• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PEMBANGUNAN

KESEHATAN

(2)

Sanksi Pelanggaran Pasal 72

Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

(3)

STRATEGI

PEMBANGUNAN

KESEHATAN

PENERBIT ALAF RIAU PEKANBARU

DR. YOSERIZAL, MS

(4)

STRATEGI

PEMBANGUNAN KESEHATAN

Penulis DR. YOSERIZAL, MS

Editor

ZULKARNAINI, S.Sos, M.Si Sampul

SYAMSUL ANWAR Perwajahan ARNAIN ’99

Cetakan II MEI 2015 Penerbit:

ALAF RIAU

Jl. Pattimura No. 9 Gobah-Pekanbaru Telp. (0761) 7724831 Fax. (0761) 857397

E-mail: arnain_99@yahoo.com

ISBN 978-602-9012-64-4

(5)

Prakata Penulis

Millenium Development Goals (MDGs) adalah sebuah proyek kemanusiaan yang digagas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang disepakati oleh 189 negara, termasuk Indonesia untuk mulai dilaksanakan sejak tahun 2000 sampai 2015.

MDGs merupakan sebuah inisiatif pembangunan yang di- bentuk oleh para perwakilan tidak hanya negara kaya, melainkan juga negara-negara berkembang dan negara-negara miskin dengan menandatangani deklarasi yang disebut sebagai Milenium Declaration.

Milenium Declaration mengandung delapan point yang harus dicapai sebelum tahun 2015. Kedelapan tujuan tersebut, yakni penghapusan kemiskinan (eradicate extreme poverty and hunger), pendidikan untuk semua (achieve universal primary education), persamaan gender (promote gender Equality and empower women), perlawanan terhadap penyakit (Combat HIV-AIDS, malaria and other diseases), penurunan angka kematian anak (reduce child mortality), peningkatan kesehatan ibu (improve maternal health), pelestarian lingkungan hidup (ensure environmental sustainability), dan kerjasama global (Develop A Global Partnership For Development).

Provinsi Riau merupakan salah satu daerah yang komit

(6)

mendukung pencapaian MDGs di Indonesia. Dilihat dari delapan point Milenium Declaration, Riau terkendala dengan permasalahan kesehatan. Identifikasi terhadap permasalahan terebut antara lain adalah terbatasnya sarana dan prasarana kesehatan, rendahnya kualitas gizi balita, perilaku hidup masyarakat yang kurang mejalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), sarana sanitasi yang kurang mendukung, serta terbatasnya tenaga kesehatan yang tersebar tidak merata.

Ke semua hal tersebut ditunjang pula oleh kondisi daerah yang berada secara geografis pada dataran rendah yang berawa menyebabkan kondisi lingkungan hidup masyarakat mem- butuhkan sarana dan prasarana kesehatan yang mampu mendukung PHBS.

Buku ini mencoba merumuskan strategi kebijakan pem- bangunan bidang kesehatan yang seharusnya dilaksanakan guna mendukung pencapaian tujuan pembangunan daerah di Provinsi Riau yang telah ditetapkan dalam kaitannya dengan tujuan Millenium Development Goals (MDG’s). Kerangka berpikirnya berangkat dari analisis program bidang kesehatan yang menjadi prioritas dalam pembangunan kesehatan di Provinsi Riau.

Pada akhirnya harus diakui, bahwa banyak pihak yang ikut terlibat dengan terbitnya buku ini. Kami berharap buku ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Pekanbaru, Mei 2015

Penulis

(7)

Daftar Isi

PRAKATA PENULIS ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 3

BAB 2 PROFIL KESEHATAN DI WILAYAH STUDI . 11 2.1. Visi dan Misi Pembangunan Kesehatan Provinsi Riau ... 11

2.1.1.Visi Pembangunan Kesehatan Provinsi Riau ... 11

2.1.2. Misi Pembangunan Kesehatan Provinsi Riau ... 11

2.2. Kondisi Demografi ... 13

2.2.1. Jumlah Penduduk ... 13

2.2.2. Kepadatan Penduduk ... 14

2.2.3. Pertumbuhan Penduduk ... 15

2.2.4. Pendidikan Penduduk ... 18

2.2.5. Pekerjaan Penduduk ... 19

2.2.6. Usia Perkawinan Pertama (Ukawper) ... 21

2.3. Rencana Strategi Pengembangan Kesehatan ... 22

2.3.1. Renstra Kesehatan Kota Pekanbaru ... 24

2.3.2. Renstra Kesehatan Kebupaten Kampar ... 24

2.3.3. Renstra Pembangunan Kesehatan Rokan Hlir ... 28

2.3.4. Renstra Pembangunan Kesehatan Kota Dumai ... 29

2.4. Sarana dan Prasarana Kesehatan ... 29

BAB 3 PENGOBATAN TRADISIONAL MASYARAKAT PESISIR ... 37

3.1. Pedukunan di Masyarakat Pesisir ... 41

(8)

3.2. Penggunaan Ramuan di Masyarakat Pesisir ... 46

3.3. Macam-macam dan Kegunaan Obat Tradisional ... 47

BAB 4 INDIKATOR PEMBANGUNAN KESEHATAN 53 4.1. Angka Kematian Ibu (MMR) ... 53

4.2. Indikator Kunjungan Ibu Hamil (K4) ... 54

4.3. Indikator Pertolongan Persalinan Ditolong Petugas Kesehatan 58 4.4. Angka Kematian Bayi ... 61

4.5. Angka Kematian Anak Balita ... 64

4.6. Indikator Cakupan Kunjungan Neonatus ... 64

4.7. Indikator Cakupan Kunjungan Bayi ... 65

4.8. Indikator Cakupan Peserta Keluarga Berencana (KB) Aktif 69 4.9. Indikator Desa/Kelurahan yang Universal Child Immunization (UCI) ... 71

4.10. Indikator Cakupan Anak Balita yang Naik Berat Badan (N/D) 72 4.11. Indikator Anak Balita Bawah Garis Merah (BGM) ... 74

4.12. Indikator Anak Balita Mendapat Kapsul Vitamin A 2x/Tahun 76 4.13. Indikator Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Fe ... 80

4.14. Indikator Pemberian Makanan Pendamping (MP) ASI pada Anak Balita Bawah Garis Merah dari Keluarga Miskin. 82 4.15. Indikator Rumah Tangga Sehat ... 84

4.16. Indikator Bayi Mendapat ASI Ekslusif ... 85

4.17. Cakupan Posyandu Purnama ... 89

4.18. Indikator Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar ... 93

4.19. Cakupan Jaminan Pelayanan Kesehatan Keluarga Miskin dan Masyarakat Rentan ... 95

BAB 5 ANALISIS STRATEGI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN ... 101

5.1. Evaluasi Akses Masyarakat terhadap Pelayanan Kesehatan . 101 5.2. Analisis Masalah Kesehatan Lainnya yang Berkaitan dengan Kesehatan Lingkungan, PHBS ... 112

5.3. Strategi Kebijakan Pembangunan Bidang Kesehatan dalam Kaitannya dengan Tujuan Millenium Development Goals (MDGs) 122 BAB 5 PENUTUP ... 131

6.1. Kesimpulan ... 131

6.2. Rekomendasi ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 135

(9)

Bab 1

PENDAHULUAN

(10)
(11)

Salah satu tujuan pembangunan Kesehatan di Provinsi Riau adalah Riau Sehat 2020. Dengan rumusan ini di- maksudkan bahwa pada tahun 2020 kelak masyarakat Riau sudah hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat serta dapat memilih, menjangkau dan me- manfaatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan adil sehingga memiliki derajat kesehatan yang optimal.

Dalam Riau Sehat 2020, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemu- kiman yang sehat, serta perencanaan kawasan yang ber- wawasan kesehatan.

Perilaku masyarakat yang diharapkan pada 2020 adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam ge- rakan kesehatan masyarakat.

Bab 1

PENDAHULUAN

(12)

Indikator kesehatan merupakan salah satu sarana untuk memantau pencapaian Riau Sehat 2020 dan evaluasi tahunan terhadap kinerja kegiatan dalam mencapai Riau Sehat 2020.

Untuk itu, maka kabupaten/kota di Provinsi Riau perlu me- netapkan indikator Sehat dengan mengacu pada Indikator Indonesia Sehat dan Indikator Kinerja Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Indikator Indonesia Sehat terdiri atas:

1. Indikator derajat kesehatan sebagai hasil akhir yang terdiri atas indikator-indikator untuk mortalitas, morbiditas dan status gizi.

2. Indikator hasil antara yang terdiri atas indikator-indikator untuk keadaan lingkungan, perilaku hidup akses dan mutu pelayanan kesehatan.

3. Indikator proses dan masukan yang terdiri atas indikator- indikator untuk pelayanan kesehatan, sumber daya kese- hatan, manajemen kesehatan dan kontribusi sektor terkait.

Indikator kesehatan juga merupakan salah satu ukuran dalam melihat keberhasilan pembangunan suatu negara maupun wilayah. Ukuran kematian ibu melahirkan, kematian bayi, usia harapan hidup penduduk disuatu wilayah merupakan ukuran lazim yang digunakan untuk mengukur tingkat ke- sejahteraan dan keberhasilan pembangunan suatu wilayah, keseluruhan indikator tersebut, secara langsung akan berkaitan pula dengan akses dan mutu pelayanan kesehatan, keadaaan lingkungan serta perilaku masyarakat di bidang kesehatan.

Berdasarkan Undang–Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa pembangunan kesehatan ber- tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemam- puan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diseleng- garakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan,

(13)

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh terpadu dan berkesinambungan.

Kesehatan merupakan masalah sosial yang sifatnya sangat komplek dan memegang peranan strategis dalam peningkatan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM).

Keberhasilan pembangunan di sektor kesehatan dapat diukur dari beberapa indikator antara lain Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Kasar (AKK) dan Usia Harapan Hidup (Eo).

Untuk kondisi Indonesia, Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate = MMR) masih tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate = IMR) mencapai 326 per 1000 bayi lahir. Selain kedua permasalahan tersebut hal lain yang menjadi sangat urgent untuk ditangani adalah masalah kesehatan balita terkait dengan gizi balita, imunisasi balita dan permasalahan kesehatan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan kesehatan, sanitasi dan perilaku hidup bersih masyarakat.

Provinsi Riau merupakan salah satu daerah yang memiliki permasalahan kesehatan yang kompleks. Identifikasi terhadap permasalahan terebut antara lain adalah terbatasnya sarana dan prasarana kesehatan, rendahnya kualitas gizi balita, peri- laku hidup masyarakat yang kurang mejalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), sarana sanitasi yang kurang men- dukung, serta terbatasnya tenaga kesehatan yang tersebar tidak merata. Ke semua hal tersebut ditunjang pula oleh kondisi daerah yang berada secara geografis pada dataran rendah yang berawa (3-5 m dari permukaan air laut) menyebabkan kondisi lingkungan hidup masyarakat membutuhkan sarana dan pra- sarana kesehatan yang mampu mendukung PHBS.

Permasalahan utama yang dihadapi Provinsi Riau dalam bidang kesehatan adalah rendahnya kualitas kesehatan

(14)

penduduk, yang antara lain ditunjukkan dengan tingginya Jumlah Kematian Bayi tahun 2006 mencapai 1.272 kasus, sedangkan Jumlah Kematian Ibu maternal mencapai 179 kasus. Dari bulan Januari sampai Agustus 2007, kasus kematian bayi menurun menjadi 745 kasus, sementara jumlah kematian ibu mencapai 129 kasus (Koran Tribun, 16 Desember, 2007).

Rendah status gizi balita dimana pada Tahun 2006 adalah 2,5 % balita gizi buruk dan 11,5 % balita gizi kurang. Se- lanjutnya yang masih menjadi masalah ialah tingginya angka kejadian penyakit menular setiap tahunnya terus meningkat terutama untuk penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan malaria. Pada tahun 2006 angka kesakitan DBD 732 kasus dengan angka kesakitan 16,3 per 100.000.

Sedangkan untuk malaria sebanyak 22.230 kasus dengan Annual Malaria Incidence (AMI) berkisar 9,32 – 13,92 per 1000 penduduk. Selain itu juga kesejangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu antar Kabupaten/Kota belum memadai, penyediaan sarana kesehatan harus dibarengi dengan akses dan mutu pelayanan kesehatan, hal ini masih menjadi kendala karena secara keseluruhan jumlah tenaga dokter dan para medis masih kurang dan penyebaran komposisi tenaga medis yang tidak optimal. Ini terlihat dari ratio tenaga dokter terhadap 100.000 penduduk 21,17 berarti 1 dokter melayani 4,724 penduduk, dan mutu tenaga kesehatan serta penataan manajemen kesehatan masih harus dibenahi.

Melihat beberapa permasalahan yang sangat strategis tersebut, Pemerintah Provinsi Riau telah melaksanakan program pembangunan kesehatan secara berkesinambungan melalui program Kemiskinan, Kebodohan dan Infrastruktur (K2I). Salah satu dari program tersebut adalah peningkatan sumber daya manusia, namun hasil yang diharapkan dari pengelolaan program tersebut masih belum tercapai. Hal ini dapat dilihat dari beberapa program pembangunan kesehatan

(15)

yang dilaksanakan belum mencapai sasaran dan belum menjawab permasalahan kesehatan secara komprehensif. Oleh karena itu, kajian terhadap MMR (Angka Kematian Ibu Mela- hirkan), Angka Kematian Bayi (IMR), dan indikator-indikator derajat kesehatan di Provinsi Riau sangat perlu untuk dilakukan.

Secara garis besarnya kajian ini mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Mengukur Angka Kematian Ibu-AKI (Matenal Mortality Rate = MMR), Angka Kematian Bayi-AKB (Infant Mortality Rate = IMR) Angka Kematian Balita–AKABA, Angka Keku- rangan Gizi Balita, angka kematian kasar (AKK) dan usia harapan hidup (Eo).

2. Mengukur tingkat keberhasilan/pencapaian imunisasi balita. Imunisasi yang disediakan oleh pemerintah adalah dimaksudkan untuk mencegah anak-anak dari resiko kesakitan, yang disebabkan oleh berbagai penyakit utama.

3. Mengukur keluhan kesakitan/kesehatan, morbiditas dan rata-rata lama sakit masyarakat.

4. Mengevaluasi sistem pelayanan kesehatan yang terkait dengan program GOBI (Growth Monitoring, Oral Rehidration Theraphy, Breastfeeding Promotion dan Immunization), yaitu empat pelayanan setiap bulan yang disepakati antara kader dengan dokter atau tenaga medis lainnya di setiap Puskesmas.

5. Mengukur partisipasi dan permasalahan program keluarga berencana. Keluarga berencana merupakan pelayanan kepada target group agar dapat mengendalikan angka kelahiran secara terencana, dan pada gilirannya akan dapat menurunkan angka kelahiran dan kematian.

6. Mengevaluasi akses masyarakat terhadap layanan kese- hatan. Akses layanan kesehatan didefinisikan sebagai ada atau tidaknya masyarakat memperoleh layanan kesehatan dari pemerintah.

7. Menganalisis masalah kesehatan lainnya yang berkaitan

(16)

dengan lingkungan kesehatan, sanitasi dan perilaku hidup bersih masyarakat.

8. Menganalisis program bidang kesehatan yang menjadi prioritas dalam pembangunan kesehatan di Propinsi Riau.

9. Merumuskan strategi kebijakan pembangunan bidang kesehatan yang seharusnya dilaksanakan guna mendukung pencapaian tujuan pembangunan daerah yang telah di- tetapkan dalam kaitannya dengan tujuan Millenium Development Goals (MDG’s).***

(17)

Bab 2

PROFIL KESEHATAN

WILAYAH KAJIAN

(18)
(19)

Bab 2

PROFIL KESEHATAN WILAYAH KAJIAN

2.1. Visi dan Misi Pembangunan Kesehatan Provinsi Riau 2.1.1.Visi Pembangunan Kesehatan Provinsi Riau

Visi pembangunan kesehatan Provinsi Riau adalah “Riau Sehat 2008” visi tersebut merupakan penyesuaian dari revisi Renstra Tahun 2001-2005. Visi tersebut merupakan arah pem- bangunan bidang kesehatan.

2.1.2. Misi Pembangunan Kesehatan Provinsi Riau Misi pembangunan kesehatan Provinsi Riau adalah sebagai berikut:

1. Menggerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan Berbagai sektor pembangunan harus memasukkan pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pemba- ngunannya. Program pembangunan yang tidak berkontribusi positif terhadap kesehatan atau berdampak negatif terhadap kesehatan seyogyanya tidak diselenggarakan. Mengupayakan

(20)

agar semua kebijakan pembangunan yang sedang dan akan diselenggarakan harus berwawasan kesehatan, juga diharap- kan setiap sektor minimal mempunyai kontribusi positif ter- hadap pembentukan lingkungan dan perilaku sehat. Sedangkan pembangunan kesehatan harus dapat mendorong pemeli- haraan dan peningkatan kesehatan, terutama melalui upaya promotif-preventif yang didukung upaya kuratif-rehabilitatif.

2. Memelihara dan Meningkatkan Pelayanan Kesehatan yang Bermutu, Merata dan Terjangkau

Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah men- jamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat, melalui salah satu upaya mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat yang merupakan hal penting guna mendapatkan tanggung jawab bersama. Tanpa perilaku proaktif individu dan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan, maka derajat kesehatan tidak akan tercapai secara optimal walaupun upaya maksimal dari Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak semata-mata berada ditangan Pemerintah Daerah, tetapi juga mengikut sertakan peran serta aktif masyarakat dan swasta dalam rangka menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat.

Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan berupaya untuk melakukan redefinisi peranan Pemerintah Daerah dalam bidang kesehatan melalui regulasi standarisasi, dan evaluasi pelayanan kesehatan yang berlangsung, guna menjamin terlaksananya program Public Goods kepada masyarakat umum serta pelayanan esensial untuk penduduk miskin. Sektor kesehatan mempunyai salah satu tanggung jawab untuk menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat, yang perlu dilakukan bukan hanya oleh pemerintah tetapi didukung oleh masyarakat dan swasta.

(21)

3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia Bidang Kesehatan Pembangunan kesehatan memerlukan peningkatan sumber daya manusia bidang kesehatan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya serta pendayagunaannya yang disertai dengan pengembangan tenaga kesehatan tersebut. Tanpa tenaga yang profesional dan tepat di bidangnya masing-masing maka pembangunan kesehatan sulit diharapkan untuk berhasil. Oleh karena itu, upaya peningkatan sumber daya manusia bidang kesehatan perlu mendapat perhatian. Profe- sionalisme sesuai bidang tugas masing-masing perlu ditingkat- kan untuk menerapkan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak luput dari nilai-nilai moral dan etika.

Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara merata dan murah. Dengan tujuan tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik, yang pada gilirannya memperoleh kehidupan yang sehat dan produktif.

Dalam menggambarkan profil kesehatan lokasi studi akan di jabarkan kondisi Kependudukan, Sarana dan Prasarana Ke- sehatan Program Kesehatan serta indikator kesehatan lainnya.

2.2 Kondisi Demografi 2.2.1 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Propinsi Riau sampai dengan bulan Juli 2006 adalah sebanyak 4.762.953 jiwa yang terdiri dari 2.437.496 (51,00 %) penduduk laki-laki dan 2.325.457 (49,00

%) penduduk perempuan. Dan jumlah ini terus menujukkan peningkat an setiap tahunnya.

(22)

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Provinsi Riau berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2006

Sumber: Dinas Transmigrasi dan Kependudukan Propinsi Riau, 2006

Dari 11 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau, maka kabupaten yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Pekanbaru, yang paling sedikit peyebarannya adalah di Kota Dumai yaitu sebanyak 4,32 persen dari jumlah penduduk Riau.

2.2.2. Kepadatan Penduduk

Luas Provinsi Riau adalah 86.461,91 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 4.762.953 jiwa. Yang berarti setiap Km2 ditempati oleh 55 penduduk. Rincian kepadatan kabupaten/

kota adalah terurai dalam tabel berikut.

No Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah Penyebarannya

1 Kuansing 134.112 128.954 263.066 5,52

2 Inhu 191.801 177.826 369.627 7,76

3 Inhil 327.516 314.958 642.474 13,49

4 Pelalawan 120.590 119.445 240.035 5,04

5 Siak 160.391 149.982 310.373 6,52

6 Kampar 295.527 295.311 590.838 12,40

7 Rohul 138.082 127.604 265.686 5,58

8 Bengkalis 337.733 321.164 658.897 13,83

9 Rohil 259.030 234.871 493.901 10,37

10 Pekanbaru 365.903 256.390 772.293 15,16

11 Dumai 106.811 98.952 205.763 4,32

Jumlah 2.437.496 2.325.457 4.762.953 100,00

(23)

Tabel 2.2. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk Provinsi Riau menurut Kabupaten Kota tahun 2006

Sumber: BPS dan Dinas Kependudukan 2007

Tabel di atas menjelaskan bahwa dari 11 Kabupaten Tingkat Kepadatan yang tertinggi adalah Kota Dumai yang mencapai 460 jiwa/Km2 dan yang terjarang adalah Kabupaten Pelalawan dengan 20 jiwa/Km2

2.2.3 Pertumbuhan Penduduk

Penduduk Provinsi Riau menurut hasil Sensus Penduduk tahun 2006 Riau menempati urutan ke-4 bila dibandingkan dengan 8 Propinsi yang ada di Sumatera. Dengan luas daratan 86.461,91 Km2 hasil SP 2000 menujukkan banyaknya penduduk Riau tercatat 3.755 juta jiwa dengan laju pertumbuhan per- tahun 1990 sampai tahun 2000 relatif tinggi yaitu 3,8 persen.

Selain itu masalah tingginya angka laju pertumbuhan

No Kota-kota Luas (Km2)

Persentase Penduduk

Jumlah Penduduk

Kepadatan (Km2)

1 Kuansing 7.656,03 5,52 263.066 34,36

2 INHU 8.148,26 7,76 369.627 45,36

3 INHIL 11.605,97 13,49 642.474 55,36

4 Pelalawan 11.987,90 5,04 240.035 20,02

5 Siak 8.423,08 6,52 310.373 36,45

6 Kampar 9.756,74 12,40 590.838 60,56

7 Rohul 6.163,68 5,58 265.686 43,11

8 Bengkalis 11.614,79 13,83 658.897 56,73

9 Rohil 8.881,59 10,37 493.901 55,61

10 Pekanbaru 1.727,38 15,16 722.293 418,14

11 Dumai 446,50 4,52 205.763 460,83

Jumlah 86.411,92 100,00 4.762.953 55,1

(24)

penduduk yang disebabkan oleh migrasi, Provinsi Riau juga menghadapi berbagai masalah kependudukan lainnya seperti tidak meratanya penyebaran penduduk, masih tingginya angka kemiskinan, kualitas Sumber Daya Manusia yang relatif rendah dan masih besarnya angka pengangguran serta masalah ke- pendudukan lain.

Jumlah Penduduk Provinsi Riau, sampai pada bulan Juli tahun 2006, sebanyak 4.762.953 jiwa tang terdiri dari 2.437.496 (51,00 %) laki-laki dan 2.325.457 (49,00 %) perempuan.

Jumlah ini selalu menunjukkan angka peningkatan dari tahun ke tahun, tahun 2001 jumlah Penduduk Propinsi Riau (tanpa Provinsi Kepulauan Riau) sebanyak 3.840.980 jiwa, tahun 2002 sebanyak 4.125.295 jiwa, tahun 2003 sebanyak 4.413.432 jiwa dan tahun 2004 sebanyak 4.491.393, tahun 2005 sebanyak 4.614.930 jiwa, Sedangkan jumlah Penduduk Provinsi Riau pada tahun 2006 sebanyak 4.762.953.

Dari tahun ketahun kecenderungan penduduk Provinsi Riau selalu mengalami peningkatan pada masing-masing kabupaten/kota. Untuk melihat perbandingan jumlah pendudk masing-masing kabupaten/kota dari tahun 2003 – 2006 dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

(25)

Tabel 2.3. Jumlah Penduduk Provinsi Riau Menurut Kabupaten/

Kota Tahun 2003 – 2006

Sumber: Dinas Transmigrasi dan Kependudukan Propinsi Riau, 2006 Dilihat dari empat kabupaten/kota yang dijadikan lokasi studi maka jumlah Penduduk ke empat kabupaten/kota adalah 2.012.795 jiwa. Dan kalau diperhatikan lebih lanjut kelompok umur penduduk di 4 kabupaten/kota yang dijadikan lokasi studi sebagaimana terlihat dalam tabel berikut.

No Kabupaten/Kota 2003 2004 2005 2006 1 Kuiansing 240.582 241.766 245.245 263.066

2 Inhu 282.569 284.302 290.643 369.627

3 Inhil 626.229 628.500 639.330 642.474

4 Pelalawan 208.013 215.281 238.650 240.035

5 Siak 273.278 279.457 288.750 310.373

6 Kampar 527.736 530.931 534.050 590.838

7 Rohul 327.917 328.306 331.881 265.686

8 Bengkalis 632.637 649.805 686.972 658.897

9 Rohil 421.281 425.204 429.215 493.901

10 Pekanbaru 666.902 693.912 707.120 772.293

11 Dumai 206.288 213.929 223.074 205.763

Jumlah 4.413.432 4.491.393 4.614.930 4.762.953

(26)

Tabel 2.4. Jumlah Penduduk Wilayah Studi Menurut Kelompok Umur Tahun 2006

Sumber: Statistik Kesejahteraan Rakyat tahun 2006

Melihat tabel di atas yang menggambarkan jumah Pen- duduk menurut Kelompok umur dimana Penduduk yang ter- banyak adalah kelompok umur Produktif yakni yang berumur 15 – 55 tahun.

2.2.4 Pendidikan Penduduk

Dari empat kabupaten/kota yang dijadikan lokasi studi maka Kabupaten Rokan Hilir yang paling banyak jumlah

No Umur (Tahun)

Kabupaten Kota Studi

Pekanbaru Dumai Kampar Rohil

1 0 – 4 78.308 23.619 54.198 43.572

2 5 - 9 73.912 25.308 66.932 59.440

3 10 – 14 58.918 21.252 66.570 51.710

4 15 – 19 71.730 23.626 52.444 40.247

5 20 – 24 84.218 24.293 48.914 38.013

6 25 – 39 77.918 24.621 38.938 45.301

7 30 – 34 64.848 18.716 39.232 32.695

8 35 - 39 55.368 15.603 43.226 35.348

9 40 – 44 40.678 13.149 38.986 24.867

10 45 – 49 33.994 9.688 26.478 22.662

11 50 – 54 23.476 8.009 19.562 14.128

12 55 – 59 15.384 5.060 9.832 5.990

13 60 keatas 28.368 10.130 26.736 15.242

Jumlah 707.120 22.074 534.050 429.215

(27)

penduduk yang tidak memiliki Ijazah Sekolah Dasar, hal ini terlihat dalam tabel berikut.

Tabel 2.5. Persentase Penduduk Wilayah Studi yang Berumur 10 Tahun Keatas Menurut Ijazah Tertingi yang Dimiliki Tahun 2005

Sumber: Statistik Kesejahteraan Rakyat tahun 2006

Tabel diatas menjelaskan dari empat Kabupaten Kota studi Kabupaten Rokan Hilir paling tinggi mempunyai penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar, yakni berjumlah 27,43 persen.

Dan yang paling rendah adalah Kota Pekanbaru yakni 11,58 persen. Sebaliknya, untuk yang berpendidikan tinggi yang paling banyak dijumpai di Kota Pekanbaru dan yang paling sedikit di Kabupaten Rohil.

2.2.5 Pekerjaan Penduduk

Melihat komposisi umur penduduk di empat kabupaten/

kota yang dijadikan lokasi studi, maka jumlah angkatan kerja

No

Ijazah Tertinggi yang

dimiliki

Kabupaten Kota

Jumlah Pekanbaru Dumai Kampar Rohil

1 Tidak berijazah 11,58 14,89 20,90 27,43 18,70

2 SD – MI 19,25 28,08 32,36 45,81 31,38

3 SLTP 20,00 21,93 22,06 20,74 21,18

4 SLTA 29,03 23,59 16,61 5,56 18,70

5 SMK 8,60 6,67 2,84 0,19 4,58

6 Diploma I dan II 1,33 1,21 1,04 - 0,90

7 Diploma III 2,87 1,16 1,18 0,07 2,04

8 S1, S2, S3 7,34 2,47 2,21 0,20 3,06

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

(28)

terbanyak adalah di Kota Pekanbaru dimana 53,53 persen penduduk di Kota ini adalah angkatan kerja yang sudah me- miliki pekerjaan, hal ini terlihat dalah tabel berikut.

Tabel 2.6. Persentase Penduduk Wilayah Studi yang Berumur 10 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Selama Seminggu Lalu Tahun 2005

Sumber : BPS tahun 2006

Tabel di atas menjelaskan tingkat pengangguran tinggi adalah di Kota Dumai dimana 10,13 persen dari penduduk yang tergolong Angkatan Kerja adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan dan yang terendah di Kabupaten Kampar.

Dan kalau dilihat menurut jenis kelamin, dalam hal ini adalah wanita. Jumlah wanita bekerja yang tertinggi adalah di Kota Pekanbaru yang persentasenya 28,61 persen dan yang terendah di Kota Dumai. Sedangkan jumlah persentase wanita yang mengurus Rumah Tangga tertingi adalah di Kabupaten Rokan Hilir yang mencapai angka 56,99 persen. Sedangkan Kota Pekanbaru 41,65 persen, Dumai 49,14 persen dan Kampar 44,49 persen.

Sedangkan jenis pekerjaan dan angkatan kerja terbanyak berbeda untuk masing-masing Kabupaten Kota studi. Hal ini terlihat dalam tabel berikut.

No Kab/Kota

Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja

Jumlah Bekerja Mencari

Kerja Sekolah Mangurus

RT Lainnya

1 Pekanbaru 46,29 7,25 21,30 20,64 4,53 100

2 Dumai 40,68 10,13 20,43 23,88 4,89 100

3 Kampar 41,12 6,75 25,89 22,40 3,75 100

4 Rohil 41,01 8,09 21,38 26,57 2,96 100

Jumlah 42,28 8,06 22,25 23,37 4,03 100

(29)

Tabel 3.7. Persentase Penduduk Wilayah Studi Menurut Jenis Lapangan Usaha Tahun 2005

-

Untuk Kota Pekanbaru sektor usaha yang paling banyak menjadi peluang kerja bagi penduduk adalah sektor Perdagangan 28,03 persen, Konstruksi 22,31 persen dan Jasa 19,59 persen Untuk kota Dumai dijumpai hal yang sama.

Perdagangan 16,01 persen, Konstruksi 21,91 persen, Angkutan 18,69 persen dan Jasa 12,07 persen. Dan untuk Kabupaten Kampar sektor yang dominan sebagai lapangan pekerjaan adalah Pertanian 59,81 persen dan sektor Jasa 14,55 persen.

Sedangkan Kabupaten Rohil adalah Pertanian 81,87 persen.

2.2.6. Usia Perkawinan Pertama (Ukawper)

Data Statistik tentang Usia Perkawinan Pertama pada penduduk yang berumur 25 tahun ke atas yang terbanyak

No Lapangan Usaha

Kabupaten Kota

Pekanbaru Dumai Kampar Rohil

1 Pertanian 4,75 17,13 59,81 81,87

2 Pertambangan dan Penggalian

3,27 4,35 1,68 -

3 Industri 6,88 7,44 3,30 0,84

4 Minyak, Gas dan Air

0,99 0,84 0,38 -

5 Konstruksi 22,31 21,91 6,86 3,88

6 Perdagangan 28,03 16,01 8,00 7,63

7 Angkutan dan Komunikasi

9,47 18,69 4,60 3,88

8 Kerajinan 4,56 1,56 0,73 -

9 Jasa 19,59 12,07 14,55 1,91

10 Lainnya 0,16 - 0,10 -

(30)

terdapat di Kota Pekanbaru yakni 18,74 persen, hal ini terlihat dalam tabel berikut.

Tabel 3.8. Persentase Penduduk Wilayah Studi Menurut Usia Perkawinan Pertama Tahun 2005

Sumber : BPS 2006

Tabel di atas menjelaskan Usia Perkawinan Pertama Wanita di Lokasi Studi lebih dari 50 persen pada penduduk wanita yang berada pada kelompok umur 19 – 24 tahun. Usia perkawinan muda di bawah usia 19 tahun masih banyak terjadi, dimana persentase terbesar terdapat di Kabupaten Kampar yakni mencapai 36,4 persen.

2.3. Rencana Strategi Pengembangan Kesehatan Pembangunan kesehatan secara terencana dan berkesinambungan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1969.

yang secara nyata telah berhasil mengembangkan Sumber Daya Kesehatan dan upaya Kesehatan yang berdampak pada Peningkatan Derajat Kesehatan masyarakat. Namun, kalau dibandingkan dengan negara-negara Asia, Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia masih jauh tertinggal. Misalnya saja angka kematian bayi. Angka kematian Ibu melahirkan masih saja tinggi. Hal ini dikarenakan masih dijumpai sebahagian

No Kabupaten/Kota

Usia Kawin Pertama

Jumlah

< 15 16 17-18 19-24 25 +

1 Pekanbaru 2,69 4,14 14,48 59,95 18,74 100%

2 Dumai 4,82 3,36 18,28 55,93 17,60 100%

3 Kampar 4,04 9,56 22,99 50,09 13,31 100%

4 Rohil 4,03 4,45 18,59 60,11 12,82 100%

Jumlah 3,90 5,38 18,57 56,52 15,62 100%

(31)

besar masyarakat Indonesia belum mendapatkan Pelayanan Kesehatan yang memadai.

Sejak diberlakukannya desentralisasi beberapa Peraturan Perundang-undangan di bidang Kesehatan sebagai tindak lanjut Undang-undang No 25 tahun 1999 dan diperbaiki dengan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Permerintahan Daerah dan Undang-undang NO 25 tahun 1999 tentang Perkembangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Maka terus disusun Peraturan Perundangan Kesehatan antara lain Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 574/MENKES/SK/IV/2000 tentang “Kebijakan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia sehat 2010”

Untuk mencapai Tujuan Pembangunan Kesehatan Indonesia tersebut maka Pelaksanaan di tingkat Kabupaten Kota di Wilayah Studi dapat dilihat Rencana di Kabupaten Kota itu.

Kalau dilihat Laporan dan Data Rencana kedepan dari Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Kota yang ada di Propinsi Riau termasuk Kabupaten/Kota yang dijadikan Lokasi studi secara umum bertujuan untuk meningkatkan drajat kesehatan masyarakat yang dapat dilihat dari Visi Misi dan pencapaian Visi dan Misi tersebut

Visi Kesehatan yaitu gambaran umum yang akan dicapai oleh Kabupaten Kota. Misal Visi Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Kampar “Kabupaten Kampar Sehat Tahun 2009”

demikian visi Kabupaten Rokan Hilir dalam pembangunan Kesehatan tahun 2010 yaitu “Rokan Hilir Sehat 2010” dan dengan rumusan ini tahun 2010 Masyarakat Rokan Hilir hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat serta dapat memilih, menjangkau dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan adil sehingga memiliki derajat kesehatan yang optimal dan visi, misi serta strategi kesehatan masing-masing Kabupaten Kota adalah sebagai berikut.

(32)

2.3.1. Renstra Kesehatan Kota Pekanbaru

Rencana strategis kota Pekanbaru 2007 -2010 mempunyai Visi “Terwujudnya Pekanbaru Sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa, Pendidikan serta Pusat Kebudayaan Melayu, menuju Masyarakat Sejahtera yang Berlandaskan Iman dan Taqwa” maka Dinas Kesehatan kota Pekanbaru juga mempunyai Visi sebagai berikut:

“Terwujudnya Derajat Kesehatan Yang Tinggi Bagi Masyarakat Pekanbaru”.

Visi ini dapat dicapai melalui tiga misi yaitu :

1. Meningkatkan pemahaman, kemauan dan kemampuan masyarakat tentang lingkungan sehat.

2. Meningkatkan pemahaman, kemauan dan kemampuan masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat

3. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, terjangkau dan merata.

Untuk melaksanakan tiga misi yang telah ditetapkan tersebut dilaksanakan kerja sama dengan sektor lain yang terkait meliputi:

1. Keluarga Berencana 2. BPS Kota Pekanbaru

3. Rumah Sakit Swasta maupun Pemerintah

2.3.2. Renstra Kesehatan Kebupaten Kampar

Pembangunan kesehatan di Kabupaten Kampar yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dilakukan dengan mengacu kepada dokumen perencanaan yang dimiliki. Untuk tahun 2006 masih mengacu kepada dokumen renstra Dinas Kesehatan tahun 2004 – 2009 yang akan diuraikan dalam bab ini. Walaupun

(33)

dalam penyusunan profil kesehatan 2006 ini sedang disusun pula dokumen renstra Dinas Kesehatan tahun 2007–2011 karena tuntutan adanya peralihan kepemimpinan Kepala Daerah atau Bupati di Kabupaten Kampar.

Visi, Misi Dan Strategi Pembanguan Kesehatan.

Visi, misi dan strategi pembangunan kesehatan tahun 2006 di Kabupaten Kampar yang dijabarkan oleh Dinas Kesehatan sebagai pelaksana pemerintah Kebupaten Kampar dalam bidang kesehatan pada dasarnya mendukung Visi, Misi dan Strategi Pembangunan Pemerintah Propinsi Riau.

Visi

Gambaran Kabupaten Kampar masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan Kesehatan adalah masyarakat yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam llingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh pelosok Kabupaten Kampar.

Gambaran masyarakat Kebupaten Kampar dimasa depan tersebut merupakan VISI Pembangunan Kesehatan Kabupaten Kampar, yaitu :

“ Kabupaten Kampar Sehat Tahun 2009”

Dinas kesehatan Kabupaten Kampar menyadari bahwa kedepan dengan pernyataan visi tersebut, diperlukan langkah yang strategi, antisipatif dan inovatif untuk mewujudkan nya.

Visi tersebut juga menunjukkan suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan oleh Pemerintah Daerah dalam bidang kesehatan.

(34)

Misi

Untuk mewujudkan Visi Kabupaten Kampar Sehat Tahun 2009 ditetapkan 4 (empat) Misi Pembangunan Kesehatan sebagai berikut:

1. Memelihara dan meningkatkan Pelayanan Kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak semata-mata berada ditangan pemerintah, melainkan mengikutsertakan sebesar-besarnya peran serta aktif segenap anggota masyarakat dan berbagai potensi swasta.

2. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat

Misi ini mengandung makna bahwa tugas utama sektor kesehatan adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan segenap warganya. Untuk terselenggaranya tugas ini penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah yang bersifat promotidf dan preventif yang didukung oleh upaya kuratif dan atau rehabilitatif.

3. Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk Hidup Sehat

Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan pemerintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan.

4. Menggerakkan Pembangunan Berwawasan Kesehatan Kerberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi

(35)

sangat dipengaruhi oleh hasil kerja keras serta kontribusi positif dari berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk itu perlu diupayakan masuknya wawasan kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan di Kabupaten Kampar.

Strategi

Untuk terlaksananya Misi sebagaimana yang disebut diatas, maka Strategi Pembangunan Kesehatan Kabupaten Kampar tahun 2006 adalah :

1. Profesionalitas

Untuk terselenggaranya pelayanan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, perlu didukung oleh tenaga kesehatan yang terampil dan dapat menyerap berbagai kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran, yang dibarengi pula dengan penerapan nilai-nilai moral dan etika profesi yang tinggi.

Untuk mewujudkan tenaga kesehatan yang profesional dan handal, dilaksanakan penentuan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasarkan kompetensi, akreditas dan legislasi tenaga kesehatan serta kegiatan peningkatan kualitas lainnya.

2. Peningkatan Sarana dan Prasarana Kesehatan Tenaga kesehatan yang profesional tidak akan bisa berbuat banyak jika tidak ditujang oleh sarana dan prasarana yang memadai baik dari jumlah maupun mutunya. Untuk itu sangat perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan mutu dan umlah sarana dan prasarana pelayanan kesehatan tersebut, sehingga seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Kampar baik yang berdomisili di Bangkinang maupun yang tinggal di pelosok-pelosok desa mendapat pelayanan kesehatan yang bermutu dalam waktu yang relatif singkat

(36)

3. Peningkatan Kebijaksanaan dan Managemen Pembangunan Kesehatan

Kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan perlu makin ditingkatkan terutama melaui strategi kerja sama antar sektor kesehatan dengan sektor lain yang terkait, dan antara berbagai program kesehatan serta antara pelaku dalam pembangunan kesehatan itu sendiri

Manajemen upaya yang terdiri dari perencanaan, pergerakan pelaksanaan, pengendalian dan penilaian di selenggarakan secara sistematis disemua tingkat administrasi, untuk menjamin upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh. Untuk itu perlu didukung oleh sistem informasi yang handal guna menghasilkan pengambilan keputusan yang benar dan cara kerja yang efektif dan efisien.

4. Pembangunan Berwawasan Kesehatan

Semua kebijaksanaan pembangunan dalam Kabupaten Kampar yang sedang atau yang akan dilaksanakan, harus berwawasan kesehatan. Artinya program pembangunan Kabupaten Kampar tersebut harus memberikan kontribusi yang positif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap dua hal, pertama terhadap pembangunan lingkungan yang sehat, dan kedua terhadap pebentukan perilaku sehat.

2.3.3. Renstra Pembangunan Kesehatan Rokan Hlir Visi Pembangunan Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir adalah Rokan Hilir Sehat 2010. dengan rumusan ini dimaksudkan bahwa tahun 2010 kelak Masyarakat Rokan Hilir sudah hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat serta dapat memilih, menjangkau dan memanfaatkan kesehatan yang bermutu, merata dan adil sehingga memiliki derajat kesehatan yang oiptimal.

(37)

Dalam Rokan Hilir Sehat 2010, Lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, serta penerimaan kawasan yang berwawasan kesehatan.

Perilaku masyarakat yang diharapkan pada 2010 adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.

Selanjutnya, kemampuan masyarakat yang diharapkan pada masa depan adalah yang mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Pelayanan kesehatan bermutu adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan pemakai jasa pelayanan serta standar dan etika pelayanan profesi.

2.3.4. Renstra Pembangunan Kesehatan Kota Dumai Departeman Kesehatan telah merencanakan Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan sebagai Strategi Pembangunan Nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Seiring dengan gerakan tersebut, Dinas Kesehatan Kota Dumai sebagai pelaksana sebagian tugas pemerintah dalam bidang kesehatan telah merencanakan dan melaksana kan berbagai program/kegiatan untuk dapat mencapai Visi Pembangunan Kesehatan Kota Dumai yaitu Masyarakat Dumai yang Sehat, Kreatif dan Produktif dalam Lingkungan dan Perilaku Sehat.

2.4. Sarana dan Prasarana Kesehatan

Tujuan pembangunan bidang kesehatan agar semua

(38)

lapisan masyarakat memperolah pelayan kesehatan secara mudah dan melalui upaya ini diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik yang pada akhirnya akan tercapai. Tujuan Pembangun Kesehatan Nasional yaitu Indonesia sehat tahun 2010. berbagai upaya untuk me- ningkatkan derajat kesehatan telah banyak dilakukan oleh pemerintah diantaranya membuka penyuluhan agar semua lapisan masyarakat berperilaku hidup sehat. Penyediaan berbagai fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Pos Obat Desa, Pondok Bersalin, Penyediaan Air bersih dan sebagainya.

Untuk mengetahui usaha-usaha tersebut diatas dalam studi perlu ditampilkan kondisi sarana dan prasara kesehatan sebagai berikut:

1. Jumlah Rumah Sakit

Jumlah Rumah Sakit di Propinsi Riau sampai dengan tahun 2006 adalah sebanyak 34 unit, Puskesmas 165 unit, dan Puskesmas Pembantu 742 unit, serta 138 unit Puskesmas Keliling. Di Empat Kabupaten/Kota jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas itu dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 2.9. Jumlah Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling tahun 2006

Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Studi tahun 2006

No Kabupaten/Kota Rumah

Sakit Puskesmas Puskesmas Pembantu

Puskesmas Keliling

1 Pekanbaru 14 15 35 17

2 Dumai 3 7 13 10

3 Kampar 4 21 138 25

4 Rokan Hilir 3 10 58 10

Jumlah 24 53 244 62

(39)

Tabel di atas menjelaskan di Kota Pekanbaru terdapat 14 unit Rumah Sakit, Puskesmas 15 unit, 35 unit Puskesmas Pembantu dan 17 unit Puskesmas Keliling. Untuk tahun 2006 jumlah Kunjungan Rawat Jalan Pada Puskesmas sebanyak 492.941 orang. Dan Rawat Inap pada Puskesmas sebanyak 157 orang. Sedangkan kunjungan Rumah Sakit Rawat Jalan sebanyak 352.883 orang dan Rawat Inap sebanyak 290.272.

Untuk Kota Dumai terdapat 3 Rumah Sakit yaitu 1 Rumah Sakit tipe C dan 2 tipe D. Jumlah Rumah sakit ini mempunyai makna untuk Kota Dumai pada tahun 2006 setiap 71.916 orang penduduk dilayani oleh 1 Rumah Sakit. Sedangkan untuk Puskesmas dimana 30.821 jiwa pendudk Kota Dumai dilayani 1 Puskesmas. Demikian juga 16.596 jiwa penduduk dilayani oleh 1 Puskesmas Pembantu.

Menurut ukuran seharusnya 1 unit Puskesmas harus melayani maksimal 25.000 Penduduk. Dengan melihat kondisi di Kota Dumai yang secara rata-rata setiap Puskesmas melayani sebanyak 30.000 lebih penduduk maka seharusnya di Kota Dumai terdapat 9 Puskesmas, hal ini berarti di Kota Dumai terdapat kekurangan sebanyak 2 Puskesmas.

Untuk Kabupaten Kampar pada tahun 2006 terdapat 4 unit Rumah Sakit dengan jumlah Puskesmas 21 unit, Puskesmas Pembantu sebanyak 138 unit. Dalam kaitannya dengan jumlah penduduk di Kabupaten Kampar terdapat kekurangan sebanyak empat unit Puskesmas serta 15 unit Puskesmas Pembantu. Sebab, seharusnya setiap Puskesmas Pembantu harus melayani 3.000 (tiga ribu) Penduduk.

Kemudian untuk Kabupaten Rokan Hilir terdapat 1 Rumah Sakit, yang berarti untuk tahun 2006 dengan jumlah penduduk 493.901 jiwa buat Rumah Sakit harus melayani 164.634 orang penduduk. Puskesmas harus melayani 49.390 jiwa dabn Puskesmas Pembantu 7.598 orang dan hal ini mempunyai makna di Kabupaten Rokan Hilir masih terdapat

(40)

kekuran gan 10 unit Puskesmas serta 100 unit Puskesmas Pembantu.

Dari keempat Kabupaten Kota ini yang paling banyak kekurangan Sarana Kesehatan adalah Rokan Hilir, yang kedua Kabupaten Kampar, Kota Dumai dan yang paling sedikit Tingkat Kekurangan Sarana Kesehatan adalah Kota Pekanbaru.

Disamping 4 jenis Sarana Pelayanan Kesehatan ini adalah masyarakat Kabupaten Kota Studi terdapat sarana Pelayanan Kesehatan seperti terlihat dalam table berikut.

Table 2.10. Jumlah Sarana Kesehatan Lainnya

Sumber : Buku Profil Kesehatan 2006

2. Tenaga Kesehatan

Setiap tahun jumlah tenaga Keseahatn di Profinsi Riau terus mengalami peningkatan, misalnya Dokter Spesialis tahun 2001 jumlahnya 155 orang dan tahun 2005 telah menjadi 219

No Fasilitas Kesehatan

Kabupaten/Kota

Pekanbaru Dumai Kampar Rohil

1 Posyandu 559 133 568 327

2 Poliklinik Desa - 8 - 51

3 Balai Pengobatan 192 33 102 18

4 Rumah Bersalin 90 5 35 2

5 Praktek Dokter 654 106 108 37

6 Apotik 176 16 17 3

7 Toko Obat 237 55 134 21

8 GFK 1 1 1 1

9 Perakter Dokter Bersama

5 - - -

(41)

orang dan untuk tahun 2006 jumlah Tenaga Kesehatan yang terdiri dari Dokter Spesialis, Dokter Umum, Dokter Gigi, Perawat, dll sebagainya dapat dilihat dari table berikut.

Table 2.11. Jumlah dan Jenis Tenaga Medis di Wilayah Studi tahun 2006

Sumber : Laporan Dinas Kesehatan tahun 2006

Tabel di atas menjelaskan jumlah Tenaga Kesehatan di 4 Kabupaten Kota Studi dimana jumlah terbanyak adalah di Kota Pekanbaru, Kampar, Dumai dan yang paling sedikit adalah di Kabupaten Rokan Hilir.

Dilihat dari ratio tenaga medis dengan jumlah penduduk untuk Kota Pekanbaru pada tahun 2006 adalah Tenaga Medis 100/100.000 penduduk, Perawat dan Bidan 241/100.000 jumlah penduduk, Tenaga Farmasi 30/100.000 penduduk, Sanitasi 4/100.000 penduduk, Kesehatan Masyarakat 6/

100.000 penduduk (Laporan Dana Kesehatan tahun 2006).

Sedangkan Kota Dumai perbandingannya rasio dokter spesialis adalah 9/100.000 penduduk, Dokter Umum 37/

No Tenaga Medis atau Kesehatan

Kabupaten Kota

Jumlah Pekanbaru Dumai Kampar Rohil

1 Dokter Spesialis 142 19 7 13 181

2 Dokter Umum 522 79 65 55 721

3 Dokter Gigi 82 20 29 10 141

4 Tenaga Farmasi 226 47 35 23 331

5 Tenaga Gizi 148 16 19 8 191

6 Perawat 1493 382 485 285 2645

7 Bidan 301 149 188 110 748

8 Kes. Masyarakat 49 18 25 7 99

9 Tenaga Sanitasi 35 10 33 16 94

Jumlah 2998 740 886 527 5151

(42)

100.000 penduduk, Dokter Gigi 9/100.000 penduduk, Tenaga Farmasi 24/100.000 penduduk, Perawat 177/100.00 penduduk dan Bidan 69/100.000 penduduk.

Untuk Kabupaten Kampar, ratio Dokter Spesialis, Umum dan Dokter Gigi yang berjumlah 101 orang dengan jumlah penduduk 590.838, maka ratio adalah 17 orang Dokter/100.000 penduduk. Tenaga Bidan 100/100.000 penduduk, Tenaga Medis 158/100.000 penduduk.

Kemudian untuk Kabupaten Rokan Hilir, Ratio Dokter Umum 12/100.000 penduduk, Dokter Spesialis 3/100.000 penduduk, Dokter Gigi 2/100.000 penduduk, Bidan 24/

100.000 penduduk, Perawat 62/100.000 penduduk, Tenaga Gizi 2/100.000 penduduk, Sanitasi 3/100.000 penduduk, Kesehatan Masyarakat 2/100.000 penduduk.***

(43)

Bab 3

PENGOBATAN TRADISIONAL

MASYARAKAT PESISIR

(44)
(45)

Bab 3

PENGOBATAN TRADISIONAL MASYARAKAT PESISIR

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bias ditolak meskipun kadang –kadang bias dicegah atau dihindari.

Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor–faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor social budaya.

Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain.

Banyak ahli , biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau

(46)

dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap -tasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. UU No.

23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa:

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.

Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.

Sudarti (1987) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang menim – bulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu makan. Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu makan, atau “kantong kering” (tidak punya uang).

Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :

1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia

2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.

3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).

(47)

Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan- ramuan, pijat, kerok, pantangan m akan, dan bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus diminta- kan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit.

Penyakit merupakan  suatu  fenomena  kompleks  yang berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam- macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya.

Di Wilayah kajian Masyarakat perdesaan memiliki pengetahuan yang unik tentang sehat dan sakit. Menurut mereka, orang sehat adalah mereka yang tidak terganggu aktivitasnya dengan sakit yang dialami. Sebaliknya, jika ia terganggu dan tidak dapat beraktivitas, maka ia disebut sakit.

Pengetahuan ini menyiratkan bahwa mereka menyikapi hidup dengan sederhana dan tidak manja. Hal ini selaras dengan kebiasaan penduduk Rohil yang suka bekerja keras sebagai Nelayan. Menurut Antropolog Koentjaraningrat dalam bukunya Masyarakat Desa di Indonesia (1984), masyarakat perdesaan di Indonesia memang dikenal memiliki tradisi budaya yang luhur, di mana itu merupakan warisan leluhur mereka.

Pengetahuan masyarakat perdesaan tentang sehat dan sakit ini sendiri juga diperoleh dari ajaran leluhur mereka masa silam. Pasca Islam masuk ke wilayah studi ajaran leluhur ini masih terjaga dan tidak banyak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan antara Islam dan tradisi lokal justru saling mengisi dan menguatkan, dan akibatnya pengetahuan ini masih dipercaya hingga sekarang

Selain pengetahuan dasar tentang sehat dan sakit, leluhur masyarakat perdesaan juga mengajarkan jenis penyakit serta

(48)

cara pengobatannya, yaitu dengan menggunakan obat-obatan yang berasal dari alam, seperti Kunyit, ramuan daun-daun dan akar-akar tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar dan hutan Riau. Pengobatan biasanya dilakukan oleh seorang dukun, yaitu seseorang yang dianggap memiliki kelebihan dalam mengobati, dan umumnya keahlian itu juga diperoleh secara turun temurun (UU, Hamidi, 1982).

Pengetahuan masyarakat perdesaan pesisir merupakan salah satu bukti kekayaan tradisi manusia Indonesia.

Koentjaraningrat dalam bukunya Manusia dan Kebudayaan Indonesia (1970) mencatat bahwa tradisinya yang unik dan sakral menjadi salah satu simbol kesahajaan hidup masyarakat perdesaan. Tradisi ini menjadi cara manusia Indonesia beradaptasi dengan kondisi geografis kepulauan Indonesia.

Tradisi juga menjadi media untuk saling bertoleransi antarsesama masyarakat yang berbeda suku, di mana antarsesama manusia dapat saling belajar dan bertukar pengetahuan.

Masyarakat perdesaan di wilayah Pesisir memiliki konsep tentang sehat dan sakit yang sangat sederhana. bahwa mereka memahami jika seseorang masih sanggup melaksanakan kegiatan sehari-hari meskipun dalam keadaan sakit kepala atau flu misalnya, maka orang tersebut dianggap sehat. Sebaliknya, jika seseorang tidak dapat melakukan aktivitas apapun, maka dia dianggap sakit. Singkatnya, seseorang dikatakan sehat jika aktivitas sehari-harinya tidak terganggu oleh sakit yang dialami. Dalam hal ini, tampaknya tubuh mereka sangat peka terhadap penyakit apa saja yang masih dapat disikapi sambil beraktivitas.

Sehubungan dengan penyakit, masyarakat di wilayah pesisir ( seperti Dukun “Katan”) membaginya menjadi dua jenis, yaitu pertama penyakit yang dapat dilihat, seperti luka, patah tulang, atau panu dan kedua yang hanya dapat dirasakan saja, seperti sakit kepala atau perut. Untuk jenis penyakit kedua

(49)

ini, mereka juga meyakini bahwa terkadang penyebabnya tak dapat dimengerti oleh akal (gaib), seperti tiba-tiba dalam perut seseorang ditemukan sebuah jarum, benang, atau benda-benda tertentu. Secara umum, masyarakat perdesaan Pesisir meyakini bahwa penyakit-penyakit di atas berasal dari Tuhan. Akan tetapi mereka juga tidak mengesampingkan perilaku makhluk gaib jahat yang dapat menyebabkan penyakit-penyakit tersebut.

Semua penyakit, baik yang datang dari Tuhan maupun tersebab gaib, kecuali mati, mereka yakini pasti ada obatnya.

Hal ini diyakini penduduk Pesisir yang mayoritas memeluk Islam pada perkataan Nabi Muhammad saw, di mana beliau bersabda “tiap penyakit ada obatnya, apabila sese- orang diobati, maka dengan izin Allah ia akan sembuh”(Wawancara dengan ibu Kamsiah Dukun Kampung).

Seseorang yang mengalami sakit umumnya akan dibawa ke dokter atau ke Dukun dan membuatkan obat dari ramu- ramuan tradisional agar sembuh. Adapun bagi mereka yang sakit akibat sesuatu yang gaib, akan dibawa ke dukun. Oleh dukun biasanya mereka akan diberi mantra dan ramuan khusus. Hingga saat ini, meski zaman sudah maju, masyarakat perdesaan di wilayah pesisir masih banyak bergantung pada obat tradisional dan peran dukun.

3.1. Pedukunan di Masyarakat Pesisir

Masyarakat Pesisir terkenal sangat spiritual hidupnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang harus menjalankan kehidupan spiritual tersebut dan orang tersebut biasanya diberi nama “TOK” diantaranya Tok Pawang, Tok Bomo (dukun ).yang fungsinya sangat bermakna dalam kehidupan mereka.

Tok Pawang bagi Orang Melayu Di pesisir adalah seseorang yang mempunyai talenta supranatural yang

Gambar

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Provinsi Riau berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2006
Tabel  2.2.  Luas  Wilayah,  Jumlah  Penduduk  Provinsi  Riau menurut Kabupaten Kota tahun 2006
Tabel 2.3. Jumlah Penduduk Provinsi Riau Menurut Kabupaten/
Tabel 2.4. Jumlah Penduduk Wilayah Studi Menurut Kelompok Umur Tahun 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

demikian visi Kabupaten Rokan Hilir dalam pembangunan Kesehatan tahun 2010 yaitu “Rokan Hilir Sehat 2010” dan dengan rumusan ini tahun 2010 Masyarakat Rokan Hilir hidup

Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten

Diketahui bahwa t tabel dalam penelitian ini untuk derajat kebebasan df = 57–3 dengan signifikasi 5% adalah 2,004. Sedangkan penghitungan t hitung sebagaimana terlihat

Sedangkan tahapan deseminasi terbatas dilakukan dengan cara mengundang siswa penyandang tunanetra dari beberapa sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi di wilayah

Parfum Laundry Cikampek Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI JENIS PRODUK NYA:.. Chemical Untuk Laundry Kiloan/Satuan

Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten

Kredit bermasalah yang tinggi dapat menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit karena harus membentuk cadangan penghapusan yang besar, sehingga mengurangi

Sebagai mahasiswa STAIN Pekalongan yang notabennya adalah universitas islam, tentu juga mempunyai peran dan fungsi yang harus diemban, khususnya dalam beradab