1. PENDAHULUAN
2.5 Sistem Informasi Geografis Perikanan Tangkap
Pada dasarnya istilah sistem informasi geografis (SIG) merupakan gabungan dari tiga unsur pokok yaitu sistem, informasi dan geografis. Penekanan SIG ada pada informasi geografis yang dihasilkan. Istilah informasi geografis mengandung pengertian mengenai tempat - tempat yang terletak dipermukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu objek terletak di permukaan bumi dan berisi informasi mengenai keterangan - keterangan tertentu yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diberikan atau diketahui (Prahasta, 2001)
Pengertian sistem informasi geografis sendiri telah banyak diberikan oleh para ahli SIG. Menurut Arronof (1989) mendefinikan SIG sebagai suatu “sistem” berbasis komputer yang memberikan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yakni pemasukan, pengelolaan atau manajemen data (penyimpanan dan pengaktifan kembali), manipulasi dan analisis, dan keluaran. Sedangkan Burrough (1986) mengemukakan bahwa SIG adalah seperangkat alat (tools) yang bermanfaat untuk pengumpulkan, penyimpanan, pengambilan data yang dikehendaki, pengubahan dan penayangan data keruangan yang berasal dari gejala nyata di permukaan bumi. Ekadinata et al (2008) mendefinisikan SIG sebagai sebuah sistem atau teknologi yang berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menganalisa serta menyajikan data dan informasi dari suatu objek atau fenomena yang berkaitan dengan letak atau keberadaannya di permukaan bumi. Dalam sejarah perkembangan SIG, dekade 1990-an dinyatakan sebagai periode terobosan (breakthrough), sejak orientasi objek dalam sistem dan desain database makin baik, didiringi dengan makin meluasnya pengakuan terhadap aktivitas SIG sebagai aktivitas profesional dan berkembang pesatnya teori - teori informasi spasial sebagai dasar teori SIG. Saat ini, telah beredar berbagai macam perangkat lunak SIG komersial, seperti ERDAS, IDRISI, ILWIS, ARC/INFO, MAP INFO, AutoCad Map, ArcView, ArcGIS, E-View, dan lain - lain dalam berbagai versi. Terdapat beberapa komponen utama yang membaguan sebuah SIG antara lain perangkat lunak, perangkat keras, data, pengguna dan aplikasi (Gambar 12)
Sumber : Ekadinata et al (2008)
Gambar 12 Komponen sistem infromasi geografis.
Secara umum sistem informasi geografis terbagi kedalam 4 subsistem utama, yaitu data input, data output, data manajemen dan data manipulation/analisis (Prahasta, 2001).
1) Data input, subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasi format - format data-data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh SIG.
2) Data output adalah subsistem SIG yang bertugas menampilkan dan menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy atau hardcopy, seperti tabel, peta, grafik atau yang lainnya.
3) Data management merupakan subsistem yang berfungsi untuk mengorganisasikan baik data spasial atau atribut ke dalam bentuk sebuah basis data, sehingga memudahkan dalam analisis, editing atapun update basis data tersebut.
4) Data manupulation/analisis adalah subsistem yang berfungsi untuk menentukan informasi yang dapat di hasil oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.
Sistem informasi geografis sebagai sebuah alat diharapkan mampu memberikan manfaat bagi setiap pengguna dan bisa diaplikasi dalam menjawab persoalan yang dihadapi manusia. Teknologi SIG telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti evaluasi kesesuaian lahan, pemetaan daerah bahaya longsor, perancangan perkotaan, jalur listrik, pipa dan lain sebagainya. Di bidang
Sistem Informasi Geografis Perangkat Lunak Aplikasi Pengguna Data Perangkat Keras
perikanan pemanfaatan teknologi SIG masih terus dimaksimalkan baik itu untuk keperluan konservasi wilayah perairan, pengelolaan kawasan pesisir, ataupun pemanfaatan untuk penentuan daerah penangkapan ikan.
2.5.2 Aplikasi sistem informasi geografis di bidang perikanan tangkap
Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian besar wilayahnya adalah laut, sehingga sering disebut sebagai negara maritim. Luas wilayah perairan sekitar 5.8 juta km2 menjadikan negara Indonesia sebagai salah satu wilayah yang memiliki potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar. sementara itu pengelolaan perikanan belum dikelola secara optimal dan lestari merupakan salah satu permasalahan utama yang dihadapi di Indonesia (Simblon et al., 2009).
Penggunaan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG) di bidang perikanan telah banyak digunakan, salah satunya pada sektor perikanan tangkap. Permasalahan utama yang banyak dikaji dengan menggunakan teknologi indraja dan SIG terkait dengan optimalisasi hasil tangkapan adalah keterbatasan data dan informasi mengenai kondisi oseanografi yang berkaitan dengan daerah penangkapan yang potensial. Sehingga dengan adanya teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan sistem informasi geografis banyak membantu dalam upaya peningkatan hasil tangkapan secara optimal.
Menurut Simbolon et al (2009) terdapat dua teknologi yang digunakan dalam perkembangan ilmu pemetaan di bidang perikanan yaitu pengideraan jarak jauh dan sistem informasi geografis. Sistem informasi geografis diartikan sebagai alat dengan sistem komputer yang digunakan untuk memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi di permukaan bumi. Secara lebih luas SIG diartikan sebagai sistem manual dan atau komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola dan menghasilkan informasi yang mempunyai rujukan spatial atau geografis. Penginderaan jarak jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lilesand dan Kiefer, 1994).
Parameter oseanografi dan fenomena perairan merupakan paramater yang dapat dimanfaatkan untuk memprediksi daerah penangkapan potensial. Teknologi penginderaan jarak jauh saat ini telah mampu mengamati berbagai fenomena perairan dan kondisi oseanografi tersebut, seperti suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a, salinitas, arus, sedimentasi perairan, pasang surut perairan, fenomena upwelling, thermal front, dan eddies yang kesemuanya dapat dimanfaatkan guna penentuan daerah penangkapan potensial. Menurut Zainuddin (2006) salah satu alternatif yang menawarkan solusi terbaik dalam penentuan daerah penangkapan potensial dengan mengkombinasikan kemampuan SIG dan penginderaan jauh (indraja). Dengan teknologi indraja faktor - faktor yang mempengaruhi distribusi, migrasi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan cakupan area yang luas. Faktor lingkungan tersebut antara lain suhu permukaan laut (SPL), tingkat konsentrasi klorofil-a, perbedaan tinggi permukaan perairan, arah dan kecepatan arus, serta tingkat produktifitas primer. Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan dengan faktor lingkungan di sekelilingnya (Zainuddin, 2006). Parameter yang digunakan dalam penentuan daerah penangkapan potensial ini kemudian diolah dengan menggunakan teknologi SIG. Pemanfaatan teknologi SIG pada bidang perikanan tangkap harus didukung oleh sejumlah konsep - konsep ilmiah dan data yang memadai sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat.