-Iqbal USU, Kantin Mamak, Kantin Mem, KFS, dan semua lembaga yang telah menerima penulis untuk bekerja dan berkreatifitas.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengaharap kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan pembaca.

Medan, November 2014 Penulis

(81)

DAFTAR ISI

2.2.2 Fonetik Artikultoris ... 10

2.2.3 Bunyi Vokal ... 12

(82)

2.2.5 Macam-macam Perubahan Bunyi ... 15

2.2.5.8 Penambahan Bunyi... 23

2.2.5.9 Zeroninisasi ... 23

3.4 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV : PEMBAHASAN ... 36

4.1 Bentuk Variasi Bunyi Vokal Bahasa Indonesia pada Masyarakat Keturunan Tionghoa ... 36

4.1.1 Identifikasi Bunyi Vokal Bahasa Indonesia pada Masyarakat Keturunan Tionghoa ... 36

4.1.1.1 Tinggi Rendahnya Lidah ... 36

4.1.1.2 Bagian Lidah yang Bergerak ... 37

4.1.1.3 Bentuk Bibir ... 38

(83)

4.2 Faktor Penyebab Terjadinya Variasi Bunyi Vokal

Bahasa Indonesia pada Masyarakat Tionghoa ... 44

4.2.1 Asimilasi ... 54

4.2.2 Monftongisasi ... 56

4.2.3 Modifikasi Vokal ... 56

4.2.4 Anaptiksis ... 60

4.2.5 Zeroinisasi ... 60

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN ... 62

5.1 Simpulan ... 62

5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

Gambar

Gambar: Peta Vokal Bahasa Indonesia
Gambar: Peta Variasi Bunyi Vokal Bahasa Mandarin

Referensi

Dokumen terkait

Pada bahasa hibrida yang dipakai oleh etnis Tionghoa di Telukdalam Nias Selatan terdapat kosakata yang sesungguhnya berasal dari budaya yang berbeda misalnya

Dapat dilihat bahwa etnis Tionghoa di Kota Medan memang dari dulu kekerabatannya kuat sehingga memberikan kesan bahwa mereka adalah etnis yang tertutup ataupun ekslusif di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah masuknya etnis tionghoa di Kota Binjai yang ditinjau dari keberadaan etnis tionghoa dikota Binjai.Yang kedua

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebatas pada politik identitas masyarakat.. etnis Tionghoa di kota Medan dan bagaimana pembentukan identitas

Hal ini se- bagaimana yang penulis rasakan sendiri, bahwa sebelumnya pandangan dunia penulis terhadap et- nis Tionghoa buruk seperti etnis Tionghoa mau untung sendiri, tidak

Peran etnis Tionghoa baik dalam melakukan perdagangan maupun berinteraksi sosial didalam kehidupan sehari-hari menyebabkan seringkali terjadinya kecemburuan sosial yang

Hal ini se- bagaimana yang penulis rasakan sendiri, bahwa sebelumnya pandangan dunia penulis terhadap et- nis Tionghoa buruk seperti etnis Tionghoa mau untung sendiri, tidak

Sofyan Tan, seorang tokoh masyarakat Tionghoa di kota ini, Pemilukada kota Medan yang berlangsung 12 Mei 2010 telah menjadi momentum bagi etnis Tionghoa menunjukkan peran