• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sarana dan Prasarana

Dalam dokumen Evaluasi Desain Koridor Kota Medan (Halaman 35-80)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2. Saran

5.2.2. Sarana dan Prasarana

Dikarenakan posisi gedung komersil yang berbatasan langsung dengan badan jalan, lahan yang dapat dipergunakan sebagai fasilitas parkir menjadi semakin sempit. Salah satu rekomendasi yang dapat dipertimbangakan adalah parking lot sharing, dalam bentuk lot ground level, parkir basement, dan gedung parkir. Tetapi dikarenakan ini merupakan parkir bersama, sudah seharusnya ada pedestrian linkage dari tempat parkir ke fungsi-fungsi bangunan komersil atau publik.

Parking lot sharing dapat dikatakan sebagai rekomendasi yang ideal untuk Jalan Setiabudi dikarenakan banyaknya gedung komersil/publik yang terdapat disitu. Sistem parkir tersebut sudah diterapkan di berbagai koridor kota-kota besar di dunia seperti Barcelona, New York, bahkan di beberapa lokasi di Bandung.

BAB II KAJIAN TEORI

2.1. Hubungan Urban Design dan Parkir

Menurut Hamid Shirvani, The Urban Design Process (1985), ada 8 elemen di dalam proses urban design, yaitu :

Land Use ( Tata Guna Lahan )

Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut.

• Bentuk dan Massa Bangunan

Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antar-massa (banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit - horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai).

• Sirkulasi dan Parkir

Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian way, dan tempat-tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu kegiatan). Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam suatu kota. Selain itu sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas dan lain sebagainya. Tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu lingkungan yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan mempunyai pengaruh

visual pada beberapa daerah perkotaan. Penyediaan ruang parkir yang paling sedikit memberi efek visual yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam perancangan kota.

• Ruang Terbuka

Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu menyangkut lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti : jalan, trotoar, patun, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan air. Ruang terbuka biasa berupa lapangan, jalan, sempadan sungai, green belt, taman dan sebagainya.

• Jalan Pejalan Kaki

Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota dan pola-pola aktivitas sertas sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa mendatang.

• Aktivitas Pendukung

Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktivitas pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian atau plasa tetapi juga mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen kota yang dapat menggerakkan aktivitas.

• Preservasi

Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa, area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti halnya perlindungan terhadap bangunan bersejarah.

• Signage

Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas, media iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi kota, baik secara makro maupun mikro, jika jumlahnya cukup banyak dan memiliki karakter yang berbeda. Sebagai contoh, jika banyak terdapat penandaan dan tidak diatur perletakannya, maka akan dapat menutupi fasad bangunan di belakangnya. Dengan begitu, visual bangunan tersebut akan terganggu. Namun, jika dilakukan enataan dengan baik, ada kemungkinan penandaan tersebut dapat menambah keindahan visual bangunan di belakangnya.

2.1.1. Sirkulasi dan Parkir

Hamid Shirvani (1985), juga menjabarkan bahwa elemen ruang parkir memiliki dua efek langsung pada kualitas lingkungan, yaitu :

• Kelangsungan aktivitas komersial.

• Pengaruh visual yang penting pada bentuk fisik dan susunan kota.

Dalam merencanakan tempat parkir yang benar, hendaknya memenuhi persyaratan : • keberadaan strukturnya tidak mengganggu aktivitas di sekitar kawasan

• tempat parkir khusus

• tempat parkir di pinggiran kota.

Dalam perencanaan untuk jaringan sirkulasi dan parkir harus selalu memperhatikan : • Jaringan jalan harus merupakan ruang terbuka yang mendukung citra kawasan dan

aktivitas pada kawasan.

• Jaringan jalan harus memberi orientasi pada penggunan dan membuat lingkungan yang legible.

• Kerjasama dari sektor kepemilikan dan privat dan publik dalam mewujudkan tujuan dari

kawasan.

2.2. Koridor Kota

Menurut Urban Hamilton Official Plan (2011), koridor merupakan area jalan yang yang menghubungkan berbagai macam kawasan komersil, dan terletak di berbagai macam jalan arteri.

Menurut Hamid Shirvani, The Urban Design Process (1985), koridor kota adalah suatu ruang yang terbentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon).

Di Medan, koridor kota banyak terbentuk dari deretan bangunan yang bersifat komersil. Bila jalan dua arah, dibatasi dengan deretan pohon atau sekedar pembatas jalan yang sering digunakan sebagai trotoar.

2.2.1. Desain Koridor Kota dan Parkir

Koridor kota yang terbentuk dari deretan bangunan biasanya minim akan kawasan yang dimanfaatkan untuk fasilitas parkir. Salah satu cara untuk tetap menyediakan fasilitas parkir tetapi tidak mengganggu kawasan sekitar adalah dengan menyediakan gedung parkir atau basement seperti yang sudah diterapkan di beberapa kota besar seperti Barcelona, New York, Portland, bahkan Bandung.

Di Medan, khususnya Jalan Setiabudi, tidak ada yang menyediakan gedung parkir

ataupun basement. Fasilitas parkir yang ada berupa on street parking, dimana banyak masyarakat yang melanggarnya.

2.3. Pengertian Parkir

Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya ( Direktur Jenderal Perhubungan Darat, 1996). Secara

hukum dilarang untuk parkir di tengah jalan raya; namun parkir di sisi jalan umumnya diperbolehkan. Fasilitas parkir dibangun bersama-sama dengan kebanyakan gedung, untuk memfasilitasi kendaraan pemakai gedung. Termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikkan dan/atau menurunkan orang dan/atau barang.

2.4. Kriteria Parkir

Merujuk dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat (1996), kriteria peletakan fasilitas parkir adalah :

• Tempat parkir diusahakan di permukaan yang datar agar kendaraan tidak menggelinding.

Jika tanah miring lakukan grading dengan sistem cut and fill.

• Tempat parkir dengan bangunan (tempat kegiatan) diusahakan tidak jauh. Jika cukup jauh, buat sirkulasi yang jelas dan terarah menuju area parkir.

2.4.1. Penggunaan Parkir

Ditinjau dari penggunaannya, tempat parkir terbagi atas :

• Parkir kendaraan roda lebih dari 4, misalnya bus ( lebar 3 meter, panjang 8 m ), bus kecil ( lebar 2,4 m, panjang 6 m ) dan truk.

• Parkir kendaraan roda 4, misalnya sedan besar ( lebar 1,765 m, panjang 4,82 m ), sedan

sedang ( lebar 1,4 m, panjang 3,8 m ), sedan kecil ( lebar 1,4 m, panjang 2,9 m ), MPV ( lebar 1,6 m, panjang 4,8 m ), jeep ( lebar 1,6 m, panjang 4 m ) dan minibus ( lebar 1,5 m, panjang 5 m ).

• Parkir kendaraan roda 3, misalnya bemo ( lebar 1.05 m, panjang 2,5 m ) dan motor sisipan. Becak ( lebar 90 cm, panjang 2 m ).

• Parkir kendaraan roda 2, misalnya sepeda ( lebar 45 cm, panjang 1,5 m ) dan sepeda motor ( lebar 90 cm, panjang 2 m ), motor besar ( lebar 1,05 m, panjang 2,5 m ).

2.4.2. Desain Parkir

Dari sudut desain, kriteria dan prinsip tempat parkir secara garis besar harus memperhatikan :

Waktu penggunaan dan pemanfaatan tempat parkir. Untuk kegiatan yang berlangsung sepanjang waktu, tempat parkir perlu dilengkapi penerangan yang cukup. Bisa menggunakan lampu taman setinggi 2 meter atau penempatan lampu jalan merkuri.

Jumlah kendaraan yang akan ditampung sehingga diketahui perkiraan luas yang

dibutuhkan.

Ukuran dan jenis kendaraan yang akan ditampung. Perhatikan standarnya.

Aman dan terlindung dari panas matahari. Berikan tanaman peneduh di antara pembatas

parkir. Pilih tanaman berbentuk pohon atau perdu, cukup kuat, tidak mudah patah, tidak mengeluarkan getah yang merusak cat kendaraan, mempunyai tajuk yang cukup padat dan lebar, mempunyai sistem perakaran yang tidak merusak perkerasan ( pelataran

parkir ) dan tidak menggugurkan dahan dan ranting. Contoh, Biola cantik ( Ficus benyamina ) dan Kiara payung ( Filicium desifiens ).

Cukup penerangan cahaya di malam hari.

Tersedia sarana penunjang parkir, misalnya tempat tunggu sopir dan tempat sampah. Pada tempat tertentu dilengkapi pengeras suara untuk memanggil sopir. Karena merupakan area umum, tempat parkir perlu gardu jaga untuk petugas keamanan.

2.5. Jenis Parkir

Ada tiga jenis utama parkir yang berdasarkan pengaturan posisi kendaraan menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat (1996), yaitu :

2.5.1. Parkir Tegak Lurus

Dengan cara ini mobil diparkir tegak lurus, berdampingan, menghadap tegak lurus ke lorong/gang, trotoar, atau dinding. Jenis mobil ini parkir lebih terukur daripada parkir paralel dan karena itu biasanya digunakan di tempat di pelataran parkir parkir atau gedung parkir. Sering kali, di tempat parkir mobil menggunakan parkir tegak lurus, dua baris tempat parkir dapat diatur berhadapan depan dengan depan, dengan atau tanpa gang di antara keduanya. Bisa juga parkir tegak lurus dilakukan dipinggir jalan sepanjang jalan dimana parkir ditempatkan cukup lebar untuk kendaraan keluar atau masuk ke ruang parkir.

Sumber Gambar : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, (1996)

2.5.2. Parkir Sudut

Salah satu cara parkir yang banyak digunakan dipinggir jalan ataupun di pelataran maupun gedung parkir adalah parkir serong yang memudahkan kendaraan masuk ataupun keluar dari ruang parkir. Pada pelataran ataupun gedung parkir yang luas, diperlukan gang yang lebih sempit bila dibandingkan dengan parkir tegak lurus.

Sumber Gambar : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, (1996)

2.5.3. Parkir Paralel

Parkir sejajar dimana parkir diatur dalam sebuah baris, dengan bumper depan mobil menghadap salah satu bumper belakang yang berdekatan. Parkir dilakukan sejajar dengan tepi jalan, baik di sisi kiri jalan atau sisi kanan atau kedua sisi bila hal itu memungkinkan,. Parkir paralel adalah cara paling umum dilakasanakan untuk parkir mobil dipinggir jalan. Cara ini juga digunakan dipelataran parkir ataupun gedung parkir khususnya untuk mengisi ruang parkir yang parkir serong tidak memungkinkan.

Sumber Gambar : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, (1996)

2.6. Klasifikasi Jalan

Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku adalah :

• Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani (angkutan) utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, keceptan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya guna.

• Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

• Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan

ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

• Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan

dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

2.6.1. Jalan Arteri Primer

Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Karakteristik jalan arteri primer adalah sebagai berikut :

Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam (km/h);

Lebar Daerah Manfaat Jalan minimal 11 (sebelas) meter;

Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses langsung minimal 500 meter, jarak antar akses lahan langsung berupa kapling luas lahan harus di atas 1000 m2, dengan pemanfaatan untuk perumahan;

Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintas dan karakteristiknya;

Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain;

Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan

lambat lainnya;

Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur lalu lintas atau lebih dan seharusnya dilengkapi dengan median (sesuai dengan ketentuan geometrik);

Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak dapat dipenuhi, maka pada jalan arteri primer harus disediakan jalur lambat (frontage road) dan juga jalur khusus untuk kendaraan tidak bermotor (sepeda, becak, dll).

2.6.2. Jalan Arteri Sekunder

Jalan arteri sekunder adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi seefisien,dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota. Didaerah perkotaan juga disebut sebagai jalan protokol. Karakteristik jalan arteri sekunder adalah sebagai berikut :

Jalan arteri sekunder menghubungkan :

1.kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu.

2.antar kawasan sekunder kesatu.

3.kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

4.jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.

Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) km per jam.

Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter.

Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.

Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.

Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan melalui jalan ini.

Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.

Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.

Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak dizinkan pada jam sibuk.

Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu

pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain.

Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem sekunder yang lain.

Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.

Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas jalan yang lebih rendah.

2.7. Desain Parkir Pada Badan Jalan ( On Street Parking )

Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, 1996, ukuran kebutuhan ruang parkir ditentukan oleh fungsi bangunan. Fungsi bangunan komersil yang berbeda, menghasilkan ukuran kebutuhan ruang parkir yang berbeda pula.

Peruntukan Satuan Kebutuhan

Pusat Perdagangan Pertokoan Pasar Swalayan Pasar

SRP / 100 m2 luas lantai efektif SRP / 100 m2 luas lantai efektif SRP / 100 m2 luas lantai efektif

3,5 - 7,5 3,5 - 7,5

Pusat Perkantoran Pelayanan bukan umum Pelayanan umum SRP / 100 m2 luas lantai SRP / 100 m2 luas lantai 1,5 - 3,5 Sekolah Hotel/Tempat Penginapan SRP / mahasiswa SRP / kamar 0,7 - 1,0 0,2 - 1,0 Rumah Sakit Bioskop SRP / tempat tidur SRP / tempat duduk 0,2 - 1,3 0,1 - 0,4 Sumber : Naasra, 1988

2.7.1. Penentuan Sudut Parkir

Berdasarkan rujukan dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996), sudut parkir yang akan digunakan umumnya ditentukan oleh :

• Lebar jalan

• Volume lalu lintas pada jalan bersangkutan • Karakteristik kecepatan

• dimensi kendaraan

• sifat peruntukkan lahan sekitarnya dan peranan jalan yang bersangkutan.

Kriteria Parkir Satu Lajur Dua Lajur Sudut Parkir ( n ) Lebar Ruang Parkir A (m) Ruang Ruang Parkir Manu- Efektif ver D M (m) (m) D + M (E) D+M-J Lebar Jalan Efektif L (m) Lebar Total Jalan W (m) Lebar Jalan Efek- tif L Lebar Total Jalan W (m) 0 30 45 60 90 2,3 2,5 2,5 2,5 2,5 2,3 3,0 4,5 2,9 5,1 3,7 5,3 4,6 5,0 5,8 5,3 7,4 8,8 9,9 10,8 2,8 4,9 6,3 7,4 8,3 3 3 3 3 3 5,8 7,9 9,3 10,4 11,3 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 8,8 10,9 12,3 13,4 14,3 Keterangan : J = lebar pengurangan ruang manuver (2,5 meter)

Tabel 2.2. Lebar Minimum Jalan Lokal Primer Satu Arah Untuk Parkir Pada Badan Jalan

Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

Kriteria P arkir Satu Lajur Dua Lajur Sudut Parkir ( n ) Lebar Ruang Parkir A (m) Ruang Parkir Efektif D (m) Ruang Manu- ver M D + M (E) D+M-J Lebar Jalan Efektif L (m) Lebar Total Jalan W (m) Lebar Jalan Efek- tif L (m) Lebar Total Jalan W (m)

0 30 45 60 90 2,3 2,5 2,5 2,5 2,5 2,3 4,5 5,1 5,3 5,0 3,0 2,9 3,7 4,6 5,8 5,3 7,4 8,8 9,9 10,8 2,8 4,9 6,3 7,4 8,3 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 5,3 7,4 8,8 9,9 10,8 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 7,8 9,9 11,3 12,4 13,3 Keterangan : J = Lebar pengurangan ruang manuver (2,5 meter)

Tabel 2.3. Lebar Minimum Jalan Lokal Sekunder Satu Arah Untuk Parkir Pada Badan Jalan

Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

2.7.2. Ruang Parkir Pada Badan Jalan

Berikut gambar dari standard ruang parkir pada badan jalan berdasarkan peraturan yang telah dibuat oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996) :

Gambar 2.4 . Ruang Parkir Pada Badan Jalan

Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

Keterangan ; A = lebar ruang parkir (m)

D = ruang parkir efektif (m)

M = ruang manuver (m)

J = lebar pengurangan ruang manuver

W = lebar total jalan (m)

L = lebar jalan efektif

2.7.3. Pola Parkir

a. Pola Parkir Paralel

Gambar 2.5. Peraturan pola parkir paralel pada bidang datar

Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

• Pada Daerah Tanjakan

Gambar 2.6 Peraturan pola parkir paralel pada daerah tanjakan

Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

Gambar 2.7. Peraturan pola parkir paralel pada daerah turunan

Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

b. Pola Parkir Menyudut :

1. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, berlaku untuk jalan kolektor dan jalan lokal.

2. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, dan ruang manuver berbeda berdasarkan sudut berikut ini.

• Sudut 30°

Gambar 2.8. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 30°

Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

Gambar 2.9. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 45°

Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

• Sudut 60°

Gambar 2.10. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 60°

Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

Gambar 2.11. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 90°

Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

Keterangan :

A = Lebar ryang parkir (m)

B = Lebar kaki ruang parkir (m)

C = Selisih panjang ruang parkir (m)

D = Ruang parkir efektif (m)

M = Ruang manuver (m)

E = Ruang parkir efektif ditambah ruang manuver (m)

2.7.4. Larangan Parkir

• Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah tempat penyeberangan jalan kaki atau

Gambar 2.12. Peraturan larangan parkir di sekitar zebra cross

Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

• Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius kurang

dari 500 meter.

Gambar 2.13. Peraturan larangan parkir di tikungan yang tajam

• Sepanjang 50 meter sebelum dan sesudah jembatan.

Gambar 2.14 . Peraturan larangan parkir di sekitar jembatan

Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

• Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah persimpangan.

Gambar 2.15. Peraturan larangan parkir di daerah persimpangan

• Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah akses bangunan gedung

Gambar 2.16. Peraturan larangan parkir di akses sebuah bangunan

Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

2.8. Tata Guna Lahan Komersil dan Kebutuhan Parkir

2.8.1. Tata Guna Lahan

Menurut Maurice Yates, komponen penggunaan lahan suatu wilayah terdiri atas (Yeates, 1980) : • Permukiman • Industri • Komersial • Jalan • Tanah Publik • Tanah Kosong

Sebagian besar bangunan yang terdapat di koridor Jalan Setiabudi merupakan bangunan komersil. Dengan banyaknya lahan komersil di koridor ini menarik sejumlah besar pelanggan, dan mengakibatkan padatnya aktivitas kendaraan. Tetapi padatnya kendaraan tidak diiringi dengan sistem parkir yang terintegrasi.

2.8.2. Kebutuhan Parkir

Kawasan komersil yang padat akan aktivitas kendaraan harus memiliki fasilitas parkir yang memadai. Seperti basement, gedung parkir, atau lapangan parkir. Kita dapat melihat penataan kota Perth, dimana banyak kawasan komersil dan aktivitas kendaraan yang padat, tetapi hampir tidak pernah terjadi kemacetan yang ekstrim karena sistem parkir yang

terintegrasi dengan tata guna lahan. Kota Perth sendiri banyak terdapat pabrik dan departement store yang berjarak berdekatan. Fasilitas parkir yang banyak ditemui di Perth adalah gedung parkir dan lapangan parkir yang terhubung dengan baik. Seperti yang dapat terlihat di gambar berikut ini.

Gambar 2.17. Suasana Stirling Activity Centre yang merupakan salah satu pusat kota Perth yang memiliki aktivitas kendaraan yang padat

Sumber : Activity Corridor Intensification Perth

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota-kota besar di Indonesia belum memiliki perencanaan dan perancangan kota yang baik, termasuk Medan. Berbagai macam permasalahan kota dapat timbul dari tidak terjalannya perencanaan dan perancangan kota yang baik. Salah satu dari masalah tersebut adalah kemacetan yang makin sering terjadi di Medan. Kemacetan paling sering terjadi di beberapa jalan arteri di kota Medan. Mengingat banyak jalan arteri di Medan dibentuk oleh sebuah koridor, yaitu suatu ruang yang terbentuk oleh dua deretan massa ( bangunan atau pohon ). Kemacetan yang terjadi di daerah ini diakibatkan masih banyak warga Medan yang memarkirkan kendaraan sembarangan. Contohnya parkir di badan jalan yang tidak seharusnya sehingga menimbulkan kemacetan.

Ini merupakan salah satu contoh kecil dimana beberapa "kecacatan" kecil di sebuah perancangan kota dapat berdampak besar. Sirkulasi dan parkir dapat menjadi generator aktivitas yang baik bila dirancang dengan baik pula. Minimnya transportasi umum yang nyaman seperti MRT, membuat warga Medan ataupun warga Indonesia kebanyakan memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor. Membludaknya jumlah kendaraan di Medan tidak diiringi oleh desain parkir yang sesuai. Inilah yang menyebabkan berbagai macam disfungsi tata guna lahan kota yang sembarangan dijadikan sebagai tempat parkir. Akibatnya, kemacetan terjadi dimana-mana.

Persoalan perparkiran adalah persoalan klasik yang umum dihadapi oleh setiap kota besar di Indonesia. Disebutkan sebagai persoalan klasik karena persoalan ini tidak akan pernah selesai tuntas dan selalu hadir membayangi perkembangan wilayah perkotaan. Perparkiran bisa masuk di dalam kategori persoalan wilayah perkotaan, karena masalah di bidang wilayah perparkiran dapat berdampak di bidang lainnya, contohmya di bidang transportasi. Sistem parkir on the street

Dalam dokumen Evaluasi Desain Koridor Kota Medan (Halaman 35-80)

Dokumen terkait