BAB 4. PEMBAHASAN
5.2 Saran
Kegiatan kefarmasian yang dilakukan di RSUP Fatmawati sudah berjalan baik, namun untuk mempertahankan kinerja serta meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian maka penulis menyarankan beberapa upaya berikut :
a. Untuk meringankan dan memperjelas pembagian kegiatan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati, sebaiknya Wakil Kepala Instalasi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: Waka IFRS Pelayanan, Waka IFRS Perbekalan dan Waka IFRS Farmasi Klinik.
b. Untuk mempermudah proses pelaporan pemakaian Narkotik dan Psikotropik, maka IFRS dapat melakukan secara online sebagaimana yang telah diterapkan pada fasilitas pelayanan lain.
c. Pelaporan psikotropik hendaknya dilakukan setiap satu bulan sekali bersamaan dengan pelaporan narkotik, hal ini dilakukan untuk menjamin data yang dilaporkan tersebut.
d. Sebaiknya penyimpanan produk hasil produksi disimpan di gudang Farmasi, untuk mempermudah akses distribusi dan memaksimalkan ruang produksi hanya untuk kegiatan produksi saja.
e. Untuk rekonstisusi obat yang memerlukan kondisi steril, setelah pengamatan kami menyarankan agar perlu dilakukan monitoring lingkungan pada saat dilakukan rekonstitusi.
f. Untuk menunjang kegiatan farmasi klinik, maka perlu diaktifkan kembali kegiatan konseling (tanpa harus diminta oleh pasien, apoteker harus berperan aktif dalam menentukan pasien yang membutuhkan konseling).
g. Untuk depo rawat jalan, beri Label LASA pada obat-obat LASA yang belum dilengkapi penanda untuk meminimalisir kesalahan dalam pengambilan obat, simpan obat keras di depo bagian dalam atau bagian yang tidak terjangkau dengan konsumen, dan sediakan lemari psikotropik terpisah.
h. Untuk depo IBS, sebaiknya ditempatkan seorang apoteker sebagai penyelia depo IBS.
i. Hasil dari tugas yang di berikan kepada para peserta PKPA di RSUP Fatmawati sangat baik dijadikan acuan atau evaluasi dari kegiatan pelayanan kefarmasian
Daris, Azwar. (2012). Pengantar Hukum dan Etika Farmasi. Tangerang : Duwo Okta.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2004).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2006) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. (2009). Pedoman Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta PT. Askes (Persero) dan Anggota Keluarganya di Puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat, dan Rumah Sakit Daerah. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta : Sekretariat Negara RI.
PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia. (2004). Pedoman Bagi Peserta Askes Sosial. Jakarta : PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia.
RSUP Fatmawati. (2012a). Keputusan Direktur Utama No. HK.
03.05/II.1/1686/2012 (025/FAR) tentang Standar Prosedur Operasional Hak Akses Sistem Informasi Farmasi. Jakarta : RSUP Fatmawati.
RSUP Fatmawati. (2012b). Keputusan Direktur Utama No. HK.
03.05/II.1/779/2012 tentang Penyimpanan Narkotika Dan Psikotropika.
Jakarta: RSUP Fatmawati.
RSUP Fatmawati. (2012c). Keputusan Direktur Utama No. HK.
03.05/II.1/1612/2012 (025/FAR) tentang Standar Prosedur Operasional Tata Cara Persuratan, Pelaporan, Pengarsipan di Instalasi Farmasi.
Jakarta : RSUP Fatmawati.
RSUP Fatmawati. (2013) Diunduh dari http://www.fatmawatihospital.com/konten/details/profil#sejarahsingkat.
Pada : 28 Oktober 2013 Pukul 22.00 WIB.
Siregar, Charles J.P. (2003). Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Terapan. Jakarta : EGC
LAMPIRAN
Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Lampiran 3. Alur Pengkajian Resep
90
Lampiran 4. Alur Pemantauan Efek Samping Obat
Lampiran 5. Alur Kegiatan Pemantauan Interaksi Obat
Lampiran 6. Alur Penyimpanan Resep dan Arsip (surat masuk, surat keluar, SK, Laporan-laporan dan arsip Kepegawaian)
Resep
Arsip
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Alur Pemusnahan Resep dan Arsip
iran 8. Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi
Lampiran 9. Alur Penerimaan Perbekalan Farmasi oleh Tim Penerima
Lampiran 10. Alur Masuk ke Ruang Produksi Aseptik
Lampiran 11. Alur Pelayanan Obat Sitostatika Rawat Jalan dan Rawat Inap
Rawat Jalan
Rawat Inap
Universitas Indonesia
piran 12. Prosedur Penyiapan Obat Rawat Jalan Secara Individual Prescription
Lampiran 13. Alur Pelayanan Resep di Depo Askes
Lampiran 14. Alur Distribusi Obat Secara Dosis Unit di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Lampiran 15. Alur Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan di Depo Instalasi Bedah Sentral
OK Cito
OK Elektif
Lampiran 16. Alur Program Pelayanan Informasi Obat
Tidak Ya
Ya
User (pasien/lainnya)
Menyampaikan pertanyaan secara lisan/tertulis
Apoteker 1. Menerima pertanyaan
2. Penilaian penanya dan pertanyaan sesungguhnya
Apoteker
1. Pencatatan pertanyaan pada formulir pelayanan informasi obat.
2. Penelusuran jawaban atas pertanyaan dalam literatur.
3. Penyusunan jawaban dalam formulir pelayanan informasi obat.
4. Penyampaian jawaban kepada user.
User 1. Menerima jawaban pertanyaan
2. Memberi respon atas informasi yang telah diberikan
Selesai Tidak
UNIVERSITAS INDONESIA
GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT PASIEN GERIATRI DI RUANG RAWAT INAP LANTAI V DAN VI
GEDUNG PROFESOR SOELARTO (GPS) RSUP FATMAWATI PERIODE 2–25 OKTOBER 2013
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
LU’LU SOLIHAH, S.Far 1206329783
ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK
DESEMBER 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JL. RS FATMAWATI, CILANDAK, JAKARTA SELATAN
PERIODE 2 SEPTEMBER–25 OKTOBER 2013
GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT PASIEN GERIATRI DI RUANG RAWAT INAP LANTAI V DAN VI
GEDUNG PROFESOR SOELARTO (GPS) RSUP FATMAWATI PERIODE 2 – 25 OKTOBER 2013
LU’LU SOLIHAH, S.Far 1206329783
ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1 Pasien Geriatri ... 3 2.2 Perubahan Yang Terjadi Pada Geriatri ... 4 2.3 Perubahan Farmakokinetika Obat ... 4
2.4 Rumah Sakit ... 7 BAB 3 METODE PENGAMBILAN DATA ... 8 BAB 4 HASIL PENGAMATAN ... 9 4.1 Jenis Kelamin Pasien Geriatri ... 9 4.2 Jumlah Pasien Berdasarkan Ruang Rawat ... 10 4.3 Lama Hari Rawat ... 11 4.4 Profil Penyakit Pasien ... 12 4.5 Profil Penggunaan Obat Pasien ... 14 BAB 5 PEMBAHASAN ... 29 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36 6.1 Kesimpulan ... 36 6.2 Saran ... 36 DAFTAR ACUAN ... 37 LAMPIRAN ... 38
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Profil pasien geriatric yang dirawat di lantai 5 dan 6 GPS ...
Tabel 4.2 Kejadian interaksi obat pasien geriatri ... 24
DAFTAR GAMBAR
Gambar 8 Persentase penyakit pasien geriatri ... 12 Gambar 10 Persentase pasien dengan komplikasi ... 13 Gambar 12 Persentase obat pasien geriatri ... 14 Gambar 14 Persentase penggunaan obat pasien geriatri ... 15 Gambar 16 Persentase penggunaan obat antidiabetes pasien geriatri ... 16 Gambar 18 Persentase penggunaan obat antihipertensi pasien geriatri ... 17 Gambar 20 Persentase penggunaan obat antihiperlipidemia pasien geriatri ... 18 Gambar 22 Persentase penggunaan obat gangguan sal. cerna pasien geriatri ... 19 Gambar 24 Persentase penggunaan obat antibiotik pasien geriatri ... 20 Gambar 26 Persentase penggunaan obat antitrombolitik pasien geriatri ... 21 Gambar 28 Persentase penggunaan obat SSP pasien geriatri ... 22 Gambar 30 Persentase penggunaan obat analgetik & antiradang pasien
geriatri ... 23 Gambar Persentase penggunaan obat nootropik ...
Gambar 32 Persentase penggunaan supplemen pasien geriatri ... 24
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel penggunaan obat pasien geriatri ... 38
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasien geriatri merupakan salah satu kelompok pasien yang banyak berobat ke rumah sakit. Berdasarkan data statistik kependudukan di Indonesia, jumlah geriatri di Indonesia mencapai 15,5 juta jiwa (Badan Statistik Nasional, 2012). Pasien geriatri menjadi perhatian khusus karena pada usia lanjut terjadi degenerasi pada semua organ sehingga terjadi penurunan kemampuan organ untuk melakukan fungsinya dengan normal. Sehingga pada pasien geriatri sering terjadi penyakit degeneratif, seperti diabetes, hipertensi, penyakit ginjal kronik dan lain-lain. Penyakit yang terjadi pada geriatri cenderung bersifat multiple, yang merupakan gabungan antara penurunan fisiologis dengan berbagai proses patologis. Seperti pasien geriatri yang menderita DM sebelum umur 60 tahun, akan terus mengalami penurunan pada fungsi organ setiap tahunnya karena proses penuaan, sehingga terjadi komplikasi seperti penyakit ginjal kronis sehingga harus melakukan hemodialisa (Mulyaningsih, 2010).
Kondisi pasien yang mengalami penurunan dan penyakit yang bersifat multiple menyebabkan setiap kali pasien geriatri berobat kepada dokter semua dokter akan memberikan obat, sehingga pasien mendapatkan banyak obat dan berpotensi terjadi polifarmasi serta berbagai permasalahan lain terkait dengan pengobatan yang dilakukan. Permasalahan yang dalam pengobatan beresiko memperburuk kondisi pasien geriatri baik dari segi ketidakpatuhan karena banyaknya obat yang didapat, sampai pada efek-efek yang tidak diharapkan yang terjadi pada pasien karena pengobatan yang dilakukan. Semua hal ini dapat menurunkan kualitas hidup pasien, padahal tujuan pengobatan yang dilakukan adalah peningkatan kualitas hidup sehingga pasien geriatri bisa lebih baik dalam melakukan kegiatannya (Pranarka, 2006).
Salah satu tanggung jawab sebagai seorang farmasis adalah memberikan layanan kefarmasian yang berorientasikan pada pasien (patient oriented).
Penggunaan obat oleh pasien geriatri yang sangat rentan mengalami polifarmasi harus dipantau demi mendapatkan pengobatan yang rasional oleh karena itu, peran
2
2
farmasis sangat dibutuhkan untuk memonitor penggunaan obat pasien geriatri (Miller, 2011). Mengingat pentingnya pemantauan penggunaan obat oleh pasien geriatri, maka dilakukan pengumpulan data penggunaan obat berdasarkan rekam medis pasien geriatri yang dirawat di lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Soelarto (GPS) selama tanggal 2-25 Oktober 2013. Data yang didapat kemudian akan diolah untuk melihat bagaimana profil pasien geriatri yang dirawat, penggunaan obat dan permasalahan obat yang terjadi pada pasien geriatri. Tugas khusus ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu proses evaluasi penggunaan obat di RSUP Fatmawati.
1.2 Tujuan
Penyusunan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran penggunaan obat pasien geriatri yang dirawat di lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Soelarto (GPS) dari tanggal 2–25 Oktober 2013.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geriatri
Geriatri (dari kata Geros = tua, iatrea = merumat) atau ilmu kesehatan usia lanjut (Pranarka, 2009). Geriatrik merupakan cabang ilmu kedokteran terutama berhubungan dengan masalah umur tua dan penuaan serta penyakit pada orang tua. Karakteristik penyakit pada orang tua berbeda dari orang dewasa, baik dari faktor etiologi, diagnosis serta progesivitas dari penyakitnya. Pada geriatri sering pula terjadi gangguan fungsi dari beberapa sistem organ seperti sistem kardiovaskular, endokrin, urogenital, gastrointestinal dan lain-lain (Sunarti et al, 2010)
Dasar dari proses menua adalah kegagalan fungsi homeostatik penyesuaian diri terhadap faktor intrinsik dan ekstrinsik. Terjadi berbagai perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan fisik, namun juga terhdadap fungsi dan tanggapan pada kehidupan sehari-hari. Setiap individu mengalami perubahan-perubahan tersebut secara berbeda. Pada beberapa individu, laju penurunannya mungkin cepat dan dramatis (Pranarka, 2006)
2.1.1. Definisi pasien geriatri
Menurut WHO, pembagian terhadap populasi berdasarkan usia lanjut terbagi atas tiga tingkatan, yaitu :
a) Lansia (elderly) dengan kisaran umur 60-75 tahun, b) Tua (old) dengan kisaran umur 75-90 tahun,
c) Sangat tua (very old) dengan kisaran umur > dari 90 tahun
Penyakit dan kesehatan pada usia lanjut tidaklah sama dengan penyakit dan kesehatan pada golongan populasi usia lainnya, yaitu dalam hal:
i. Penyakit pada usia lanjut cenderung bersifat multiple, merupakan gabungan antara penurunan fisiologik/alamiah dan berbagai proses patologik/
penyakit.
ii. Penyakit biasanya berjalan kronis, menimbulkan kecacatan dan secara lambat laun akan menyebabkan kematian.
4 iii. Usia lanjut juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit akut, serta
diperberat dengan kondisi daya tahan yang menurun.
iv. Kesehatan usia lanjut juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan ekonomi.
v. Pada usia lanjut sering kali didapat penyakit iatrogenic
2.2. Perubahan yang terjadi pada geriatri
Semakin bertambahnya usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan terjadi cenderung karena penurunan berbagai fungsi tersebut. Pada sistem saraf pusat terjadi hipokampal. Timbul proliferasi astrosit dan berubahnya neurotransmitter. Pada fungsi kognitif pengurangan massa otak, aliran darah otak, densitas koneksi dendritik, reseptor glukokortikoid terjadi penurunan kemampuan meningkatkan fungsi intelektual;
berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi (Prananta, 2006).
Pada fungsi gastrointestinal terjadi penurunan ukuran dan aliran darah ke hati, terganggunya bersihan obat oleh hati, sehingga membutuhkan metabolisme fase I yang lebih ekstensif. Terganggunya respon terhadap cedera pada mukosa lambung, berkurangnya massa pankreas dan cadangan enzimatik, berkurangnya kontraksi kolon yang efektif dan absorpsi kalsium. Terjadi pula penurunan bersihan kreatinin (creatinin clearance) dan laju filtrasi glomerulus (GFR) 10 ml/
dekade, terjadi semakin bertambahnya usia seseorang. Penurunan massa ginjal sebanyak 25 %. Toleransi glukosa terganggu dimana terjadi peningkatan GD puasa sebanyak 1 mg/dl/dekade, GD post prandial meningkat 10 mg/dl/dekade (Prananta, 2006).
2.3. Perubahan farmakokinetika obat
Perkembangan usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nasib obat dalam tubuh. Proses menua pada hakikatnya dapat mempengaruhi salah satu atau lebih keefektifan absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat.
a. Absorpsi Obat
5 Keefektifan absorpsi suatu obat dapat berubah pada pasein geriatri. Hal ini
terjadi karena menurunnya sekresi asam lambung (25-35 %), aliran darah ke saluran cerna, produksi tripsin pankreatik, gerakan saluran cerna atau waktu pengosongan lambung. Dampak berubahnya fisiologi tadi dapat berupa penurunan laju absorpsi, yang lebih lanjut dapat memperlama mula kerja efek farmakologi obat terkait. Penurunan keefektifan absorpsi menunjukkan makna klinis yang nyata pada usia 80 tahun ke atas bagi obat yang berdifusi aktif (Donatus, 1999).
b. Distribusi Obat
Perubahan fisiologi yang mempengaruhi keefektifan distribusi obat terkait dengan komposisi tubuh (cairan tubuh, bobot tubuh tak berlemak, lemak tubuh) dan ikatan protein plasma, jaringan atau organ. Pada lelaki lemak tubuh meningkat 18-36 %, sedangkan wanita 33-48 %., sehingga terjadi pengurangan bobot atau massa tubuh yang tidak berlemak. Obat-obat yang sangat larut dalam lemak (seperti lidokain, diazepam) akan menunjukkan peningkatan volume distribusi (Vd). Begitu pula sebaliknya, perlu dipertimbangkan juga perubahan ikatan protein, kadar albumin pada lansia akan turun 0,4-0,6 g/dL. Akibatnya, fraksi obat bebas (terikat albumin) obat-obat bersifat asam terikat kuat dengan albumin, sehingga dapat meningkatkan efek farmakologi dan toksikologinya (Donatus, 1999).
c. Metabolisme Obat
Metabolisme obat terutama terjadi di dalam hati, pada lansia terjadi penurunan darah kehati karena berkurangnya laju curah jantung sekitar 30-40 % . Penurunan ini dapat menyebabkan berkurangnya ekstraksi obat ke hati (Donatus, 1999).
d. Eliminasi obat
Ginjal merupakan jalur utama sekresi sebagian besar obat. Perubahan fisiologi ginjal mempengaruhi proses ekskresi yang terjadi. Pada lansia fungsi filtrasi glomerular akan berkurang, hal ini dikarenakan hilangnya sekitar 35 % nefron dan 30 % jumlah glomeruli yang berfungsi, selain itu aliran darah keginjal berkurang 45–53 %. Akibatnya, proses filtrasi glomerular obat apapun yang tidak terikat protein plasma akan berkurang pada lansia. Keefektifan ekskresi obat pada lansia juga mengalami kemunduran, sehingga waktu paruh eliminasi obat utuh
6 atau metabolitnya dapat diperpanjang, begitu pula keberadaan obat dalam tubuh.
Hal ini jelas memperpanjang kerja farmakologi dan/atau toksikologi obat-obat seperti spironolakton, levodopa, asetoheksamida dan oksipurinal (Donatus, 1999)
Selain penurunan fisiologi dalam filtrasi glomerular serta sekresi dan reabsorpsi tubuler, penderita lansia terutama mudah terkena gangguan ginjal karena dehidrasi, gagal jantung kongestif hipotensi atau karena patologi ginjal-intrinsik seperti nefropati diabetik atau pielonefritis, yang kesemuanya dapat memicu kerusakan ginjal (Donatus, 1999). Komplikasi pada lansia perlu mendapat perhatian dengan seksama, karena dapat merumitkan pemilihan obat maupun dosis dan aturan pemberiaannya. Selain itu kemungkinan efek yang parah karena obat-obat digoksin, litium, antibiotik aminoglikosida dan klorpropamid juga perlu dipertimbangkan sebelum diberikan pada lansia. Karenanya, secara umum pasien geriatri lebih baik diberi dosis yang lebih rendah dari pada penderita dewasa, terutama obat yang dieksresi di ginjal (Miller, 2011)
2.4. Rumah Sakit 2.4.1. Definisi
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undang-undang RI No. 44, 2009).
2.4.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (Undang-undang RI No. 44, 2009):
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna. Untuk menjalankan tugasnya, rumah sakit mempunyai fungsi
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standard pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam pemberian pelayanan kesehatan.
7 d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
2.4.3 Indikator Pelayanan Rumah Sakit (Soejadi, 1996)
Indikator berguna untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit, antara lain:
a. Bed Occupation Ratio (BOR): presentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu.
b. Average Length of Stay (AVLOS): rata-rata lama rawat pasien.
c. Bed Turn Over (BTO): frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.
d. Turn Over Interval (TOI): rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.
BAB 3
METODE PENGAMBILAN DATA
3.1 Tempat dan Waktu
Pengumpulan dan pengkajian data penggunaan obat pasien dilaksanakan di ruang rawat inap lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Soelarto (GPS) RSUP Fatmawati Cilandak Jakarta Selatan pada tanggal 2 – 25 Oktober 2013.
3.2 Metode
Pengambilan data dilakukan secara prospektif dari rekam medis pasien yang dirawat di lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Solearto (GPS) RSUP Fatmawati Cilandak Jakarta Selatan selama tanggal 2 – 25 Oktober 2013.
3.3 Cara pengambilan data
a. Data diambil dari rekam medik pasien yang dirawat di lantai 5 dan 6 GPS.
Data yang diambil antara lain nama, jenis kelamin, umur, tempat dan tanggal lahir, diagnosa masuk, diagnosa rawat dan keluar, obat yang digunakan setiap harinya.
b. Semua data dimasukkan dalam tabel pengobatan pasien.
c. Data diolah dan dimasukkan dalam Microsoft Excel berdasarkan masing-masing kriteria yang ingin diketahui untuk dibuat grafik dan persentase.
d. Kriteria yang ingin diketahui antara lain: jenis kelamin, ruang rawat, lama hari rawat, penyakit pasien geriatri dan penggunaan obat pasien geriatri
e. Kejadian interaksi obat dilakukan melalui Drug Interaction Checker di Medscape, kemudian dikelompokkan berdasarkan banyaknya kejadian interaksi.
BAB 4
HASIL PENGAMATAN
4.1. Profil Pasien Geriatri
Selama pengambilan data, terdapat 15 pasien geriatri yang dirawat di ruang rawat lantai 5 dan 6 gedung GPS, tabel 4.1 memuat profil pasien geriatri yang dirawat selama periode pengambilan data.
Tabel 4.1. Profil Pasien Geriatri yang dirawat di Lantai 5 dan 6 GPS
Variabel Kategori Jumlah Persentase
Jenis kelamin Laki-laki 8 53 GPS yang terdiri atas 8 pasien laki-laki dan 3 pasien perempuan sedangkan 27 % pasien yang dirawat di lantai 6 yang semuanya merupakan pasien perempuan.
Berdasarkan lama hari rawat, paling banyak pasien dirawat lebih dari 5 hari yaitu 40 % pasien.
10 4.2. Profil Penyakit Pasien Geriatri
Gambar 4.1. Persentase Penyakit Pasien Geriatri
Berdasarkan penyakit yang diderita, didapatkan bahwa pasien geriatri masuk dengan indikasi CVD (cardiovascular disease) paling banyak terjadi yaitu sebesar 28 % pasien, kemudian karena DM (diabetes melitus) sebesar 22 %, kemudian karena dispepsia, geriatrik problem, dan hipertensi sebanyak 11 %.
Pasien yang mengalami lebih dari 1 penyakit tercantum dalam gambar 4.2.
Gambar 4.2. Persentase Pasien Geriatri dengan Komplikasi
28% Keterangan: Penyakit lainnya yang menyebabkan pasien dirawat adalah hernia, kanker sigmoid dan epistaksis
11 4.3. Profil Penggunaan Obat Pasien Geriatri
4.5.1 Jumlah pasien berdasarkan jumlah obat yang digunakan
Gambar 4.3. Persentase Pasien Berdasarkan Jumlah Penggunaan Obat
4.5.2. Jumlah pasien geriatri berdasarkan golongan obat yang digunakan
Gambar 4.4. Persentase Penggunaan Obat Pasien Geriatri
27%
12 4.5.3. Jumlah pasien geriatri berdasarkan jenis obat yang digunakan
Gambar 4.5. Persentase penggunaan obat antidiabetes pasien geriatri
Gambar 4.6. Persentase penggunaan obat antihipertensi pasien geriatri
12%
13 Gambar 4.7. Persentase penggunaan obat antihiperlipidemia pasien geriatri
Gambar 4.8. Persentase penggunaan obat gangguan saluran cerna pasien geriatri
80%
20%
Obat Antihiperlipidemia
Simvastatin Atorvastatin
22%
17%
17%
11%
11%
5%
5%
6% 6%
Obat Gangguan Saluran Cerna
Ranitidin Ondansentron Laxadine Loperamid Sucralfate Pantoprazol Esomeprazol Polonosentron Vitazym
14 Gambar 4.9. Persentase penggunaan obat antibiotik pasien geriatric
Gambar 4.10. Persentase penggunaan obat antitrombolitik pasien geriatri
25%
25%
17%
9%
8%
8%
8%
Obat Antibiotik
Ceftriaxon Levofloxacin Ciprofloxacin Cefotaxim
Ampicilin Sulbaktam Fosmicyn
Ceftazidim
33% 56%
11%
Obat Antitrombolitik
Aspirin Clopidogrel Silostazol
15 Gambar 4.11. Persentase penggunaan obat SSP pasien geriatri
Gambar 4.12. Persentase penggunaan obat analgetik dan antiradang pasien geriatri
28%
16 Gambar 4.13. Persentase Penggunaan Obat Nootropik Pasien Geriatri
Gambar 4.14. Persentase penggunaan supplemen pasien geriatri
78%
*Vitamin yang digunakan adalah Vitamin B, Vitamin B6, dan Vitamin K
17
serum kalium 2 5 Monitoring serum kalium
2 Insulin-Aspirin Peningkatan kerja insulin 2 5 Monitoring kadar gula
darah
serum kalium 1 2 Monitoring serum kalium
7
Candesartan-Etoricoxib
Kedua obat meningkatkan
serum kalium 1 2 Monitoring serum kalium
8
Bisoprolol-Losartan
Kedua obat meningkatkan
serum kalium 1 2 Monitoring serum kalium
9
Carvedilol-Valsartan
Kedua obat meningkatkan
serum kalium 1 2 Monitoring serum kalium
10
Carvedilol-Aspirin
Kedua obat meningkatkan
serum kalium 1 2 Monitoring serum kalium
11
Bisoprolol-Amlodipin
Meningkatkan efek
antihipertensi 1 2 Monitoring tekanan darah
12
Carvedilol-Amlodipin
Meningkatkan efek
antihipertensi 1 2 Monitoring tekanan darah
13
Aspirin-Bisoprolol
Aspirin menurunkan efek bisoprolol, kedua obat meningkatkan serum kalium
1 2 Monitoring tekanan darah
dan serum kalium
14
Aspirin-Losartan
Kedua obat meningkatkan
serum kalium 1 2 Monitoring serum kalium
15
1 2 Monitoring fungsi ginjal
dan serum kalium
18
dan penurunan fungsi ginjal 1 2 Monitoring tekanan darah
dan fungsi ginjal
17
Valsartan-Simvastatin Peningkatan efek valsartan 1 2 Monitoring tekanan darah
18
Amlodipin-CaCO3 Penurunan efek amlodipin 1 2 Monitoring tekanan darah
19
Candesartan-KCl
Kedua obat meningkatkan
serum kalium 1 2 Monitoring serum kalium
20 Captopril-KCl
Peningkatan kadar serum kalium dengan menurukan eliminasi
1 2 Monitoring serum kalium
21 Bisoprolol-KCl Kedua obat meningkatkan
kadar serum kalium 1 2 Monitoring serum kalium
22
Aspirin-Glibenklamid
Meningkatkan resiko
hipoglikemia 1 2 Monitoring kadar gula
darah
23
Captopril-Aspirin
Penurunan efek hipotensi
Penurunan efek hipotensi