• Tidak ada hasil yang ditemukan

Satuan Target Realisasi %

Dalam dokumen A D. Kata Pengantar. Pemerintah. (Halaman 53-63)

1 Angka melek huruf Persen 96,7 97,66 100,99

2 Angka rata-rata lama sekolah Tahun 8,2 7,82 95,37

3 Angka Partisipasi Murni

- SD/MI % 93,32 92,09 98,68

- SLTP/MTs % 67,69 78,65 116,19

- SLTA/MA % 45,88 69,86 152,27

3 Angka Partisipasi Sekolah

- SD/MI % 98,03 103 105,07

- SLTP/MTs % 88,71 103 116,11

- SLTA/MA % 66,73 74 110,89

5 Rasio Guru/murid (SD) % 21 16 76,19

6 Rasio Guru/Murid (SLTP) % 14 16 114,29

7 Rasio guru/murid (SLTA) % 12 16 133,33

Secara umum capaian sasaran ini telah tercapai dengan baik, walaupun belum secara keseluruhan indikator kinerja sasaran terealisasi 100 %. Adapun capaian indikator kinerja yang belum mencapai target yaitu pada indicator :

 Angka rata-rata lama sekolah 95,37 %

 Angka Partisipasi Murni tingkat SD/MI 98,68 %

 Rasio Guru/murid (SD) 76,19 %

Capaian indikator angka melek huruf 100,99 %, dimana capaian ini telah melampaui target dan bila dibandingkan realisasi tahun 2008 sebesar 97,05 % dan tahun 2009 sebesar 97,06 %.

Capaian indikator angka rata-rata lama sekolah hanya mencapai 95,37% dari target yang ditetapkan. Rata-rata lama sekolah yang secara umum menunjukkan jenjang pendidikan yang telah dicapai oleh penduduk usia 15 tahun keatas.

Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah angka yang menunjukkan jumlah siswa dibandingkan dengan jumlah penduduk usia sekolah, sedangkan Angka Partisipasi Murni (APM) adalah angka yang menunjukkan jumlah siswa usia sekolah dibandingkan dengan jumlah penduduk usia sekolah.

Untuk melihat seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah memanfaatkan fasilitas pendidikan yang ada dapat dilihat dari persentase penduduk yang masih bersekolah pada umur tertentu yang lebih dikenal dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS).

Pada tahun 2009 rasio murid terhadap guru pada jenjang SD mengalami penurunan yaitu dari 17 pada tahun 2008 menjadi 16 pada tahun 2009, rasio murid pada jenjang SLTP megalami kenaikan dari 13 pada tahun 2008 menjadi 16 pada tahun 2009 sedangkan pada jenjang SLTA juga mengalami kenaikan rata-rata guru mengawasi sekitar 16 murid pada tahun 2009 dari 14 murid pada tahun 2008, secara umum rasio murid-guru bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan semakin sedikit murid yang diawasi oleh seorang guru

Dalam rangka mendukung program penuntasan wajib belajar 9 Tahun, Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 2009 telah melaksanakan kebijakan pendidikan gratis melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan bantuan operasonal sekolah, sehingga masyarakat tidak terbebani biaya operasonal sekolah, dengan cara bebas biaya keperluan sekolah.

Pendanaan BOS dan Iuran Komite Sekolah; adalah kebijakan yang menempati urutan prioritas tertinggi dalam lima tahun kedepan. Hal ini sudah menjadi komitmen nasional seperti yang tertera pada Undang – Undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. BOS dimaksudkan untuk menutup biaya minimal operasi pembelajaran yang secara minimal memadai untuk menciptakan landasan yang kokoh bagi upaya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Dengan kebijakan subsidi BOS tersebut, pemerintah akan mewujudkan “Pendidikan Gratis”, yang diartikan sebagai bebas biaya secara bertahap.

Bantuan Operasional Sekolah (BOS); menghapus hambatan biaya (cost barriers) Operasional Sekolah bagi semua siswa pada jenjang pendidikan baik pada sekolah umum maupun madrasah yang dimiliki oleh pemerintah atau masyarakat, yang besarnya dihitung berdasarkan unit cost per siswa dikalikan dengan jumlah seluruh siswa pada semua jenjang pendidikan. Di samping itu, dilakukan kebijakan pemberian subsidi biaya personal terutama bagi siswanya berasal dari keluarga miskin pada jenjang dikdas melalui pemanfaatan BOS akan dikembangkan menjadi dasar untuk

penentuan satuan biaya pendidikan berdasarkan formula (formula-based funding) yang memperhitungkan siswa miskin maupun kaya serta tingkat kondisi ekonomi daerah setempat.

Realisasi dana yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran tersebut dalam tahun 2009

sebesar Rp. 324.711.090.462,- atau sebesar 82,34% dari anggaran sebesar Rp. 394.325.569.038,- Kondisi tersebut menunjukkan bahwa telah/belum dilakukan

efisiensi dalam mencapai target sasaran.

Strategi yang diterapkan untuk mencapai sasaran yaitu kebijakan, program dan kegiatan sudah cukup efektif, hal ini nampak dari capaian indikator kinerja sasaran rata-rata sudah mencapai 110,85%

Tercapainya indikator kinerja sasaran tersebut melalui 8 program.

1

1..22 Terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif

Indikator kinerja yang digunakan dalam pengukuran keberhasilan capaian sasaran serta target dan capaiannya adalah sebagai berikut :

Indikator Kinerja

Capaian

Tahun 2009

Satuan Target Realisasi %

1 Angka Harapan Hidup Tahun 71,10 71,20 99,72

2 Angka Kematian Bayi per 1000

kelahiran hidup

per 1000 25,80 25,00 106,40

3 Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup

per 100.000 197,40 228,00 73,16

4 Presentase gizi buruk pada balita % 1,1 *

5 Presentase Kecamatan Bebas Rawan Gizi

% 73,03 *

6 Persentase Rumah Tangga

Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat

% 39,00 44,95 115,26

7 Persentase Posyandu Purnama & Mandiri

- Purnama % 29,85 35,95 120,44

- Mandiri % 12,58 5,80 46,10

8 Persentase Penduduk yang

Memanfaatkan Puskesmas

% 15,00 14,91 99,40

9 Persentase Rumah Sakit yang

Menyelenggarakan 4 Pelayanan

Kesehatan Spesialis Dasar

% 60,00 48,81 81,35

10 Persentase Persalinan oleh Tenaga Kesehatan

% 84,77 85,08 100,37

11 Persentase keluarga yang memiliki akses air bersih

% 64,90 65,41 100,79

12 Rasio Puskesmas terhadap Jumlah Penduduk

% 1:30.000 1:24.820 82,73

Secara umum capaian sasaran ini telah dapat tercapai dengan baik, walaupun belum secara keseluruhan indikator kinerja sasaran terealisasi 100 %. Adapun capaian indikator kinerja tersebut diatas yaitu sebagai berikut :

1) Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (UHH)

Sejalan dengan menurunnya estimasi angka kematian bayi, maka estimasi angka harapan hidup mengalami kenaikan. Menurut hasil SP 1990, estimasi angka harapan hidup Sumatera Selatan adalah 59,83 tahun, sepuluh tahun kemudian mengalami kenaikan sebesar 7 persen, menjadi 64,02 tahun menurut SP 2000. Sedangkan menurut hasil Supas 2005 besarnya angka harapan hidup penduduk Sumatera Selatan adalah sebesar 69,5 tahun. Kondisi ini menunjukan bahwa anak yang baru lahir diperkirakan akan hidup rata-rata sampai umur 69 tahun.

Grafik : 3.2

Umur Harapan Hidup (UHH) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1971 – 2008 0 20 40 60 80 U m u r (t a h u n ) UHH 44,1 53,6 59,8 63,7 69,05 69,2 SP 1971 SP 1980 SP 1990 SPS 1995 SP 2000 2008

Pada Grafik 3.2 di atas, terlihat bahwa UHH Provinsi Sumatera Selatan cenderung mengalami peningkatan, dari 44,1 tahun pada tahun 1971 menjadi 69,2 tahun pada tahun 2008. UHH tahun 2008 merupakan proyeksi dari SDKI 2007 berbeda berbeda dengan proyeksi dari data series dalam Inkesra terbitan BPS, 2008 sebesar 71,1.

2) Angka Kematian Bayi (AKB)

Menurunnya angka kematian bayi dan meningkatnya angka harapan hidup mengindikasikan meningkatnya derajat kesehatan penduduk. Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) 1990, estimasi angka kematian bayi di Sumatera Selatan diperkirakan 71 per 1000 kelahiran, sedangkan berdasarkan SP 2000, angka kematian bayi di Sumatera Selatan turun drastis menjadi 53 per 1000 kelahiran, atau turun 25 persen selama 10 tahun atau rata-rata turun 2,5 persen per tahun. Angka kematian bayi di Sumatera Selatan terus mengalami penurunan hingga menurut hasil Supas tahun 2005 diperkirakan sebesar 30 per 1000 kelahiran

hidup, dan berdasarkan hasil proyeksi oleh BPS dalam Inkesra, 2008, menurun lagi menjadi 25 per 1000 kelahiran hidup.

Grafik : 3.2

Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1971– 2008 25 25,6 26,3 30 30 53 53 54 59,6 71 102 155 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2008 2007 2006 SUPASSDKI SP 2000 SDKI 1997SUPAS SDKI 1994SP 1990 SP 1980SP1971

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

3) Angka Kematian Ibu Maternal (AKI)

Sampai dengan saat ini, informasi tentang AKI, masih berpedoman pada hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Menurut SKRT, AKI Nasional menurun dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992, kemudian menurun lagi menjadi 373 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Pada SKRT 2001 tidak dilakukan survei mengenai AKI. Kemudian pada tahun 2002-2003, AKI menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) 2003. Hal ini menunjukkan bahwa AKI cenderung mengalami penurunan. Tetapi bila dibandingkan dengan target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup, maka apabila penurunannya masih seperti tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan target tersebut di masa mendatang sulit dicapai.

4) Status Gizi Balita

Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara penilaian status gizi balita adalah dengan anthropometri yang menggunakan indeks Berat Badan Umur (BB/U). Kategori yang digunakan adalah : gizi lebih (z-score > + 2 SD); gizi baik (z-score – 2 SD sampai + 2 SD); gizi kurang score < - 2 SD sampai – 3 SD); gizi buruk (z-score < - 3 SD).

Prevalensi gizi buruk Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008 sebesar 0,04% (Rentang : 0 – 0,17%). Sedangkan untuk tahun 2009, belum dapat diinformasikan karena laporan dari Kabupaten/Kota belum masuk.

Sebagai perbandingan bahwa berdasarkan hasil riskesdas 2007, secara umum prevalensi gizi buruk di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan adalah 6,5% dan gizi kurang 11,7%. Bila dibandingkan dengan Target MDG untuk Indonesia sebesar 8,5%, maka di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan target tersebut telah terlampaui, walaupun pencapaian tersebut belum merata di 15 kabupaten/kota.

5) Persentase Kecamatan Bebas Rawan Gizi

Kecamatan Bebas Rawan Gizi adalah kecamatan dengan prevalensi Kurang Energi Protein Total (Gizi Buruk + Gizi Kurang) dibawah 15%. Informasi tentang Kecamatan Bebas Rawan Gizi didapat dari hasil kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG) status gizi balita yang dilaksanakan setiap tahun.

Cakupan Kecamatan Bebas Rawan Gizi pada tahun 2008 mencapai 79,31% belum melampaui target sebesar 80%. Sedangkan persentase cakupan Kecamatan Bebas Rawan Gizi pada tahun 2009, belum tersedia datanya karena pelaksanaan Pemantauan Status Gizi (PSG) baru dilaksanakan pada bulan Desember 2009 dan hasilnya baru dapat dikeluarkan pada sekitar bulan Maret 2010.

6) Persentase Rumah Tangga Berprilaku Hidup Bersih dan Sehat

Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Rumah Tangga PHBS adalah rumah tangga yang telah melakukan 10 PHBS di rumah tangga yaitu : 1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, 2) Memberi bayi ASI Eksklusif, 3) Menimbang balita setiap bulan, 4) Menggunakan air bersih, 5) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabut, 6) Menggunakan jamban sehat, 7) Memberantas jentik di rumah sekali seminggu, 8) Makan buah dan sayur setiap hari, 9) Melakukan aktivitas fisik setiap hari, 10) Tidak merokok di dalam rumah.

Cakupan Rumah Tangga Berprilaku Hidup Bersih dan Sehat mengalami peningkatan dari 43,67% pada tahun 2008 menjadi 44,95% pada tahun 2009 dan

telah melampaui target yang telah ditetapkan sebesar 39%. Adanya peningkatan cakupan tersebut karena gencarnya promosi kesehatan, keterlibatan PKK dalam program ini, sampai ke desa misalnya untuk memberikan penyuluhan PHBS, adanya penilaian desa PHBS setiap tahun sehingga dari tingkat kabupaten/kota sudah mempersiapkan desa unggulan dan merangsang/memotivasi desa-desa lainnya untuk meingkatkan PHBS, Mulai adanya perubahan dan perbaikan perilaku masyarakat terhadap PHBS, misalnya yang masih buang air sembarangan, mulai membangun jamban melalui arisan jamban (di Kabupaten OKUS, Mura, dll), adanya desa yang menerapkan sangsi jika merokok di dalam rumah (Desa Sukabumi, Kab. OKUS), serta peranan pemerintah daerah untuk penyediaan sarana air bersih.

7) Persentase Posyandu Purnama & Mandiri

Berdasarkan Surat Edaran Gubernur Sumatera Selatan Nomor : 440/2788/BPMPD/2009 perihal Pedoman Teknis Penghitungan Strata Posyandu secara kuantitatif di Provinsi Sumatera Selatan, Posyandu Purnama adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 (delapan) kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 (lima) orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% Kepala Keluarga di wilayah kerja Posyandu, dengan skor >70% – 80%. Sedangkan Posyandu Mandiri hampir sama dengan Posyandu Purnama, hanya perbedaannya adalah pada sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya telah melebih dari 50% Kepala Keluarga di wilayah kerja Posyandu.

Cakupan Posyandu Purnama mengalami peningkatan dari 34,96% pada tahun 2008 menjadi 35,95% pada tahun 2009. dan telah melampaui target yang ditetapkan sebesar 29,85%. Sedangkan cakupan Posyandu Mandiri juga mengalami peningkatan dari 4,44 % pada tahun 2008 menjadi 5,8% pada tahun 2009. Namun cakupan posyandu mandiri belum mencapai target yang ditetapkan sebesar 12,58%. Hal ini disebabkan karena masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembiayaan kegiatan posyandu.

8) Persentase Penduduk yang Memanfaatkan Puskesmas

Pencapaian persentase penduduk yang memanfaatkan Puskesmas adalah 14,91% dari target 15%. Puskesmas adalah penanggung jawab penyelenggara

pelayanan kesehatan tingkat pertama. Sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat pertama Puskesmas memberikan pelayanan terdepan bagi masyarakat yaitu pelayanan kesehatan yang paling pertama menyentuh masalah kesehatan di masyarakat. Dengan demikian dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut Puskesmas dituntut melakukan pelayanan yang lengkap (komprehensif) meliputi pelayanan kuratif, rehabilitatif, promotif dan preventif. Guna memberikan pelayanan tersebut Puskesmas melaksanakan 6 Program Pokok dan beberapa Program Tambahan. 6 Program Pokok meliputi Kesehatan Ibu dan Anak, Program Gizi, Promosi Kesehatan, Pencegahan Penyakit Menular, Kesehatan Lingkungan dan Pengobatan. Program Tambahan meliputi Kesehatan Institusi ( UKS, Kesehatan Kerja), Kesehatan Khusus ( Kesehatan Gigi, Mata, kesehatan Remaja, Kesehatan Jiwa, Kesehatan Lansia ), dan Perawatan Kesehatan Masyarakat.

9) Persentase Rumah Sakit yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Kesehatan Spesialis Dasar

Salah satu bagian penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah rujukan kesehatan. Rujukan kesehatan dapat disebut sebagai penyerahan tanggungjawab dari satu pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain dalam hal ini dari Puskesmas ke Rumah Sakit (RS) dan atau dari RS ke RS yang kelasnya lebih tinggi atau yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap dan canggih dari RS yang merujuk. Oleh karena itu Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Selatan diharapkan telah memiliki Rumas Sakit Umum Daerah (RSUD) Tipe C yang memiliki 4 Spesialis Dasar (Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Bedah, Spesialis Penyakit Anak dan Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan). Persentase RS yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 4 Spesialis Dasar pada tahun 2009 baru mencapai 46,81% belum mencapai target yang ditetapkan pada tahun 2009 yaitu sebesar 60%. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya rumah sakit hanya memiliki pelayanan kesehatan 2 spesialis dasar (Tipe D) terutama RS swasta, disamping itu ketersediaan Dokter Spesialis relatif masih terbatas.

10) Pertolongan Persalinan oleh Nakes dengan Kompetensi Kebidanan

Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan (profesional). Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi Sumatera Selatan meningkat sekitar 4%, yaitu dari 79,25% pada tahun 2004 menjadi 84,77% pada tahun 2008 dan

meningkat lagi menjadi 85,08% pada tahun 2009 dan telah melampaui target sebesar 84,77%. Gambaran cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dari tahun 2003 – 2009 dapat dilihat padas gambar berikut ini :

Grafik: 3.3

Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan

Tahun 2003- 2009 0 20 40 60 80 100

Sumber : Subdin Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Prov.Sumsel

Linakes 80,7 79,25 81,27 82,77 83,12 84,77 85,08

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Adanya peningkatan cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu : ANC (Ante Natal Care) meningkat sehingga ibu hamil bersalin ke tenaga kesehehatan, Penggunaan stiker P4K (Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi), peningkatan tenaga kesehatan, terutama untuk bidan di desa 2007 : 2232, tahun 2008 : 2327, meningkatnya kesadaran masyarakat untuk datang ke pelayanan kesehatan, kemitraan bidan dan dukun, dukun tidak boleh menolong persalinan, didampingi oleh bidan, dukun merujuk ke bidan, Program Desa Siaga dengan penempatan tenaga kesehatan, terutama Bidan di Desa di Poskesdes, Pelaksanana program Kecamatan Sayang ibu, melalui pemberdayaan masyarakat untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Masyarakat menjadi peduli terhadap kesehatan ibu dan upaya kesehatan.

11) Persentase Keluarga yang Memiliki Akses Air bersih

Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari. Ketersediaan dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari Program Penyediaan Air Bersih yang terus menerus diupayakan pemerintah. Pada tahun 2008 rumah tangga di Sumatera Selatan yang menggunakan air bersih (bersumber dari ledeng, air kemasan, pompa, serta sumur/mata air terlindung dengan jarak ke tempat pembuangan limbah lebih dari 10 meter) baru mencapai 62, 5%, kemudian

meningkat menjadi 65,41% pada tahun 2009, melampau target yang telah ditetapkan sebesar 64,9%.

Adanya peningkatan cakupan Keluarga yang memiliki Akses Air Bersih dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu : kesadaran masyarakat untuk menggunakan air bersih sudah meningkat, adanya berbagai program terkait dengan perbaikan sanitasi lingkungan dan penyediaan air bersih, misalnya melalui PAMSIMAS/WSLIC (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) di 8 kabupaten/kota. Bentuk kegiatan berupa perubahan perilaku maasyarakat dengan CTBS, CLTS (Cuci Tangan Pakai Sabun), STBM (Sanitasi total berbasias Masyarakat). Kesehatan khusus untuk perubahan perilkau saja, adanya penyuluhan dan pembinaan ke masyarakat mengenai sanitasi dan air bersih terutama oleh Dinas kesehatan kabupaten/Kota

12) Rasio Puskesmas terhadap Jumlah Penduduk

Rasio Puskesmas terhadap jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 telah mencapai sekitar 1 : 24.000 penduduk, artinya setiap puskesmas melayani sekitar 24.000 penduduk dan telah melampau target yang telah ditetapkan sebesar 1 : 30.000 penduduk. Dari angka tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah penduduk yang ada, maka sarana pelayanan kesehatan dasar yaitu puskesmas telah memenuhi kebutuhan ideal yaitu setiap satu puskesmas maksimal melayani 30.000 penduduk. Namun, jika dilihat berdasarkan wilayah kerja puskesmas dengan radius masih ada daerah-daerah yang membutuhkan pembangunan puskesmas baru, atau meningkatkan puskesmas pembantu menjadi puskesmas, dalam rangka mendekatkan aksesibilatas penduduk terhadap sarana pelayanan kesehatan.

Realisasi dana yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran tersebut dalam tahun

2009 sebesar Rp. 147.565.530.922,- atau sebesar .47,65% dari anggaran sebesar Rp.309.692.891.760,-Kondisi tersebut menunjukkan bahwa telah/belum dilakukan

efisiensi dalam mencapai target sasaran.

Strategi yang diterapkan untuk mencapai sasaran yaitu kebijakan, program dan kegiatan belum cukup efektif, hal ini nampak dari capaian indikator kinerja sasaran rata-rata sudah mencapai 71,23%

Tercapainya indikator kinerja sasaran tersebut melalui 9 program. Program yang mendukung tercapainya indikator kinerja sasaran tersebut sebanyak 22 program

1

1..33 Terwujudnya masyarakat yang kreatif memiliki kemampuan daya

saing tinggi

Indikator kinerja yang digunakan dalam pengukuran keberhasilan capaian sasaran serta target dan capaiannya adalah sebagai berikut :

Indikator Kinerja

Capaian Tahun 2009

Satuan Target Realisasi %

1. Penduduk yang Bekerja % 91,92 92,39 100,51

2. Penduduk yang Menganggur % - - -

3. Angkatan Kerja % 69,79 47,91 68,65

4. Tingkat Pengangguran Terbuka % 7,86 7,61 96,82 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja % 69,79 68,31 97,88

Secara umum capaian sasaran ini belum tercapai dengan baik, karena belum secara keseluruhan target indikator kinerja sasaran terealisasi 100 %. Indikator kinerja tersebut dicapai melalui 17 program dibawah urusan wajib ketenagakerjaan.

Realisasi dana yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran tersebut dalam tahun 2009 sebesar Rp. 484.175.494.884,- atau sebesar 67,46% dari anggaran sebesar Rp. 717.688.961.628,- Kondisi tersebut menunjukkan bahwa telah dilakukan

efisiensi dalam mencapai target sasaran.

Strategi yang diterapkan untuk mencapai sasaran yaitu kebijakan, program dan kegiatan sudah cukup efektif, hal ini nampak dari capaian indikator kinerja sasaran rata-rata sudah mencapai 72,77%

T

TUUJJUUAANN 11DDAARRII

M

MIISSIIKKEEDDUUAA

Mewujudkan daerah surplus pangan yang

berkelanjutan dan komoditas perdagangan

yang berdaya saing tinggi

Untuk mewujudkan tujuan pertama dari misi kedua telah ditetapkan 3 (tiga) sasaran strategis. Dalam tahun 2009 telah dilaksanakan upaya pencapaian 3 (tiga) sasaran dengan tingkat pencapaian dijelaskan di bawah ini.

2

2..11 Terpenuhinya pangan bagi masyarakat Sumatera Selatan sesuai

Dalam dokumen A D. Kata Pengantar. Pemerintah. (Halaman 53-63)

Dokumen terkait