BAB 2 PROFIL KESEHATAN DI WILAYAH STUDI . 11
2.4. Sarana dan Prasarana Kesehatan
Tujuan pembangunan bidang kesehatan agar semua
lapisan masyarakat memperolah pelayan kesehatan secara mudah dan melalui upaya ini diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik yang pada akhirnya akan tercapai. Tujuan Pembangun Kesehatan Nasional yaitu Indonesia sehat tahun 2010. berbagai upaya untuk me-ningkatkan derajat kesehatan telah banyak dilakukan oleh pemerintah diantaranya membuka penyuluhan agar semua lapisan masyarakat berperilaku hidup sehat. Penyediaan berbagai fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Pos Obat Desa, Pondok Bersalin, Penyediaan Air bersih dan sebagainya.
Untuk mengetahui usaha-usaha tersebut diatas dalam studi perlu ditampilkan kondisi sarana dan prasara kesehatan sebagai berikut:
1. Jumlah Rumah Sakit
Jumlah Rumah Sakit di Propinsi Riau sampai dengan tahun 2006 adalah sebanyak 34 unit, Puskesmas 165 unit, dan Puskesmas Pembantu 742 unit, serta 138 unit Puskesmas Keliling. Di Empat Kabupaten/Kota jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas itu dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 2.9. Jumlah Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling tahun 2006
Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Studi tahun 2006
No Kabupaten/Kota Rumah
Sakit Puskesmas Puskesmas Pembantu
Puskesmas Keliling
1 Pekanbaru 14 15 35 17
2 Dumai 3 7 13 10
3 Kampar 4 21 138 25
4 Rokan Hilir 3 10 58 10
Jumlah 24 53 244 62
Tabel di atas menjelaskan di Kota Pekanbaru terdapat 14 unit Rumah Sakit, Puskesmas 15 unit, 35 unit Puskesmas Pembantu dan 17 unit Puskesmas Keliling. Untuk tahun 2006 jumlah Kunjungan Rawat Jalan Pada Puskesmas sebanyak 492.941 orang. Dan Rawat Inap pada Puskesmas sebanyak 157 orang. Sedangkan kunjungan Rumah Sakit Rawat Jalan sebanyak 352.883 orang dan Rawat Inap sebanyak 290.272.
Untuk Kota Dumai terdapat 3 Rumah Sakit yaitu 1 Rumah Sakit tipe C dan 2 tipe D. Jumlah Rumah sakit ini mempunyai makna untuk Kota Dumai pada tahun 2006 setiap 71.916 orang penduduk dilayani oleh 1 Rumah Sakit. Sedangkan untuk Puskesmas dimana 30.821 jiwa pendudk Kota Dumai dilayani 1 Puskesmas. Demikian juga 16.596 jiwa penduduk dilayani oleh 1 Puskesmas Pembantu.
Menurut ukuran seharusnya 1 unit Puskesmas harus melayani maksimal 25.000 Penduduk. Dengan melihat kondisi di Kota Dumai yang secara rata-rata setiap Puskesmas melayani sebanyak 30.000 lebih penduduk maka seharusnya di Kota Dumai terdapat 9 Puskesmas, hal ini berarti di Kota Dumai terdapat kekurangan sebanyak 2 Puskesmas.
Untuk Kabupaten Kampar pada tahun 2006 terdapat 4 unit Rumah Sakit dengan jumlah Puskesmas 21 unit, Puskesmas Pembantu sebanyak 138 unit. Dalam kaitannya dengan jumlah penduduk di Kabupaten Kampar terdapat kekurangan sebanyak empat unit Puskesmas serta 15 unit Puskesmas Pembantu. Sebab, seharusnya setiap Puskesmas Pembantu harus melayani 3.000 (tiga ribu) Penduduk.
Kemudian untuk Kabupaten Rokan Hilir terdapat 1 Rumah Sakit, yang berarti untuk tahun 2006 dengan jumlah penduduk 493.901 jiwa buat Rumah Sakit harus melayani 164.634 orang penduduk. Puskesmas harus melayani 49.390 jiwa dabn Puskesmas Pembantu 7.598 orang dan hal ini mempunyai makna di Kabupaten Rokan Hilir masih terdapat
kekuran gan 10 unit Puskesmas serta 100 unit Puskesmas Pembantu.
Dari keempat Kabupaten Kota ini yang paling banyak kekurangan Sarana Kesehatan adalah Rokan Hilir, yang kedua Kabupaten Kampar, Kota Dumai dan yang paling sedikit Tingkat Kekurangan Sarana Kesehatan adalah Kota Pekanbaru.
Disamping 4 jenis Sarana Pelayanan Kesehatan ini adalah masyarakat Kabupaten Kota Studi terdapat sarana Pelayanan Kesehatan seperti terlihat dalam table berikut.
Table 2.10. Jumlah Sarana Kesehatan Lainnya
Sumber : Buku Profil Kesehatan 2006
2. Tenaga Kesehatan
Setiap tahun jumlah tenaga Keseahatn di Profinsi Riau terus mengalami peningkatan, misalnya Dokter Spesialis tahun 2001 jumlahnya 155 orang dan tahun 2005 telah menjadi 219
No Fasilitas Kesehatan
Kabupaten/Kota
Pekanbaru Dumai Kampar Rohil
1 Posyandu 559 133 568 327
2 Poliklinik Desa - 8 - 51
3 Balai Pengobatan 192 33 102 18
4 Rumah Bersalin 90 5 35 2
5 Praktek Dokter 654 106 108 37
6 Apotik 176 16 17 3
7 Toko Obat 237 55 134 21
8 GFK 1 1 1 1
9 Perakter Dokter Bersama
5 - - -
orang dan untuk tahun 2006 jumlah Tenaga Kesehatan yang terdiri dari Dokter Spesialis, Dokter Umum, Dokter Gigi, Perawat, dll sebagainya dapat dilihat dari table berikut.
Table 2.11. Jumlah dan Jenis Tenaga Medis di Wilayah Studi tahun 2006
Sumber : Laporan Dinas Kesehatan tahun 2006
Tabel di atas menjelaskan jumlah Tenaga Kesehatan di 4 Kabupaten Kota Studi dimana jumlah terbanyak adalah di Kota Pekanbaru, Kampar, Dumai dan yang paling sedikit adalah di Kabupaten Rokan Hilir.
Dilihat dari ratio tenaga medis dengan jumlah penduduk untuk Kota Pekanbaru pada tahun 2006 adalah Tenaga Medis 100/100.000 penduduk, Perawat dan Bidan 241/100.000 jumlah penduduk, Tenaga Farmasi 30/100.000 penduduk, Sanitasi 4/100.000 penduduk, Kesehatan Masyarakat 6/
100.000 penduduk (Laporan Dana Kesehatan tahun 2006).
Sedangkan Kota Dumai perbandingannya rasio dokter spesialis adalah 9/100.000 penduduk, Dokter Umum 37/
No Tenaga Medis atau Kesehatan
Kabupaten Kota
Jumlah Pekanbaru Dumai Kampar Rohil
1 Dokter Spesialis 142 19 7 13 181
2 Dokter Umum 522 79 65 55 721
3 Dokter Gigi 82 20 29 10 141
4 Tenaga Farmasi 226 47 35 23 331
5 Tenaga Gizi 148 16 19 8 191
6 Perawat 1493 382 485 285 2645
7 Bidan 301 149 188 110 748
8 Kes. Masyarakat 49 18 25 7 99
9 Tenaga Sanitasi 35 10 33 16 94
Jumlah 2998 740 886 527 5151
100.000 penduduk, Dokter Gigi 9/100.000 penduduk, Tenaga Farmasi 24/100.000 penduduk, Perawat 177/100.00 penduduk dan Bidan 69/100.000 penduduk.
Untuk Kabupaten Kampar, ratio Dokter Spesialis, Umum dan Dokter Gigi yang berjumlah 101 orang dengan jumlah penduduk 590.838, maka ratio adalah 17 orang Dokter/100.000 penduduk. Tenaga Bidan 100/100.000 penduduk, Tenaga Medis 158/100.000 penduduk.
Kemudian untuk Kabupaten Rokan Hilir, Ratio Dokter Umum 12/100.000 penduduk, Dokter Spesialis 3/100.000 penduduk, Dokter Gigi 2/100.000 penduduk, Bidan 24/
100.000 penduduk, Perawat 62/100.000 penduduk, Tenaga Gizi 2/100.000 penduduk, Sanitasi 3/100.000 penduduk, Kesehatan Masyarakat 2/100.000 penduduk.***
Bab 3
PENGOBATAN TRADISIONAL
MASYARAKAT PESISIR
Bab 3
PENGOBATAN TRADISIONAL MASYARAKAT PESISIR
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bias ditolak meskipun kadang –kadang bias dicegah atau dihindari.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor–faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor social budaya.
Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli , biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau
dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap -tasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. UU No.
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa:
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.
Sudarti (1987) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang menim – bulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu makan. Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu makan, atau “kantong kering” (tidak punya uang).
Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia
2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).
Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan m akan, dan bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus diminta-kan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit.
Penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam-macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya.
Di Wilayah kajian Masyarakat perdesaan memiliki pengetahuan yang unik tentang sehat dan sakit. Menurut mereka, orang sehat adalah mereka yang tidak terganggu aktivitasnya dengan sakit yang dialami. Sebaliknya, jika ia terganggu dan tidak dapat beraktivitas, maka ia disebut sakit.
Pengetahuan ini menyiratkan bahwa mereka menyikapi hidup dengan sederhana dan tidak manja. Hal ini selaras dengan kebiasaan penduduk Rohil yang suka bekerja keras sebagai Nelayan. Menurut Antropolog Koentjaraningrat dalam bukunya Masyarakat Desa di Indonesia (1984), masyarakat perdesaan di Indonesia memang dikenal memiliki tradisi budaya yang luhur, di mana itu merupakan warisan leluhur mereka.
Pengetahuan masyarakat perdesaan tentang sehat dan sakit ini sendiri juga diperoleh dari ajaran leluhur mereka masa silam. Pasca Islam masuk ke wilayah studi ajaran leluhur ini masih terjaga dan tidak banyak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan antara Islam dan tradisi lokal justru saling mengisi dan menguatkan, dan akibatnya pengetahuan ini masih dipercaya hingga sekarang
Selain pengetahuan dasar tentang sehat dan sakit, leluhur masyarakat perdesaan juga mengajarkan jenis penyakit serta
cara pengobatannya, yaitu dengan menggunakan obat-obatan yang berasal dari alam, seperti Kunyit, ramuan daun-daun dan akar-akar tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar dan hutan Riau. Pengobatan biasanya dilakukan oleh seorang dukun, yaitu seseorang yang dianggap memiliki kelebihan dalam mengobati, dan umumnya keahlian itu juga diperoleh secara turun temurun (UU, Hamidi, 1982).
Pengetahuan masyarakat perdesaan pesisir merupakan salah satu bukti kekayaan tradisi manusia Indonesia.
Koentjaraningrat dalam bukunya Manusia dan Kebudayaan Indonesia (1970) mencatat bahwa tradisinya yang unik dan sakral menjadi salah satu simbol kesahajaan hidup masyarakat perdesaan. Tradisi ini menjadi cara manusia Indonesia beradaptasi dengan kondisi geografis kepulauan Indonesia.
Tradisi juga menjadi media untuk saling bertoleransi antarsesama masyarakat yang berbeda suku, di mana antarsesama manusia dapat saling belajar dan bertukar pengetahuan.
Masyarakat perdesaan di wilayah Pesisir memiliki konsep tentang sehat dan sakit yang sangat sederhana. bahwa mereka memahami jika seseorang masih sanggup melaksanakan kegiatan sehari-hari meskipun dalam keadaan sakit kepala atau flu misalnya, maka orang tersebut dianggap sehat. Sebaliknya, jika seseorang tidak dapat melakukan aktivitas apapun, maka dia dianggap sakit. Singkatnya, seseorang dikatakan sehat jika aktivitas sehari-harinya tidak terganggu oleh sakit yang dialami. Dalam hal ini, tampaknya tubuh mereka sangat peka terhadap penyakit apa saja yang masih dapat disikapi sambil beraktivitas.
Sehubungan dengan penyakit, masyarakat di wilayah pesisir ( seperti Dukun “Katan”) membaginya menjadi dua jenis, yaitu pertama penyakit yang dapat dilihat, seperti luka, patah tulang, atau panu dan kedua yang hanya dapat dirasakan saja, seperti sakit kepala atau perut. Untuk jenis penyakit kedua
ini, mereka juga meyakini bahwa terkadang penyebabnya tak dapat dimengerti oleh akal (gaib), seperti tiba-tiba dalam perut seseorang ditemukan sebuah jarum, benang, atau benda-benda tertentu. Secara umum, masyarakat perdesaan Pesisir meyakini bahwa penyakit-penyakit di atas berasal dari Tuhan. Akan tetapi mereka juga tidak mengesampingkan perilaku makhluk gaib jahat yang dapat menyebabkan penyakit-penyakit tersebut.
Semua penyakit, baik yang datang dari Tuhan maupun tersebab gaib, kecuali mati, mereka yakini pasti ada obatnya.
Hal ini diyakini penduduk Pesisir yang mayoritas memeluk Islam pada perkataan Nabi Muhammad saw, di mana beliau bersabda “tiap penyakit ada obatnya, apabila sese-orang diobati, maka dengan izin Allah ia akan sembuh”(Wawancara dengan ibu Kamsiah Dukun Kampung).
Seseorang yang mengalami sakit umumnya akan dibawa ke dokter atau ke Dukun dan membuatkan obat dari ramu-ramuan tradisional agar sembuh. Adapun bagi mereka yang sakit akibat sesuatu yang gaib, akan dibawa ke dukun. Oleh dukun biasanya mereka akan diberi mantra dan ramuan khusus. Hingga saat ini, meski zaman sudah maju, masyarakat perdesaan di wilayah pesisir masih banyak bergantung pada obat tradisional dan peran dukun.
3.1. Pedukunan di Masyarakat Pesisir
Masyarakat Pesisir terkenal sangat spiritual hidupnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang harus menjalankan kehidupan spiritual tersebut dan orang tersebut biasanya diberi nama “TOK” diantaranya Tok Pawang, Tok Bomo (dukun ).yang fungsinya sangat bermakna dalam kehidupan mereka.
Tok Pawang bagi Orang Melayu Di pesisir adalah seseorang yang mempunyai talenta supranatural yang
difungsikan dalam setiap mobilitas kehidupan Orang Melayu.
Memindahkan hujan, Memindahkan makhluk halus, Meminak ikan dan sebagainya. Dalam Ritual Jamu Laut, Tulak Bala misalnya, pemimpin ritual disebut Tok Pawang,. Kata Dukun sendiri, bagi Orang Melayu sering di tabalkan untuk Dukun Patah (tabib spesialis tulang), Dukun urut/ Tukang Kusuk (pemijat) atau Dukun Beranak (Bidan tradisional).
Di perkampungan yang sudah ada bidan, terkadang dukun beranak tetap difungsikan karena diyakini bahwa dukun beranak mempunyai kemahiran ganda yaitu membantu persalinan dan juga menguasai ilmu ghaib. Diyakini bahwa perempuan yg akan dan sedang menjalani persalinan sering diganggu makhluk gaib. Demikian juga dalam kehidupan Nelayan yang merupakan mata pencaharian utama dipesisir Rokan Hilir, sangat percaya akan kekuatan gaib yang ada di laut bisa mempengaruhi tangkapannya. Orang yang mampu bernegosiasi dengan jembalang laut dan mambang laut (makhluk gaib di laut) adalah Tok Pawang Jamu Laut.Posisi mereka yang sangat dihormati karena kepintaran mereka dalam melakukan hubungan dengan alam gaib dengan mengucapkan berbagai “Mantra’”
Hubungan antara manusia dengan dunia gaib sebagaimana dalam praktek perbuatan religius dan magis, dapat dilaksakan oleh siapa pun namun, jika urusan berkomunikasi dengan dunia gaib itu berkenaan dengan urusan yang penting, orang akan meminta bantuan kepada orang yang di anggap ahli, berwenang,atau professional. Di masyarakat Melayu, orang yang dianggap ahli tersebut disebut Tok Pawang, Tukang Ceritera, Tuan Guru mempunyai arti yang bisa disamakan dengan Tok Bomo ( dukun ).
Mantera dapat di pakai oleh siapa saja. Namun, dalam hal-hal khusus atau luar biasa, pada saat seseorang merasa tidak mampu melakukannya,misalnya karena ‘sesuatu yang menghalangi, maka urusan menggunakan jampi diserahkan
kepada ‘Orang Pintar’ atau Bomoh yang berfungsi sebagai perantara atau seorang yang memilik maksud tertentu atau menderita penyakit dengan dunia gaib. Koentjaraningrat membedakan pemilik mantera profesional sesuai dengan karakteristik tugasnya menjadi tiga yaitu pendeta, dukun, dan syaman. Sementara itu Fischer membedakan pemilik mantra sesuai dengan efek positif dengan efek negatif dari hasil pekerjaannya itu menjadi dua yaitu pawang dan tukang sihir.
Pendeta, dukun, dan syaman ini jika dikorelasikan ke Melayu maka disamakan dengan ‘Tuan Guru’, ‘Tok Pawang’ dan ‘Bomoh’
Mantera memiliki bahasa yang khas, yang dapat disebut sebagai diksi mantra. Misalnya penggunaan dan pemanfaatan potensi bunyi, kata-kata, frase, tipe-tipe kiasan dan simbolisme, masuknya kata-kata tabu atau sacral, serta sejumlah pilihan kata lainnya yang berbeda dan berlainan dari ungkapan verbal di luar mantra. Kekhasan diksi mantra bertolak dan efek khusus yang ingin di capai atau referensi khusus yang ditunjuk.
Mantra menunjuk pada dunia gaib dan ingin mendapatkan efek magis dari dunia itu.
Jika kita berpandangan sempit, mungkin kita akan berfikir bahwa pembahasan ini akan mengembalikan Orang Melayu ke era jahiliah.Namun mantera sebagai karya sastra, merupakan bahan kajian, sebagai salah satu poin pengungkap zaman dimana mantera itu dipergunakan.
Memahami mantra sebagai suatu system yang tersangkut di dalam system yang lebih luas dari kultur manusia, dapat pula dideskripsikan keseluruhan resitasi mantra yang juga melibatkan komponen-komponen lain di luar mantra, sebagaimana tampak dalam praktek upacara magis sebagai satu keutuhan penyajian. Dalam penelitian yang termasuk ke dalam ruang lingkup kajian bahasa dan sastra ini, teori fungsional dalam lapangan kajian antropologi tidak akan diambil secara utuh, tetapi akan dipilih deduai dengan tujuan yang hendak dicapainya.
Berdasarkan gagasan aliran fungsionalisme yang tertera di atas, Jampi atau tuju dapat dianggap sebagai suatu lembaga dari suatu masyarakat tertentu. Jampi atau tuju memiliki bentuk dan teknik tertentu, sementara itu juga memiliki kegunaan dan pemakaian dalam masyarakat. Lebih jauh Jampi dapat dikaji kaitannya dari sudut ekonomi, sosiologi, religi, dan magi. Namun, kajian Jampi dalam penelitian ini tidak akan masuk sejauh itu. “Anyut buluh dari hulu anyutlah dengan ala intan urat – uratnya,anak diayun indung diburu menunggu tunam jadi ubatnya. …” Penggalan jampi tersebut menyiratkan dan mengungkap bahwa disaat itu sudah dipakai jasa sungai untuk menghanyutkan bambu yang diambil dari hulu bersama dengan akar-akarnya, menuju ke hilir. Dalam jampi ini juga mengenalkan kita, jika berburu maka anak binatang buruan tidak turut diburu, namun dirawat dengan baik untuk menjaga ekosistem. Orang Melayu sangat dekat kehidupannya dengan dunia spritual. Ini mungkin di-karenakan selain Islam sebagai agama wajib orang Melayu, Pagan, Hindu dan Buddha pernah mempengaruhi peradaban Melayu. Hampir setiap perguliran kehidupan, tidak terlepas dari ritual atau pun do’a sebagai mantera.Mantra-mantra itu antara lain :
Mantra Mengambil Madu Lebah
“Anyut buluh dari hulu anyutlah dengan ala intan urat – uratnya,
anak diayun indung diburu menunggu tunam jadi ubatnya.
Lama sudah tidak ke ladang, habislah padi alah intan ahoi dililit kangkung
lama sudah pawang tidak di pandang hatiku beramuk sedih yang di jantung.
Rancung rancunglah kaki cendawan jangan terancung sayang ahooooiii.
Sibuku buluh, kalaulah ada kasih di awan bintanglah jangan tumbuh di beri tumbuh.
Kalau gugur gugurpun nangka jangan ditimpa alah intan ahoi si cabang pawoh.
Jikalau tidur tidurlah mata jangan bercintalah pawang yang jauh.
Baik – baiklah memegang kemudi supaya usah telangar karang.
Baik – baiklah memegang kemudi supaya jangan orang di dengar orang”.
Mantra Memanggil Angin
“Angin Barat gelombang barang oiiii, angin memecah di pintu karang.
Sedayangku tinggal dendam melarat kekasihku lahku pergi okurung dendam bekurung habis tunam tujuh pengikat putus disambar si raja wali,
maksud sedangku sudahlah dapat rayalah musim kembali lagi.
Anak cina menjual bawang.
Bawang dijual halia juga.
Sedayangku gagah melewang takut marah kunun pawang sedia.”
Mantera di atas dibaca sambil bersenandung untuk memanggil angin. Ini biasanya digunakan untuk mendatang-kan hujan atau menghalau hujan. Bagi nelayan digunamendatang-kan juga sebagai pedoman arah tangkapan. Tok bomoh atau dukun mengawali terawangannya terhadap ulah bomoh yang lain juga memakai mantera ini.
Mantra Penawar Bisa
“Bismillahirrahmanirrahim, aku tau asal mulamu bisa darah haid siti hawa, surga akan tempatmu, cabut bisamu, naikkan bisa tawarku, kabul do’a pengajar guruku, mustajab kepada aku, menawari bisa…………dikulit jangan si polan.
Tawar Allah tawar Muhammad, tawar baginda Rasullah berkat Lailahaillallah”. Ini adalah mantra tawar bisa digunakan untuk mengobati seseorang yang tersengat bisa atau racun binatang. Seperti : ular, lipan, kalajengking dan binatang buas lainnya. Biasanya digunakan bahan bunga berwarna merah atau pun juga air liur yang diambil dengan telunjuk tangan kanan yang ditampung dengan telapak tangan.
3.2 . Penggunaan Ramuan di Masyarakat Pesisir Dalam hal tumbuhan obat, secara umum masyarakat Pesisir mengenal dua jenis obat Tradisional yaitu obat Biasa dan obat ditawar. Obat Biasa meliputi semua jenis tumbuhan yang memiliki khasiat obat yang digunakan oleh masyarakat awam, tanpa perlu bantuan dari seorang dukun.Misalnya saja, seseorang yang kebetulan terkena parang ketika menebas semak-semak untuk menyiapkan perladangan, mereka mengambil beberapa lembar daun rumput bungo, Daun Keduduk lalu diremas-remas dan airnya perasanya diberikan pada bagian tubuh yang terluka.
Dalam pandangan Masyarakat Pesisir, pengetahuan mengenai Daun obat-obat ini diwariskan dari Nenek Moyang mereka sejak zaman dahulu. Sedangkan obat ditawar adalah jenis tumbuhan yang hanya digunakan oleh para dukun.
Pengetahuan mengenai obat ditawar ini umumnya diwariskan secara turun temurun dalam lingkungan keluarga (garis keturunan) seorang dukun.
Pengetahuan mengenai obat ditawar ini umumnya
diperoleh dengan cara “magang” yaitu dengan membantu dukun senior misalnya dalam menyiapkan berbagai ramuan yang diperlukan dalam suatu prosesi pengobatan. Pada umumnya kaum muda tidak tertarik untuk memperdalam pengetahuan mengenai obat ditawar ini. Tetapi di setiap desa biasanya selalu ada orang-orang muda, khususnya perempuan, yang mendalami pengetahuan mengenai obat ditawar ini. Obat ditawar biasanya digunakan untuk mengatasi kelainan atau gangguan yang diakibatkan oleh kekuatan-kekuatan ghaib.
3.3. Macam-macam dan Kegunaan Obat Tradisional Di bawah ini beberapa obat tradisional berserta kete-rangan kandungan, manfaat, dan catatan penting yang harus diperhatikan dalam mengkonsumsinya.
Sakit Kepala
Resep: Minum rebusan air dari jahe, sereh dan ketumbar.
Fakta: Jahe, sereh dan ketumbar mengandung minyak atsiri yang akan memperlancar peredaran darah juga berfungsi sebagai analgetik untuk mengurangi sakit di kepala.
Fakta: Jahe, sereh dan ketumbar mengandung minyak atsiri yang akan memperlancar peredaran darah juga berfungsi sebagai analgetik untuk mengurangi sakit di kepala.