• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sarana dan Prasarana Pelayanan Dasar dan Rujukan

Dalam dokumen Riset Evaluasi Jampersal (Halaman 134-140)

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan

5.4. AKSEPTABILITAS PROVIDER DALAM PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN BAYI BARU LAHIR TERHADAP PROGRAM JAMINAN PERSALINAN

5.5.1 Sarana dan Prasarana Pelayanan Dasar dan Rujukan

Dalam rangka mencapai target MDG’s untuk menurunkan AKI dan AKB perlu ditunjang sumberdaya manusia di bidang kesehatan, sarana dan prasarana yang memadai. Bidan merupakan ujung tombak dalam memberika di pelayanan kesehatan ibu dan anak di pelayanan dasar. Di setiap desa diharapkan terdapat satu bidan desa yang dapat melayani wilayahnya. Disamping itu untuk Jampersal, Dinas kesehatan melakukan MoU dengan mebuat Perjanjian kerjasama (PKS) dengan bidan praktek swasta (BPS), Klinik bersalin, rumah sakit pemerintah dan swasta. Di kabupaten/kota lokasi penelitian ketersediaan sarana dan prasarana seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.2.

Sarana dan Sumberdaya manusia yang memberikan Pelayanan Jampersal

No Kab/Kota

Jumlah Fasilitas dan SDM Puskesmas Kec Bidan

Dinkes* Kelurahan BPS “PKS” RS Pemerintah 1. Sampang 21 14 299 186 45 1 2. Blitar 3 3 40 21 9 1 3. Mataram 10 6 78 50 5 1 4. Lombok Tengah 25 12 193 124 - 1 5. Bandung 73 30 347 139 155 3 6. Bogor 101 40 702 426 39 4 7. Ambon 22 5 109 50 1 1 8. Aru 21 7 42 119 - 1 9. Kendari 15 10 123 64 tdk ada data 1 10. Wakatobi 19 8 129 100 - 1 11. Balikpapan 26 5 437 27 90 1 12. Paser 17 10 145 118 4 1 13. Batam 15 12 85 74 92 2 14. Natuna 12 10 165 65 - 1

*Bidan Dinkes : Bidan puskesmas dan Bidan Desa

96

Di semua kabupaten/kota lokasi penelitian di tiap kecamatan sudah terdapat sedikitnya satu puskesmas, bahkan Kabupaten Lombok Tengah, Kota Bandung, kabupaten Bogor, Kota Ambon, Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Wakatobi, Kota Balikpapan dalam satu kecamatan terdapat 2-3 puskesmas. Hanya saja yang perlu diperhatikan di kabupaten kepulauan satu kecamatan bisa terdiri dari beberapa pulau, bahkan satu desa terdiri dari beberapa pulau.

Jumlah desa di kabupaten kepulauan Aru lebih banyak daripada jumlah bidan yang ada yaitu terdapat 119 desa, tetapi jumlah bidan hanya 42 orang. Dari wawancara dengan pengelola Jampersal di Dinas Kesehatan Kabupaten kepulauan Aru menyatakan sbb:

“..pemanfaatan dana jampersal pada tahun lalu bisa dibilang rendah. Karena dari 22 puskesmas yang ada, hanya 9 puskesmas yang memanfaatkan dana jampersal. Sisanya tidak karena memang pada waktu itu tidak ada tenaga bidannya, padahal yang memberikan pelayanan jampersal kan seorang bidan. Sekarang di tahun 2012 ini mulai ditempatkan tenaga bidan honorer..” (Pengelola Jampersal, Kabupaten kepulauan Aru).

Jika dilihat daridata rasio bidan menurut Badan PPSDMK, Kementerian Kesehatan RI Tahun 2011 Maluku, Sulawesi Tenggara dan kepulauan Riau diatas rasio bidan Nasional, tetapi pada kenyataannya terutama di kab. Kepulauan Aru jumlah bidan kurang. Hal ini dikerenakan pendistribusiannya tidak merata, selain itu perlu juga diperhitungkan dengan luas wilayah dan geografis di wilayah.

Dalam pelaksanaan Jampersal untuk pemenuhan fasilitas layanan kesehatan tidak semua kabupaten/Kota mempunyai perjanjian kerjasama antara Dinas kesehatan dan BPS seperti Kabupaten Lombok Tengah (Dinas kesehatan belum membuka kesempatan ini), Kabupaten Kepulauan Aru (keterbatasan SDM) dan Kabupaten Paser (belum ada BPS yang mendaftar).

Penyediaan pelayanan kesehatan tingkat pertama di puskesmas PONED di kota misalnya di kota Blitar dan Kota Bandung puskesmas PONED masih terbatas sarana dan sumber daya manusianya, baik itu dokter maupun bidan. Kompetensi bidanpun masih perlu untuk ditingkatkan. Apalagi lokasi di kabupaten penelitian. Persentase puskesmas PONED yang mempunyai kurang

97 dari 20% jenis alat kesehatan PONED di perkotaan 31,6% sementara di perdesaan 21,7%. (RIFASKES, 2011).

“..puskesmas PONED dengan satu tenaga dokter dan bidan yang sudah mendapat pelatihan PONED. Untuk sarana sebagai puskesmas PONED masih dirasakan kurang..” (Puskesmas, Kota Kendari)

Di kabupaten / Kota rumah sakit pemerintah menjalin perjanjian kerjasama sebagai fasilitas rujukan Jampersal, Bahkan dibeberapa kabupaten/kota sudah menjalin perjanjian kerjasama dengan RS Swasta misalnya Kabupaten Lombok Tengah (RS Yatopa), Kota Batam (RS Camatha Sahidya), bahkan di Kota Bandung walikota menlaunching jejaring pemberi pelayanan di Pemerintah Kota dengan melibatkan RS Swasta di wilayahnya. Sementara Rumah sakit Pemerintah di Kabupaten Paser menyatakan belum melakukan perjanjian kerjasama untuk Jampersal karena belum tersosialisasi Jampersal, sehingga belum melayani pasien dengan Jampersal.

“..mengatakan tidak tahu dan belum pernah sekalipun di RS mendapatkan sosialisasi tentang Jampersal baik dari Dinas Kesehatan Kabupaten, Propinsi dan Pusat. Yang sementara ini ada dan sedang berjalan di RS untuk pelayanan masyarakat miskin atau tidak mampu adalah Jamkesmas dan Jaminan Kesehatan Paser (JKP)..”(Direktur RSUD Paser).

Inovasi dilakukan di Kabupaten Wakatobi dengan memberikan kebebasan supaya masyarakat melahirkan di fasilitas kesehatan selain puskesmas, bisa melahirkan di polindes, poskesdes maupun pustu. Karena sarana dan prasarana di semua fasilitas kesehatan tersebut sudah dilengkapi. Dana untuk pengadaan sarana dan prasarana di fasilitas tersebut berasal dari APBD.

Fasilitas rujukan terutama di kabupaten juga masih menjadi kendala dimana minimnya fasilitas dan SDM kesehatan terutama keterbatasan dr. SPOG. Di rumah sakit kabupaten Lombok Tengah dan kota Ambon terdapat keterbatasan prasarana seperti tidak adanya ruang recovery untuk pasien paska operasi (Lombok tengah), peralatan di ruang ICU (Lombok Barat, Kota Ambon), Tenaga perawat (Lombok tengah) dan dr. SPOG terutama di kabupaten.

98

Untuk mengatasi kekurangan tenaga beberapa daerah merekrut tenaga honorer misalnya di Lombok Tengah untuk tenaga perawat. Bekerjasama dengan Fakultas kedokteran untuk tenaga kontrak dr. SPOG / PPDS yang sedang menempuh pendidikan. Dan tenaga tersebut (dr, SPOG/ PPDS) tidak sepenuhnya “stand by” 24 jam di rumah sakit. Seperti contoh ketika peneliti pengumpulan data di salah satu RS di Kepulauan selama 1 (satu) minggu, peneliti tidak dapat menemui dr tersebut dikarenakan tidak berada di tempat (di luar wilyah kabupaten tersebut).

“..sebenarnya kematian itu dapat dikendalikan apabila tim work yang baik, mulai pada saat setelah tidakan, pengawasan post operasi yang baik. Dokter setelah melakukan operasi diserahkan ke ruangan, diruangan harus diawasi oleh perawat. Tetapi disini kebanyakan perawat di ruangan adalah honorer yang gajinya hanya 250 ribu, bagaimana dia mau care dengan pasien..” (dr. SGOG, Lombok Tengah).

“..penyebab kematian ibu juga karena sarana prasarana yang tidak memadai, ruangan ICU, ventilator yang kurang dsb..” (dr SPOG, Lombok Tengah).

“..resinden ada di aru ada di tual d saumlaki juga ada. Tapi saya belum pernah ke sana jd tidak tahu apa ada sarananya. Lagipula untuk sectio kan tidak perlu banyak fasilitas. Tapi listrik itu yang masalah, sekarang sudah lumayan dulu-dulu PLNnya kan bermasalah..” (dr. SPOG, Kota Ambon).

Di kabupaten/kota lokasi penelitian secara umum proses penyediaan alat kontrasepsi pada pelayanan KB di Puskesmas melalui BKKBN. Dimana mekanismenya adalah Puskesmas membuat rencana kebutuhan alat kontrasepsi kepada SKPD pengelola program KB yaitu BKKBN atau Dinas pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Perencanaan kebutuhan alat kontrasepsi dilakukan pada level Puskesmas ke pengelola KB atau petugas lapangan KB (PLKB) tingkat kecamatan. Jadi perencanaan tersebut tidak dilakukan di level Kabupaten, Dinas Kesehatan Kabupaten hanya menerima laporan dan rekapitulasi dari Puskesmas. Setelah mendapatkan alat kontrasepsi, maka Puskesmas mendistribusikan alat tersebut ke bidan desa di wilayahnya. Yang menjadi masalah saat ini adalah ketersediaan alat kontrasepsi di layanan dasar masih kurang. Dengan SKPD BKKBN di kabupaten/kota saat ini tidak selalu berdiri sendiri, di beberapa kabupaten/kota menjadi Dinas Pemberdayaan Perempuan

99 seperti di Kepulauan Aru tidak ada BKKBN yang melayani kebutuhan Keluarga Berencana, tapi menjadi Dinas Pemberdayaan Perempuan dimana salah satu bidangnya menangani KB.

“..ketersediaan alat, obat dan sarana lain yang dibutuhkan masih kurang, demikian juga SDM terlatih baik sesuai SOP, terlatih untuk pemasangan IUD danalat KB lain..” (Puskesmas, Kota kendari).

“..Alat kontrasepsi tersedia semua IUD, implant, suntik, pil , MOW, laparatomi, kami selalu mem

otivasi klien utk ikut KB sehingga hasilnya banyak yg bersedia ikut KB..” (Bidan RS, Kab. Bogor).

100

Gambar 5.11.

Ruang ICU, tempat cuci kamar Operasi di Ruang Kandungan dan Kebidanan RSUD di Ambon

101

Gambar 5.12. Ruang rawat Inap pasien Jampersal di Rumah Sakit

Dalam dokumen Riset Evaluasi Jampersal (Halaman 134-140)