• Tidak ada hasil yang ditemukan

Undang-undang kekuasaan kehakiman menyatakan bahwa adanya badan-badan lain yang memiliki fungsi berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Mengenai badan-badan lain yang memiliki fungsi kekuasaan kehakiman tersebut diatur dalam undang-undang. Undang-Undang Perlidungan Konsumen (UUPK) membentuk suatu lembaga yang disebut Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).173 Dibentuknya BPSK bertujuan untuk menjadi lembaga penyelesaian sengketa konsumen melalui jalur luar pengadilan.174

Secara ringkas BPSK memiliki tugas untuk menangangi sengketa konsumen melalui mediasi, arbitrase atau konsiliasi. Bertugas memberikan konsultasi perlindungan konsumen juga melakukan pengawasan.175 Terhadap tugas BPSK yang menyelesaiakan sengketa konsumen, BPSK memiliki kewenangan untuk memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian dipihak konsumen dan menjatuhkan sanksi terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang.176

Dalam menyelesaiakan tugasnya untuk menyelesaiakan sengketa konsumen, BPSK membentuk majelis. Prosedur yang dilakukan dalam penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK pun memiliki kemiripan dengan

173

Janus Sidabalok, Op.cit, hlm. 184.

174

Ibid, hlm.184.

175

Ibid, hlm. 184.

176

peradilan pada umumnya.177 Namun unsur –unsur yang ada dalam BPSK adalah unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha, berbeda dengan unsur –unsur yang ada pada peradilan. Tahapan yang dilalui secara ringkas dapat disebutkan dalam tiga tahap, yakni tahap menerima gugatan, tahap memeriksa gugatan, dan tahap pemberian putusan serta pelaksanaan putusan.178

Berdasarkan tugas dan wewenang yang dimiliki oleh BPSK, BPSK memiliki karakteristik lembaga kuasi yudisial sebagaimana yang dirumuskan oleh Jimly Asshiddiqie. Adapun karakteristik yang dimiliki oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah sebagai berikut :

1. BPSK memiliki kekuasaan untuk mendengar dan menentukan atau memastikan fakta-fakta. Pada tugas dan wewenangnya BPSK dapat melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen. Untuk melaksanakan tugas tersebut BPSK dapat memanggil para pihak yang bersengketa untuk dapat menyelesaikan sengketa yang terjadi. BPSK juga dapat meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain.179

2. BPSK memiliki kekuasaan untuk menguji saksi-saksi, untuk memaksa saksi-saksi untuk hadir, dan untuk mendengar keterangan para pihak dalam persidangan. Kekuasaan yang dimiliki oleh BPSK ini terlihat dari tugas dan wewenang BPSK yang tertuang pada pasal 52 poin h dan i. Di mana dalam poin tersebut dijelaskan bahwa BPSK dapat memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui tentang pelanggaran UUPK. Bahkan BPSK

177

Janus Sidabalok, Op.cit, hlm. 187.

178

Ibid, hlm.187.

179

sendiri memiliki wewenang untuk meminta bantuan dari penyidik untuk dapat menghadirkan pelaku usaha, saksi saksi ahli dan juga orang yang dianggap mengetahui pelanggaran UUPK.

3. BPSK memiliki kekuasaan untuk menegakkan keputusan atau menjatuhkan sanksi hukuman. Tugas dan wewenang BPSK yang tertulis pada poin k dan m menjelaskan bahwa BPSK dapat memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian di pihak konsumen dan juga menjatuhkan sanksi administrative kepada pelaku usaha iyang melanggar ketentuan undang-undang ini.

Berdasarkan penjelasan mengenai karakteristik kekuasaan yang dimiliki BPSK tersebut, maka dapat dsimpulkan bahwa BPSK merupakan lembaga kuasi yudisial. Maka dapat dikatakan bahwa kedudukan BPSK sebagai lembaga kuasi yudisial berperan dalam mengadili penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan dan menjatuhkan putusan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan didalam UUPK.

B. Kekuatan Hukum Putusan BPSK Sebagai Lembaga Kuasi Yudisial

dalam Sistem Hukum Indonesia

Herzien Inlandsch Reglemen atau HIR pasal 185 menentukan putusan dapat dibagi menjadi dua macam, yakni putusan sela dan putusan akhir. Putusan sela adalah putusan yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Putusan akhir ialah putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan mahkamah agung.180

180

Moh Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,(Jakarta: PT Rineka Cipta,2004), hlm.129.

Dalam hukum acara dikenal beberapa putusn sela, yaitu:181

1. Putusan Prepatoir, yaitu putusan sebagai persiapan putusan akhir, tanpa mempunyai pengaruh atas pokok perkara putusan akhir. Sebagai contoh, putusan untuk menolak pengunduran pemeriksaaan saksi. 2. Putusan Interlocutoir, adalah putusan yang isinya memerintahkan

pembuktian. Contohnya pemeriksaan saksi atau pemeriksaaan setempat. Karena putusan ini menyangkut masalah pembuktian, maka putusan

interlocutoir akan mempengaruhi putusan akhir.

3. Putusan Incidentiel, adalah putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa. Sebagai contoh, putusan yang membolehkan pihak ketiga ikut serta dalam suatu perkara.

4. Putusan Provisional, adalah ptusan yang menjawab tututan provinsi yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan. Sebagai contoh, dalam perceraian sebelum pokok perkara diputuskan, istri minta dibebaskan dari kewajiban untuk tinggal bersama suaminya, karena suaminya yang suka menganiaya.

Putusan akhir berdasarkan sifat amarnya dapat dibedakan atas tiga macam yaitu:182

1. Putusan Condemnatoir, yaitu putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.

181

J.B Daliyo, Op.cit, hlm. 246.

182

Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung : Mandar Maju, 2009), hlm. 109.

2. Putusan Declaratoir, adalah putusan yang amarnya menyatakan suatu keadaan sebagai keadaan yang sah menurut hukum.

3. Putusan Konstitutif, adalah puttusan yang amar putusannya menciptakan suatu keadaan baru.

HIR tidak memuat ketentuan tentang kekuatan putusan hakim, namun dalam pasal 180 hanya disebutkan adanya suatu putusan yang telah mempunyai kekuatan tetap. Karena ada putusan hakim yang mempunyai kekuatan tetap tentu ada putusan hakim yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan yang menurut undang-undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa melawn putusan itu. Jadi putusan yang tidak dapat diganggu gugat. Sedangkan putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan yang menutut ketentuan undang-undang masih terbuka kesempatan mengguunakan upaya hukum melawan putusan misalnya banding dan kasasi.183

Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam perkara perdata memiliki tiga macam kekuatan, yaitu :184

1. Kekuatan pembuktian mengikat, artinya disini ialah putusan hakim itu sebagai dokumen yang merupakan suatu akta otentik menurut pengertian undang-undang, sehingga tidak hanya mempunyai kekuatan pembuktian mengikat antara para pihak yang berperkara, tetapi membuktikan bahwa telah ada suatu perkara antara pihak-pihak yang disebutkan dalam putusan itu.

183

Moh. Taufik Makarao, Op.cit, hlm. 131.

184

2. Kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatannya untuk dapat dipaksakan dengan bantuan aparat keamanan terhadap pihak yang tidak menaatinya dengan sukarela.

3. Kekuatan mengajukan eksepsi (tangkisan), yaitu kekuatan untuk menangkis suatu gugatan baru mengenai hal yang sudah pernah diputus mengenai hal-hal yang sama, berdasarkan asas ne bi in idem ( tidak boleh dijatuhkan putusan lagi dalam perkara yang sama.

Putusan dalam hukum acara perdata yang telah dijelaskan diatas berbeda dengan putusan yang dikeluarkan oleh BPSK sebagai lembaga yang bersifat semi peradilan atau lembaga kuasi yudisial. Dalam UUPK Pasal 54 ayat (3) menegaskan bahwa putusan dari majelis BPSK bersifat final dan mengikat. arti dari putusan yang bersifat final adalah bahwa tidak adanya upaya banding dan kasasi pada putusan tersebut. Sedangkan arti mengikat pada sifat putusan tersebut adalah putusan tersebut harus dijalankan oleh yang diwajibkan untuk itu.185

BPSK wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan dterima.186 Segera setelah putusan diucapkan, maka dimintalah penetapan esksekusinya kepada pengadilan neger ditempat tergugat berkediaman.187Dalam waktu paling lambat 7 hari kerja sejak menerima putusan BPSK sebagaimana dimaksud Pasal 55 UUPK pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.188 Ada hal yang menimbulkan kontradiktif terhadap putusan BPSK, di mana dalam UUPK pasal 56 Ayat (2) dinyatakan para pihak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri paling lambat 14

185

Abdul Halim Barkatulah, Op.cit, hlm. 182.

186

Pasal 55 Undang-Undang No 8 Tahun 1999.

187

Janus Sidabalok, Op.cit, hlm. 188

188

(empat belas) hari kerja setelah menerima putusan BPSK. Dengan dibukanya kesempatan mengajukan keberatan maka dapat dikatakan bahwa putusan BPSK belum bersifat final atau dapat dikatakan tidak berkekuatan hukum tetap.189

Penjelasan Pasal 54 ayat (3), putusan bersifat final BPSK adalah tidak adanya upaya hukum banding dan kasasi. Jika dihubungkan pada ketentuan pasal 56 ayat (2) UUPK, maka dapat diketahui bahwa ternyata istilah final putusan BPSK hanya dimaknai pada upaya banding, tetapi tidak termasuk terhadap upaya mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri, yang ternyata atas putusan pengadilan negeri ini UUPK masih membuka lagi kesempatan untuk mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.190

Putusan Majelis BPSK bersifat nonlitigasi, sehingga apabila ada pihak yang keberatan atas putusan BPSK tersebut, mereka dapat mengajukan kepada pengadilan negeri. Dalam arti pula putusan BPSK tidak memiliki kekuatan eksekutorial.191

Pada dasarnya BPSK merupakan lembaga yang memiliki sifat semi peradilan atau lembaga kuasi yudisial. Pengertian kuasi yudisial yang diberikan oleh Jimly Asshiddiqie bahwa lembaga ini ialah lembaga yang memiliki sifat mengadili. Lembaga ini juga berfungsi sebagai lembaga yang dapat menjalankan fungsi kehakiman dalam penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Maka putusan BPSK sebagai lembaga kuasi yudisial tidak berkekuatan hukum tetap.

189

Abdul Halim Barkatulah, Op.cit,hlm.182.

190

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit,hlm. 264.

191

C. Upaya Hukum Terhadap Putusan BPSK Sebagai Lembaga Kuasi

Dokumen terkait