• Tidak ada hasil yang ditemukan

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Sebaran Titik Panas pada Penutupan/Penggunaan Lahan

Berdasarkan penutupan/penggunaan lahan, selama rentang waktu 2005- 2011 titik panas baik yang direkam oleh NOAA-AVHRR maupun MODIS umumnya berada pada penutupan/penggunaan lahan: belukar rawa, perkebunan, hutan rawa sekunder, hutan lahan kering sekunder, belukar, lahan terbuka, pertanian lahan kering, sawah, rawa, pertanian lahan kering campur, air, permukiman, pertambangan, hutan tanaman, hutan rawa primer, hutan mangrove sekunder, hutan lahan kering primer dan transmigrasi. Sementara, pada hutan mangrove primer dan tambak tidak teridentifikasi adanya titik panas. Sebaran titik panas yang terdapat pada masing-masing penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 11 dibawah ini.

Keterangan kode penutupan/penggunaan lahan:

A : Air HRP : Hutan Rawa Primer PLK : Pertanian Lahan Kering B : Belukar HRS : Hutan Rawa Sekunder PLKC : Pertanian Lahan Kering Campur BR : Belukar Rawa HT : Hutan Tanaman Rw : Rawa

HLKP : Hutan Lahan Kering Primer LT : Lahan Terbuka Sw : Sawah HLKS : Hutan Lahan Kering Sekunder Pk : Perkebunan Tm : Tambak HMP : Hutan Mangrove Primer Pmk : Permukiman Tr : Transmigrasi HMS : Hutan Mangrove Sekunder Pt : Pertambangan

Gambar 11 Sebaran titik panas masing-masing penutupan/penggunaan lahan pada satelit NOAA-AVHRR dan MODIS

Gambar di atas memperlihatkan bahwa sebaran titik panas pada periode 2005-2011 paling banyak (dominan) ditemukan pada tutupan lahan belukar rawa, kemudian hutan lahan kering sekunder, belukar, perkebunan, dan hutan rawa sekunder. Sebuah titik panas dapat mencerminkan sebuah areal lahan yang mungkin terbakar, namun tidak dapat menunjukkan secara pasti seberapa luas areal yang terbakar. Kelemahan pada kedua satelit juga menjadi kendala, jika terjadi kebakaran besar maka wilayah tersebut tertutup oleh asap, sehingga jumlah titik panas yang terdeteksi jauh rendah dari yang seharusnya. Hal ini sering terjadi pada musim kemarau.

Sebaran titik panas menurut penutupan/penggunaan lahan tahun 2005 dapat dilihat pada Gambar 12. Dari satelit NOAA-AVHRR diidentifikasi 87 titik panas pada tutupan lahan belukar rawa dan 35 titik panas pada penggunaan lahan perkebunan, sedangkan satelit MODIS merekam 327 dan 109 titik panas masing- masing pada tutupan lahan belukar rawa dan lahan perkebunan.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 A B BR HL KP HL KS H M P H M S H RP H RS HT LT Pk P mk Pt P LK P LK C Rw Sw Tm Tr 13 347 592 3 368 0 0 10 316 13 127 333 1 18 63 26 15 77 0 1 30 442 2 843 0 449 0 2 4 1 098 13 430 1 143 27 19 211 30 87 184 0 0 Ju m la h T itik P an as Penggunaan/Penutupan Lahan NOAA-AVHRR MODIS

Gambar 12 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2005 Sebaran titik panas menurut penutupan/penggunaan lahan 2006 disajikan pada Gambar 13. Seperti tahun sebelumnya (2005), kedua satelit NOAA-AVHRR dan MODIS masih merekam titik panas terbanyak pada balukar rawa dan hutan rawa sekunder. Satelit MODIS menangkap titik panas lebih banyak dibandingkan dengan satelit NOAA-AVHRR dan secara konsisten pada belukar rawa lebih banyak dibandingkan dengan hutan rawa sekunder.

Kemunculan titik panas pada tahun 2006 meningkat cukup drastis dibandingkan tahun sebelumnya atau sesudahnya. Hal ini dimungkinkan karena adanya pengaruh fenomena El-Nino, yaitu musim kering panjang yang biasanya dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk membuka dan mengkonversi lahan untuk berladang dan berkebun dengan cara membakar. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perubahan penutupan/penggunaan lahan pada periode tahun 2006- 2007, dimana hutan lahan kering sekunder dan hutan rawa sekunder dominan berkurang, sedangkan lahan terbuka, belukar rawa, dan perkebunan dominan bertambah.

Sebaran titik panas menurut penutupan/penggunaan lahan tahun 2007 dapat dilihat pada Gambar 14. Tahun 2007 kemunculan titik panas masih dikatakan cukup banyak, namun tidak sebanyak tahun 2006. Satelit NOAA-AVHRR merekam 120 titik panas pada tutupan lahan belukar dan penggunaan lahan hutan lahan kering sekunder. Sementara, satelit MODIS menangkap 144 titik panas pada belukar rawa dan 64 titik panas pada belukar.

Gambar 13 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2006

Gambar 14 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2007 Sebaran titik panas menurut penutupan/penggunaan lahan tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 15. Jumlah titik panas pada 2008 menurun dari tahun sebelumny. Satelit NOAA-AVHRR hanya mengidentifikasi 38 titik panas, 14 titik

diantaranya berada di perkebunan. Sementara MODIS menangkap 183 titik panas, 58 titik panas diantaranya berada di belukar dan 53 titik panas berada di hutan lahan kering sekunder.

Gambar 1 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2008 Sebaran titik panas pada tahun 2009 berdasarkan penutupan/penggunaan lahan 2009 dapat dilihat pada Gambar 16. Titik panas pada tahun ini kembali meningkat seperti tahun 2006. Fenomena El-Nino (medium) merupakan salah satu faktor pendorong tingginya jumlah dan kerapatan titik panas pada tahun ini. Pada satelit NOAA-AVHRR diidentifikasi 134 titik panas pada tutupan lahan belukar rawa dan 118 titik panas pada hutan lahan kering sekunder, sedangkan pada satelit MODIS dapat diidentifikasi 1 149 titik panas pada tutupan lahan bulukar rawa dan 466 titik panas pada hutan rawa sekunder. Pada perubahan lahan periode 2008- 2009 terjadi peningkatan luas perkebunan yang besar (20 185 ha), sementara pada periode yang sama terjadi penurunan hutan lahan kering sekunder (11 667 ha), belukar rawa (9 253 ha), dan hutan rawa sekunder (9 009 ha). Contoh hutan lahan kering sekunder yang dikonversi menjadi perkebunan pada periode 2008-2009 (seluas 5249 ha), dapat dilihat pada Gambar 22. Pada periode 2009-2010 juga masih terjadi peningkatan penggunaan lahan perkebunan (7 772 ha) dan lahan terbuka (7 166), yang diikuti dengan penurunan luasan hutan rawa sekunder (11 931 ha) dan hutan lahan kering sekunder (11 891 ha).

Sebaran titik panas tahun 2010 menurut penutupan/penggunaan lahan tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 17. Titik panas yang direkam oleh kedua satelit kembali mengalami penurunan. NOAA-AVHRR dan MODIS merekam titik panas terbanyak pada penggunaan lahan hutan lahan kering sekunder masing- masing 31 dan 11 titik panas.

Gambar 16 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2009

Gambar 17 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2010 Sebaran titik panas menurut penutupan/penggunaan lahan 2011 disajikan pada Gambar 18. Jumlah titik panas pada tahun ini sedikit meningkat dibandingkan tahun 2010 tetapi tidak sebanyak tahun 2006 atau 2009.

Kemunculan titik panas terbanyak terjadi pada penggunaan lahan perkebunan, dimana NOAA-AVHRR menangkap 55 titik panas dan MODIS menangkap 209 titik panas. Titik panas pada penggunaan lahan ini diduga berasal dari persiapan lahan untuk perkebunan, karena pada periode 2010-2011 luas perkebunan meningkat sebanyak 5 875 ha.

Gambar 2 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2011 Ada hal yang menarik, yaitu ditemukannya kemunculan titik panas pada tutupan tubuh air dan permukiman. Pada kenyataannya titik panas yang biasanya diindikasikan sebagai peristiwa kebakaran hutan/lahan, maka kemungkinan kecil dapat ditemukan pada tubuh air. Kondisi ini menunjukkan kelemahan dari penggunaan data titik panas pada satelit.

Jika dilihat menggunakan citra dengan resolusi tinggi (Google Earth), titik panas yang berada pada permukiman (Gambar 19) bukanlah kebakaran, sedangkan titik panas pada Gambar 20 merupakan titik panas yang teridentifikasi pada tubuh air.

Keterangan : Titik Panas

Gambar 19 Titik panas pada atap permukiman dilihat pada citra DigitalGlobe

Keterangan : Titik Panas

Gambar 20 Titik panas teridentifikasi pada tubuh air

Hal tersebut dikarenakan adanya adanya efek kilau matahari (sunglint). Menurut Hiroki dan Prabowo (2003), efek sunglint dapat teridentifikasi pada badan air, jika sudut perekaman yang terlalu rendah dan mengenai obyek air sehingga dapat menyebabkan nilai pantulan menjadi tinggi dan hampir sama dengan nilai pancaran. Sementara menurut Wihardandi (2012), titik panas yang terletak di

daerah pemukiman adalah efek yang terjadi pada atap rumah yang terbuat dari lembaran seng yang memiliki nilai pantulan hampir sama dengan nilai pancaran. Efek sunglint juga dapat terjadi pada lahan gundul yang berpasir dan permukaan bumi yang mengandung metal cukup tinggi.

5.4 Analisis Hubungan antara Sebaran Titik Panas dengan Perubahan

Dokumen terkait