• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TEORI EFEKTIVITAS HUKUM

B. Saran

1. Pihak BAZNAS dalam mengahadapi undang-undang ini sudah baik, dan akan lebih baik lagi jika BAZNAS juga turut meminta kejelasan tentang PP kepada pemerintah, agar Undang-undang zakat yang baru ini bisa diterapkan dengan baik dan tidak setengah-setengah.

2. Pemerintah harus bertindak tegas mengenai pengelola zakat ilegal sehingga penegakan hukum berjalan dengan sebagaimana mestinya yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

63

Adi Bramasetia, Sri “Mencermati Dan Menyikapi UU No.23 Tahun 2011”, artikel

diakses pada 19 Juli 2014 dari

http://www.forumzakat.net/index.php?act=paparan&id=16. Ali, Zainudin, Sosiologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Al-Zuhayly, Wahbah, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997.

A.Partanto, Pius dan Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola. 1994.

Badan Amil Zakat Infak Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta, Mengenal Hukum Zakat Dan Infak/Sedekah, Jakarta: BAZIS DKI Jakarta, 1999.

Bagir Al-Habsy, Muhammad, Fiqih Praktis; Menurut Al-Quran, As-Sunnah, dan pendapat para Ulama, Cet.I, Bandung: Mizan, 1999.

Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta,2008. Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji,

Management Pengelolaan Zakat, proyek peningkatan pemberdayaan zakat, Jakarta: DEPAG RI, 2004.

Djuanda, Gusti dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Fariha, Tesis "Efektifitas Penyelesaian Perkara Perceraian Melalui Sistem Sidang Keliling Di Pengadilan Agama Kabupaten Malang Jawa Timur, UIN Malang: Program Magister al-Ahwalsyakhsiyah, 2012.

Febrianti, Ryan “Kontroversi UU Zakat”, artikel diakses pada 04 Maret 2014 dari http://ryan-febrianti.blogspot.com/2012/02/kontroversi-uu-zakat.html. Hadi Permono, Sjekhul, Pemerintah Indonesia Sebagai Pengelola Zakat, Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1993.

Hafidhuddin, Didin, The Power Of Zakat, cet. Pertama, Malang: UIN Malang Press, 2008.

Hasbi, Al-Furqan, 125 Masalah Zakat, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008.

Hidayatullah, Skripsi "Efektiftas Mediasi di pengadilan Agama Depok”. Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Ja’far, Muhammadiah, Zakat Puasa dan Haji, Malang: Kalam Mulia, 1985.

Kurnia, Hikmat, Panduan Pintar Zakat, Jakarta: Qultum Media, 2008, Cet. Pertama. Masudi, Masdar F, Ford Foundation, Reinterprestasi Pendayagunaan ZIS Menuju

Efektifitas Pemanfaatan Zakat, Infaq, Shadaqah, Jakarta: Piramedia, 2004. Mhd. Ali, Nuruddin, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2006.

M. Hasby ash-Shiddieqy, Teungku, Pedoman Zakat, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,1999.

Mukri, Ghazali, Fiqih Zakat Kontemporer, Solo: Al-Qowam, 2011.

Muslim, Abu al-Husain Ibn al-Hajaj Ibn Muslim al-Qusyairiy an-Naisaburiy, Shahih Muslim, (Beirut: Daar al-Jiil, tt), Juz I.

Moeleong, Lexy. J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.

Nurul Bariyah, Oneng, Total Quality Management Zakat: Prinsip dan Praktik Pemberdayaan Ekonomi, Ciputat: Wahana Kardofa, 2012.

Nursyamsi, Fajri “Potensi Disfungsi BAZNAS Pasca UU Pengelolaan Zakat”, artikel

diakses pada 19 Juli 2014 dari

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ee868828f156/ potensi-disfungsi-baznas-pasca-uu-pengelolaan-zakat.

Nur Wahid, Hidayat, Zakat dan Peran Negara, Jakarta: Forum Zakat (FOZ) 2006. Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat, Jakarta: PT Pustaka Litera AntarNusa,1996.

Ritonga, A.Rahman dan Zainudin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997. S. Husin, Wawan dan Danny Syarif Hidayat, Cara Mudah Menunaikan Zakat: Membersihkan kekayaan menyempurnakan puasa Ramadhan, Bandung: Pustaka Madani, 1998.

Soekanto, Soerjono, Faktor-faktor Yang mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

__________, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 1983.

__________, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.

__________, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 1988. __________, Sosiologi Suatu Pengantar, Bandung: Rajawali Press, 1996.

Soenggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat

Wahab, Abdul dan Abd. Muhaimin, Hukum Pranata Sosial. Ahkam Jurnal Syariah No. 09 IV/2002.

Wawancara pribadi dengan UPZ di Kelurahan Jatijajar. Wawancara pribadi dengan Pengelola Yayasan Al-Jihad.

Wibowo, Budi “Meneropong Regulasi Pengelolaan Zakat”, artikel diakses pada 19 Juli 2014 dari http://www.bisnis.com/m/meneropong-regulasi-pengelolaan-zakat.

FATWA

MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 8 Tahun 2011

Tentang AMIL ZAKAT

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :

MENIMBANG : a. bahwa kesadaran keagamaan masyarakat telah mendorong

peningkatan jumlah pembayar zakat, yang kemudian diikuti oleh adanya pertumbuhan lembaga amil zakat secara signifikan;

b. bahwa dalam pengelolaan zakat, banyak ditemukan inovasi yang dilakukan oleh amil zakat yang seringkali belum ada rujukan formal dalam ketentuan hukum Islamnya, sehingga diperlukan adanya aturan terkait pengertian amil zakat, kriteria, serta hak dan kewajibannya;

c. bahwa di tengah masyarakat muncul pertanyaan mengenai hukum yang terkait dengan amil zakat, mulai dari definisi, kriteria, serta tugas dan kewenangannya;

d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang amil zakat guna dijadikan pedoman.

MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT:















Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka QS. Al-Taubah : 103).













































Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al-Taubah : 60).

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Nabi Muhammad SAW ketika mengutus Muadz ke Yaman bersabda : … … … Dan beritahukan kepada mereka bahwa Allah SWT mewajibkan zakat yang diambil dari harta orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada para orang-orang fakir di antara mereka . HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas)

Rasulullah SAW menugaskan seorang laki-laki dari bani Al-Asdi yang bernama Ibnu Al-Lutbiyyah sebagai Amil zakat di daerah bani Sulaim, kemudian Rasulullah SAW melakukan evaluasi atas tugas yang telah ia laksanakan . HR Bukhari dan Muslim dari Abi Humaid Al-Saa’idy

Umar RA telah menugaskan kepadaku untuk mengurus harta zakat, maka tatkala telah selesai tugasku, beliau memberiku bagian dari harta zakat tersebut, aku berkata : sesungguhnya aku melakukan ini semua karena Allah SWT, semoga Allah kelak membalasnya. Beliau berkata : Ambillah apa yang diberikan sebagai bagianmu, sesungguhnya aku juga menjadi amil zakat pada masa Rasulullah SAW dan beliau memberiku bagian (dari harta zakat), saat itu aku mengatakan seperti apa yang kau katakan, maka Rasulullah SAW bersabda : Apabila engkau diberi sesuatu yang engkau tidak memintanya maka ambillah untuk kau gunakan atau sedekahkan. (HR Muslim dari seorang Tabi’in yang bernama Ibnu Al-Sa’di

3. Qaidah fiqhiyyah

Hukum sarana adalah mengikuti hukum capaian yang akan dituju

Sesuatu kewajiban yang hanya bisa diwujudkan dengan melakukan sesuatu perkara, maka perkara tersebut hukumnya menjadi wajib

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia

MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Ibnu Qosim dalam Kitab Fathul Qorib (Syarah

Bajuri 1/543) yang menjelaskan tentang definisi Amil sebagai berikut :

Amil zakat adalah seseorang yang ditugaskan oleh imam (pemimpin negara) untuk mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat

2. Pendapat Al-Syairazi dalam kitab Al-Muhadzzab ( Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzzab 6/167 ) yang menerangkan mengenai distribusi zakat, salah satunya kepada Amil sebagai berikut:

Apabila yang melakukan distribusi zakat adalah Imam [pemerintah] maka harus dibagi kepada delapan golongan penerima zakat. Bagian pertama adalah untuk Amil, karena Amil mengambil bagian harta zakat sebagai upah, sementara golongan lainnya sebagai dana sosial. Apabila bagian Amil sesuai dengan kewajaran sebagai upah pengelola zakat, maka akan diberikan kepadanya bagian tersebut. Namun bilamana bagian Amil lebih besar dari kewajaran sebagai upah pengelola zakat, maka kelebihan di luar kewajaran tersebut – dikembalikan untuk golongan-golongan yang lain dari mustakhiq zakat secara proporsional. Jika terjadi defisit anggaran, di mana bagian Amil lebih kecil dari kewajaran upah pengelola zakat maka akan ditambahkan. Ditambahkan dari mana? )mam Syafi’) berpendapat: ditambahkan dengan diambil dari bagian kemashlahatan [ fi sabilillah ] . Sekiranya ada yang berpendapat bahwa bagiannya dilengkapi dari bagian golongan-golongan mustahiq yang lain maka pendapat tersebut tidak salah

3. Pendapat Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarah

Al-Muhadzzab ( 6/168 ) mengenai orang-orang yang dapat masuk kategori sebagai Amil sebagai berikut:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Para pengikut madzhab Syafi’i berpendapat : Dan diberi bagian dari bagian Amil yaitu ; Pengumpul wajib zakat, orang yang mendata, mencatat, mengumpulkan, membagi dan menjaga harta zakat. Karena mereka itu termasuk bagian dari Amil Zakat. Tegasnya, mereka mendapatkan bagian dari bagian Amil sebesar 1/8 dari harta zakat karena mereka merupakan bagian dari Amil yang berhak mendapatkan upah sesuai dengan kewajarannya.

4. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa pada Rapat-Rapat Komisi Fatwa yang terakhir pada tanggal 3 Maret 2011.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : FATWA TENTANG AMIL ZAKAT

Pertama : Ketentuan Hukum 1. Amil zakat adalah :

a. Seseorang atau sekelompok orang yang diangkat oleh

Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat; atau

b. Seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh

masyarakat dan disahkan oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat.

2. Amil zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Beragama Islam;

b. Mukallaf (berakal dan baligh);

c. Amanah;

d. Memiliki ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum

zakat dan hal lain yang terkait dengan tugas Amil zakat.

3. Amil zakat memiliki tugas :

a. penarikan/pengumpulan zakat yang meliputi

pendataan wajib zakat, penentuan objek wajib zakat, besaran nishab zakat, besaran tarif zakat, dan syarat-syarat tertentu pada masing-masing objek wajib zakat;

b. pemeliharaan zakat yang meliputi inventarisasi harta,

pemeliharaan, serta pengamanan harta zakat; dan

c. pendistribusian zakat yang meliputi penyaluran harta

zakat agar sampai kepada mustahiq zakat secara baik dan benar, dan termasuk pelaporan.

4. Pada dasarnya, biaya operasional pengelolaan zakat

disediakan oleh Pemerintah (ulil amr).

5. Dalam hal biaya operasional tidak dibiayai oleh

Pemerintah, atau disediakan Pemerintah tetapi tidak mencukupi, maka biaya operasional pengelolaan zakat yang menjadi tugas Amil diambil dari dana zakat yang merupakan bagian Amil atau dari bagian Fi Sabilillah

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia

6. Kegiatan untuk membangun kesadaran berzakat –

seperti iklan – dapat dibiayai dari dana zakat yang menjadi bagian Amil atau Fi Sabilillah dalam batas kewajaran, proporsional dan sesuai dengan kaidah syariat Islam.

7. Amil zakat yang telah memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta dalam tugasnya sebagai Amil tidak berhak menerima bagian dari dana zakat yang menjadi bagian Amil. Sementara amil zakat yang tidak memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta berhak menerima bagian dari dana zakat yang menjadi bagian Amil sebagai imbalan atas dasar prinsip kewajaran.

8. Amil tidak boleh menerima hadiah dari muzakki dalam kaitan tugasnya sebagai Amil.

9. Amil tidak boleh memberi hadiah kepada muzakki yang berasal dari harta zakat.

Kedua : Ketentuan Penutup

1. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan

ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat

kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan

sebagaimana mestinya.

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan

dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 28 Rabi’ul Awwal 1432 H

3 M a r e t 2011M MAJELIS ULAMA INDONESIA

KOMISI FATWA

Ketua Sekretaris

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agamanya masing-masing;

b. bahwa penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam Indoneia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu;

d. bahwa upaya penyempurnaan sistem pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih berhasil guna dan berdaya guna serta dapat dipertanggungjawabkan;

e. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut pada butir a, b, c, dan d perlu dibentuk Undang-undang Pengelolaan Zakat

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok

Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara;

3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3400); 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Derah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839.

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimkasud dengan :

1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.

2. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang musli atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

3. Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat.

Pasal 2

Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.

Pasal 3

Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan amil zakat.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 4

Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai denga Pancasila dan Undang-undang Dasaar 1945.

Pasal 5 Pengelolaan zakat bertujuan :

1. meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama;

2. meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

3. meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.

BAB III

ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT

Pasal 6

(1) Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah. (2) Pembentukan badan amil zakat :

a. nasional oleh Presiden atas usul Menteri;

b. daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama propinsi;

c. daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota;

d. kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecamatan.

(3) Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif dan informatif.

(4) Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu.

(5) Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas dan unsur pelaksana.

Pasal 7

(1) Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.

(2) Lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 9

Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.

Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri.

BAB IV

PENGUMPULAN ZAKAT

Pasal 11 (1) Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah. (2) Harta yang dikenai zakat adalah :

a. emas, perak dan uang; b. perdagangan dan perusahaan;

c. Hasil pertanian, perkebunan dan perikanan; d. Hasil pertambangan;

e. Hasil peternakan;

f. Hasil pendapatan dan jasa; g. tikaz

(3) Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum agama.

Pasal 12

(1) Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki.

(2) Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki.

Pasal 13

Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat seperti infaq, shadaqah, wasiat waris dan kafarat.

Pasal 14

(1) Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama.

(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartaya dan kewajiban zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta bantuan kepada badan amil zakat atau badan amil zakat memberikan bantuan kepada muzakki untuk menghitungnya.

(3) Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PENDAYAGUNAAN ZAKAT

Pasal 16

(1) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama. (2) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq

dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.

(3) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.

Pasal 17

Hasil penerimaan infaq, shadaqah, wasiat, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif.

BAB VI PENGAWASAN

Pasal 18

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukan oleh unsur pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5).

(2) Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota.

(3) Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil zakat.

(4) Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik.

Pasal 19

Badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya.

Pasal 20

Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan lembaga amil zakat.

BAB VII SANKSI

Pasal 21

(1) Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah, wasiat, hibah, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 12, Pasal 13 dalam Undang-undang ini diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di atas merupakan pelanggaran.

(3) Setiap petugas badan amil zakat dan petugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

unit pengumpul zakat pada perwakilan Republik Indonesia, yang selanjutnya diteruskan kepada badan amil zakat nasional.

Pasal 23

Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pemerintah wajib membantu operasional badan amil zakat.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 24

(1) Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan zakat masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

(2) Selambat-lambatnya dua tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, setiap organisasi pengelolaan zakat yang telah ada wajib menyesuaikan menurut ketentuan Undang-undang ini.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 23 September 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd.

MULADI

PENGELOLAAN ZAKAT

I. UMUM

Memajukan kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan nasional negara Republik Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, bangsa Indonesia senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materiil mental spiritual, antara lain melalui pembangunan di bidang agama yang mencakup terciptanya suasana kehidupan beragama yang penuh keimanan dan ketakwaan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, meningkatnya akhlak mulia, terwujudnya kerukunan hidup umat beragama yang dinamis sebagai landasan persatuan dan kesatuan bangsa, dan meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional. Guna mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya, antara lain dengan menggali dan memanfaatkan dana melalui zakat.

Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat.

Agar dapat menjadi sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesioanal dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban memberukan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan pengelola zakat. Untuk maksud tersebut, perlu adanya Undang-undnag Pengelolaan Zakat yang berasaskan iman dan takwa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, kemaslahatan, keterbukaan dan kepastian hukum sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Tujuan pengelolaan zakat adalah meningkatnya kesadaran masyarakat dalam penunaian dan dalam pelayanan ibadah zakat, meningkatnya fungsi dan perananan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatnya hasi guna dan daya guna zakat.

Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat juga mencakup pengelolaan infaq, shadaqah, wasiat, waris, hibah, dan kafarat dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan agar menjadi pedoman bagi muzakki dan mustahiq, baik perseorangan maupun badan hukum dan/atau badan usaha.

Untuk menjamin pengelolaan zakat sebagai amanah agama, dalam Undang-undang ini

Dokumen terkait