• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Sebaran Daerah Berpotensi Kekeringan

Sebaran daerah berpotensi kekeringan dalam penelitian ini didapatkan dari penggabungan (Overlay) serta pengharkatan (Scoring) parameter-parameter yang digunakan yaitu: NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), Indeks Kecerahan (Brightness Index), Indeks Kebasahan (Wetness Index), kondisi curah hujan, kondisi hidrogeologi dan penggunaan lahan. Data atribut penggabungan keenam parameter tersebut dapat dilihat pada lampiran 5. Hasil sebaran daerah potensi kekeringan dapat dilihat pada gambar 4.20, tabel 4.8 dan tabel 4.9. Berikut penjelasan hasil analisis citra Landsat 7ETM+ untuk mengetahui kondisi permukaan lahan yang berkaitan dengan kekeringan yaitu: NDVI, indeks kecerahan dan indeks kebasahan. Sedangkan kondisi fisiografis berpengaruh terhadap kekeringan yaitu: curah hujan, kondisi hidrogeologi dan penggunaan lahan sudah dijelaskan pada gambaran umum wilayah.

a. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

Transformasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubunganya dengan potensi kekeringan. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara nilai NDVI dengan ketersediaan air tanah (Dian, 2010). Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa obyek vegetasi merupakan obyek dengan kapasitas perespan air tinggi, sebaliknya obyek selain vegetasi merupakan obyek kedap air. Sehingga nilai NDVI yang tinggi menunjukan daerah dengan kerapatan vegetasi tinggi, kemampuan penyerapan air tinggi. Sebaliknya

nilai NDVI yang rendah menunjukkan daerah dengan kerapatan vegetasi yang rendah, kemamupan penyerapan air rendah.

Berdasarkan hasil pengolahan transformasi NDVI yang diterapkan pada citra Landsat 7 ETM+ Kabupaten Klaten perekaman bulan kering yang ditunjukkan gambar 4.8 menghasilkan nilai spektral antara -0,878 sampai dengan 0,948. Nilai negatif memperlihatkan bahwa obyek yang berada pada piksel tersebut memiliki nilai pantulan yang lebih tinggi pada band 3 (merah) jika dibandingkan dengan pantulan pada band 4 (inframerah dekat). Pantulan yang tinggi pada band merah mengindikasikan kerapatan vegetasi yang rendah karena pada dasarnya terjadi penyerapan cahaya merah oleh pigmen tanaman.

Nilai NDVI yang tinggi memperlihatkan vegetasi yang lebih rapat. Nilai pantulan vegetasi pada saluran 4 (Inframerah dekat) lebih tinggi karena pada panjang gelombang ini cahaya matahari mengandung sebagian besar energinya, sehingga vegetasi mengantisipasi rusaknya protein dengan memantulkan kembali cahaya tersebut (Dian, 2010). Proses transformasi NDVI dapat dilihat pada lampiran 1.7.

Hasil transormasi NDVI pada citra memiliki nilai yang sangat beragam. Nilai yang bervariasi ini akan mempengaruhi dalam pemilihan sempel serta pengharkatan potensi kekeringan karena homogenitasnya. Oleh karena itu, dilakukan penyerdehanaan nilai-nilai tersebut menjadi beberapa kelas sehingga dapat dihasilkan daerah yang lebih homogen atau dalam hal ini memiliki nilai yang hampir seragam. Adapun teknik pengkelasan transformasi NDVI menggunakan teknik pemotongan nilai spektral dengan melihat kurva histogram yang dihasilkan. Berikut gambar kurva histogram hasil transformasi NDVI citra Landsat 7ETM+ kabupaten Klaten.

Gambar 4.9. Histogram Transformasi NDVI

Mengacu kurva histogram tersebut, dalam penelitian ini nilai spektral NDVI dikelaskan menjadi 5 kelas yang dapat dijelaskan pada tabel 4.5. Peta hasil klasifikasi transformasi NDVI dapat dilihat pada gambar 4.10. Proses klasifikasi

NDVI dapat dilihat pada lampiran 1.8. Berdasarkan pengkelasan interval nilai spektral, hasil klasifikasi NDVI Kabupaten Klaten dikategorikan kedalam 5 kelas yaitu: kelas lahan tidak bervegetasi, kehijauan sangat rendah, kehijauan rendah, kehijauan sedang dan kehijauan tinggi. Berikut luasan masing – masing kelas hasil transformasi NDVI.

Tabel 4.5 Luas Kelas NDVI No Interval nilai

spektral

Klasifikasi Luas (ha) Persentase (%) 1 -1 s/d - 0.005 Lahan tidak bervegatasi 847,541 1,21 2 - 0.005 s/d 0.19 Vegetasi sangat rendah 13548,701 19,34 3 0.19 s/d 0.50 Vegetasi rendah 36056,955 51,47 4 0.50 s/d 0.63 Vegetasi sedang 11088,945 15,83 5 0.63 s/d 1.00 Vegetasi tinggi 8518,568 12,16 Sumber: perhitungan data, tahun 2012

Kelas kerapatan vegetasi hasil transformasi NDVI dijelaskan sebagai berikut: 1. Kelas Lahan Tidak Bervegetasi

Tingkat kerapatan vegetasi kelas lahan tidak bervegetasi mempunyai luasan 847,541 ha atau 1,21% dari luas total wilayah (Tabel 4.5). Kelas ini banyak tersebar di penggunaan lahan yang berupa aera pabrik, pertokoan, pemukiman, rawa dan sawah. Kondisi lapangan mengenai lahan tidak bervegetasi dapat ditunjukkan pada gambar 4.10. Berdasarkan hasil transformasi NDVI pola sebaran kelas ini hampir terdapat di semua kecamatan dengan luasan yang kecil. Apabila dilihat kondisi geografisnya, kelas ini terdapat pada ketinggian di bawah 200 mdpl, curah hujan di bawah 2000 mm/th dan banyak terdapat pada penggunaan lahan pemukiman, sawah, belukar, tegalan dan rawa. Sebaran kelas lahan tidak bervegetasi hasil analisis NDVI dapat ditunjukkan pada gambar 4.11.

Kelas lahan tidak bervegetasi diakibatkan karena pantulan gelombang elektromagnetik saluran 3 (Band merah) lebih tinggi daripada pantulan dari saluran 4 (Inframerah dekat). Oleh karena itu, nilai NDVI bernilai rendah. Berdasarkan klasifikasi nilai NDVI yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi NDVI Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai NDVI anatara -1 s/d -0.005 masuk pada kelas lahan tidak bervegetasi.

2. Kelas Vegetasi Sangat Rendah

Tingkat kerapatan vegetasi kelas sangat rendah mempunyai luasan 13548,701 ha atau 19,34% dari luas total wilayah (Tabel 4.5). Kelas ini banyak tersebar di penggunaan lahan yang berupa aera pabrik, pertokoan, pemukiman, sawah, belukar, tegalan dan rawa. Kondisi lapangan mengenai lahan tidak bervegetasi dapat ditunjukkan pada gambar 4.10. Berdasarkan hasil transformasi NDVI, pola sebaran kelas ini tidak jauh berbeda dengan kelas lahan tidak bervegetasi. Kelas kerapatan vegetasi sangat rendah pada umumnya terdapat di dekat atau di luar area lahan tidak bervegetasi. Apabila dilihat kondisi geografisnya, kelas ini terdapat pada ketinggian di bawah 200 mdpl, curah hujan di bawah 2000 mm/th. Sebaran kelas kerapatan vegetasi sangat rendah hasil analisis NDVI dapat ditunjukkan pada gambar 4.11.

Kelas kerapatan vegetasi sangat rendah diakibatkan karena pantulan gelombang elektromagnetik saluran 3 (Band merah) lebih tinggi daripada pantulan dari saluran 4 (Inframerah dekat). Oleh karena itu, nilai NDVI bernilai rendah. Berdasarkan klasifikasi nilai NDVI yang didasarkan pada pemotongan

kurva histogram transformasi NDVI Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai NDVI anatara -0.005 s/d 0.19 masuk pada kelas vegetasi sangat rendah. 3. Kelas Vegetasi Rendah

Tingkat kerapatan vegetasi kelas rendah mempunyai luasan 36056,955 ha atau 51,47% dari luas total wilayah (Tabel 4.5). Kelas ini banyak tersebar di penggunaan lahan yang berupa pemukiman, belukar dan sawah. Kondisi lapangan mengenai lahan tidak bervegetasi dapat ditunjukkan pada gambar 4.10. Berdasarkan hasil transformasi NDVI pola sebaran kelas ini tidak jauh berbeda dengan kelas lahan tidak bervegetasi. Apabila dilihat kondisi geografisnya, kelas ini terdapat pada ketinggian di bawah 200 mdpl, curah hujan di bawah 2000 mm/th. Sebaran kelas kerapatan vegetasi rendah dari hasil analisis NDVI dapat ditunjukkan pada gambar 4.11.

Kelas kerapatan vegetasi rendah diakibatkan karena gelombang elektromagnetik saluran 3 (Band merah) terserap dalam pigmen-pigmen tanaman. Sedangkan saluran 4 (Inframerah dekat) terpantulkan kembali oleh tanaman untuk mengantisipasi rusaknya protein. Oleh karena itu, nilai NDVI bernilai rendah. Berdasarkan klasifikasi nilai NDVI yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi NDVI Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai NDVI anatara 0.19 s/d 0.50 masuk pada kelas vegetasi rendah.

4. Kelas Vegetasi Sedang

Tingkat kerapatan vegetasi kelas sedang mempunyai luasan 11088,945 ha atau 15,83% dari luas total wilayah (Tabel 4.5). Kelas ini banyak tersebar di penggunaan lahan yang berupa kebun, pemukiman, belukar dan sawah. Kondisi

lapangan mengenai lahan tidak bervegetasi dapat ditunjukkan pada gambar 4.10. Berdasarkan hasil transformasi NDVI pola sebaran kelas kerapatan vegetasi sedang hampir menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Klaten. Apabila dilihat kondisi geografisnya, kelas ini terdapat pada ketinggian <100 - >1000 mdpl, curah hujan antara 100 - 2500 mm/th. Sebaran kelas kerapatan vegetasi sedang dari hasil analisis NDVI dapat ditunjukkan pada gambar 4.11.

Kelas kerapatan vegetasi sedang diakibatkan karena gelombang elektromagnetik saluran 3 (band merah) terserap dalam pigmen-pigmen tanaman. Sedangkan saluran 4 (inframerah dekat) terpantulkan kembali oleh tanaman karena untuk mengantisipasi rusaknya protein. Oleh karena itu, pantulan saluran 4 (inframerah dekat) lebih besar daripada pantulan saluran 3 (merah). Hal tersebut menjadikan nilai NDVI tinggi. Berdasarkan klasifikasi nilai NDVI yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi NDVI Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai NDVI anatara 0.50 s/d 0.63 masuk pada kelas vegetasi sedang.

5. Kelas Vegetasi Tinggi

Tingkat kerapatan vegetasi kelas tinggi mempunyai luasan 8518,568 ha atau 12,16% dari luas total wilayah (Tabel 4.5). Kelas ini terdapat hampir di setiap penggunaan lahan. Kondisi lapangan mengenai lahan tidak bervegetasi dapat ditunjukkan pada gambar 4.10. Berdasarkan hasil transformasi NDVI pola sebaran kelas kerapatan vegetasi tinggi hampir menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Klaten. Apabila dilihat kondisi geografisnya, kelas ini terdapat pada ketinggian <100 - >1000 mdpl, curah hujan antara 2000 - 2500 mm/th. Sebaran

kelas kerapatan vegetasi tinggi dari hasil analisis NDVI dapat ditunjukkan pada gambar 4.11.

Kelas kerapatan vegetasi tinggi diakibatkan gelombang elektromagnetik saluran 3 (Band merah) terserap dalam pigmen-pigmen tanaman. Sedangkan saluran 4 (Inframerah dekat) terpantulkan kembali oleh tanaman karena untuk mengantisipasi rusaknya protein. Oleh karena itu, pantulan saluran 4 (inframerah dekat) lebih besar daripada pantulan saluran 3 (merah). Hal tersebut menjadikan nilai NDVI tinggi. Berdasarkan klasifikasi nilai NDVI yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi NDVI Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai NDVI anatara 0.63 s/d 1 masuk pada kelas vegetasi tinggi.

Kelas NDVI lahan tidak bervegatasi Koordinat X: 458349 Y:9142144 mU

Kelas NDVI vegetasi sangat rendah Koordinat X: 455698 Y: 9148391

Kelas NDVI vegetasi rendah

Koordinat X: 465847 Y:9138509 mU Kelas NDVI vegetasi sedang Koordinat X: 465847 Y: 9138509

Kelas NDVI vegetasi tinggi Koordinat X: 465847 Y: 9138509 Gambar 4.10. Kondisi Lapangan Kelas NDVI

Gambar 4.11 Hasil Klasifikasi Transformasi NDVI Kabupaten Klaten

b. Indeks Kecerahan (Brightness Index)

Transformasi Indeks Kecerahan (Brightness Index) dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubunganya dengan potensi kekeringan. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semakin tinggi nilai kecerahan suatu obyek pada citra maka obyek tersebut semakin kering, sebaliknya semakin rendah tingkat kecerahan obyek pada citra maka obyek tersebut semakin basah.

Berdasarkan hasil pengolahan transformasi indeks kecerahan yang diterapkan pada citra Landsat 7 ETM+ Kabupaten Klaten yang ditunjukan pada gambar 4.12 menghasilkan nilai spektral antara 7,31 sampai dengan 528,02. Nilai spektral hasil transformasi indeks kecerahan yang rendah memperlihatkan bahwa obyek yang berada pada pixel tersebut memiliki nilai pantulan yang rendah.

Nilai pantulan yang rendah pada suatu citra penginderaan jauh dapat diakibatkan karena obyek tersebut memiliki permukaan yang kasar sehingga pantulan kemabali dari obyek tersebut tidak sempurna. Nilai pantulan yang rendah juga dapat diakibatkan pada obyek air. Dalam ilmu penginderaan jauh pantulan ini dinamakan pantulan baur. Sedangkan pantulan yang tinggi pada suatu citra penginderaan jauh diakibatkan karena obyek yang terkena gelombang elektromagnetik merupakan obyek yang mempunyai tingkat kehalusan serta kekerasan tinggi, sehingga gelombang elektromagnetik dapat terpantulkan dengan sempurna. Proses transformasi indeks kecerahan dapat dilihat pada lampiran 1.9.

Hasil transormasi Indeks Kecerahan pada citra memiliki nilai yang sangat beragam. Nilai yang bervariasi ini akan mempengaruhi dalam pemilihan sempel serta pengharkatan rawan kekeringan karena homogenitasnya. Oleh karena itu, dilakukan penyerdehanaan nilai-nilai tersebut menjadi beberapa kelas, sehingga dapat dihasilkan daerah yang lebih homogen atau dalam hal ini memiliki nilai yang hampir seragam. Adapun teknik pengkelasan transformasi indeks kecerahan menggunakan teknik pemotongan nilai spektral dengan melihat kurva histogram yang dihasilkan. Berikut gambar kurva histogram hasil transformasi Indeks Kecerahan citra Landsat 7ETM+ kabupaten Klaten.

Gambar 4.13 Histogram Transformasi Indeks Kecerahan

Mengacu kurva histogram tersebut, dalam penelitian ini nilai spektral indeks kecerahan dikelaskan menjadi 5 kelas yang dapat dijelaskan pada tabel 4.6. Peta hasil klasifikasi transformasi indeks kecerahan dapat dilihat pada gambar 4.15.

Proses klasifikasi indeks kecerahan dapat dilihat pada lampiran 1.10. Berdasarkan pengkelasan interval nilai spektral, hasil klasifikasi indeks kecerahan Kabupaten Klaten dikategorikan kedalam 5 kelas yaitu: Sangat gelap, gelap, agak cerah, cerah dan sangat cerah. Berikut luasan masing – masing kelas hasil transformasi indeks kecerahan.

Tabel 4.6 Luas Kelas Indeks Kecerahan No Interval nilai

spektral

Klasifikasi Luas (ha) Persentase (%) 1 ≤ 113.122 Sangat gelap 3664,339 5,23 2 113.122 – 147.368 Gelap 28051,457 40,04 3 147.368 – 177.663 Agak cerah 25142,320 35,89 4 177.663 – 206.641 Cerah 9486,439 13,54 5 >206.641 Sangat cerah 3716,156 5,30 Sumber: perhitungan data, tahun 2012

Kelas kecerahan hasil transformasi indeks kecerahan dijelaskan sebagai berikut: 1. Indeks Kecerahan Kelas Sangat Gelap

Daerah dengan indeks kecerahan kelas sangat gelap mempunyai luasan 3664,339 ha atau 5,23% dari luas total wilayah (Tabel 4.6). Kelas ini banyak tersebar di penggunaan lahan yang berupa kebun, sawah dan daerah yang mempunyai kelembaban tinggi. Kondisi lapangan mengenai Indeks kecerahan kelas sangat gelap dapat ditunjukkan pada gambar 4.14. Berdasarkan hasil transformasi indeks kecerahan pola sebaran kelas sangat gelap hanya terdapat di beberapa daerah dengan cakupan kecil.

Kelas kecerahan sangat gelap diakibatkan karena obyek yang dikenai gelombang elektromagnetik merupakan obyek air atau permukaan yang lunak sehingga gelombang elektromagnetik dapat terserap atau terhamburkan dan sedikit membalikkan gelombang elektromagnetiknya. Akibat dari hal tersebut

nilai spektral indeks kecerahan bernilai rendah. Kelas ini terdapat pada rawa atau sawah yang masih terdapat air. Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks kecerahan yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi indeks kecerahan Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai spektral anatara nilai terendah s/d 113.122 masuk pada kelas sangat gelap.

2. Indeks Kecerahan Kelas Gelap

Daerah dengan indeks kecerahan kelas gelap mempunyai luasan 28051,457 ha atau 40,04% dari luas total wilayah (Tabel 4.6). Kelas ini tersebar di penggunaan lahan yang berupa sawah, kebun maupun pemukiman yang terdapat pohon. Kondisi lapangan mengenai indeks kecerahan kelas gelap dapat ditunjukkan pada gambar 4.14. Berdasarkan hasil transformasi indeks kecerahan pola sebaran kelas gelap hampir terdapat di setiap kecamatan yang dapat dilihat pada gambar 4.15. Kelas ini banyak terdapat di penggunaan lahan berupa sawa, kebun ataupun pemukiman yang terdapat pohon.

Kelas kecerahan bernilai gelap diakibatkan obyek yang kasar ataupun lunak sehingga gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari satelit terserap ataupun terhamburkan. Oleh sebab itu gelombang balik elektromagnetik dari objek kurang sempurna dan mengakibatkan pada penajaman (Transformasi)

kecerahan nilai spektralnya rendah (lebih tinggi dari kelas sangat gelap). Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks kecerahan yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi indeks kecerahan Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai spektral anatara 113.122 s/d 147.368 masuk pada kelas gelap.

3. Indeks Kecerahan Agak Cerah

Daerah dengan indeks kecerahan kelas agak cerah mempunyai luasan 25142,320 ha atau 35,89% dari luas total wilayah (Tabel 4.6). Kelas ini banyak tersebar di penggunaan lahan yang berupa sawah, tegalan dan kebun yang kering. Kondisi lapangan mengenai indeks kecerahan kelas agak cerah dapat ditunjukkan pada gambar 4.14. Berdasarkan hasil transformasi indeks kecerahan pola sebaran kelas agak cerah sebagian besar terdapat di Kecamatan Tulung, Manisrenggo, Prambanan, Gantiwarno, Jogonalan, dan Ceper (Gambar 4.15).

Kelas kecerahan agak cerah diakibatkan obyek berupa lahan yang mempunyai permukaan kering dan keras seperti sawah dan tegalan sehingga gelombang balik elektromagnetik yang dipancarkan hampir sempurna. Pada obyek seperti ini kisaran nilai spektral hasil penajaman (Transformasi) kecerahan agak tinggi. Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks kecerahan yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi indeks kecerahan Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai spektral anatara 147.368 s/d 177.663 masuk pada pada kelas agak cerah.

4. Indeks Kecerahan Cerah

Daerah dengan indeks kecerahan kelas cerah mempunyai luasan paling kecil diantara kelas lainya yaitu 9486,439 ha atau 13,54% dari luas total wilayah (Tabel 4.6). Kelas ini tersebar di penggunaan lahan yang berupa sawah dan tegalan yang kondisinya kering ataupun pada lahan terbangun seperti pemukiman dan pabrik. Kondisi lapangan mengenai Indeks kecerahan kelas cerah dapat ditunjukkan pada gambar 4.14. Berdasarkan hasil transformasi indeks kecerahan,

kelas cerah sebagian besar terdapat di Kecamatan Bayat, Cawas dan Jogonalan (Gambar 4.15).

Kelas kecerahan cerah diakibatkan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan mengenai sawah dan tegalan yang kering ataupun atap bangunan yang halus dan keras dengan tanpa hambatan sehingga dapat membalikkan gelombang elektromagnetik secara sempurna. kisaran nilai spektral hasil penajaman (Transformasi) pada obyek seperti ini tinggi. Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks kecerahan yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi indeks kecerahan Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai spektral anatara 177.663 s/d 206.641 masuk pada kelas cerah. 5. Indeks Kecerahan Sangat Cerah

Daerah dengan indeks kecerahan kelas sangat cerah mempunyai luasan paling kecil diantara kelas lainya yaitu 3716,156 ha atau 5,30% dari luas total wilayah (Tabel 4.6). Kelas ini tersebar di penggunaan lahan terbangun seperti pemukiman dan pabrik maupun sawah dan tegalan yang kondisinya sangat kering. Kondisi lapangan mengenai Indeks kecerahan kelas sangat cerah dapat ditunjukkan pada gambar 4.14. Berdasarkan hasil transformasi indeks kecerahan, kelas sangat cerah sebagian besar terdapat di Kecamatan Bayat, Cawas, Jogonalan dan Klaten (Gambar 4.15).

Kelas kecerahan sangat cerah diakibatkan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan mengenai sawah dan tegalan yang kering ataupun atap bangunan yang halus dan keras dengan tanpa hambatan sehingga dapat membalikkan gelombang elektromagnetik secara sempurna. kisaran nilai spektral

hasil penajaman (transformasi) pada obyek seperti ini sangat tinggi. Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks kecerahan yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi indeks kecerahan Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai spektral > 206.641 masuk pada kelas sangat cerah.

Kelas indeks kecerahan sangat gelap Koordinat X: 458349 Y:9142144

Kelas indeks kecerahan sangat gelap Koordinat X: 452260 Y: 9157669

Kelas indeks kecerahan gelap Koordinat X: 465847 Y: 9138509

Kelas indeks kecerahan cerah Koordinat X: 457058 Y: 9149842

Kelas indeks kecerahan agak cerah Koordinat X: 462448 Y: 9152474 Gambar 4.14 Kondisi Lapangan Kelas Indeks Kecerahan.

Gambar 4.15 Hasil Klasifikasi Indeks Kecerahan Kabupaten Klaten

c. Indeks Kebasahan (Wetness Index)

Transformasi Indeks Kebasahan (Wetness Index) dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubunganya dengan potensi kekeringan. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semakin rendah nilai spektral hasil transformasi Indeks Kebasahan suatu obyek maka obyek tersebut semakin kering, sebaliknya semakin tinggi tingkat nilai spektral hasil transformasi Indeks Kebasahan suatu obyek maka obyek semakin basah.

Berdasarkan hasil pengolahan transformasi Indeks Kebasahan yang diterapkan pada citra Landsat 7 ETM+ Kabupaten Klaten perekaman bulan kering yang ditunjukan pada gambar 4.16 menghasilkan nilai spektral antara -215,875 sampai dengan 61,358. Nilai spektral hasil transformasi indeks kebasahan yang rendah memperlihatkan bahwa obyek yang berada pada pixel tersebut memiliki kondisi kelembaban rendah sehingga menghasilkan nilai pantulan yang tinggi. Sebaliknya nilai spektral hasil transformasi indeks kebasahan yang tinggi memperlihatkan bahwa obyek yang berada pada pixel tersebut memiliki kondisi kelembaban tinggi sehingga menghasilkan nilai pantulan yang rendah. Oleh karena itu, tinggi rendahnya nilai spektral hasil transformasi indeks kebasahan dapat menggambarkan tingkat kelembaban suatu obyek. Proses transformasi indeks kebasahan dapat dilihat pada lampiran 1.11

Hasil transormasi Indeks Kebasahan pada citra memiliki nilai yang sangat beragam. Nilai yang bervariasi ini akan mempengaruhi dalam pemilihan sempel serta pengharkatan rawan kekeringan karena homogenitasnya. Oleh karena itu, dilakukan penyerdehanaan nilai-nilai tersebut menjadi beberapa kelas, sehingga dapat dihasilkan daerah yang lebih homogen atau dalam hal ini memiliki nilai yang hampir seragam. Adapun teknik pengkelasan transformasi Indeks Kecerahan menggunakan teknik pemotongan nilai spektral dengan melihat kurva histogram yang dihasilkan. Berikut gambar kurva histogram hasil transformasi Indeks Kecerahan citra Landsat 7ETM+ kabupaten Klaten.

Gambar 4.17 Histogram Transformasi Indeks Kebasahan

Mengacu kurva histogram tersebut, dalam penelitian ini nilai spektral indeks kebasahan dikelaskan menjadi 5 kelas yang dapat dijelaskan pada tabel 4.7. Peta hasil klasifikasi transformasi indeks kebasahan dapat dilihat pada gambar 4.19.

Proses klasifikasi indeks kecerahan dapat dilihat pada lampiran 1.9. Berdasarkan pengkelasan interval nilai spektral, hasil klasifikasi indeks kebasahan Kabupaten Klaten dikategorikan kedalam 5 kelas yaitu: Sangat kering, kering, lembab, sangat lembab dan tergenang. Berikut luasan masing – masing kelas hasil transformasi indeks kebasahan.

Tabel 4.7 Luas Kelas Indeks Kebasahan

No Interval nilai spektral Klasifikasi Luas (ha)

Persentase (%) 1 Nilai terendah s/d -73.518 Sangat kering 21179,138 30,23 2 -73.518 s/d -37.753 Kering 18580,532 26,52 3 -37.753 s/d -21.157 Sedang/lembab 25909,164 36,98 4 -21.157 s/d 21.152 Sangat lembab 3281,535 4,68 5 21.152 s/d nilai tertinggi Tergenang 1110,341 1,58 Sumber: perhitungan data, tahun 2012

Kelas kecerahan hasil transformasi indeks kecerahan dijelaskan sebagai berikut: 1. Indeks Kebasahan Kelas Sangat Kering

Daerah dengan indeks kebasahan kelas sangat kering mempunyai luasan 21179,138 ha atau 30,23 % dari luas total wilayah (Tabel 4.7). Kelas ini banyak tersebar di penggunaan lahan yang berupa pemukiman, pabrik, pertokoan (lahan terbangun), sawah, tegalan dan belukar. Kondisi lapangan mengenai indeks kebasahan kelas sangat kering dapat ditunjukkan pada gambar 4.18. Berdasarkan hasil transformasi indeks kebasahan, pola sebaran kelas sangat kering sebagian besar terdapat di Kecamatan Bayat, Cawas, Karangdowo, Pedan, Ceper, Juwiring, Wonosari, Delanggu, Karangnom, Klaten Utara, Klaten tengah, Klaten selatan, Kalikotes, Wedi, Gantiwarno dan Prambanan (Gambar 4.19). Apabila dilihat kondisi geografisnya, kelas ini sebagian besar terdapat pada ketinggian di bawah 200 mdpl.

Indeks kebasahan kelas sangat kering diakibatkan karena obyek yang dikenai gelombang elektromagnetik merupakan obyek dengan permukaan cenderung kasar hingga halus. Hal tersebut mengakibatkan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari satelit terbalikkan dengan sempurna. Gelombang balik tersebut mengakibatkan nilai spektral hasil transformasi indeks kebasahan bernilai rendah. Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks kebasahan yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi indeks kebasahan Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai spektral terendah sampai dengan < -73.518 masuk pada kelas sangat kering.

2. Indeks Kebasahan Kelas Kering

Daerah dengan indeks kebasahan kelas kering mempunyai luasan 18580,532 ha atau 26,52% dari luas total wilayah (Tabel 4.7). Kelas ini banyak tersebar di penggunaan lahan yang berupa pemukiman, pabrik, pertokoan (Lahan terbangun), sawah, tegalan dan belukar. Kondisi lapangan mengenai indeks kebasahan kelas kering dapat ditunjukkan pada gambar 4.18. Berdasarkan hasil transformasi indeks kebasahan, pola sebaran kelas lembab sebagian besar terdapat di Kecamatan kemalang, Trucuk, Jatinom, Polanharjo dan bayat (Gambar 4.19).

Dokumen terkait