• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaran Suhu Permukaan laut dan Klorofil a di Laut Banda Secara

5. PEMBAHASAN

5.1 Sebaran Suhu Permukaan laut dan Klorofil a di Laut Banda Secara

Secara temporal sebaran suhu permukaan laut (SPL) antara tahun 2008 - 2010 memperlihatkan adanya perubahan setiap tahunnya dan perubahan ini cenderung mengarah kepada peningkatan suhu permukaan lau. Kondisi ini terlihat jelas hampir disetiap bulan. Perbandingan antara bulan antara tahun 2008 - 2010 secara umum menunjukkan pada bulan April - Agustus memiliki kisaran rata - rata SPL yang rendah (27,00 - 28,00oC) dibandingan bulan yang lain (27,00 - 30.00oC). Sukersno dan Kasa (2008) menunjukkan hal yang sama, yaitu pada musim timur nilai SPL lebih rendah dan musim barat memiliki SPL yang cenderung lebih hangat. Lebih lanjut dikatakan bahwa perubahan SPL ini dipengaruhi oleh ENSO dan perubahan musim itu sendiri. Suhu permukaan laut pada musim barat rata - rata 4oC lebih panas daripada musim timur (Ilahude

dan Gordon, 1996 vide Sulaiman, 2000). Bagian tengah Laut Banda pada musim timur mempunyai suhu muka laut antara 25,7oC - 26,1oC dan di musim

barat suhu muka laut antara 29,6oC - 30.3oC. Selanjutnya dijelaskan bahwa pada

musim timur lapisan termokline lebih dangkal sekitar 40 meter, hal ini mengindikasikan adanya proses upwelling di laut Banda pada saat itu (Wyrtki, 1961). Pada bulan April - Juli terlihat adanya pergerakan massa air yang cenderung rendah (<26,00oC) dari arah barat kearah timur laut Banda. Sementara

pada bulan September hingga Desember menunjukkan adanya peningkatan suhu permukaan laut dari arah yang sebaliknya, namun pada bulan Januari hingga April mengalami peningkatan kembali. Bulan Maret, Mei dan Oktober merupakan fase peralihan setiap perubahan suhu permukaan laut diwilayah Laut Banda, kondisi ini terlihat dari adanya perubahan suhu permukaan laut yang drastis pada bulan sebelum dan sesudah bulan - bulan tersebut. Nontji (2005) mengemukakan bahwa pada musim peralihan barat - timur sekitar bulan April, arus ke timur ini mulai melemah bahkan mulai berbalik arah hingga di beberapa tempat terjadi olakan- olakan (eddies). Secara spasial suhu permukaan laut di bagian timur menunjukkan rata - rata kisaran yang lebih rendah (24,8 - 28,4oC) dibandingkan dengan bagian

menyatakan bahwa perubahan SPL Laut Banda dibagian timur dipengaruhi oleh adanya perubahan musim, sedangkan dibagian Barat dipengaruhi oleh ITF.

Berdasarkan hasil pengamatan citra Aqua MODIS Level 3 terhadap konsentrasi klorofil-a tahun 2008 - 2010 terlihat bahwa secara temporal luasan konsentrasi klorofil-a mencapai puncaknya pada saat bulan Juni - Agustus, kondisi ini ditandai dengan sebaran konsentrasi klorofil-a tergolong tinggi (>0,5 mg/m3) dibandingkan lokasi sekitarnya dan tersebar secara merata, kondisi ini

jika dibandingkan dengan sebaran upwelling menunjukkan adanya kesesuaian pada bulan tersebut, sementara itu pada bulan Oktober - Desember dan bulan Maret - Mei merupakan bulan dimana konsentrasi klorofil-a yang cederung rendah (<0,3 mg/m3). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sediadi

(2004) menyatakan bahwa pada bulan Agustus (musim timur) proses upwelling di Laut Banda masih berlangsung dan ketika memasuki bulan Oktober proses

upwelling di Laut Banda sudah selesai yang diindikasikan sebagai musim

peralihan. Penelitian yang dilakukan oleh Edward dan Tarigan (2003) tentang kadar fosfat dan nitrat diperairan Laut Banda pada bulan Mei, Agustus, dan November menyimpulkan bahwa nitrat rata - rata pada pada bulan Agustus cenderung lebih tinggi dibandingkan bulan Februari, Mei dan November. Kecenderungan peningkatan zat hara fosfat dan nitrat pada bulan Agustus memperlihatkan terjadinya proses upwelling di perairan Laut Banda pada musim timur dan musim peralihan II.

Secara spasial penyebaran klorofil-a antara tahun 2008 - 2010 menunjukkan konsentrasi yang yang cukup tinggi ada bagian utara - timur di Laut Banda pada bulan Juni - Agustus (musim timur), sementara dibagian selatan - barat (NTT, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah) konsentrasi klorofil-a cenderung lebih rendah, namun memasuki bulan januari (musim barat) dimana konsentrasi klorofil-a wilayah barat cenderung lebih tinggi dibandingkan wilayah yang lain. Perubahan ini menunjukkan adanya pergerakan konsentrasi klorofil-a dari bagian timur kebagian barat Laut Banda.

a

b

Sumber : Wrytki (1961)

Gambar 36 Pola arus permukaan rata - rata bulanan di perairan Indonesia (a) bulan Februari, (b) bulan Agustus.

Jika merujuk hasil penelitian Wyrtki (1961) pada Gambar 36(a) menunjukkan arus permukaan bergerak dari Laut Jawa dan Selat Makassar masuk ke Laut Banda dari arah barat dan pada Gambar 36(b) menunjukkan adanya angin tenggara pada musim timur (Juli - Agustus) mendorong banyak massa air dari Laut Banda dan sekitarnya ke barat lewat Laut Flores dan masuk ke Laut Jawa, sehingga terjadi defisit air di permukaan yang harus diganti dari bawah, dan penaikan air tersebut itulah yang memicu terjadinya upwelling atau tarikan air pada bulan tersebut. Zijlstra et al vide Sediadi (2004) juga menjelaskan bahwa di perairan Laut Banda bagian timur terjadi proses downwelling antara bulan Februari - Maret, dimana pada bulan tersebut angin monsoon barat mendorong massa air dari Laut Jawa masuk ke Laut Banda bagian barat menuju utara sehingga menyebabkan terjadinya surplus massa air dibagian timur Laut Banda yang mengakibatkan terjadinya proses downwelling.

Wilayah perairan seperti antara Papua dan Maluku , antara Sulawesi Tengah (Banggai Kepulauan) dan Maluku (Kepulauan Sula), perairan sekitar Wakatobi, serta bagian selatan Sulawesi Tenggara (pulau Muna) terlihat adanya konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi setiap bulannya antara tahun 2008 - 2010. Kondisi ini mengindikasikan tingkat vegetasi pesisir (hutan mangrove) di wilayah tersebut masih tergolong baik sehingga asupan nutrien esensial seperti nitrat, fosfat dan silikat dari wilayah daratan cukup tinggi didukung lagi oleh karateristik wilayah tersebut yang bersifat semi tertutup menjadi penyebabnya.

Secara umum lokasi upwelling merupakan wilayah yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang tinggi sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai lokasi penangkapan potensial ikan secara umum dan khususnya jenis pelagis kecil. Parson et al (1987) vide Sunarto (2008) melakukan permbandingan antara wilayah perairan yang memiliki konsentrasi klorofil-a yang tinggi (lokasi

upwelling) dengan wilayah perairan lain kemudian menghubungkan dengan

produktifitas ikan, menyatakan bahwa produksi ikan di daerah upwelling lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya (Tabel 16).

Tabel 16 Estimasi produksi ikan pada tiga komponen laut

Lingkungan Laut Rataan Prod. Primer (g

C/m2/th)

Trophic

level Efisiensi (%) Produksi Ikan (mg

C/m2/th)

Oseanik 50 5 10 0-5

Continental Shelf 100 3 15 340

Upwelled 300 1-5 20 36,000

Sumber : Parson et al (1987) vide Sunarto (2008)

Tomasik et al (1997) vide Sunarto (2008) juga menjelaskan bahwa pada periode upwelling potensi sumberdaya ikan lebih tinggi dibadingkan dengan periode downwelling (Tabel 17).

Tabel 17 Rata - rata biomas fitoplankton (klorofil-a), zooplankton, mikronekton dan produksi ikan di Laut Banda yang diukur selama periode upwelling (Agustus 1984) dan downwelling (Februari 1985)

Komponen Stok Upwelling (g c/m2) Downwelling (g c/m2)

Fitoplankton 3.7 2.1

Zooplankton 1.0 0.5

Micronekton 0.14 0.10

Sumberdaya Ikan 0.08 0.02

Sumber : Tomascik et al (1997) vide Sunarto (2008)

Menurut Simblon (2011) selain faktor suhu permukaan laut dan klorofil-a, juga terdapat faktor lain yang mempengaruhi dinamika pergerakan ikan layang, antara lain salinitas dan arus. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ikan layang tergolong

stenohaline yaitu menyukai perairan yang memiliki salinitas yang tinggi. Kisaran

salinitas optimum ikan layang menurut Lussinap et al (1970) vide Simbolon (2011) adalah 32,0o/oo - 32,5o/oo. Penyebaran ikan layang di perairan utara jawa

menunjukkan bahwa migrasi yang terjadi sangat dipengaruhi oleh salinitas dan arus. Ikan layang melakukan migrasi masuk dan keluar laut jawa mengikuti arus yang massa airnya memiliki salinitas tinggi yang tentunya juga terkait dengan adanya perubahan musim. Hasil penelitian yang dilakukan Amri (2008) menunjukkan bahwa ikan layang banyak tertangkap di Selat Sunda saat musim

timur dan peralihan timur - barat dengan kisaran salinitas antara 31,4 - 33,7o/oo dan

kondisi arus sedang dan kuat.

Dokumen terkait