• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Pelacuran yang ada unsur keagamaan.

b. Pelacuran yang hospitable (berkali-kali)

c. Pelacuran profesional yang dengan terang-terangan dan dengan rahasia.20

17Ibid.

18Darsono wisadirana dan lukman hakim, Op.Cit., hal.15.

19B. Simandjuntak, Op.Cit., hal.26.

2. Berdasarkan cara menjajakan diri : a. Pelacur yang berkeliaran di jalanan.

b. Pelacur yang bertempat tinggal tetap.21 3. Berdasarkan jenis kelain:

a. Pelacur pria.

b. pelacur wanita.22 4. Berdasarkan objek seksuil:

a. Pelacur hetero seksuil.

b. Pelacur homo seksuil.

c. Pelacur transvestite.23

Sedangkan menurut Bonger dapat dibagi :

a. Pelacur-pelacur yang terdaftar (filles soumises inscrites, offentliche prostituierte) yang secara priodik memeriksa diri pada dokter.

b. Pelacur yang tidak terdaftar (illegal).Pelacur yang terdaftar makin lama makin berkurang dan jenis inilah pada akhirnya satu-satunya jenis pelacur. Hal ini disebabkan karena campur tangannya hukum pidana dan perbaikan kedudukan wanita dalam masyarakat. Dengan berkurangnya jenis pelacur ini jangan diartikan pelacuran

c. berkurang, hanya caranya yang berubah. Pelacuran biasanya mulai secara cladestien dan bersifar enteng. Tetapi karena razia polisi mereka

20Ibid., hal. 26.

21Ibid.

22Ibid.,hal.28.

23Ibid.

harus memilih mendaftarkan diri, sehingga jadilah mereka pelacur resmi.24

Menurut Kartini Kartono ada beberapa orang yang termasuk kategori pelacuran atau prostitusi yaitu :

a. Penggundikan yaitu pemeliharaan istri tidak resmi, istri gelap atau perempuan piaraan. Mereka hidup sebagai suami istri, namun tanpa ikatan perkawinan.

b. Tante girang yaitu wanita yang sudah menikah, namun tetap melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain, untuk mengisi waktu kosong dan bersenang-senang dan mendapatkan pengalaman-pengalaman seks lain.

c. Gadis-gadis bar yaitu gadis-gadis yang bekerja sebagai pelayan-pelayan bar dan sekaligus bersedia memberikan layanan seks kepada para pengunjung.

d. Gadis-gadis bebas yaitu gadis-gadis yang masih sekolah atau putus sekolah, putus studi akademik atau fakultas, yang mempunyai pendirian yang tidak baik dan menyebarluaskan kebebasan seks untuk mendapatkan kepuasan seksual.

e. Gadis-gadis panggilan adalah gadis-gadis dan wanita-wanita yang biasa menyediakan diri untuk dipanggil dan dipekerjakan sebagai pelacur, melalui penyaluran tertentu.

24Ibid., hal.29.

f. Gadis-gadis taxi, yaitu gadis-gadis panggilan yang ditawar-tawarkan dan dibawa ketempat-tempat hiburan dengan taxi-taxi tersebut.

g. Hostes atau pramuria yaitu wanita-wanita yang menyamarkan kehidupan malam dalam nightclub. Yang pada intinya profesi hostess merupakan bentuk pelacuran halus.

h. Promisikuitas inilah hubungan seks secara bebas dengan pria manapun juga atau dilakukan dengan banyak laki-laki.25

Dari tinjauan berdasarkan kategori prostitusi di atas, maka prostitusi yang terjadi di kalangan putih abu-abu ini termasuk kategori gadis-gadis bebas. Alasan prostitusi ini termasuk prostitusi gadis-gadis bebas adalah dimana para wanita atau gadis-gadis ini masih berstatus duduk di bangku sekolah menengah atas,dimana mereka akan melakukan seks dengan para pria manapun yang mereka kehendaki untuk memuaskan nafsu para lelaki hidung belang yang bisanya sudah beristri. Mereka melakukan seks dengan para pria manapun yang mereka kehendaki untuk memuaskan nafsu para lelaki hidung belang yang bisanya sudah beristri.

Mudahnya praktik prostitusi dalam mencari keuntungan memikat pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkan PSK sebagai ladang pencaharian. Berikut beberapa pelaku dalam praktik prostitusi :

1. Mucikari

25IR Ningrum, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Remaja menjadi Pekerja Seks .Komersial di Salatiga”, https://www.google.com /search?q= faktor-faktor+ yang+

mempengaruhi+remaja+menjadi+pekerja+seks+komersial+di+salatiga+oleh+ir+ningrum&oq=fakt or-faktor +yang+ mempengaruhi+ remaja+menjadi+ pekerja+ seks+komersial+ di+salatiga+

oleh+ir+ ningrum&aqs=chrome.. 69i57.34410j1j4

&client=ms-android-samsung&sourceid=chrome-mobile&ie=UTF-8, diakses pada 09 febuari 2019, pukul 13.00 WIB.

Dalam menjalankan aktifitas prostitusi, tiap pelaku memiliki peran masing-masing. Seorang mucikari dalam mencari PSK mereka akan saling memberikan informasi pada rekan seprofesinya. Seorang mucikari akan membawahi beberapa daerah yang sudah menjadi bagian untuk daerah kekuasaannya untuk mencari PSK dan setiap mucikari juga menanamkan orang kepercayaannya untuk mencari PSK.26

Menurut R.soesilo di bukunya Kitab undang-undang hukum pidana, Mucikari (souteneur) adalah makelar cabul, artinya seorang laki-laki yang hidupnya seolah-olah dibiayai oleh pelacur yang tinggal bersama-sama dengan dia, yang dalam pelacuran menolong, mencarikan pelanggan, dari hasil mana ia mendapat bahagiannya.27

Mucikari merupakan penanggung jawab dan pengelola seluruh aktifitas bisnis prostitusi hingga pada kerjasama tingkat keamanan yaitu para oknum aparat, singkatnya mereka merupakan koordinator keamanan yang harus mengamankan aktifitas bisnis prostitusi dari gangguan aparat penegak hukum setempat. Para mucikari inilah yang selalu bertugas ”menyuplai” para oknum kepolisian sehingga aktifitas bisnis prostitusi dapat terus berlangsung.

Dalam bisnis prostitusi seorang PSK akan mematuhi apa yang diperintahkan mucikarinya. PSK hanyalah sebagai pekerja yang melayani tamu, tetapi disisi lain PSK juga bisa menjadi mucikari yang juga melakukan tugas

26 Wahyu Adi Prasetyo,” Jaringan Sosial Prostitusi Peran dan Fungsi Mucikari Di Lokalisasi Sanggrahan Tretes”, http://journal.unair.ac.id/AUN@jaringan-sosial-prostitusi-peran-dan-fungsi-mucikari-di-lokalisasi-sanggrahan-tretes-article-6858-media-134-category-8.html, diakses pada 09 febuari 2019, pukul 13.00 WIB.

27R.Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasa,l (Bogor: politeia.1995), hal.327.

seperti mucikari yaitu memberikan informasi tentang perempuan yang mau bekerja di lokalisasi Sanggrahan Tretes. Dalam hal ini Sistem kerja yang kompleks sebagai fakta sosial dalam pelacuran yang terorganisir, dalam rangka memberikan pelayanan kepada para pelanggan dan kemampuan mencari para perempuan.28

2. Pekerja Seks Komersial (PSK)

Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-stituere, yang berarti membiarkan diri berbuat zina. Sedangkan, di Indonesia pelacur dikenal dengan istilah wanita tuna susila yang disingkat WTS atau Pekerja Seks Komersial (PSK). Pelacur adalah orang yang menjajakan dirinya untuk suatu tujuan, baik untuk tujuan materi atau demi kepuasan nafsu. Selain pelacur, istilah lain yang digunakan untuk menyebut para pekerja seks komersial itu adalah sundal, yang berarti perempuan jalang, liar, nakal, dan pelanggar nora susila. Selain itu istilah yang lain dari kata pelacur adalah lonte yang semakna dengan sundal. Maka pelacur itu adalah wanita yang tidak pantas kelakuanya dan bisa mendatangkan penyakit, baik kepada orang lain yang bergaul dengan dirinya, maupun kepada diri sendiri.

Pelacur atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual, seperti seks oral atau hubungan seks untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah pekerja seks komesial (PSK).29

28 Wahyu Adi Prasetyo., Op.Cit.

29Nasrullah khumearah, Patologi Sosial Pekerja Seks Komersial(PSK) Dalam Perspektif Al-Qur’an, Jurnal Al-Khitabah, Vol. III, No. 1, Juni 2017, http://dx.doi.org /10.21143

/jhp.vol45.no2.5, diakses pada 09 febuari 2019, pukul 14.00 WIB.

3. Pengguna Jasa PSK

Dari semua pihak yang telah disebutkan, pihak pengguna inilah yang menjadi titik bagaimana bisa transaksi prostitusi ini bisa terjadi. Walaupun tentu pihak lain itu juga memberikan dorongan sehingga terjadinya praktek prostitusi ini.

Pengguna jasa merupakan gabungan dari dua kata yaitu pengguna dan jasa. Pengguna adalah orang yang menggunakan sesuatu, sedangkan jasa atau layanan adalah aktivitas ekonomi yang melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transfer kepemilikan.