• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.11 Gambaran Sanitasi Pemondokan Panti Asuhan

5.11.4 Sarana Pembuangan Sampah

Berdasarkan hasil observasi dapat berdasarkan hasil observasi dapat dilihat bahwa sarana pembuangan sampah panti asuhan memiliki skor 2 yaitu pembuangan sampah kedap air dan tidak ada tutup. Menurut Azwar (1996), dalam

ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit, serta sampah tersebut tidak menjadi media perantara menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air atau tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan dari penelitian tentang hygiene sanitasi dan keluhan kesehatan kulit Panti Asuhan Al-Jam’iyatul Pulo Brayan Medan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 78 orang responden santri Panti Asuhan Al-Jam’iyatul Pulo Brayan Medan sebanyak 28 orang (35,9%) mengalami keluhan kesehatan kulit,

2. Keluhan kesehatan kulit yang dialami santri Panti Asuhan Al-Jam’iyatul Pulo Brayan Medan menunjukkan bahwa yang terbanyak jenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (19,2%) dan tingkat pendidikan MTS sebanyak 18 orang (23%),

3. Keluhan kesehatan kulit yang dialami oleh santri Panti Asuhan Al-Jam’iyatul Pulo Brayan Medan disebabkan karena faktor personal hygiene yang kurang baik. Berdasarkan hasil penelitian personal hygiene yang meliputi kebersihan tempat tidur dan sprei dengan pertanyaan Menjemur kasur tempat tidur sekali seminggu dapat dilihat bahwa responden yang tidak menjemur kasur tempat tidur adalah 16 orang (20,5%) dan 14 orang (18%) mengalami keluhan kesehatan kulit,

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan kebersihan tempat tidur dan sprei dengan kondisi buruk sebanyak 28 orang (35,9%)

5. Kondisi fisik kamar Panti Asuhan Al-Jam’iyatul Pulo Brayan Medan yang memenuhi syarat rumah sehat berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan yaitu kamar putra pada kamar 1, 2, 3 dan 5 dan tidak memenuhi syarat pada kamar 4, 6 dan 7. Kamar putri 1,2,6 dan 7 memenuhi syarat dan kamar 3,4 dan 5 yang tidak memenuhi syarat,

6. Sarana sanitasi dasar Panti Asuhan Al-Jam’iyatul Pulo Brayan Medan yang mengenai kriteria rumah sehat sesuai Kepmenkes RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan yaitu skor 300 ini artinya sarana sanitasi dasar pada Panti Asuhan AL-Jam’iyatul Pulo Brayan Medan termasuk tidak memenuhi syarat.

6.2 Saran

1. Bagi santri Panti Asuhan Al-Jam’iyatul Washliyah Pulo Brayan Medan agar lebih memperhatikan personal hygiene seperti kebersihan kulit, kebersihan tangan, kaki dan kuku, kebersihan genitalia, kebersihan pakaian, kebersihan handuk, kebersihan tempat tidur dan sprei, kebersihan rambut,

2. Bagi santri Panti Asuhan Al-Jam’iyatul Washliyah Pulo Brayan Medan agar langsung melaporkan kepada yayasan jika mengalami keluhan kesehatan kulit. Hal ini untuk mencegah penularan terhadap yang lain ataupun kondisi kesehatan kulit yang lebih buruk.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hygiene dan Sanitasi

Hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Suyono & Budiman 2010).

Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004).

Menurut Widyawati (2002), bahwa sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya, menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Sanitasi lingkungan juga merupakan status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih, dan sebagainya. (Notoadmojo, 2003).

Hygiene dan sanitasi mempunyai arti yang hampir bersamaan. Perbedannya ialah hygiene lebih mengarahkan aktivitasnya kepada manusia,

sedangkan sanitasi lebih menitik beratkan kepada faktor-faktor lingkungan hidup manusia (Retno dan Yuliarsih, 2002).

2.2 Personal Hygiene

Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani, berasal dari kata Personal yang artinya perorangan dan Hygiene berarti sehat. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kebersihan perorangan atau personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya (Isro’in dan Andarmoyo, 2012).

2.2.1 Macam-macam Personal Hygiene

Menurut Isro’in dan Andaryono (2012), macam-macam personal hygiene adalah:

1. Perawatan Kulit

Kulit merupakan salah satu aspek vital yang perlu di perhatikan dan hygiene perorangan. Kulit merupakan pembungkus yang elastik, yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan, dan bersambungan dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk kulit. Begitu vitalnya kulit, maka setiap ada gangguan dalam kulit, dapat menimbulkan berbagai masalah yang serius dalam kesehatan.

Dalam memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri, b. Mandi minimal 2 kali sehari, mandi memakai sabun,

c. Menjaga kebersihan pakaian, makan yang bergizi terutama banyak sayur dan buah, dan menjaga kebersihan lingkungan.

2. Perawatan Kaki, tangan dan kuku

Seperti halnya kulit, kaki, tangan dan kuku harus dipelihara dan ini tidak terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari- hari. Tangan, kaki, dan kuku yang bersih menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu.

Untuk menghindari bahaya kontaminasi maka hal yang harus dilakukan adalah:

a. Membersihkan tangan sebelum makan, b. Memotong kuku secara teratur,

c. Membersihkan lingkungan, d. Mencuci kaki sebelum tidur. 3. Perawatan rambut

Kebersihan rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat bersih dan indah sehingga akan menimbulkan kesan bersih dan tidak berbau. Dengan selalu memelihara kebersihan rambut dan kulit kepala, maka perlu memperhatikan kebersihan rambut yaitu dengan cara:

a. Mencuci rambut sekurang-kurangnya 2 kali seminggu,

b. Mencuci rambut memakai sampo/bahan pencuci rambut lainnya, c. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.

4. Perawatan Genetalia

Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genitalia, banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat reproduksinya akibat garukan, karena area genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang sinar matahari. Salah satu contoh pendidikan kesehatan di dalam keluarga, misalnya bagaimana orang tua mengajarkan anak cebok secara benar. Seperti penjelasan, bila ia hendak cebok harus dibasuh dengan air bersih. Caranya menyiram dari depan ke belakang bukan dari belakang ke depan. Apabila salah, pada alat genital anak perempuan akan lebih mudah terkena infeksi. Penyebabnya karena kuman dari belakang (dubur) akan masuk ke dalam alat genital. Jadi hal tersebut, harus diberikan ilmunya sejak dini. Kebersihan genital lain, selain cebok, yang harus diperhatikan yaitu pemakaian celana dalam. Apabila ia mengenakan celana pun, pastikan celananya dalam keadaan kering. Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur. Oleh karena itu, seringlah menganti celana dalam (Safitri, 2008).

2.2.2 Tujuan Personal Hygiene

Tujuan personal hygiene adalah untuk memelihara kebersihan diri, menciptakan keindahan, serta meningkatkan derajat kesehatan individu sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain (Wartonah, 2010).

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene

Menurut Depkes RI (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

1. Citra Tubuh (Body Image). Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihandirinya,

2. Praktik Sosial pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinanakan terjadi perubahan pola personal hygiene,

3. Status Sosial Ekonomi Personal Hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya,

4. Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapatmeningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya,

5. Budaya disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan,

6. Kebiasaan seseorang. Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.

2.3 Perumahan

Perumahan yang baik terdiri dari kumpulan rumah yang di lengkapi dengan berbagai fasilitas pendukungnya seperti sarana jalan, saluran air kotor, tempat sampah, sumber air bersih, lampu jalan, lapangan bermain tempat anak-

anak, sekolah, tempat ibadah, balai pertemuan, dan pusat kesehatan masyarakat, serta harus bebas banjir (Chandra, 2012).

Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential Environment dari WHO (1974), antara lain:

1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai tempat istirahat,

2. Mempunyai tempat-tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus, dan kamar mandi,

3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran, 4. Bebas dari bahan bangunan berbahaya,

5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya dari gempa, keruntuhan, dan penyakit menular,

6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi.

Sementara itu, kriteria rumah sehat menurut Winslow, antara lain: 1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis

2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis

3. Dapat menghindarkan dari terjadinya kecelakaan. 4. Dapat menghindarkan terjdinya penularan penyakit.

2.3.1 Syarat Rumah Sehat

Persyaratan kesehatan suatu rumah tinggal sesuai dengan Permenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut:

1. Bahan bangunan

a. Tidak terbuat dari bahan-bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain:

1) Debu total tidak lebih dari 150 μg/m3

2) Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/jam 3) Timah hitam (Pb) tidak melebihi 300 mg/kg.

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.

2. Komponen dan penataan ruang rumah Komponen rumah harus mempunyai persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut:

a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan b. Dinding

1) Di ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara.

2) Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.

3) Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan 4) Bumbungan rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus

dilengkapi dengan penangkal petir

5) Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, kamar mandi dan ruang bermain anak.

3. Pencahayaan alam dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan mata.

4. Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut: a. Suhu udara berkisar antara 18-300C

b. Kelembaban udara berkisar antara 40-70%

c. Konsentrasi gas SO2, tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam d. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam e. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m2

5. Ventilasi luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

6. Binatang penular penyakit tidak ada tikus, nyamuk ataupun lalat yang bersarang di dalam rumah

7. Penyediaan air

a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas 60 liter/hari/orang

b. Kualitas air minum harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan atau air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman. 9. Limbah

a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.

b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah.

10. Kepadatan hunian ruang tidur luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah usia 5 tahun (Depkes RI, 1999).

2.3.2 Pemondokan & Panti Asuhan

Menurut kamus bahasa Indonesia pemondokan adalah Pemondokan Nomina (kata benda) tempat (rumah dan sebagainya) memondokkan seseorang; rumah tempat menumpang (menumpang bermalam); penginapan; pondokan sedangkan panti asuhan adalah rumah tempat memelihara dan merawat orang jompo, anak yatim atau yatim piatu, orang terlantar, dan sebagainya. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan panti asuhan sebagai rumah tempat memelihara dan merawat anak yatim piatu dan sebagainya.

Panti Asuhan adalah suatu lembaga usha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan soaial pada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi pengembangan kepribadiannya sesuai dengan yang di harapkan sebagai nasional.

2.4 Sanitasi Pemondokan 2.4.1 Sarana Air Bersih

Air merupkakan suatu sarana untuk menigkatkan derajat kesehatan masyarakat karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan penyakit (Slamet, 2004).

Menurut Notoatmodjo (2003), penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan, yaitu:

1. Syarat fisik: persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.

2. Syarat bakteriologis: air merupakan keperluan yang sehat yang harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen.

3. Syarat kimia: air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia didalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.

Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya:

1. Waterborne mechanism. Di dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomyelitis.

2. Waterwashed mechanism. Mekanisme penularan berkaitan dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu:

a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. b. Infeksi melalui kulit dan mata.

3. Water-based mechanism. Penyakit ini ditularkan dengan mekanisme yang memiliki agent penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculucmedinensis, 4. Water-related insect vector mechanism agent. Penyakit ditularkan melalui

gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan sepert ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever. Menurut Suriawiria (1998), kelompok kehidupan di dalam air memiliki faktor-faktor biotis yaitu terdiri dari bakteria, fungi atau jamur, mikroalge atau ganggang-mikro, protozoa atau hewan bersel tunggal, dan virus. Kehadiran mikroba di dalam air, mungkin akan mendatangkan keuntungan, tetapi juga mendatangkan kerugian dan menghasilkan toksin seperti yang hidup anaerobik seperti Clostridium, yang hidup aerobik seperti Pseudomonas, Salmonella, Staphylococcus, dan sebagainya.

2.4.2 Sarana Pembuangan Kotor Manusia (Jamban)

Untuk mengurangi pencemaran karena tinja diperlukan suatu cara pembuangan tinja yang memenuhi persyaratan sanitasi dan akan memberikan manfaat secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat secara langsung adalah penurunan insidensi penyakit kolera, disentri basiler, dan sebagainya. Adapun manfaat tidak langsungnya adalah peningkatan kondisi kebersihan lingkungan (Chandra, 2012).

Septic tank merupakan cara yang tepat dalam pembuangan ekskreta untuk sekelompok kecil rumah tangga dan lembaga yang memiliki persediaan air yang

mencukupi, tetapi tidak memiliki hubungan dengan sistem penyaluran limbah masyarakat.

Menurut Chandra (2012), desain utama septic tank, antara lain:

1. Kapasitas septic tank bergantung pada jumlah pemakai. Kapasitas 20-30 galon/orang dianjurkan untuk penggunaan rumah tangga. Kapasitas untuk rumah tangga itu tidak berlaku untuk septic tank yang ditujukan untuk kepentingan umum (kapasitas minimal 50 galon/orang).

2. Ukuran panjang biasanya 2 kali lebar 3. Kedalaman lubang antara 1,5-2 meter

4. Kedalaman cairan dianjurkan hanya 1,2 meter

5. Ruangan udara minimal 30 cm diantara titik tertinggi cairan didalam tank dengan permukaan bawah tertutup

6. Dasar dibuat miring ke arah lubang pengeluaran

7. Memiliki lubang air masuk dan keluar, terdapat pipa masuk dan keluar 8. Pelapis septic tank terbuat dari papan yang kuat dengan tebal yang sama. 9. Periode retensi septic tank dirancang selama 24 jam

2.4.3 Pembuangan Air Limbah

Menurut Mukono (2000), beberapa sumber pencemaran air, yaitu: 1. Air buangan rumah tangga (domestic waste water)

2. Air buangan dari pemukiman ini umumnya mempunyai komposisi yang terdiridari ekskreta (tinja dan urin), air bekas cucian, dapur dan kamar mandi, dimana sebagian besar merupakan bahan-bahan oranik,

Industri Jenis polutan yang dihasilkan oleh industri sangat tergantung pada jenis industrinya sendiri, sehingga jenis polutan yang dapat mencemari air

tergantung pada bahan baku, proses industri, bahan bakar, dan sistem pengolahan limbah cair yang digunakan dalam industri,

3. Pertanian dan perkebunan polutan air dari pertanian/perkebunan dapat berupa:

a. Zat kimia, misalnya berasal dari pupuk, pestisida seperti DDT, Dieldrin, b. Mikrobiologi, misalnya virus, bakteri, parasit yang berasal dari kotoran

ternak, dan cacing tambang dilokasi perkebunan,

c. Zat radioaktif, misalnya berasal dari penggunaan zat radioaktif yang dipakai dalam proses pematangan buah, mendapatkan bibit unggul, dan mempercepat pertumbuhan tanaman.

Menurut Kusnoputranto (2000), pengelolaan air buangan yang tidak baik akan berakibat buruk terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat, yaitu: 1. Terhadap lingkungan air buangan antara lain mempunyai sifat fisik, kimiawi,

bakteriologis yang dapat menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan pencemaran terhadap air permukaan, tanah, atau lingkungan hidup lainnya. Disamping itu kadang- kadang dapat menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak menyenangkan.

2. Terhadap kesehatan masyarakat Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat menjadi media tempat berkembang biaknya mikroorganisme pathogen, terutama penyakit-penyakit yang penularannya melalui air yang tercemar.

2.4.4 Pengelolaan Sampah

Sampah ialah suatu bahan/ benda yang terjadi karena berhubungan dengan aktfitas manusia yang tidak terpakai lagi, tidak disenangi dan dibuang dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia. Menurut Kusnoputranto (2000), efek dari sampah terhadap kesehatan maka pengelolaan sampah harus memenuhi criteria sebagai berikut:

1. Tersedia tempat sampah yang dilengkapi dengan penutup,

2. Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat, tahan karat, permukaan bagian dalam rata dan dilengkapi dengan penutup,

3. Tempat sampah dikosongkan setiap 1 x 24 jam atau 2/3 bagian telah terisi penuh,

4. Jumlah dan volume sampah disesuaikan dengan sampah yang dihasilkan sertiap kegiatan. Tempat sampah harus disediakan minimal 1 buah untuk setiap radius 10 meter, dan tiap jarak 20 meter pada ruang terbuka dan tunggu,

5. Tersedianya tempat pembuangan sampah semetara yang mudah dikosongkan, tidak terbuat dari beton permanen, terletak dilokasi yang terjangkau kendaraan pengangkut sampah dan harus dikosongkan sekurang-kurangnya 3 x 24 jam.

2.5 Kondisi Fisik Rumah 2.5.1 Ventilasi

Ventilasi adalah sarana untuk memelihara kondisi atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia. Suatu ruangan yang terlalu padat

penghuninya dapat memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan pada penghuni tersebut, untuk itu pengaturan sirkulasi udara sangat diperlukan (Chandra, 2012).

Lubang penghawaan pada bangunan harus dapat menjamin pergantian udara didalam kamar/ruang dengan baik. Luas lubang penghawaan yang dipersyaratkan minimal 20% dari luas lantai (Soejadi, 2003).

2.5.2 Kelembaban

Kelembaban sangat berperan penting dalam pertumbuhan kuman penyakit. Kelembaban yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai oleh kuman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Keadaan yang lembab dapat mendukung terjadinya penularan penyakit (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 829 tentang persyaratan kesehatan rumah dari aspek kelembaban udara ruang, dipersyaratkan ruangan mempunyai tingkat kelembaban udara yang diperbolehakan antara 40-70%.

Tingkat kelembaban yang tidak memenuhi syarat ditambah dengan prilaku tidak sehat, misalnya dengan penempatan yang tidak tepat pada berbagai barang dan baju, handuk, sarung yang tidak tertata rapi, serta kepadatan hunian ruangan ikur berperan dalam penularan penyakit berbasis lingkungan seperti scabies (memudahkan tungau Sarcoptes Scabiei berpindah dari reservoir ke barang sekitarnya hingga mencapai pejamu baru (Soejadi, 2003).

2.5.3 Pencahayaan

Salah satu syarat rumah sehat adalah tersedianya cahaya yang cukup, karena suatu rumah yang tidak mempunyai cahaya selain dapat menimbulkan

perasaan kurang nyaman, juga dapat menimbulkan penyakit (Prabu, 2009). Menurut Sukini (1989), sinar matahari berperan secara langsung dalam mematikan bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat dilingkungan rumah, khususnya sinar matahari pagi yang dapat menghambat perkembangbiakan bakteri patogen. Dengan demikian sinar matahari sangat diperlukan didalam ruangan rumah terutama ruangan tidur.

Pencahayaan alami dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan (Kepmenkes RI, 1999).

2.5.4 Kepadatan Penghuni

Kepadatan hunian sangat berpengaruh terhadap jumlah bakteri penyebab penyakit menular.Selain itu kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara didalam rumah. Dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara dalam rumah mengalami pencemaran oleh karena CO2 dalam rumah akan cepat meningkat dan akan menurunkan kadar O2 yang diudara (Sukini, 1989).

Tingkat kepadatan penghuni di pondok pesantren cenderung padat namun dalam batas toleransi persyaratan. Kepadatan hunian merupakan syarat mutlak untuk kesehatan rumah pemondokan termasuk pondok pesantren, karena dengan

Dokumen terkait