• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran

Beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam upaya mempertahankan sistem penguasaan lahan oleh masyarakat hukum adat antara lain :

1. Memperkuat aturan-aturan lokal melalui hukum adat dan mempercepat pemetaan batas-batas wilayah masyarakat hukum adat yang dapat dijabarkan dalam Perda atau hukum negara.

2. Bagi masyarakat hukum adat Ammatoa khususnya, tanah mempunyai makna yang luas dan dalam, yaitu sebagai benda religious magis. Hendaknya sepanjang hak tersebut diakui dan dihormati, Penghormatan tersebut diwujudkan dalam bentuk pengakuan dari Peraturan Daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Buku - Buku

A. Suriyaman Mustari Pide. 2009. Hukum Adat (dulu, kini & akan datang). Edisi pertama. Pelita Pustaka. Jakarta

Abdurrahman. 2013. Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan

Sumber Daya Alam Indonesia. Makalah. Disampaikan pada

seminar pembangunan hukum nasional VIII.

Abdon Nababan. 2008. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Hukum

adat. Makalah. Disampaikan dalam Seminar “Hutan Tanaman Rakyat, Untuk Apa dan Siapa”, Pertemuan Mitra Siemenpuu Foundation, Muara Jambi.

Ahsan Yunus. 2011. Analisis Yuridis Sifat Final dan Mengikat (binding)

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Skripsi.

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Makassar.

Martua Sirait, Chip Fay dan A.Kuworo. 2000. Bagaimana Hak-Hak

Masyarakat Hukum Adat Dalam mengelola Sumber Daya Alam Diatur. ICRAF SE-ASIA. Bogor.

Muh Dassir. 2008. Pranata Sosial Sistem Pengelolaan Hutan Masyarakat

Adat Kajang. Jurnal Hutan Dan Masyarakat. Vol. III No. 2.

Ramli Palammai & Andhika Mappasomba. 2012 Sejarah Eksistensi

Ada‟Lima Karaeng Tallua di Kajang. Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata Kabupaten Bulukumba. Kota Bulukumba. Salim, H.S. 2006. Dasar-dasar Hukum Kehutanan. Sinar Grafika. Jakarta. Subadi. 2010. Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Kawasan Hutan.

Prestasi Pustaka. Jakarta.

Tolib Setiady. 2013. Intisari Hukum Adat Indonesia (dalam kajian

kepustakaan). Cetakan Ketiga: Alfabeta. Bandung.

Taufiqurrohman Syahuri. 2011. Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum. Cetakan pertama.: Kencana Prenada media Group. Jakarta. Widyasmoro. 2006. Kajang, Badui dari Sulawesi. Majalah Intisari Edisi:

No. 511.

World Agroforestry Centre. 2006 Memperkokoh Pengelolaan Hutan

Yance Arizona. 2013. Masyarakat adat dalam kontestasi pembaruan

hukum. Makalah disampaikan dalam “Seminar

Pemberdayaan Sosial Komunitas Adat: Upaya peningkatan efektivitas pemberdayaan KAT saat ini dan pengembangan kedepan.” Diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Hotel Grand Sahid, Jakarta.

Website

Anonim. 2013. Kosmologi masyaratakat adat ammatoa kajang. (online). http://ighoelmachete.wordpress.com/2013/01/19/kosmologi-masyarakat-adat-ammatoa-kajang/ Diakses 28 Januari 2014.

Anonim. 2013. Perda hutan adat ammatoa segera rampung. (online).

http://beritabulukumba.com/5124/perda-hutan-adat-ammatoa-segera-rampung diakses pada tanggal 10 Februari 2014.

Wikipedia.http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan (online) diakses Jumat 6 Desember 2013.

Adhiprasetyo. 2006. Pengelolaan Hutan System Masyarakat. (online). http://adhi-prasetyo.blogspot.com/2006/04/pengelolaan-hutan-system-masyarakat.html diakses pada 22 Desember 2013.

Njurumana, ND. 2006. Nilai penting kearifan lokal dalam rehabilitasi lahan. (online)http://www.dephut.go.id/INFORMASI/MKI/06VI/06VNi lai%20penting.htm diakses 3 desember 2013.

Raden, Bestari dan Abdon Nababan. 2003. Pengelolaan Hutan Berbasis

Masyarakat Adat (Antara Konsep dan Realitas). (online)

http://www.satgasreddplus.org/download/Pengelolaan_Hutan _Berbasis_Masyarakat_Adat_Abdon_Nababan.pdf diakses 26 November 2013.

Sumber Lain

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Nomor 35/PUU-X/2012

AMAR PUTUSAN

Mengadili, Menyatakan:

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

1.1. Kata ―negara dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1.2. Kata ―negara dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimaksud menjadi “Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”;

1.3. Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang‖;

1.4. Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai

“penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang‖;

1.5. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat”;

1.6. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat”;

1.7. Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1.8. Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

1.9. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1.10. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

1.11. Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1.12. Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimaksud menjadi “Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya”;

2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;

Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD, selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, M. Akil Mochtar Muhammad Alim, Hamdan Zoelva, Maria Farida Indrati, dan Anwar Usman, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Selasa,

tanggal dua puluh enam, bulan Maret, tahun dua ribu tiga belas, dan

diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal enam belas, bulan Mei, tahun dua

ribu tiga belas, selesai diucapkan pukul 15.05 WIB oleh sembilan Hakim

Konstitusi yaitu M. Akil Mochtar, selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, Muhammad Alim, Hamdan Zoelva, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, dan Arief Hidayat, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Dewi Nurul Savitri sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh para Pemohon dan/atau kuasanya, Pemerintah atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili.

KETUA,

M. Akil Mochtar ANGGOTA-ANGGOTA,

Achmad Sodiki

Ahmad Fadlil Sumadi

Harjono

Muhammad Alim

Hamdan Zoelva

Maria Farida Indrati

Anwar Usman

Arief Hidayat

PANITERA PENGGANTI,