BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.32 Second-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA).….… 47
Kontribusi terbesar didapatkan oleh variabel indikator X5,9
karena menghasilkan nilai loading factor yang paling besar yakni 0,495. Setelah dilakukan uji validitas, dilakukan pengujian reliabilitas. Tabel 4.12 di bawah ini merupakan hasil pengujian reliabilitas.
Tabel 4. 72 Uji Reliabilitas Variabel Karakteristik Daerah Variabel λi i = 1- λi2 Composite Reliability
Karakteristik Daerah
0,360 0,870
0,032
0,477 0,772
-0,466 0,783
0,344 0,882
0,326 0,894
0,495 0,755
-0,489 0,761
Jumlah 1,047 5,717
Berdasarkan Tabel 4.12 diperoleh nilai composite reliability (CR) sebesar 0,032 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,5 sehingga dapat dikatakan variabel indikator dalam variabel laten karakteristik daerah tidak reliabel dan tidak dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
4.3.2 Second-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA)
48
Tabel 4.13 Variabel Signifikan dan Reliabel Variabel Laten Indikator p-value
Sumber Daya Manusia (D2)
Angka Harapan Hidup
(X2,1) 0,000
Rata-Rata Lama Sekolah
(X2,2) 0,000
Angka Melek Huruf (X2,3) 0,000
Infrastruktur/
Sarana Prasarana (D3)
Pasar Tanpa Bangunan
(X3,5) 0,000
Fasilitas Kesehatan (X3,6) 0,000 Tenaga Kesehatan (X3,7) 0,000 Fasilitas Pendidikan Dasar
(X3,8) 0,000
Sumber Air Minum (X3,10) 0,009 Sumber Air Mandi (X3,11) 0,040
Aksesibilitas (D4)
Rata-Rata Jarak ke Ibu
Kota Kabupaten (X4,1) 0,000 Akses ke Pelayanan
Kesehatan (X4,2) 0,070 Setelah mendapatkan variabel-variabel yang telah signifikan dan reliabel, maka analisis second-order CFA dapat dilakukan. Berikut ini merupakan hasil analisis second-order Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk kedua diagram jalur.
a. Second-Order CFA Daerah Tertinggal
Daerah Tertinggal dibentuk oleh lima variabel laten yang terdiri dari masing-masing indikator. Dari kelima variabel, terdapat tiga variabel yang telah reliabel yaitu sumber daya manusia, infrastruktur/sarana prasarana, dan aksesibilitas dimana sebelas indikator telah dinyatakan signifikan.
Variabel laten perekonomian dan karakteristik daerah dinyatakan tidak reliabel sehingga tidak dapat dilakukan analisis second-order CFA lebih lanjut. Gambar 4.7 di bawah ini merupakan hasil pengolahan second-order CFA daerah tertinggal.
Gambar 4. 7 Second-Order CFA Daerah Tertinggal
Gambar 4.7 di atas merupakan diagram jalur serta kriteria kelayakan model second-order CFA daerah tertinggal.
Terdapat tiga variabel laten yang membentuk daerah tertinggal yakni sumber daya manusia, infrastruktur/sarana prasarana, dan aksesibilitas. Selanjutnya dilakukan evaluasi ukuran kelayakan model, apabila model telah memenuhi minimal satu kriteria kelayakan, maka model dapat digunakan dalam analisis selanjutnya. Namun apabila model
50
belum memenuhi kriteria kelayakan maka harus dilakukan modifikasi model. Tabel 4.14 di bawah ini merupakan rangkuman perhitungan kriteria kelayakan model.
Tabel 4.84 Uji Kelayakan Model Struktural Daerah Tertinggal No Goodness of
Fit Index
Cut Off
Value Hasil Kesimpulan 1 Chi-Square Diharapkan
kecil 572,994 Tidak Fit 2 Significance
Probability ≥ 0,05 0,000 Tidak Fit
3 GFI ≥ 0,90 0,592 Tidak Fit
4 RMSEA ≤ 0,08 0,333 Tidak Fit
5 AGFI ≥ 0,90 0,343 Tidak Fit
6 CFI ≥ 0,90 0,536 Tidak Fit
7 TLI ≥ 0,90 0,377 Tidak Fit
Dari Tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa model yang dihasilkan tidak layak. Hal ini dikarenakan tidak terdapat kriteria absolute fit measure dan increment fit measure yang menunjukkan model telah fit. Sehingga perlu dilakukan modifikasi model pada diagram jalur daerah tertinggal.
b. Second-Order CFA Daerah Tertinggal Modifikasi
Model second-order CFA yang telah dianalisis pada langkah sebelumnya tidak menunjukkan hasil yang cocok terhadap salah satu cut off value dari goodness of fit index, maka perlu dilakukan modifikasi untuk membuat model menjadi lebih baik. Dalam CFA, masing-masing indikator memiliki error yang dapat menurunkan kebaikan model. Maka dari itu, modifikasi dilakukan dengan mengkorelasikan varians error antar indikator. Tujuan dari modifikasi ini adalah untuk mengurangi error sehingga akan menghasilkan nilai goodness of fit yang lebih baik dari sebelumnya. Berikut ini merupakan tabel yang merangkum varians error yang dikorelasikan.
Tabel 4.15 Korelasi Varians Error Korelasi Varians
Error e35 <-> e37 e35 <-> e310 e35 <-> e311 e36 <-> e37 e37 <-> e38 e38 <-> e310 e38 <-> e311 e310 <-> e311
Gambar 4.8 di bawah ini merupakan diagram jalur daerah tertinggal hasil modifikasi.
Gambar 4. 8 Second-Order CFA Daerah Tertinggal Hasil Modifikasi
52
Gambar 4.8 di atas merupakan diagram jalur serta kriteria kelayakan model Daerah Tertinggal hasil modifikasi.
Selanjutnya dilakukan evaluasi ukuran kelayakan model, apabila model telah memenuhi minimal satu kriteria kelayakan, maka model dapat digunakan dalam analisis selanjutnya. Tabel 4.16 dibawah ini merupakan rangkuman perhitungan kriteria kelayakan model.
Tabel 4.16 Uji Kelayakan Model Struktural Daerah Tertinggal Hasil Modifikasi
No Goodness of Fit Index
Cut Off
Value Hasil Kesimpulan
1 Chi-Square Diharapkan
kecil 180,325 Tidak Fit 2 Significance
Probability ≥ 0,05 0,000 Tidak Fit
3 GFI ≥ 0,90 0,812 Marginal Fit
4 RMSEA ≤ 0,08 0,195 Tidak Fit
5 AGFI ≥ 0,90 0,624 Tidak Fit
6 CFI ≥ 0,90 0,871 Marginal Fit
7 TLI ≥ 0,90 0,786 Tidak Fit
Dari Tabel 4.16 di atas dapat diketahui bahwa model yang dihasilkan telah lebih baik dari sebelumnya. Namun, tidak terdapat satu kriteria dari absolute fit measure yang menunjukkan model telah fit. Sedangkan dari increment fit measure hanya ada dua kriteria yang menunjukkan bahwa model telah marginal fit atau masih dalam threshold cut off value yakni CFI sebesar 0,871 dan GFI sebesar 0,812. Syarat model dapat dikatakan baik apabila minimal terdapat satu kriteria dari goodness of fit index yang telah terpenuhi. Sehingga model daerah tertinggal telah dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
Selanjutnya dilakukan pengujian koefisien jalur dari model daerah tertinggal untuk mengetahui variabel mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap model. Tabel 4.17 di bawah ini merupakan hasil pengujian koefisien jalur dalam model daerah tertinggal.
Tabel 4.17 Pengujian Koefisien Jalur Model Struktural Daerah Tertinggal
Variabel Koefisien p-value Ket.
Daerah Tertinggal →
Sumber Daya Manusia 0,718 0,000 Valid, Signifikan Daerah Tertinggal →
Infrastruktur -0,779 0,074 Valid, Signifikan Daerah Tertinggal →
Aksesibilitas -0,675 0,034 Valid, Signifikan
*Taraf Signifikansi (α) = 0,1
Berdasarkan hasil pengujian koefisien jalur pada Tabel 4.17, dengan taraf signifikansi 0,1, seluruh variabel memberikan pengaruh signifikan terhadap Daerah Tertinggal. Hal ini dikarenakan p-value lebih kecil dari 0,1. Berikut ini merupakan model pengukuran yang terbentuk.
Sumber Daya Manusia = 0,718 Daerah Tertinggal Infrastruktur/Sarana Prasarana = -0,779 Daerah Tertinggal
Aksesibilitas = -0,675 Daerah Tertinggal
Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap daerah tertinggal di Pulau Jawa adalah infrastruktur/sarana prasarana, sumber daya manusia, dan aksesibilitas. Ketertinggalan suatu daerah berbanding terbalik dengan kemajuan infrastruktur/sarana prasarana dan kemudahan aksesibilitasnya. Sedangkan ketertinggalan suatu daerah berbanding lurus dengan kualitas sumber daya manusia di dalamnya.
54
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN