• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

5.2 Saran

Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti baik secara teoritis maupun praktis,

DAFTAR PUSTAKA

Pada bagian ini berisi daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Memuat lampiran-lampiran yang dianggap perlu dan relevan, bersusun secara berurutan yang dianggap perlu oleh peneliti karena berkaitan dengan data penelitian dan sebagai bukti kuat dalam penyusunan penelitian.

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN ASUMSI DASAR

2.1. Konsep Partisipasi Masyarakat

Partisipasi sebagai suatu konsep dalam pengembangan masyarakat, digunakan secara uum dan luas. Di dalam kamus besar bahasa indonesia partisipasi adalah perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan (keikutsertaan).

Partisipasi menurut menurut Nogi (2005) adalah keterlibatan seseorang dalam kegiatan bersama yang berkaitan dengan pelaksanaan proses pembangunan, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup.

Partisipasi menurut Steele adalah :

Merupakan unsur kunci pembangunan, pengertian partisipasi bukan semata-mata melalui pilihan umum saja, ia juga mengandung suatu sistem yang benar-benar menjamin terwujudnya hak sosial dan ekonomi, setelah hak-hak sipil dan politik serta pendidikan kewarganegaraan. Di dalamnya harus ada budaya parisipasi (aculture of participation) di mana rakyat membutuhkan sejumlah kemampuan dan sumber daya untuk berperan.

Sedangkan menurut Keith Davis mengemukakan bahwa partisipasi adalah

“Participation can be defined as mental and emotional involvement of a person in

a group situation which encourages him to group goals and share responbility in

them”. Artinya partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian dan ikut bertanggung jawab di dalamnya.

Dalam definisi tersebut kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental dan emosi. Sebenarnya partispasi adalah suatu gejala demokrasi di mana orang di ikut

memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Partispasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental serta penentuan kebijaksanaan. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi serta fisik peserta dalam memberikan respon terhadap kegiatan yang melaksanakan dalam proses belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.

Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan disekitarnya dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, dan keinginan. Manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannnya, pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat. Istilah “rakyat” menunjuk pada adanya jumlah yang besar dari “penduduk” yang memiliki kehendak umum bersama (masyarakat sipil) dan dihadapkan pada pemerintah yang mengatur dan memerintah kehendak tadi. Sehingga dengan demikian terdapat kepentingan akan terprioritas yang jelas. Menurut Budiarjo bahwa masyarakat adalah keseluruhan antara hubungan-hubungan yang di tata (societymeans a system of ordered

relation)”. Menurut Ralp masyarakat adalah setiap kelompok yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorgansisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya dalam suatu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

tahu apa yang menjadi kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Maka di dalam partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dibagi dalam empat tahapan Kaho yaitu: (1) Partisipasi dalam Proses Pembuatan Keputusan, dalam tahap ini partisipasi masyarakat sangat penting, terutama karena putusan politik yang diambil menyangkut nasib mereka secara keseluruhan. Masyarakat hanya akan terlihat dalam aktivitas selanjutnya apabila mereka merasa ikut andil dalam menentukan apa yang akan dilaksanakan. (2) Partisispasi dalam Pelaksanaan, partisipasi ini merupakan tindakan selanjutnya dari tahap pertama, partisipasi dalam pembangunan akan terlihat ketika masyarakat ikut serta dalam memberi kontribusi guna menunjang pelaksanaan pembangunan yang berwujud tenaga, uang, barang material, ataupun informasi yang berguna bagi pelaksana pembangunan. (3) Partisipasi dalam Memanfaatkan Hasil Pembangunan, Tujuan pembangunan adalah memwujudkan masyarakat adil dan makmur, maka dalam tahap ini masyarakat masyarakat secara bersama akan menikmati hasil pembangunan dengan adil tanpa ada pengecualian. Setiap masyarakat akan mendapatkan bagian sebesar kontribusi atau pengorbanan yang diberikan. Manfaat yang dapat diterima dalam pembangunan ini yaitu manfaat materialnya; manfaat sosialnya; dan manfaat pribadi. (4) Partisipasi dalam Evaluasi, suatu kegiatan dapat dinilai apabila memberi manfaat yang sepantasnya bagi masyarakat. Maka dalam tahap ini, masyarakat diberi kesempatan untuk menilai sendiri hasil yang sudah didapat dalam pembangunan, dan masyarakat menjadi hakim yang adil dan jujur dalam menilai hasil yang ada.

Dari teori di atas yang dikemukakan oleh Bintoro dapat dilihat empat aspek penting dalam rangka partisipasi dalam pembangunan yaitu: (1) Terlibatnya dan ikut sertanya rakyat tersebut sesuai dengan mekanisme prose politik dalam suatu negara turut menetukan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang di lakukan oleh pemerintah. (2) Meningkatnya artikulasi (kemampuan) untuk merumuskan tujuan-tujuan dan terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan itu yang sebaiknya. Oleh karena itu pemerintah perlu dikembangkan kemampuan masyarakat dan terutama organisasi masyarakat sendiri untuk mendukung pembangunan. (3) partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan nyata yang konsisten dengan arah, strtegi dan rencana yang telah ditentukan dalam proses politik. (4) adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipatif dalam pembangunan yang berencana.

Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia partisipasi meliput: (1) Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata. (2) Dijadikan stimulus terhadap masyarakat yang berfungsi mendorong timbulnya jawabanyang dikehendaki. (3) Dijadikan motivasi terhadap masyarakat yang berfungsi membangkitkan tingkah laku yang dikehendaki secara berlanjut, misalnya partisipasi horizontal. (4) Proyek pembangunan yang dirancang secara sederhana dan mudah dikelola oleh masyarakat dan menyalurkan aspirasi rakyat. (6) Peningkatan peran masyarakat dalam pembangunan.

unsur-(1) Komunikasi yang menumbuhkan pengertian yang efektif atau berhasil. (2) Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian yang menumbuhkan kesadaran. (3) Kesadaran yang didasarkan kepada perhitungan dan pertimbangan. (4) Antusias atau partisipasi (Enthoussiasme) yang menumbuhkan spontanitas, yaitu kesediaan dipaksa orang lain. (5) Adanya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama.

Menurut Bintoro hasil pencapaian tujuan-tujuan pembangunan memerlukan keterlibatan aktif dari masyarakat pada umumnya. Keterlibatan aktif ini juga disebut partisipasi, ada tiga aspek dalam partisipasi yaitu :

(1) Keterlibatan aktif atau partisipasi masyarakat tersebut dapat berarti keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijkasanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah. (2) keterliabatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. Hal ini dapat berupa sumbangan dalam mobilisasi sumber- sumber pembiayaan pembangunan, kegiatan produktif yang serasi, pengawasan sosial atas jalannya pembangunan dan lain-lain. (3) Keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan. Bagian-bagian daerah ataupun golongan masyarakat tertentu dapat ditingkatkan keterlibatannya dalam kegiatan produktif mereka, melalui kesempatan-kesempatan dan pembinaan tertentu.

Sedangkan Sastropoetro mengemukakan bahwa dasar atau alasan adanya partisipasi masyarakat yaitu:

(1) Pemerintah sebagai lembaga yang terbesar dan mempengaruhi kehidupan dan tujuan hidup masyarakat, didirikan untuk melayani kepentingan kesejahteraan umum dari rakyatnya yang merupakan sumber terbesar bagi setiap negara, sehingga karenanya rakyat itu haruslah dilibatkan dan didorong untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. (2) Untuk mencapai tujuan dasar tersebut, biasanya pemerintah melancarkan rencana-rencana pembangunan desa yang berujuan untuk memperbaiki tingkat hidup di daerah pedesaan yang merupakan pemukiman sebagian terbesar rakyat. (3) Namun demikian sifat-sifat khusus dari suatu proyek pembnagunan desa, program program sedemikian mungkin tidak akan berhasil, kecuali bila terdapat partisipasi masyarakat yang cukup. (4) Mengingat kepada luas lingkup nyata dari suatu rencana pembanguan desa, pemerintah sekalipun tidak dapat secara berhasil memenuhi jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk melaksanakan program tersebut, namun baginya partisipasi masyarakat tetap diperlukan karena faktor itu merupakan sumber tenaga manusia terbesar dengan biaya

Sedangkan mekanisme yang dapat melancarkan timbulnya partisipasi dalam masyarakat yaitu :

(1) Bila mungkin, maka suara aklamsi di dalam proses pengambilan keputusan, merupakan faktor ideal yang yang akan menjamin keberhasilan dari setiap program, oleh karena hal demikian menunjukan telah tercapainya keterlibatan yang bersifat menyeluruh dari masyarakat yang bersangkutan. Namun demikian, faktor ideal tersebut sangat bergantung kepada aspek budaya, kebiasaan, tradisi dan sistem nilai yang berlaku bagi masyarakat di suatu negara. (2) Tingkat desa, konsultasi sederhana melalui suatu pertemuan dalam bentuk “rumbuk desa” yang besar sangat perlu diadakan. Pertama-tama untuk mencapai “feedback”yang maksimal dan gagasan-gagasan dari masyarakat yang mungki tidak dapat menyertai suatu rapat desa yang besar, namun demikian hasil dari konsultasi yang bersifat sederhana itu, kemudian dapat lebih diuraikan dalam rapat-rapat yang lebih besar. (3) Semua rencana pembangunan desa wajiblah berorientasi dan bersifar konsisten dengan filsafat nasional, prinsip-prinsip dan tujuan negara. (4) Pemkrakarsa atau “change again” yang bukan merupakan warga dari daerah opearsinya, haruslah dilatih terlebih dahulu dalam hal ketrampilan , keahlian teknik dan pengetahuan teknologi pengembangan sumber daya manusia guna mlancarkan partisipasi masyarakat secara maksimal.

Pandangan Sastropoetro di atas mencerminkan bahwa partisipasi masyarakat dalam tahapan-tahapan pembnagunan pada prinsipnya merupakan tahapan pengambilan keputusan tentang rencana yang dilakukan. Tahapan selanjutnya dalam pelaksaanaan kegiatan di lapangan yaitu menerima manfaat secara proporsional, dan mengawasi program pembangunan yang dilaksanakan. Dengan perencananaan pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat, berarti sudah mempertimbangkan kebutuhan dan situasi lingkungan masyarakat. Hal ini penting dalam tahapan proses selanjutnya, dimana masyarakat akan melaksanakan program yang direncanakan. Jika mereka merasa ikut memiliki dan merasakan manfaat program tersebut, maka diharapkan masyarakat dapat secara aktif melakukan pengaawasan terhadap program. Sehingga penyimpangan

-penyimpangan dapat lebih dihindarkan, guna mencapai keberhasilan pembangunan sesuai tujuan yang telah direncanakan.

Terkait dengan masyarakat dalam tahapan kegiatan pembangunan, (Siagian, 1989:108) menyatakan bahwa partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan proses dalam memlih alternatif yang diberikan semua unsur masyarakat, lembaga sosial dan lain-lain.

Ini berarti bahwa partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan sangat penting, karena masyarakat dituntut untuk dapat menentukan apa yang ingin dicapai, permasalahan apa yang dihadapi, alternatif apa yang kiranya dapat mengatasi masalah itu, dan alternatif mana yang terbaik harus dilakukan guna mengatasi permasalahan tersebut.

Maka disadari bahwa dalam perencanaan pembangunan peran masyarakat sangat penting, namun kemampuan masyarakat pada umunya masih relatif terbatas. Masih kurang dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan sehingga diskusi intensif antara pihak berkepentingan (stakholder), baik dari unsur pemerintah, akademi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha terkait perlu di selenggarakan untuk dapat saling melengkapi informasi dan menyamakan persepsi tentang kebijakan yang akan diputuskan oleh aparat tersebut. Pusic (dalam Adi, 2001: 206-207) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan tanpa memperhatikan partisipasi masyrakat akan menjadi perencanaan di atas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasis atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan desa dapat dilihat dari 2 hal yaitu:

rencanakan bersama sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindari pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya keputusan bersama. Di sini dapat ditambahkan bahwa partisipasi secara langsung dalam perencanaan hanya dapat dilaksanakan dalam masyarakat kecil, sedangkan untuk masyarakat yang besar sukar dilakukan. Namun dapat dilakukan dengan sisitem perwakilan benar-benar mewakili warga masyarakat. (2) Partisipasi dalam pelaksanaan, segi positif dari partisipasi dalam pelaksanaan adalah warga bahwa bagian terbesar dari program (penilaian kebutuhan dan perencanaan program) telah selesai dikerjakan. Tetapi segi negatifnya adalah kecendrungan menjadikan warga negara sebagai objek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa di dorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi dan tanpa ditimbulkan keinginan untuk mengatasi masalah. Sehingga warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari.

2.2 Konsep Peran

Dalam penelitian ini, peran yang dimaksud yaitu Peran merupakan tugas utama yang di harapkan oleh masyarakat berupa penanganan masalah pembangunan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) salah satu perangkat desa yang memiliki jabatan dalam menangani masalah kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pihak Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Peran dalam ilmu sosia terkait megenai peran aktif yang berdampak positif bagi kehidupan sosial.

Menurut Siagian (Sjafari, 2007: 151) peran serta adalah keterlibatan langsung dari warga tanpa adanya dorongan yang kuat dari pihak luar. Dalam dalam hal ini peran serta yang diharapkan tumbuh dan berkembang dari seluruh warga masyarakatnya hendaknya meliputi:

1. Peran serta dalam pemikiran, misalnya dalam identifikasi masalah-masalah yang perlu segera dibangun, membuat perencanaan pemabangunan, dan

2. Peran serta dalam perhimpunan dana, misalnya memberikan sumbangan uang dan bahan-bahan guna pembangunan.

3. Peran serta dalam penyelesaian tenaga, misalnya turut serta dalam kegiatan kerja bakti melaksanakan pembanguan.

Sarwono (2006:215-230) menyatakan bahwa,

“Teori peran adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap di gunakan dalam sosiologi dan antroplogi. Istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seseorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berprilaku secara tertentu. Posisi aktor dalam teori itu kemudian dianalogikan denga posisi seseorang dalam masyarakat. Sebagaimana halnya dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan dari padanya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitan dengan orang-orang lain yan berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut pandang inilah disusun teori-teori peran.”

Dalam teorinya Biddle & Thomas dalam Sarwono (2006:224) yang dimaksud dengan peran adalah “Serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu”. Masih dalam buku Sarwono (2006:215) pada teori Biddle & Thomas ini terbagi peristilahan dalam teori peran kedalam empat golongan, yaitu:

a Orang-orang yang mengambi bagian dalam interaksi sosial. b Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut.

c Kedudukan orang-orang dalam perilaku d Kaitan antara orang dan perilaku

Pertama, orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi dalam dua golongan sebagai berikut:

a Aktor (actor, pelaku) yaitu orang yang sedang berperilaku menuruti suatu peran.

b Target (sasaran) atau orang lain (other) yaitu orang yang mempunyai hubungan dengan aktor dan perilakunya.

Aktor maupun target bisa berubah individu maupun individu (kelompok). Hubungan antara kelompok dengan kelompok misalnya terjadi antara sebuah paduan suara (aktor) dan pendengar (target).

Kedua, menurut Biddle & Thomas dalam sarwono (2006:216), ada lima istilah tentang perilaku dalam kaitannya dengan peran :

a Expectation (harapan)

Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang perilaku yang pantas, yang ditujukan pada orang yang memiliki peran-peran tertentu dalam masyarakat.

b Norm (norma)

Menurut Secord dan Backman (1964) dalam sarwono norma hanya merupakan salah satu bentuk harapan. Jenis-jenis harapan menurut Secord dan Backman adalah sebagai berikut :

1. Harapan yang bersifat meramalkan (anticipatory), yaitu harapan tentang suatu perilaku yang akan terjadi.

2. Harapan normatif adalah keharusan yang menyertai peran Biddle dan Thomas membagi lagi harapan normatif ini ke dalam dua jenis yakni :

ii. Harapan yang terbuka yaitu harapan yang diucapkan. c Performance (wujud perilaku)

Wujud perilaku yaitu peran yang diwujudkan oleh aktor, Goffman dalam sarwono (2006: 220) meninjau perwujudan peran ini dengan memperkenalkan istilah permukaan (front), yaitu untuk menunjukan perilaku-perilaku tertentu yang diekspresikan secara khusus agar orang lain mengetahui dengan jelas peran si pelaku (aktor)

d Evoluation (penilain) dan sanction (sanksi)

Penilaian dan sanksi agak sulit dipisahakan jika dikaitkan dengan peran. Biddle & Thomas dalam sarwono (2006:220) menyatakan bahwa kedua hal tersebut didasarkan pada harapan masyarakat (orang lain) tentang norma. Berdasarkan norma itu, orang memberikan kesan negatif atau positif terhadap suatu perilaku. Kesan negatif dan positif inilah yang dinamakan penilaian peran. Sedangkan yang dimaksud dengan sanksi adalah usaha orang untuk mempertahankan suatu nilai positif atau agar perwujudan peran diubah sedemikian rupa sehingga hal yang tadinya dinilai negatif menjadi positif.

2.3 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri untuk mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang di milikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Selanjutnya upaya tersebut diikuti dengan memperkuat potensi ataua daya yag dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Dalam konteks ini di perlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari

hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangku penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. (Kartasasmita, 1996)

Menurut Parsons dalam Suharto (2010: 58-59).

“Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupanya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memeproleh ketrampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.”

Sumodiningrat (1999), mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar rakyat mampu memwujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan. Untuk itu upaya pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkat kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan kemandiriran masyarakat.

Menurut Rappaport dalam Suharto (2010:59). Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya.”

Dan Chambers dalam Suharto (2009:99).

“Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini membangun paradigma baru dalam pembangunan, yakni yang bersifat “people- centered, participatory,

Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata mempengaruhi kebutuhann dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses kemiskinan lebih lanjut, yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya untuk mencari alternativ terhadap pertumbuhan-pertumbuhan di masa lalu.

Dalam upaya meningkatkan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi.

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan, artinya tidak ada msyarakat yang sama sekali tanpa daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri, dengan mendorong memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini mengikuti langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat makin berdaya. Dalam upaya pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah meningkatkan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses kedalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar., masukan

pemberdayaan ini menyangkut pembangunan sarana dan prasarana dasar baik fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, jembatan, maupun sekolah, dan juga fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat di jangkau oleh masyarakat ada lapisan bawah, serta kesediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberadaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program-program umum yang berlaku untuk semua, tidak selalu menyentuh pada lapisan masyarakat ini.

3. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi, dalam proses pembedayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena itu kekurang berdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat, terutama mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan dan kelompok yang terabaikan lainnya, didukung agar mampu meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri. Dalam pemberdayaan masyarakat, masyarakatnya yang menjadi aktor dan penentu pembangunan. Dalam kaitan ini, usulan-usulan masyarakat merupakan dasar bagi program pembangunan lokal, regional, bahkan menjadi titik bijak bagi program nasional.

Menurut sumodiningrat (1999) dalam Totok Mardikanto & Poerwoko Soebiato (2013:52) bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemmapuan yang mereka miliki.

Dari berbagai uraian di atas maka, pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses atau upaya untuk meningkatkan kualitas hidupnya dalam berbagai aspek untuk memperbaiki kehidupannya. Yang mana dalam melakukan pemberdayaan masyarakat tentunya tidak dapat dilakukan secara sembarangan karena pada saat ini banyak sekali program-program pemberdayaan masyarakat yng dilakukan oleh pemerintah namun belum menuai hasil yang maksimal. Sehingga dalam pemberdayaan masyarakat harus sangat diperhatikan agar output dari pemberdayaan itu sendiri dapat tercapai. Sebelumnya dapat dilakukan

Dokumen terkait