PEMBANGUNAN KELURAHAN TAHUN 2015 DI KELURAHAN
BENDUNGAN DAN KELURAHAN CIWEDUS KOTA CILEGON
PROVINSI BANTEN
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial padaKonsenterasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Oleh
Aan Sumarni
6661140462
Motto:
“Selalu ada harapan bagi mereka yang berdoa, dan selalu
ada jalan bagi mereka yang sering berusaha.”
Karya sederhana ini kupersembahkan
Untuk Kedua Orang TuakuYang selalu
Aan Sumarni, 6661140462. Studi Komparatif Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Dalam Pembangunan Kelurahan Tahun 2015 di Kelurahan Bendungan dan Kelurahan Ciwedus. Program Studi Ilmu Administrasi Publik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen pembimbing I :, Rahmawati, M.Si., Dosen Pembimbing II : Maulana Yusuf, M.Si.
Peranan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) dalam pembangunan di dua Kelurahan yaitu Kelurahan Bendungan dan Kelurahan Ciwedus. Adapun yang dimaksud dengan peranan adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal. Peranan didasarkan pada ketentuan dan harapan peranan yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peranan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antar teori dan praktek di lapangan yang dilakukan oleh LPMK di Kelurahan Bendungan dan Kelurahan Ciwedus. Penelitian ini menggunakan teori berdasarkan Fungsi dan Peranan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan dalam Sunyoto (2004) yaitu, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Fasilitator, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Mediator, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Motivator dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Dinamisator. Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Studi Komparatif Peran (LPMK) Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Dalam Pembangunan Kelurahan Tahun 2015 di Kelurahan Bendungan dan Kelurahan Ciwedus bahwa terdapat perbedaaan antara partisipasi masyarakat di Kelurahan Bendungan dan Kelurahan Ciwedus, Partisipasi masyarakat Kelurahan Ciwedus lebih baik secara mekanisme dalam mengatasi kendala. Sehingga Kelurahan Bendungan dan Kelurahan Ciwedus perlu menggerakan dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang LPMK adakan untuk menjadi lebih baik.
Aan Sumarni, 6661140462. Comparative Study The Role Of Urban Village Community Empowerment Institution In The Development of Kelurahan In 2015 The Urban Village Of Kelurahan Bendungan And Kelurahan Ciwedus. Departement of Public Administration. Faculty of Social and Political Sciences. University of Sultan Ageng Tirtayasa. Advisor I : Rahmawati, M.Si. And Advisor II : Maulana Yusuf, M.Si.
The role of the Kelurahan community empowerment agency (LPMK) in the development of two villages, the urban village of Kelurahan Bendungan and Kelurahan Ciwedus. As for what is meant by the role is a series of behaviors that are expected in someone in accordance with the social position given both formally and informally. The role is based on the role and role expectations that explain what individuals must do in a particular situation in order to fulfill their own expectations or other people’s expectations regarding the role. The purpose of this study was to determine the relationship between theory and practice in the field carried out by the village community empowerment institutions in the Bendungan and Ciwedus villages. This study uses theory based on the function and role of the urban community empowerment institutions in Sunyoto 2004, namely, community empowerment institutions as facilitators, community empowerment institutions as mediators, community empowerment institutions as motivators, and community empowerment institutions as dynamicators. The method used is descriptive research method with a qualitative approach. Data collection techniques using observation, interviews, and documetation. The result showed that a comparative study of the role of the urban village community empowerment institutions in 2015 in the Bendungan and Ciwedus village that there was a difference between community participation in the Bendungan village and ciwedus village, the participation of the community of Ciwedus village was better in a mechanism to overcome obstacles. So Bendungan village and Ciwedus village need to move and invite yhe community to participation in the activities that the village community empowerment institute is doing to be better.
Assalamu’alaikum wr. wb
Dengan mengucapkan alhamdulillahirabil’alamin, peneliti mengucapkan
syukur kepada ALLAH SWT, serta shalawat dan salam yang senantiasa tercurah
limpahkan kepada nabi Muhammad SAW, sahabat beserta seluruh kelurganya, karena
berkat ridho, rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya, peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul “Studi Komparatif Peran LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan) dalam Pembangunan Kelurahan Tahun 2015 di Kelurahan Bendungan dan Kelurahan Ciwedus Kecamatan Cilegon Kota Cilegon Provinsi Banten”.
Maksud dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana pada program Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten. Dengan
selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak
yang selalu mendukung peneliti. Peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Soleh Hidayat, Drs., M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng
4. Kandung Sapto. N, M.Si. Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Listyaningsih, M.Si. Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Dr. Arenawati, M.Si. Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial danIlmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Rahmawati, M.Si. Pembimbing I yang senantiasa memberikan waktu untuk
membimbing disela-sela kesibukannya, serta terimakasih atas ilmu yang
sudah diberikan.
8. Maulana Yusuf , M.Si. Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan
membimbing serta memberi masukan yang begitu sangat berarti bagi penulis.
9. Seluruh dosen dan staf Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
10.Seluruh Pihak LPMK di Kelurahan Bendungan dan Kelurahan Ciwedus yang
telah mengizinkan dan membantu penulis dalam mengumpulkan data untuk
penulisan proposal penelitian ini.
11.Kelurahan Bendungan dan Kelurahan Ciwedus Kecamatan Cilegon yang telah
penulis dengan kesabaran dan kebijaksanaan, yang memiliki peran yang
sangat penting dan tak terhingga.
13.Untuk kakak-kakak tersayang ( A’dedi, A’yayat, T’ni, T’upit, A’Aris)
terimakasih atas semua doanya, terima kasih sudah menjadi tempat berkeluh
kesah selama di rumah dan juga untuk (A’erick, T’reni, T’sri, A’ade dan juga
keponakan tersayang Fathir, Raya, Dela, Rakan, Mahesa) terimakasih sudah
menjadi penyemangat untuk penulis selama ini.
14.Untuk sepupu-sepupuku Teh Iin, Teh Ima, Puput yang selalu memberikan
semangat dan dukunganya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
15.Sahabat-sahabat terbaikku selama ini, Lastri Kurniawati, Siti Ida Aida , Rizki
Amilia, Anissa Rizqiyah yang selalu setia dalam suka maupun duka, dan yang
selalu menjadi tempat untuk penulis berkeluh kesah serta selalu memberi
dukungan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
16.Sahabat-sahabatku Renita, Hera, Intan, Devi, Nina dan Feti yang telah
memberikan semangat dan dukungannya dalam penyusunan skripsi ini.
17.Seluruh teman-teman Administrasi Publik 2014, atas kebersamaan yang
Penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi semua pihak.
Serang, Oktober 2018
LEMBAR PERSETUJUAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 12
1.3BatasanMasalah... 12
1.4RumusanMasalah ... 12
1.5TujuanPenelitian ... 13
1.6ManfaatPenelitian ... 13
1.7 SistematikaPenulisan... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR 2.1 Konsep Partisipasi Masyarakat ... 19
2.2 Definisi Peran ... 26
2.5 Penelitian Terdahulu ... 44
2.6 Kerangka Pemikiran ... 45
2.7 Asumsi Dasar ... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 49
3.2 Fokus Penelitian ... 49
3.3 Lokasi Penelitian ... 50
3.4 Variabel Penelitian ... 50
3.4.1 Definisi Konsep ... 50
3.4.2 Definisi Operasional ... 52
3.5 Instrumen Penelitian... 53
3.6 Informan Penelitian ... 54
3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 55
3.8 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data ... 65
3.9 Teknik Uji Keabsahan Data ... 67
3.10 Jadwal Penelitian ... 69
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ... 70
4.1.3 Gambaran Umum Kelurahan Ciwedus...74
4.1.3.1 Visi Misi kelurahan Ciwedus ... 76
4.1.4 Gambaran LPMK kelurahan Ciwedus ... 77
4.1.4.1 Kepengurusan LPMK Ciwedus ... 78
4.2 Informan Penelitian ... 79
4.3 Deskripsi Data ... 81
4.4 Analisis Data ... 81
4.5 Reduksi Data ... 83
4.6 Studi Komparatif Peran LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan) Dalam Pembangunan Kelurahan Tahun 2015 Di Kelurahan Bendungan dan Kelurahan Ciwedus ... 85
4.6.1 Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan di Kelurahan Ciwedus ... 92
4.6.2 Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan di Kelurahan Bendungan ... 110
4.7 Penyajian Data ... 124
4.8 Pembahasan Hasil Penelitian ... 124
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 138
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perbandingan realisasi kegiatan pembangunan kelurahan tahun 2015 di
kelurahan bendungan dan kelurahan ciwedus ... 8
Tabel 3.1 Daftar Informan... 55
Tabel 3.2 Pedoman wawancara narasumber: Ketua LPMK/Anggota ... 57
Tabel 3.3 Pedoman wawancara narasumber: Aparat Kelurahan ... 60
Tabel 3.4 Pedoman wawancara narasumber: Masyarakat ... 63
Tabel 3.5 jadwal penelitian ... 69
Tabel 4.1 Jenis potensi di Kelurahan Bendungan ... 70
Tabel 4.2 Jenis potensi di Kelurahan Ciwedus ... 75
Tabel 4.3 Informan penelitian ... 80
Tabel 4.4 Perbandingan tingkat pendidikan anggota LPMK di Kelurahan Bendungan dan Kelurahan Ciwedus ... 85
Tabel 4.5 Hasil penelitian di Kelurahan Ciwedus ... 128
Tabel 4.6 Hasil penelitian di Kelurahan Bendungan ... 131
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran ... 47
Gambar 4.1 Daftar hadir di Kelurahan Ciwedus ... 87
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu organisasi didirikan sebagai suatu wadah untuk mencapai suatu atau
beberapa tujuan. Organisasi tersebut harus mengelola berbagai dan rangkaian
kegiatan yang di arahkan menuju tercapainya tujuan organisasi. Pelaksanaan
rangkaian kegiatan dalam organisasi dilakukan oleh manusia (human being) yang
bertindak sebagai peserta dalam organisasi yang bersangkutan, maka dengan
sendirinya kinerja (performance) organisasi yang bersangkutan banyak tergantung
pada perilaku manusia yang terdapat dalam organisasi tersebut.
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) adalah Lembaga
Kemasyarakatan yang tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat. Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat merupakan wahana partisipasi dan aspirasi masyarakat
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan yang bertumpu
pada masyarakat. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di dirikan untuk
meningkat kesadaran masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendali pembangunan dapat meningkatkan kemampuan
masyarakat sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengolah dan
menanamkan dan memupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat
desa/kelurahan.
(Sumber : Anonim ; Acuan Pembentukan LPM Tahun 2000).
Berawal dari terbentuknya Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) ,
LKMD membuat kesepakatn supaya melakukan temu LKMD tingkat nasional di
Bandung pada tanggal 18-21 juli 2000 telah berubah nama menjadi Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat (LPM) sebagai mitra pemerintah harus dapat
memwujudkan peran dan fungsinya sebagai lembga sosial kemasyarakatan,
melalui kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat di kelurahan. LPM di pakai sebagi pengganti nama
LKMD. LPM di deklarasikan pada tanggal 21 juli 2000 melalui forum musyaarah
temu LKMD tingkat nasional di bnadung yang di ikuti oleh para utusan LKMD
se-Indonesia. Peserta hadir dengan membawa mandat penuh dari provinsinya
masing-masing untuk mempelajari, menelaah, dan membuat
kesepakatan-kesepakatan nasional tentang keberadaan lembaga sosial kemasyarakatan yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
(Sumber: berugaqelen2010.wordpress.com/lembaga-desa/lkmd/)
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 Tentang
Pedoman Penataan Kemasyarakatan jelas menyebutkann terkait dengan tugas dari
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam
maksud dalam pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) mempunyai tugas dan fungsi sebagai
berikut, Tugas Lembaga Pemberdayaan Masyarakat : (a) Menyusun rencana
pembangunan yang partisipatif. (b) Menggerakan swadaya gotong royong
masyarakat. (c) Melaksanakan dan mengendalikan pembangunan. Fungsi
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat : (a) Penampung dan penyalur aspirasi
masyarakat dalam pembangunan. (b) Penanaman dan pemupukan rasa persatuan
dan kesatuan masyarakat dalam rangka memperkokoh Negara kesatuan Republik
Indonesia. (c) Peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada
masyarakat. (d) Penyusunan rencana, pelaksana, pengendali, pelestarian dan
pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif. (e) Penumbuh
kembangan dan penggerak swadaya gotong royong masyarakat. (f) Penggali,
pendayagunaan dan pengembangan potensi sumber daya serta keserasian
lingkungan hidup. (Sumber : Peraturan Menteri Dalam Negeri No 5 Tahun 2007)
Lembaga kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat
sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra lurah dalam dalam
memberdayakan masyarakat yang merujuk pada Peraturan Walikota Cilegon No
38 tahun 2007 tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di Kelurahan
yang terdiri dari Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK), Karang Taruna (KT), dan Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK). ( Sumber : Perwal Cilegon )
Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud mempunyai tugas
sebagaimana dimaksud lembaga kemasyarakatan mempunyai fungsi yaitu
penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat, penanaman dan pemupukan
rasa persatuan dan kesatuan Republik Indonesia, peningkatan kualitas dan
percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, penyusun rencana,
pelaksana dan pengelola pembanguna serta pemanfaat, pelestarian dan
pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif .
Lembaga Pemberdayaan masyarakat Kelurahan (LPMK) adalah lembaga
Kemasyarakatan yang tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat kelurahan,
merupakan wadah partisipasi dan aspirasi mayarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian pembangunan yang bertumpu pada masyarakat
kelurahan, yang bertujuan untuk meningkatnya kesadaran masyarakat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendali pembangunan,
meningkatnya kemmapuan masyarakat sebagau Sumber Daya Manusia (SDM)
untuk mengelola dan memanfaatkan potensi Sumber Daya Alam (SDA) terutama
dalam bidang agribisnis dan pariwisata, meningkatnya ekonomi kerakyatan dalam
upaya pengentasan kemiskinan. Dalam pembangunan kelurahan LPMK
merupakan mitra kerja dari pemerintah kelurahan. pemerintah kelurahan dalam
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat yang mempunyai peran penting
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintah, pembangunan dan
kemasyarakatan. Sumber: (ejournal.unsrat.ac.id)
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) harus terlebih
dahulu dapat memantapkan kedudukan yaitu sebagai mitra pemerintahan
kelurahan yang menampung dan memwujudkan aspirasi serta kebutuhan
masyarakat dibidang pembangunan yang secara organisasi berdiri sendiri dan
bersifat lokal. Dengan adanya lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan yang
mengayomi kehidupan masyarakat dalam pembangunan, memaksa untuk dapat
melaksanakan fungsinya agar pelaksanaan kegiatan pembangunan bisa berjalan
dengan lebih optimal dan menyeluruh di wilayah kelurahan. Saran dalam kendala
pelaksanaan fungsi adalah pemberdayaan fungsi lembaga pemberdayaan
masyarakat kelurahan guna mengatasi kendala intern kerjasama dengan
akademisi-akademisi atau pihak pemerintah daerah guna pelatihan pemberdayaan
masyarakat yang ditujukan kepada warga kelurahan dan pemberdayaan fungsi
dalam kendala ekstern komunikasi antara pemerintah dengan lembaga
pemberdayaan masyarakat kelurahan harus ditingkatkan, kelurahan diharapkan
dapat segera mengatasi hambatan-hambatan yang ada, untuk mengatasi hambatan
mengenai sarana prasarana Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan
(LPMK) kaitannya dengan operasional dari pemerintah kota dan penambahan
dana operasional lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan yang telah
dianggarkan dalam anggaran penapatan belanja kelurahan serta anggota lembaga
fungsinya agar di dalam penerapan antar anggota lembaga pemberdayaan
masyarakat kelurahan dapat dilaksanakan melalui hubungan kerjasama yang baik.
Sumber : (sutoro, 2002;45-46)
Program pembangunan kelurahan adalah suatu usaha-usaha jangka panjang
yang mempunyai tujuan meningkatkan pembangunan pada suatu sektor tertentu
untuk mencapai beberapa proyek kelurahan. Program juga dapat dipahami
sebagai kegiatan sosial yang teratur mempunyai tujuan yang jelas dan khusus
serta dibatasi oleh tempat dan waktu tertentu, program pembangunan dibatasi atas
proyek-proyek pembangunan yang dilakukan melalui upaya - upaya secara sadar
dan terencana yang ada di Kelurahan. Pelaksanaan kegiatan Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat (LPM) diawali dari musyawarah masyarakat tingkat
RT/RW yang dipelopori oleh pihak kelurahan sebagai pihak yang menjadi
fasilitator pembangunan. Selanjutnya hasil musyawarah yang telah dilakukan
ditingkat RT/RW maka akan dibawa ke musyawarah pembangunan tingkat
kelurahan, dimana di sini akan dibahas mengenai pembangunan kelurahan yang
akan dibangun. Dalam musyawarah yang dilakukan di kelurahan ini seluruh
aspirasi yang ada di RT/RW yang ada di kelurahan akan dibahas. Selanjutnya
dalam musyawarah ini akan dibahas pembangunan mana yang akan menjadi
prioritas dalam pembangunan nantinya, sehingga akan dapat menghindari
pembangunan yang hanya akan menguntungkan kepentingan kelompok tertentu.
pengendalian pembangunan sudah cukup baik dengan memanfaatkan potensi dan
menggerakan swadaya gotong royong. Berbeda dengan LPMK di Kelurahan
Bendungan dilihat dari partisispasi masyarakat yang dimana kurang aktif dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan dan kurang
menggerakan swadaya gotong royong masyarakat. Sejauh ini pula pelaksanaan
LPMK di Kelurahan Ciwedus dan Kelurahan Bendungan yang dimana sebagai
mitra dari lurah di dalam sistem pemerintahan kelurahan belum begitu
menunjukkan hal-hal yang menuju pada orientasi pembangunan yang baik. Masih
terdapat program-program pembangunan yang berbasis pemberdayaan belum di
laksanakan secara prioritas, bahkan ada yang sudah dilaksanakan tetapi tidak
Tabel 1.2
PERBANDINGAN REALISASI KEGIATAN PEMBANGUNAN KELURAHAN TAHUN 2015 DI KELURAHAN CIWEDUS DAN KELURAHAN BENDUNGAN
KELURAHAN CIWEDUS KELURAHAN BENDUNGAN
No Nama
Data di samping menunujukan bahwa realisasi kegiatan pembangunan di
Kelurahan Ciwedus dan Kelurahan Bendungan pada tahun 2015 memiliki
perbedaan kegiatan pembangunan, yang di mana dari data di samping peneliti
mengelompokkan menjadi 3 segi : 1). Segi infrastruktur, 2). Segi sosial, dan 3).
Segi pemberdayaan. 1). Segi infrastruktur berdasarkan data di samping
menunjukan bahwa dalam kegiatan pembangunan di Kelurahan Ciwedus meliputi
pengerasan paving block yang rencana 252 M2 namun realisainya 260 M2, tembok
penahan tanah (TPT) rencana 50 M3 namun realisasinya 56 M3. Untuk di
Kelurahan Bendungan meliputi pembuatan drainase saja yang rencana 600 M2
namun realisasinya 650 M2, 2). Segi sosial berdasarkan data di samping
menunjukan bahwa dalam kegiatan pembangunan di Kelurahan Ciwedus meliputi
bantuan raskin mengeluarkan anggaran sebesar Rp. 32.256.000, dana BML
mengeluarakan anggaran sebesar Rp. 44.800.000. Untuk di Kelurahan Bendungan
meliputi bantuan raskin anggarannya sebesar Rp. 59.040.000, dana BML
anggaran sebesar Rp. 82.000.000. 3). Segi pemberdayaan data disamping
menunjukan bahwa dalam kegiatan pembangunan di Kelurahan Ciwedus meliputi
pelatihan satpam yang diikuti 3 orang saja. Untuk di Kelurahan Bendungan
meliputi pelatihan las yang diikuti 10 orang.
Kegiatan pembangunan di Kelurahan Ciwedus dan Kelurahan Bendungan
tentunya memiliki perbedaan baik dari rencana kegiatan ataupun dalam realisasi
kegiatan yang akan dilaksanakan. Perbedaan juga terdapat pada jenis progran
kegiatan pembangunan baik di Kelurahan Ciwedus dan Kelurahan Bendungan
Perbedaan yang dapat dilihat dari program kegiatan yang direncanakan dan
dilaksanakan ialah dimana Kelurahan Ciwedus dalam merealisasikan kegiatan
pembangunan pada tahun 2015 lebih banyak kegiatan pembangunannya di
banding Kelurahan Bendungan yang cenderung lebih sedikit kegiatan
pembangunannya.
Setiap pembangunan khususnya pembangunan kelurahan tahun 2015 di
Kelurahan Bendungan dan Kelurahan Ciwedus tentunya memiliki perbedaan baik
itu dari program yang direncanakan ataupun program yang telah terealisasikan
walaupun sebagaian besar mempunyai kesamaan namun terdapat juga
perbedaannya.
Pada observasi awal penelitian peneliti menemukan beberapa kendala dalam
pelaksanaan kegiatan pembangunan di tahun 2015 antara lain :
Pertama, sosialisasi program kepada masyarakat yang dilakukan oleh LPMK
(Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan) di Kelurahan Bendungan , jika
dilihat peran LPMK di Bendungan sangat kurang dalam mensosialisasikan
programnya sehingga masyarakat cenderung apatis terhadap pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang ada baik dalam merencanakan pembangunan maupun dalam
melaksanakan kegiatan tersebut. Berbeda dengan LPMK di Kelurahan Ciwedus
yang dimana peran LPMK cenderung aktif dalam mensosialisaikan programnya
baik dalam perencanaan pembangunan yang dimana masyarakat ikut
berpartisipasi dan maupun dalam pelaksanaan kegiatannya sehingga pelakasanaan
Kedua, setiap kegiatan pembangunan yang ada di wilayah Kelurahan
Bendungan, masyarakat kurang antusias terhadap kegiatan pembangunan yang
ada. Berbeda dengan Kelurahan Ciwedus di wilayah sana masyarakat itu lebih
antusias terhadap kegiatan pembangunan yang telah direncanakan oleh LPMK
(Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan) itu sendiri dan disetiap
pembangunan yang berjalan masyarakat Kelurahan Ciwedus ikut bergotong
royong dalam meneyelesaikan pembangunan tersebut.
Ketiga, program yang ingin terlaksana oleh LPMK di Kelurahan Ciwedus
menjadi terhambat dikarenakan keterkaitan masalah tanah atau bisa dikatakan
perizianan tanah yang dimana disalah satu program yaitu pemasangan paving
block. Berbeda dengan LPMK di kelurahan Bendungan dimana dalam keterkaitan
dengan perizinan tanah tidak ada permasalahan saat melaksanakan program
pembangunan salah satunya pemasangan paving block.
Berdasarkan uraian masalah-masalah di atas maka peneliti tertarik untuk
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan, maka
perlu diidentifikasi beberapa masalah yang akan dibahas yaitu :
1. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendali
pembangunan yang dilaksanakan LPMK di Kelurahan Ciwedus lebih
aktif dibandingkan di Kelurahan Bendungan.
2. Perizinan tanah terkait masalah program pembangunan fisik di kelurahan
Ciwedus lebih sulit dibandingkan di Kelurahan Bendungan
3. Sosialisasi program pembangunan kepada masyarakat jauh lebih baik di
Kelurahan Ciwedus dibandingkan di Kelurahan Bendungan.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup permasalahan pada :
Studi Komparatif Peran LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan)
dalam Pembangunan Kelurahan tahun 2015 di Kelurahan Bendungan dan
Kelurahan Ciwedus Kecamatan Cilegon.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
rumusan masalah yang akan dikaji adalah Bagaimana Peran LPMK dalam
Pembangunan Kelurahan Tahun 2015 Perbandingan di Kelurahan Bendungan dan
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
Perbandingan Peran LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan)
dalam Pembangunan Kelurahan Tahun 2015 di Kelurahan Bendungan dan
Kelurahan Ciwedus Kecamatan Cilegon.
1.6 Manfaat penelitian a) Secara Teoritis
1. Untuk mengetahui hubungan antar teori dan praktek yang ada di
lapangan
2. Untuk dapat memberikan input atau masukan mengenai peran LPM itu
sendiri
b) Secara praktis
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi LPM
di Kelurahan agar dapat memperbaiki serta meningkatkan peran
LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan).
2. Bagi peneliti dapat memberikan input dan menambah pengetahauan
dan wawasan serta melatih kemampuan menganalisis khususnya
1.7 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini dibagi kedalam lima bagian masing-masing terdiri dari
sub bagian, sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menerangkan atau menjelaskan ruang lingkup
dan kedudukan masalah yang diteliti. Bentuk penerangan dan penjelasan
dalam penelitian ini akan diuraikan secara deduktif, artinya dimulai dari
penjelasan yang berbentuk umum hingga menjelaskan ke masalah yang
lebih spesifik dan relevan dengan tema yang diambil.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang
akan diteliti,kemudian dikaitkan dengan tema/topik/judul penelitian.
1.3 Batasan Masalah
Untuk mempermudah penelitian dan untuk menghemat waktu dan biaya
maka peneliti membatasi penelitian ini.
1.4 Rumusan Masalah
Perumusan masalah bertujuan untuk memilih dan menetapkan masalah
yang paling urgent yang berkaitan dengan judul penelitian. Dalam
bagian ini juga akan didifiniskan permasalahan yang telah diterapkan
dalam kalimat tanya.
Mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan
dilaksanakan penelitian terhadap masalah yang telah dirumuskan. Isi
dan rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan rumusan masalah
penelitian.
1.6 Sitematika Penulisan
Menjelaskan isi bab per babnya dan menjelaskan urutan penulisan
skripsi ini secara keseluruhan.
BAB II : LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR
2.1 Landasan Teori
Landasan teori mengkaji teori dan konep yang relevan dengan
permasalahan penelitian, sehingga akan memperoleh konsep penelitian
yang jelas.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan kaji penelitian yang perlu dilakukan
oleh penulis sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber
ilmiah.
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikian menggambarkan alur pemikiran penliti sebagai
kelanjutan dari perbincangan kajian teori untuk memebrikan penjelasan
kepada pembaca mengenai asumsi dasanya.
Asumsi dasar merupakan jawaban sementara dan akan diuji
kebenarannya.
BAB III : METEDOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Bagian ini menguraikan tentang tipe/pendekatan dan metode yang akan
digunakan dalam penelitian ini.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam bagian ini membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian
penelitian yang akan dilakukan.
3.3 Lokasi Penelitian
Menjelaskan tempat atau locus penelitian yang akan dilakukan.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
Memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel yang
akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan kerangka
teori yang digunakan.
3.4.2 Definisi Operasional
Merupakan penjabaran konsep atau variabel penelitian dalam
rincian yang terukur (indikator penelitian). Variabel
penelitian dilengkapi dengan tabel matriks berisi dimensi, sub
dimensi dan nomor pertanyaan sebagai lampiran.
Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpul data
yang akan digunakan, dalam hal ini instrumennya adalah peneliti
sendiri akan disampaikan pedoman wawancara yang akan digunakan
dalam pengumpulan data dan obsevasi.
3.6 Informan Penelitian
Informan penelitian yaitu pihak yang memberikan informasi baik secara
lisan maupun tulisan kepada peneliti. Pemberian informasi biasanya di
dapatkan dengan cara wawancara dengan peneliti.
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Menjelaskan teknis analisis rasionalisasinya, yaitu memaparkan teknik
pengolahan dan analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini.
3.8 Jadwal Penelitian
Menjelaskan jadwal penelitian, beserta tahapan penelitian yang akan
dilakukan serta dilengkapi dengan tabel jadwal penelitian.
BAB IV : HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian
secara jelas, struktur organisasi serta hal lain yang berhubungan dengan
objek penelitian.
4.2 Deskripsi Data
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah
menggunakan teknik analisis data yang relevan.
Menjelaskan hasil penelitiam yang telah diolah dari data mentah dengan
menggunakan analisa data kualitatif.
4.4 Pembahasan
Melakukan pembahsan lebih lanjut terhadap analisa data.
BAB V : PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas
dan mudah dimengerti.
5.2 Saran
Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang
diteliti baik secara teoritis maupun praktis,
DAFTAR PUSTAKA
Pada bagian ini berisi daftar referensi yang digunakan dalam
penyusunan skripsi ini.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Memuat lampiran-lampiran yang dianggap perlu dan relevan, bersusun
secara berurutan yang dianggap perlu oleh peneliti karena berkaitan dengan data
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN ASUMSI DASAR
2.1. Konsep Partisipasi Masyarakat
Partisipasi sebagai suatu konsep dalam pengembangan masyarakat,
digunakan secara uum dan luas. Di dalam kamus besar bahasa indonesia
partisipasi adalah perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan
(keikutsertaan).
Partisipasi menurut menurut Nogi (2005) adalah keterlibatan seseorang dalam
kegiatan bersama yang berkaitan dengan pelaksanaan proses pembangunan,
terutama yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup.
Partisipasi menurut Steele adalah :
Merupakan unsur kunci pembangunan, pengertian partisipasi bukan semata-mata melalui pilihan umum saja, ia juga mengandung suatu sistem yang benar-benar menjamin terwujudnya hak sosial dan ekonomi, setelah hak-hak sipil dan politik serta pendidikan kewarganegaraan. Di dalamnya harus ada budaya parisipasi (aculture of participation) di mana rakyat membutuhkan sejumlah kemampuan dan sumber daya untuk berperan.
Sedangkan menurut Keith Davis mengemukakan bahwa partisipasi adalah
“Participation can be defined as mental and emotional involvement of a person in
a group situation which encourages him to group goals and share responbility in
them”. Artinya partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang
kepada pencapaian dan ikut bertanggung jawab di dalamnya.
Dalam definisi tersebut kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental dan
memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat
kewajibannya. Partispasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun
bidang mental serta penentuan kebijaksanaan. Maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi serta fisik peserta
dalam memberikan respon terhadap kegiatan yang melaksanakan dalam proses
belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas
keterlibatannya.
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu
dengan sesamanya serta alam lingkungan disekitarnya dengan menggunakan
pikiran, naluri, perasaan, dan keinginan. Manusia memberi reaksi dan melakukan
interaksi dengan lingkungannnya, pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan
yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat. Istilah “rakyat” menunjuk pada
adanya jumlah yang besar dari “penduduk” yang memiliki kehendak umum
bersama (masyarakat sipil) dan dihadapkan pada pemerintah yang mengatur dan
memerintah kehendak tadi. Sehingga dengan demikian terdapat kepentingan akan
terprioritas yang jelas. Menurut Budiarjo bahwa masyarakat adalah keseluruhan
antara hubungan-hubungan yang di tata (societymeans a system of ordered
relation)”. Menurut Ralp masyarakat adalah setiap kelompok yang telah cukup
lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorgansisasikan
dirinya dan berfikir tentang dirinya dalam suatu kesatuan sosial dengan
batas-batas tertentu.
tahu apa yang menjadi kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Maka di dalam partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dibagi dalam
empat tahapan Kaho yaitu: (1) Partisipasi dalam Proses Pembuatan Keputusan,
dalam tahap ini partisipasi masyarakat sangat penting, terutama karena putusan
politik yang diambil menyangkut nasib mereka secara keseluruhan. Masyarakat
hanya akan terlihat dalam aktivitas selanjutnya apabila mereka merasa ikut andil
dalam menentukan apa yang akan dilaksanakan. (2) Partisispasi dalam
Pelaksanaan, partisipasi ini merupakan tindakan selanjutnya dari tahap pertama,
partisipasi dalam pembangunan akan terlihat ketika masyarakat ikut serta dalam
memberi kontribusi guna menunjang pelaksanaan pembangunan yang berwujud
tenaga, uang, barang material, ataupun informasi yang berguna bagi pelaksana
pembangunan. (3) Partisipasi dalam Memanfaatkan Hasil Pembangunan, Tujuan
pembangunan adalah memwujudkan masyarakat adil dan makmur, maka dalam
tahap ini masyarakat masyarakat secara bersama akan menikmati hasil
pembangunan dengan adil tanpa ada pengecualian. Setiap masyarakat akan
mendapatkan bagian sebesar kontribusi atau pengorbanan yang diberikan.
Manfaat yang dapat diterima dalam pembangunan ini yaitu manfaat materialnya;
manfaat sosialnya; dan manfaat pribadi. (4) Partisipasi dalam Evaluasi, suatu
kegiatan dapat dinilai apabila memberi manfaat yang sepantasnya bagi
masyarakat. Maka dalam tahap ini, masyarakat diberi kesempatan untuk menilai
sendiri hasil yang sudah didapat dalam pembangunan, dan masyarakat menjadi
Dari teori di atas yang dikemukakan oleh Bintoro dapat dilihat empat aspek
penting dalam rangka partisipasi dalam pembangunan yaitu: (1) Terlibatnya dan
ikut sertanya rakyat tersebut sesuai dengan mekanisme prose politik dalam suatu
negara turut menetukan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang di
lakukan oleh pemerintah. (2) Meningkatnya artikulasi (kemampuan) untuk
merumuskan tujuan-tujuan dan terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan itu
yang sebaiknya. Oleh karena itu pemerintah perlu dikembangkan kemampuan
masyarakat dan terutama organisasi masyarakat sendiri untuk mendukung
pembangunan. (3) partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan nyata yang
konsisten dengan arah, strtegi dan rencana yang telah ditentukan dalam proses
politik. (4) adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipatif
dalam pembangunan yang berencana.
Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Kementrian Dalam
Negeri Republik Indonesia partisipasi meliput: (1) Disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat yang nyata. (2) Dijadikan stimulus terhadap masyarakat yang
berfungsi mendorong timbulnya jawabanyang dikehendaki. (3) Dijadikan
motivasi terhadap masyarakat yang berfungsi membangkitkan tingkah laku yang
dikehendaki secara berlanjut, misalnya partisipasi horizontal. (4) Proyek
pembangunan yang dirancang secara sederhana dan mudah dikelola oleh
masyarakat dan menyalurkan aspirasi rakyat. (6) Peningkatan peran masyarakat
dalam pembangunan.
unsur-(1) Komunikasi yang menumbuhkan pengertian yang efektif atau berhasil. (2) Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian yang menumbuhkan kesadaran. (3) Kesadaran yang didasarkan kepada perhitungan dan pertimbangan. (4) Antusias atau partisipasi (Enthoussiasme) yang menumbuhkan spontanitas, yaitu kesediaan dipaksa orang lain. (5) Adanya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama.
Menurut Bintoro hasil pencapaian tujuan-tujuan pembangunan memerlukan
keterlibatan aktif dari masyarakat pada umumnya. Keterlibatan aktif ini juga
disebut partisipasi, ada tiga aspek dalam partisipasi yaitu :
(1) Keterlibatan aktif atau partisipasi masyarakat tersebut dapat berarti keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijkasanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah. (2) keterliabatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. Hal ini dapat berupa sumbangan dalam mobilisasi sumber- sumber pembiayaan pembangunan, kegiatan produktif yang serasi, pengawasan sosial atas jalannya pembangunan dan lain-lain. (3) Keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan. Bagian-bagian daerah ataupun golongan masyarakat tertentu dapat ditingkatkan keterlibatannya dalam kegiatan produktif mereka, melalui kesempatan-kesempatan dan pembinaan tertentu.
Sedangkan Sastropoetro mengemukakan bahwa dasar atau alasan adanya
partisipasi masyarakat yaitu:
Sedangkan mekanisme yang dapat melancarkan timbulnya partisipasi dalam
masyarakat yaitu :
(1) Bila mungkin, maka suara aklamsi di dalam proses pengambilan keputusan, merupakan faktor ideal yang yang akan menjamin keberhasilan dari setiap program, oleh karena hal demikian menunjukan telah tercapainya keterlibatan yang bersifat menyeluruh dari masyarakat yang bersangkutan. Namun demikian, faktor ideal tersebut sangat bergantung kepada aspek budaya, kebiasaan, tradisi dan sistem nilai yang berlaku bagi masyarakat di suatu negara. (2) Tingkat desa, konsultasi sederhana melalui suatu pertemuan dalam bentuk “rumbuk desa” yang besar sangat perlu diadakan. Pertama-tama untuk mencapai “feedback”yang maksimal dan gagasan-gagasan dari masyarakat yang mungki tidak dapat menyertai suatu rapat desa yang besar, namun demikian hasil dari konsultasi yang bersifat sederhana itu, kemudian dapat lebih diuraikan dalam rapat-rapat yang lebih besar. (3) Semua rencana pembangunan desa wajiblah berorientasi dan bersifar konsisten dengan filsafat nasional, prinsip-prinsip dan tujuan negara. (4) Pemkrakarsa atau “change again” yang bukan merupakan warga dari daerah opearsinya, haruslah dilatih terlebih dahulu dalam hal ketrampilan , keahlian teknik dan pengetahuan teknologi pengembangan sumber daya manusia guna mlancarkan partisipasi masyarakat secara maksimal.
Pandangan Sastropoetro di atas mencerminkan bahwa partisipasi masyarakat
dalam tahapan-tahapan pembnagunan pada prinsipnya merupakan tahapan
pengambilan keputusan tentang rencana yang dilakukan. Tahapan selanjutnya
dalam pelaksaanaan kegiatan di lapangan yaitu menerima manfaat secara
proporsional, dan mengawasi program pembangunan yang dilaksanakan. Dengan
perencananaan pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat, berarti
sudah mempertimbangkan kebutuhan dan situasi lingkungan masyarakat. Hal ini
penting dalam tahapan proses selanjutnya, dimana masyarakat akan melaksanakan
program yang direncanakan. Jika mereka merasa ikut memiliki dan merasakan
manfaat program tersebut, maka diharapkan masyarakat dapat secara aktif
-penyimpangan dapat lebih dihindarkan, guna mencapai keberhasilan
pembangunan sesuai tujuan yang telah direncanakan.
Terkait dengan masyarakat dalam tahapan kegiatan pembangunan, (Siagian,
1989:108) menyatakan bahwa partisipasi dalam pengambilan keputusan
merupakan proses dalam memlih alternatif yang diberikan semua unsur
masyarakat, lembaga sosial dan lain-lain.
Ini berarti bahwa partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan sangat
penting, karena masyarakat dituntut untuk dapat menentukan apa yang ingin
dicapai, permasalahan apa yang dihadapi, alternatif apa yang kiranya dapat
mengatasi masalah itu, dan alternatif mana yang terbaik harus dilakukan guna
mengatasi permasalahan tersebut.
Maka disadari bahwa dalam perencanaan pembangunan peran masyarakat
sangat penting, namun kemampuan masyarakat pada umunya masih relatif
terbatas. Masih kurang dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan
sehingga diskusi intensif antara pihak berkepentingan (stakholder), baik dari
unsur pemerintah, akademi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha terkait
perlu di selenggarakan untuk dapat saling melengkapi informasi dan menyamakan
persepsi tentang kebijakan yang akan diputuskan oleh aparat tersebut. Pusic
(dalam Adi, 2001: 206-207) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan tanpa
memperhatikan partisipasi masyrakat akan menjadi perencanaan di atas kertas.
Berdasarkan pandangannya, partisipasis atau keterlibatan warga masyarakat
dalam pembangunan desa dapat dilihat dari 2 hal yaitu:
rencanakan bersama sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindari pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya keputusan bersama. Di sini dapat ditambahkan bahwa partisipasi secara langsung dalam perencanaan hanya dapat dilaksanakan dalam masyarakat kecil, sedangkan untuk masyarakat yang besar sukar dilakukan. Namun dapat dilakukan dengan sisitem perwakilan benar-benar mewakili warga masyarakat. (2) Partisipasi dalam pelaksanaan, segi positif dari partisipasi dalam pelaksanaan adalah warga bahwa bagian terbesar dari program (penilaian kebutuhan dan perencanaan program) telah selesai dikerjakan. Tetapi segi negatifnya adalah kecendrungan menjadikan warga negara sebagai objek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa di dorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi dan tanpa ditimbulkan keinginan untuk mengatasi masalah. Sehingga warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari.
2.2 Konsep Peran
Dalam penelitian ini, peran yang dimaksud yaitu Peran merupakan tugas
utama yang di harapkan oleh masyarakat berupa penanganan masalah
pembangunan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) salah
satu perangkat desa yang memiliki jabatan dalam menangani masalah kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan oleh pihak Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.
Peran dalam ilmu sosia terkait megenai peran aktif yang berdampak positif bagi
kehidupan sosial.
Menurut Siagian (Sjafari, 2007: 151) peran serta adalah keterlibatan langsung
dari warga tanpa adanya dorongan yang kuat dari pihak luar. Dalam dalam hal ini
peran serta yang diharapkan tumbuh dan berkembang dari seluruh warga
masyarakatnya hendaknya meliputi:
1. Peran serta dalam pemikiran, misalnya dalam identifikasi masalah-masalah
2. Peran serta dalam perhimpunan dana, misalnya memberikan sumbangan
uang dan bahan-bahan guna pembangunan.
3. Peran serta dalam penyelesaian tenaga, misalnya turut serta dalam kegiatan
kerja bakti melaksanakan pembanguan.
Sarwono (2006:215-230) menyatakan bahwa,
“Teori peran adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap di gunakan dalam sosiologi dan antroplogi. Istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seseorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berprilaku secara tertentu. Posisi aktor dalam teori itu kemudian dianalogikan denga posisi seseorang dalam masyarakat. Sebagaimana halnya dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan dari padanya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitan dengan orang-orang lain yan berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut pandang inilah disusun teori-teori peran.”
Dalam teorinya Biddle & Thomas dalam Sarwono (2006:224) yang dimaksud
dengan peran adalah “Serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku
yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu”. Masih dalam buku Sarwono
(2006:215) pada teori Biddle & Thomas ini terbagi peristilahan dalam teori peran
kedalam empat golongan, yaitu:
a Orang-orang yang mengambi bagian dalam interaksi sosial.
b Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut.
c Kedudukan orang-orang dalam perilaku
d Kaitan antara orang dan perilaku
Pertama, orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi
a Aktor (actor, pelaku) yaitu orang yang sedang berperilaku menuruti suatu
peran.
b Target (sasaran) atau orang lain (other) yaitu orang yang mempunyai
hubungan dengan aktor dan perilakunya.
Aktor maupun target bisa berubah individu maupun individu (kelompok).
Hubungan antara kelompok dengan kelompok misalnya terjadi antara sebuah
paduan suara (aktor) dan pendengar (target).
Kedua, menurut Biddle & Thomas dalam sarwono (2006:216), ada lima
istilah tentang perilaku dalam kaitannya dengan peran :
a Expectation (harapan)
Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain pada umumnya
tentang perilaku yang pantas, yang ditujukan pada orang yang memiliki
peran-peran tertentu dalam masyarakat.
b Norm (norma)
Menurut Secord dan Backman (1964) dalam sarwono norma hanya
merupakan salah satu bentuk harapan. Jenis-jenis harapan menurut Secord
dan Backman adalah sebagai berikut :
1. Harapan yang bersifat meramalkan (anticipatory), yaitu harapan tentang
suatu perilaku yang akan terjadi.
2. Harapan normatif adalah keharusan yang menyertai peran Biddle dan
Thomas membagi lagi harapan normatif ini ke dalam dua jenis yakni :
ii. Harapan yang terbuka yaitu harapan yang diucapkan.
c Performance (wujud perilaku)
Wujud perilaku yaitu peran yang diwujudkan oleh aktor, Goffman dalam
sarwono (2006: 220) meninjau perwujudan peran ini dengan
memperkenalkan istilah permukaan (front), yaitu untuk menunjukan
perilaku-perilaku tertentu yang diekspresikan secara khusus agar orang
lain mengetahui dengan jelas peran si pelaku (aktor)
d Evoluation (penilain) dan sanction (sanksi)
Penilaian dan sanksi agak sulit dipisahakan jika dikaitkan dengan peran.
Biddle & Thomas dalam sarwono (2006:220) menyatakan bahwa kedua
hal tersebut didasarkan pada harapan masyarakat (orang lain) tentang
norma. Berdasarkan norma itu, orang memberikan kesan negatif atau
positif terhadap suatu perilaku. Kesan negatif dan positif inilah yang
dinamakan penilaian peran. Sedangkan yang dimaksud dengan sanksi
adalah usaha orang untuk mempertahankan suatu nilai positif atau agar
perwujudan peran diubah sedemikian rupa sehingga hal yang tadinya
dinilai negatif menjadi positif.
2.3 Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri untuk
mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang di
milikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Selanjutnya upaya tersebut
diikuti dengan memperkuat potensi ataua daya yag dimiliki oleh masyarakat itu
hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Perkuatan ini meliputi
langkah-langkah nyata, dan menyangku penyediaan berbagai masukan (input),
serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan
membuat masyarakat menjadi makin berdaya. (Kartasasmita, 1996)
Menurut Parsons dalam Suharto (2010: 58-59).
“Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupanya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memeproleh ketrampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.”
Sumodiningrat (1999), mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat
merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat
kelembagaan masyarakat agar rakyat mampu memwujudkan kemajuan,
kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan.
Untuk itu upaya pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan
harkat martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu
melepaskan diri dari perangkat kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain
pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan kemandiriran masyarakat.
Menurut Rappaport dalam Suharto (2010:59). “Pemberdayaan adalah suatu
cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu
menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya.”
Dan Chambers dalam Suharto (2009:99).
Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata mempengaruhi kebutuhann
dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses
kemiskinan lebih lanjut, yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan
sebagai upaya untuk mencari alternativ terhadap pertumbuhan-pertumbuhan di
masa lalu.
Dalam upaya meningkatkan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga
sisi.
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa
setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
dikembangkan, artinya tidak ada msyarakat yang sama sekali tanpa daya.
Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri, dengan
mendorong memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi
yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Dalam
rangka ini diperlukan langkah-langkah positif, selain dari hanya
menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini mengikuti langkah-langkah
nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta
pembukaan akses kedalam berbagai peluang (opportunities) yang akan
membuat masyarakat makin berdaya. Dalam upaya pemberdayaan ini,
upaya yang amat pokok adalah meningkatkan taraf pendidikan, dan derajat
kesehatan, serta akses kedalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti
pemberdayaan ini menyangkut pembangunan sarana dan prasarana dasar
baik fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, jembatan, maupun sekolah, dan juga
fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat di jangkau oleh masyarakat ada
lapisan bawah, serta kesediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan,
dan pemasaran di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang
keberadaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program-program umum
yang berlaku untuk semua, tidak selalu menyentuh pada lapisan
masyarakat ini.
3. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi, dalam proses
pembedayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh
karena itu kekurang berdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena
itu, perlindungan dan pemihakan yang lemah amat mendasar sifatnya
dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi harus dilihat sebagai
upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta
eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat, terutama
mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan dan kelompok yang
terabaikan lainnya, didukung agar mampu meningkatkan kesejahteraannya secara
mandiri. Dalam pemberdayaan masyarakat, masyarakatnya yang menjadi aktor
dan penentu pembangunan. Dalam kaitan ini, usulan-usulan masyarakat
merupakan dasar bagi program pembangunan lokal, regional, bahkan menjadi titik
Menurut sumodiningrat (1999) dalam Totok Mardikanto & Poerwoko
Soebiato (2013:52) bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk
memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemmapuan yang mereka
miliki.
Dari berbagai uraian di atas maka, pemberdayaan masyarakat adalah sebuah
proses atau upaya untuk meningkatkan kualitas hidupnya dalam berbagai aspek
untuk memperbaiki kehidupannya. Yang mana dalam melakukan pemberdayaan
masyarakat tentunya tidak dapat dilakukan secara sembarangan karena pada saat
ini banyak sekali program-program pemberdayaan masyarakat yng dilakukan oleh
pemerintah namun belum menuai hasil yang maksimal. Sehingga dalam
pemberdayaan masyarakat harus sangat diperhatikan agar output dari
pemberdayaan itu sendiri dapat tercapai. Sebelumnya dapat dilakukan
pendekatan-pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat agar pemberdayaan
menjadi tepat sasaran.
2.3.1 Pendekatan-Pendekata dalam Pemberdayaan Masyarakat
Pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat dianggap perlu agar
pemberdayaan itu sendiri menjadi tepat sasaran. Dalam buku Suharto (2005:
67). Pelaksana proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan yang dapat
disingkat 5P, yaitu :
1. Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang secara optomal. Pemberdayaan harus
mampu membebaskan masyarakat dari sekar-sekar kultural dan struktural
2. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh kembangkan
segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang
kemandirian mereka.
3. Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok
lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya
persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat
dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap
kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada pegnhapusan
segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat
kecil.
4. Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat
mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya.
Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh
kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
5. Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam
masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan
keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh
Dubois dan Miley dalam bukunya Suharto (2005: 68). Memberi
beberapa titik atau teknik yang lebih spesifik yang dapat dilakukan dalam
pemberdayaan masyarakat:
1. Membangun relasi pertolongan yang merefleksikan respon empati,
menghargai pilihan dan hak klien menentukan nasibnya sendiri (
self-determination), menghargai perbedaan dan keunikan individu,
menekankan kerja sama klien (client partnership)
2. Membangun komunikasi yang menghormati martabat dan harga diri
klien, mempertimbangkan keragaman individu, berfokus pada klien, dan
menjaga kerahasian klien.
3. Terlibat dalam pemecahan masalah yang memperkuat partispasi klien
dalam semua aspek proses pemecahan masalah, menghargai hak-hak
klien, merangkaian tantangan-tantangan sebagai kesempatan belajar dan
melibatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi.
4. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial melalui ketataan
terhadap kode etik profesi, keterlibatan dalam pengembangan
profesional, riset, dan perumusan kebijakan, penerjemahan
kesulitan-kesulitan pribadi ke dalam isu-isu publik, penghapusan segala bentuk
diskriminasi dan ketidaksetaraan kesempatan.
Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah bahwa banyak cara yang
dilakukan dalam tahap pemberdayaan masyarakat masing-masing tahap
tentunya memberikan gambaran bahwa dengan melakukan tahapan tersebut
dalam tahapan pemberdayan masyarakat yang paling penting adalah
konsistensi dengan tujuan karena terkadang kondisi masyarakat yang tidak
selalu sama sewaktu-waktu dapat menyebabkan kegagalan dalam
pemberdayaan masyarakat.
2.3.2 Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat
Terdapat beberapa prinsip dalam pemberdayaan yaitu menurut Ife dan
Kartasasmita dalam bukunya Indrawijaya dan Pranoto (2011: 64-65), yaitu:
a) Prinsip partisipasi, bahwa kegiatan pemberdayaan dalam pelaksanaanya
harus lebih banyak melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat miskin
sendiri mulai dari tahap perencanaan program, pelaksanaan, pengawasan
sampai tahap memetik hasil.
b) Prinsip sustainability, mengarahkan hasil-hasil yang dicapai melalui
kegiatan pemberdayaan hendaknya dapat di lestarikan masyarakat sendiri
sehingga menciptakan pemupukan modal dalam wadah sosial ekonomi
setempat.
c) Prinsip demokratis, menghendaki agar rakyat dalam kegiatan
pemberdayaan perlu diberikan kesempatan dan keleluasan kepada dalam
hal untuk menentukan sendiri strategi dan arah pembangunan sesuai
dengan kebutuhan dan kapasitas yang mereka miliki.
d) Prinsip transparansi, mengisyaratkan bahwa kegiatan pemberdayaan itu
melibatkan berbagai pihak sehingga dalam pengelolaan sumber
(terbuka) agar semua pihak ikut memantau dan mengawasi penyaluran dan
mulai dari pihak sponsor sampai pada masyarakat sasaran.
e) Prinsip akuntabilitas, mengharuskan pengelolaan keuangan harus dapat
dilakukan oleh masyarakat dan pelaksana secara terpusat atau
tersentralisasi dengan petunujuk dan aturan yang ketat yang dilakukan
oleh pemerintah.
f) Prinsip desentralisasi, dimaksudkan bahwa pelaksaan kegiataan
pemeberdayaan bukan lagi dilakukan secara terpusat atau tersentarlisasi
dengan petunjuk dan aturan yang ketat yang dilakukan oleh pemerintah.
g) Prinsip profitable, memberikan pendapat yang memadai dan mendidik
masyarakat untuk mengelola kegiatan secara ekonomis.
h) Prinsip acceptable, mengarahkan agar bantuan yang diberikan kepada
kelompok sasaran hendaknya dikelola sedemikian rupa agar mudah
diterima dan didayagunakan oleh masyarakat sebagai pelaksana serta
pengelola.
i) Prinsip replicable, mengisyaratkan agar pengelola program pemberdayaan
agar dapat memperhatikan aspek pengelolaan dana dan pelestarian hasil
dapat dengan mudah digulirkan dan dikembangkan oleh masyarakat dalam
lingkup yang lebih luas.
Peran program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui bantuan
dana yang dapat diciptakan dari kegiatan sosial ekonomi dengan menganut
1. Mudah diterima dan didayagunakan oleh masyarakat kelompok
sasaran (acceptable).
2. Dikelola oleh masyarakat secara terbuka dan dapat di
pertanggungjawabkan (accountable).
3. Memberikan pendapatan yang memadai dan mendidik masyarakat
untuk mengelola kegiatan secara ekonomis (profitable)
4. Hasilnya dapat dilestarikan oleh masyarakat (sustainable)
5. Pengelolaan dana dan pelestarian hasil dapat dengan mudah digulirkan
dan dikembangkan oleh masyarakat dalam lingkup yang lebih luas
(replicable). (Gunawan Sumodiningrat, 1999).
Sumodiningrat (1999) juga mengemukakan indikator keberhasilan yang
dipakai untuk mengukur pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat
yang mencakup :
1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin
2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan
penduduk miskin dengan memanfatkan sumber daya yang tersedia.
3. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.
4. Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin
kuatnya pemodalan kelompok, makin rapinya sistem adminisitrasi
5. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang
ditandai dengan peningkatan pendapatan keluaraga miskin yang
mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.
Kesimpulan dalam penjelasan prinsip pemberdayaan masyarakat adalah
bahwa dalam mengukur keberhasilan sebuah pemberdayaan masyarakat
diperlukan indikator-indikator yang telah di jelaskan di atas namun indikator
yang terpenting dalam mengukur sebuah keberhasilan dalam pemberdayaan
masyarakat adalah terciptanya kemandirian masyarakat dimana masyarakat
dapat mengatasi sendiri permasalahan yang ada di lingkungannya tanpa
bergantung kepada pemerintah sehingga dalam hal ini pemerintah tidak lagi
menjadi fasilitator seperti yang saat ini kebanyakan terjadi.
2.3.3 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Suharto (2010: 59-60) pemberdayaan adalah sebuah proses
dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam
masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan
atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat
yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik,
ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam