• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT GUNTUR SITOHANG

2.1 Asal Usul Orang Batak

Kata “Batak” tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia yang merupakan salah satu suku yang terdapat di Indonesia di bagian Sumatera Utara. Etnis Batak terdiri dari Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Mandailing dan Batak Toba.6

6

Wikipedia.com

Suku Batak sebagian besar secara tradisional bermukim di daerah wilayah darat, pegunungan dan pedalaman di provinsi Sumatera Utara. Secara admistratif, etnis Batak Toba mendiami daerah Tapanuli Utara. Adanya perubahan sistem pemerintahan empat tahun belakangan ini dengan pemekaran kabupaten, wilayah kabupaten Tapanuli Utara dibagi menjadi empat kabupaten yakni Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukota Tarutung, Kabupaten Toba Samosir ibukotanya Balige, Kabupaten Samosir ibukotanya Pangururan dan Kabupaten Humbang Hasundutan ibukotanya Dolok Sanggul. Wilayah kediaman masyarakat Batak Toba yang terbagi dengan empat Kabupaten di kelilingi etnis Batak Lainnya.

16

2.1.1 Konsep Kepercayaan Masa Pra Kristen : Hasipelebeguon.

Pada masa pra Kristen masyarakat Batak Toba belum menganut kepercayaan polytheisme atau hasipelebeguon. Hasipelebeguon adalah

kepercayaan kepada dewa- dewa yang ada dalam mitologi orang Batak Toba seperti, Batara Guru, Ompu Tuan Soripada, Ompu Tuan Mangalabulan, roh nenek moyang dan kekuatan supranatural yang mendiami tempat-tempat sakral (Vergouwen 1986:79). Dalam mitologi yang berkembang pada masyarakat Batak Toba penguasa tertinggi adalah Ompu Mulajadi Nabolon. Hal ini diyakini bahwa manusia dan segala isinya diciptakan oleh Mulajadi Nabolon. Secara fungsional Mulajadi Nabolon terbagi tiga yang disebut tri tunggal sebagai wujud kuasa Mulajadi Nabolon, yaitu :Batara Guru, Ompu Tuan Soripada dan Ompu

Tuan Mangalabulan. Batara Guru merupakan dewa yang memberikan kepintaran,

tempat bertanya dan pemberi talenta. Ompu tuan soripada merupakan sebagai dewa yang memberi mata pencaharian, kekayaan, kejayaan dan kesusahan bagi manusia. Sedangkan Tuan Sori Mangaraja adalah dewa yang memberikan ilmu kedukunan, kesaktian, kekuatan dan ilmu keberanian (Tobing 1956:46-55) Pada masyarakat Batak Toba banua (benua) terbagi atas tiga bagian yaitu : Banua

ginjang (benua atas), sebagai tempat bagi Ompu Mulajadi Nabolon. Banua tonga (benua tengah), sebagai tempat tinggal manusia. Banua toru (benua bagian

bawah), sebagai tempat para roh-roh jahat maupun yang baik. Selain tempat kediaman Ompu Mulajadi Nabolon, banua ginjang juga menjadi tempat tinggal bagi sahala, debata na tolu, dewa- dewa, suru-suruon parhalado ( Tampubolon

17

1964:17). Masyarakat Batak juga percaya bahwa roh dan jiwa juga mempunyai kekuatan. Roh dan jiwa pada masyarakat Batak Toba dibagi yakni: tondi, sahala, dan begu. Sesuatu yang sentral dalam praktek hasipelebeguon adalah apa yang dikenal dengan tondi secara (harafiah berarti “roh” atau “jiwa”) yang dimiliki manusia hidup, manusia yang sudah meninggal, tumbuh-tumbuhan dan hewan (Vergouwen 1986:82). Tondi merupakan kekuatan dari penggerak tubuh. Tondi ini didapat dari Mulajadi Nabolon baik yang hidup dan yang sudah mati (Tobing, 1956:97-98). Sahala adalah kekuatan tondi yakni kekuatan untuk mempunyai banyak keturunan, kepintaran, pengetahuan atau talenta (Lumbantobing 1992:21). Sahala pada orang Batak Toba percaya bahwa orang yang hidup dan orang yang sudah mati dapat mengalihkan sahala kepada orang lain (pedersen1970:29-30). Begu adalah arwah atau roh orang meninggal yang mendiami suatu tempat, begu dibagi dua yaitu, begu yang jahat dan begu yang baik.

Praktek hasipelebeguon ini adalah penyembahan berhala boleh saja patung buatan tangan manusia yang dipercayai berhakekat illahi. Berhala itu juga boleh begu, roh orang mati, arwah yang dianggap dapat bertinggal di tempat angker, gunung, lembah, sungai dan rumah. Semua kuasa-kuasa ini dibujuk, disembah, diberi makanan atau persembahan tonggo atau mantra-mantra (Sianipar, 1989). Praktek hasipelebeguan pada masyarakat Batak Toba juga berkaitan dengan tradisi penyajian gondang sabangunan dan tor-tor

18

Sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba sangat erat kaitannya dengan istilah “marga” yang merupakan nama dari nenek moyang yang selalu diturunkan kepada keturunan dengan garis keturunan patriakal. Kekerabatan adalah suatu tata cara yang mengatur hubungan sosial kemasyarakatan. Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba yaitu berlandaskan dalihan na tolu yang secara harafiah dalam bahasa Indonesia disebut sebagai “tungku yang tiga”.

Dalihan na tolu merupakan sebuah sistem hubungan sosial yang

berlandaskan pada tiga pilar kemasyarakatan, yakni hula-hula, dongan tubu

(dongan sabutuha) dan boru. Dalihan natolu diciptakan Mulajadi Nabolon dengan menurunkan kepada dewa yang tiga yakni: Batara Guru sebagai

simbol dari hula-hula, Debata Soripada simbol dari dongan sabutuha dan Debata

Mangala Bulan simbol dari boru (Sinaga 1981:71-76) Hula-hula merupakan

kedudukan tertinggi dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba. Hal ini dapat kita lihat dalam posisi dalam suatu acara dan penghormatan yang diberikan. Hula-hula merupakan status sebuah marga pemberi istri bagi marga lain. Sedangkan status boru merupakan pihak marga yang mengambil istri dari pihak hula- hula. Istilah dongan sabutuha untuk menunjukkan sistem kekerabatan yang sederajat. Biasanya untuk menyatakan hubungan dalam satu marga yang sama. Dalihan Natolu pun diuraikan dengan pepatah “somba marhula-hula,

manat mardongan tubu, elek marboru”. Pengertian dari pepatah ini secara

harafiah “patuh dan berikanlah sembah pada hula-hula, menjaga hubungan dengan dongan tubu,

19

kelemah lembutan dengan boru. Pepatah ini bukan hanya sekedar ungkapan tetapi dapat kita lihat dalam suatu acara pesta.

Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi dalam adat. Ketika dalam suatu pesta, hula-hula tidak begitu repot karena dianggap sebagai posisi yang paling di hormati menjadi pemberi berkat dan restu. Dongan tubu berperan sebagai pihak yang turut bertanggung jawab dan mensukseskan acara tersebut. Biasanya dongan tubu ini, menjadi tempat berdiskusi, dan menjalankan acara. Biasanya istilah untuk dongan tubu dalam satu acara adat disebut dengan dongan saulaon (teman bekerja). Tidak kalah pentingnya juga peranan boru dalam satu perayaan acara adat istiadat pada masyarakat Batak Toba. Dalam setiap upacara adat pihak boru bertanggung-jawab dalam setiap hal yang sifatnya teknis pada upacara tersebut. Misalnya, mempersiapkan tempat, menyebarkan undangan, menyediakan kebutuhan acara, dan menyediakan konsumsi selama jalannya upacara (marhobas). Dapat disimpulkan bahwa dalam dalihan na tolu, hula-hula dianggap sebagai pihak yang kedudukannya paling tinggi, dongan tubu sebagai pihak yang sederajat dan

boru merupakan pihak yang kedudukannya paling rendah. Namun istimewanya,

setiap orang dalam sistem kekerabatan Batak Toba akan berada dalam ketiga kedudukan tersebut. Artinya seseorang itu akan pernah sebagai hula-hula, dongan

tubu dan sebagai boru. Sehingga tidak akan pernah timbul perbedaan martabat

Dokumen terkait