• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAERAH TERTINGGAL DI PULAU JAWA MENGGUNAKAN SECOND- ORDER CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAERAH TERTINGGAL DI PULAU JAWA MENGGUNAKAN SECOND- ORDER CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR – KS184822

PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAERAH TERTINGGAL DI PULAU JAWA MENGGUNAKAN SECOND- ORDER CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA)

DIMAS ACHMAD FADHILA NRP 062115 4000 0117

Dosen Pembimbing

Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si

PROGRAM STUDI S1 DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA, KOMPUTASI, DAN SAINS DATA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2019

(2)
(3)

TUGAS AKHIR – KS184822

PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAERAH TERTINGGAL DI PULAU JAWA MENGGUNAKAN SECOND- ORDER CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA)

DIMAS ACHMAD FADHILA NRP 062115 4000 0117

Dosen Pembimbing

Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si

PROGRAM STUDI S1 DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA, KOMPUTASI, DAN SAINS DATA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2019

(4)
(5)

FINAL PROJECT– KS184822

MODELING THE FACTORS AFFECTING

UNDERDEVELOPED REGION IN JAVA ISLAND USING SECOND-ORDER CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA)

DIMAS ACHMAD FADHILA NRP 062115 4000 0117

Supervisor

Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si

UNDERGRADUATE PROGRAMME DEPARTMENT OF STATISTICS

FACULTY OF MATHEMATICS, COMPUTING AND DATA SCIENCE

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

2019

(6)
(7)

PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI DAERAH TERTINGGAL DI PULAU JAWA MENGGUNAKAN SECOND-ORDER CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Statistika

pada

Program Studi Sarjana Departemen Statistika Fakultas Matematika, Komputasi, dan Sains Data

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh :

Dimas Achmad Fadhila NRP. 062115 4000 0117 Disetujui oleh Pembimbing:

Dr. Bambang Widjanarko Otok, M. Si ( ) NIP. 19681124 199412 1 001

Mengetahui, Kepala Departemen

Dr. Suhartono NIP. 19710929199512 1 001

SURABAYA, JULI 2019

(8)
(9)

i

PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI DAERAH TERTINGGAL DI PULAU JAWA MENGGUNAKAN SECOND-ORDER CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA) Abstrak

Suatu daerah dikatakan sebagai daerah tertinggal apabila pada daerah tersebut terdapat kabupaten yang masyarakat dan wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Pada penelitian ini, ketertinggalan daerah di Pulau Jawa diukur berdasarkan lima kriteria utama yaitu ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, aksesibilitas, dan karakteristik daerah dengan mengacu pada Petunjuk Teknis Penentuan Indikator Daerah Tertinggal oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Agar analisis pengujian teori daerah tertinggal menjadi lebih spesifik, digunakan metode Second-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA). Pengolahan menggunakan first-order CFA menunjukkan bahwa dari 28 variabel indikator, terdapat 21 variabel indikator yang telah valid dan dari 5 variabel laten terdapat 3 variabel laten yang reliabel, yakni Sumber Daya Manusia, Infrastruktur/Sarana Prasarana, dan Aksesibilitas. Pada pengolahan menggunakan second-order CFA model Daerah Tertinggal didapatkan model yang fit setelah adanya modifikasi.

Kontribusi yang didapatkan model antara lain, setiap kenaikan satu satuan Daerah Tertinggal akan menaikkan nilai Sumber Daya Manusia sebesar 0,718, setiap kenaikan satu satuan Daerah Tertinggal akan menurunkan nilai Infrastruktur/Sarana Prasarana sebesar 0,779, dan setiap kenaikan satu satuan Daerah Tertinggal akan menurunkan nilai Aksesibilitas sebesar 0,675.

Kata Kunci: Daerah Tertinggal, Pulau Jawa, Second-Order Confirmatory Factor Analysis, CFA

(10)

ii

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

(11)

iii

MODELING THE FACTORS AFFECTING

UNDERDEVELOPED REGION IN JAVA ISLAND USING SECOND-ORDER CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS

(CFA)

Abstract

An underdeveloped region is regency in the area where the community are relatively less developed than other regions on a national scale. In this study, underdeveloped regions in Java were measured based on five main criteria, namely economic, human resources, infrastructure, accessibility, and regional characteristics with reference to the technical guidelines for determining indicators of underdeveloped regions by the Ministry of Village, Development of Underdeveloped Regions and Transmigration. In order for the analysis of the theory of underdeveloped regions to be more specific, the Second-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA) method is used. Processing using first-order CFA shows that out of 28 indicator variables, there are 21 valid variable variables and from 5 latent variables there are 3 reliable latent variables, namely Human Resources, Infrastructure, and Accessibility. In processing using Second- order CFA, the underdeveloped region model is found to be fit after modification. The contribution of the model includes, for each increase in one unit of underdeveloped region will increase the value of human resources by 0.718, each increase in one unit of underdeveloped region will decrease the value of Infrastructure by 0.779, and each increase in one unit of underdeveloped region will decrease the value of accesibility by 0.675.

Keywords: Underdeveloped Region, Java Island, Second-Order Confirmatory Factor Analysis,CFA

(12)

iv

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

(13)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daerah Tertinggal di Pulau Jawa Menggunakan Second-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA)” dengan lancar.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si selaku dosen pembimbing Tugas Akhir yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, saran, dukungan serta motivasi selama penyusunan Tugas Akhir 2. Dr. Santi Wulan Purnami, S.Si, M.Si dan Jerry Dwi Trijoyo

Purnomo, S.Si, M.Si, PhD selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan kepada penulis

3. Dr. Suhartono selaku Kepala Departemen Statistika, dan Dr.

Santi Wulan Purnami, S.Si, M.Si selaku Ketua Program Studi Sarjana yang telah memberikan fasilitas, sarana, dan prasarana kuliah yang sangat baik

4. Dr. Dra. Ismaini Zain, M.Si selaku dosen wali yang telah banyak memberikan saran dan motivasi dalam proses belajar di Departemen Statistika ITS

5. Papa dan Mama, atas segala doa, nasehat, kasih sayang, dan dukungan yang diberikan demi kesuksesan penulis

6. Adik-adik penulis, Adinda, Adelia, dan semua keluarga atas dukungan yang diberikan selama penulis mengikuti perkuliahan di Departemen Statistika ITS

7. Zela Puteri Nurbani yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis selama masa perkuliahan

(14)

vi

8. Tim PKM-P Daerah Tertinggal, Zumar dan Diyah atas dukungan, ilmu, dan pengalaman dalam meneliti daerah tertinggal semasa berkuliah di Departemen Statistika ITS 9. Dwinda, Muthia, Vienesca, Nesia, Charles, Alvin, Ihsan,

Antok, Arrafi, Bagus, Marham, Vito, serta teman-teman Statistika ITS 2015 atas segala dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama pengerjaan Tugas Akhir 10. Teman-teman fungsionaris HIMASTA-ITS 2016/2017,

HIMASTA-ITS 2017/2018, dan IHMSI 2016/2018 yang selama perkuliahan membeberikan banyak pembelajaran dan mendukung penulis dalam mengembangkan softskill penulis 11. Semua pihak yang turut membantu dalam pelaksanaan Tugas

Akhir yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Besar harapan penulis untuk mendapatkan kritik dan saran yang membangun sehingga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait.

Surabaya, Juli 2019

Penulis

(15)

vii DAFTAR ISI

Abstrak………... i

Abstract……….….. iii

KATA PENGANTAR………... v

DAFTAR ISI……….. vii

DAFTAR GAMBAR…………...………...……... ix

DAFTAR TABEL………...…….. xi

DAFTAR LAMPIRAN………...……….. xiii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang………...……….. 1

1.2 Perumusan Masalah………...………... 6

1.3 Tujuan………... 7

1.4 Manfaat………. 7

1.5 Batasan Masalah………... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……...……..………. 9

2.1 Structural Equation Modeling (SEM)……….. 9

2.2 Confirmatory Factor Analysis (CFA)……….. 10

2.2.1 First-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA)……... 11

2.2.2 Second-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA)…… 12

2.3 Asumsi dalam CFA……….. 13

2.4 Estimasi Parameter dalam CFA…………...……… 14

2.5 Goodness of Fit Index (GFI)………...………. 16

2.6 Tinjauan Non Statistik……….………. 19

2.6.1 Daerah Tertinggal……….………. 19

2.6.2 Kriteria dan Indikator Ketertinggalan Suatu Daerah……. 20

BAB III METODOLOGI PENILITIAN………..….. 23

3.1 Sumber Data……….……… 23

3.2 Kerangka Konseptual………..………. 23

(16)

viii

3.3 Variabel Penelitian……….. 26

3.4 Definisi Operasional…………...……….…….. 28

3.5 Struktur Data………... 29

3.6 Langkah Penelitian………... 30

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN…………... 33

4.1 Karakteristik Data Daerah Tertinggal di Pulau Jawa..……..…... 33

4.2 Pengujian Asumsi dalam CFA………... 35

4.3 Analisis Model Pengukuran………... 37

4.3.1 First-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA)……... 37

4.32 Second-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA).….… 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………….……...….… 55

5.1 Kesimpulan………..….…. 55

5.2 Saran……….….… 56

DAFTAR PUSTAKA………...………….……….… 57

LAMPIRAN……….… 59

BIODATA PENULIS………...……….…. 83

(17)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Pengukuran………...…… 10

Gambar 2.2 Model Second-Order CFA……….……… 12

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian……….……... 24

Gambar 3.2 Diagram Jalur Penelitian……… 25

Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian……….… 31

Gambar 4.1 Chi-Square Plot Uji Normal Multivariat……..……. 35

Gambar 4.2 First-Order CFA Perekonomian……… 37

Gambar 4.3 First-Order CFA Sumber Daya Manusia………….. 39

Gambar 4.4 First-Order CFA Infrastruktur/Sarana Prasarana….. 41

Gambar 4.5 First-Order CFA Aksesibilitas……….. 43

Gambar 4.6 First-Order CFA Karakteristik Daerah………. 45

Gambar 4.7 Second-Order CFA Daerah Tertinggal…….………. 49

Gambar 4.8 Second-Order CFA Daerah Tertinggal Hasil Modifikasi……….…………. 51

(18)

x

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

(19)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indeks Kelayakan Model……….… 19 Tabel 3.1 Variabel Penelitian……….…….. 26 Tabel 3.2 Struktur Data……….……... 29 Tabel 4.1 Karakteristik Daerah Tertinggal di Pulau Jawa Tahun

2014……….. 34 Tabel 4.2 Uji Asumsi Normal Multivariat………..…….… 36 Tabel 4.3 Uji Validitas Variabel Perekonomian………..……… 38 Tabel 4.4 Uji Reliabilitas Variabel Perekonomian…………..… 38 Tabel 4.5 Uji Validitas Variabel Sumber Daya Manusia….…… 39 Tabel 4.6 Uji Reliabilitas Variabel Sumber Daya

Manusia……… 40 Tabel 4.7 Uji Validitas Variabel Infrastruktur/Sarana

Prasarana……….. 42 Tabel 4.8 Uji Reliabilitas Variabel Infrastruktur/Sarana

Prasarana……….. 43 Tabel 4.9 Uji Validitas Variabel Aksesibilitas……… 44 Tabel 4.10 Uji Reliabilitas Variabel Aksesibilitas…………...…. 44 Tabel 4.11 Uji Validias Variabel Karakteristik Daerah……….… 46 Tabel 4.12 Uji Reliabilitas Variabel Karakteristik Daerah……… 47 Tabel 4.13 Variabel Signifikan dan Reliabel…..………... 48 Tabel 4.14 Uji Kelayakan Model Struktural Daerah

Tertinggal………...…. 50 Tabel 4.15 Korelasi Varians Error……… 51 Tabel 4.16 Uji Kelayakan Model Struktural Daerah Tertinggal

Modifikasi……….... 52 Tabel 4.17 Pengujian Koefisien Jalur Model Struktural

Daerah Tertinggal……… 53

(20)

xii

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

(21)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Penelitian………..…..…….… 59 Lampiran 2. Output SPSS Statistika Deskriptif………... 60 Lampiran 3. Syntax Macro Minitab Uji Distribusi Normal

Multivariat………... 63 Lampiran 4. Output Minitab Uji Normal Multivariat……….. 64 Lampiran 5. Tabel Chi-Square untuk Uji Normalitas Data…. 70 Lampiran 6. Output AMOS CFA Daerah Tertinggal First-

Order……….…...……… 70 Lampiran 7. Output AMOS CFA Daerah Tertinggal Second-

Order………...……… 73 Lampiran 8. Output AMOS Goodness of Fit CFA Daerah

Tertinggal Second-Order………. 75 Lampiran 9. Output AMOS CFA Daerah Tertinggal

Second-Order Modifikasi…………...…………. 77 Lampiran 10. Output AMOS Goodness of Fit CFA Daerah

Tertinggal Second-Order Modifikasi…….…..… 79 Lampiran 11. Surat Pernyataan Pengambilan Data……… 81

(22)

xiv

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

(23)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.

Terdapat 17.504 pulau yang termasuk ke dalam wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana 16.056 pulau telah dibakukan namanya di PBB hingga Juli 2017 (Biro Informasi dan Hukum Kementerian Koordinator Bidang Maritim, 2017). Pusat peradaban dan perekonomian di Indonesia berpusat di lima pulau terbesar diantara belasan ribu pulau lainnya. Pulau- pulau tersebut meliputi Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua.

Pulau Jawa adalah pulau terluas ke-5 di Indonesia dan ke- 13 di dunia. Sejak tahun 1930, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, padahal luas pulau itu kurang dari tujuh persen dari luas total wilayah daratan Indonesia. Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, populasi penduduk di Pulau Jawa tercatat sebanyak 145.013.573 jiwa yang menjadikan pulau ini berpenduduk terbanyak di dunia dan merupakan salah satu tempat terpadat di dunia. Pulau Jawa dihuni oleh 57 persen penduduk Indonesia yang berjumlah 255.18 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2016). Secara perlahan persentase penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus akan menurun menjadi 54,7 persen pada tahun 2035 (Badan Pusat Statistik, 2013).

Pulau Jawa merupakan pusat beberapa kerajaan Hindu- Buddha, kesultanan Islam, pemerintahan kolonial Hindia Belanda, serta pusat pergerakan kemerdekaan Indonesia. Banyak kisah sejarah Indonesia yang terjadi di Pulau Jawa. Pulau Jawa sangat berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial, politik, dan ekonomi Indonesia. Jakarta sebagai ibu kota Indonesia juga terletak di Pulau Jawa bagian Barat Laut. Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian di Indonesia.

(24)

2

Secara spasial, struktur perekonomian Indonesia berpusat di Pulau Jawa. Pada triwulan tahun 2014, perekonomian Indonesia masih didominasi oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 57,39 persen, kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 23,16 persen, dan pulau-pulau lainnya kurang dari 10 persen. Pulau Jawa sebagai kontributor terbesar bertumpu pada sektor industri dengan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh stabil sebesar 5,59 persen (Badan Pusat Statistik, 2014).

Ironisnya, pada Lampiran Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019, tercatat 6 Kabupaten di Pulau Jawa yang tergolong daerah tertinggal, yaitu Kabupaten Bondowoso, Situbondo, Bangkalan, Sampang, Pandeglang dan Lebak. Selain itu, pulau ini dihuni oleh 15,14 juta penduduk miskin atau sebesar 54,6 persen dari jumlah keseluruhan penduduk miskin di Indonesia. Pada satu sisi, Pulau Jawa termasuk wilayah yang memiliki daerah tertinggal dan penyumbang penduduk miskin terbanyak, pada sisi lainnya Pulau Jawa adalah pusat pemerintahan dan perekonomian di Indonesia.

Fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh Pulau Jawa seharusnya dapat meratakan pembangunan ekonomi pada daerah-daerah di dalamnya dan memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya.

Pembangunan daerah secara merata merupakan salah satu faktor kunci dari pembangunan suatu negara. Arsyad (2010) mengatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah merupakan proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi. Proses keberlangsungan pembangunan suatu daerah pastinya tidak selalu mudah, banyak terdapat permasalahan pokok yang mengakibatkan adanya kesenjangan ekonomi antar daerah karena kemampuan dan sumber daya suatu daerah dalam merealisasikan pembangunan berbeda-beda.

(25)

Suatu daerah dikatakan sebagai daerah tertinggal apabila pada daerah tersebut terdapat kabupaten yang masyarakat dan wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Ketertinggalan daerah tersebut dapat diukur berdasarkan enam kriteria utama yaitu ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, kapasitas keuangan daerah, aksesibilitas dan karakteristik daerah (Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Tertinggal, 2016). Oleh karena itu, diperlukan upaya pembangunan daerah yang terencana dan sistematis agar daerah tertinggal tersebut pada akhirnya setara dengan daerah lainnya di Indonesia yang telah maju terlebih dahulu.

Pada tahun 2015, pemerintah fokus kepada pembangunan desa sehingga dibentuklah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015. Fokus pemerintahan kepada pembangunan desa ini menarik untuk diperhatikan karena pembangunan yang tepat sasaran merupakan hal mutlak yang diperlukan.

Berdasarkan peta penyebaran daerah tertinggal KEMENDESA, jumlah kabupaten tertinggal di Kawasan Indonesia Barat mencapai 19 kabupaten tertinggal atau 15,57 persen dari total 122 kabupaten daerah tertinggal. Dalam RPJMN 2015-2019 ditetapkan 122 kabupaten sebagai daerah tertinggal.

Penetapan ini juga telah dikuatkan oleh Peraturan Presiden (Perpres) No. 131 Tahun 2015. Penetapan ini merupakan hasil perhitungan bahwa pada periode RPJMN 2010-2014 ditangani sebanyak 183 kabupaten tertinggal, melalui upaya percepatan dapat terentaskan sebanyak 70 kabupaten tertinggal, namun pada tahun 2013 terdapat 9 Daerah Otonom Baru (DOB) pemekaran yang masuk dalam daftar daerah tertinggal, sehingga secara keseluruhan menjadi 122 kabupaten tertinggal. Pada akhir periode RPJMN 2015-2019 ditargetkan dapat terentaskan sebanyak 80 kabupaten tertinggal (Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Tertinggal, 2016).

(26)

4

Beberapa isu strategis pembangunan daerah tertinggal yang akan menjadi fokus penanganan dalam lima tahun kedepan, di antaranya adalah: a. adanya regulasi yang tidak memihak/disharmonis terhadap percepatan pembangunan daerah tertinggal; b. Masih lemahnya koordinasi antarpelaku pembangunan untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal;

c. Belum optimalnya kebijakan yang afirmatif pada percepatan pembangunan daerah tertinggal; d. Masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah tertinggal; e. Terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana publik dasar di daerah tertinggal; f. Rendahnya produktivitas masyarakat di daerah tertinggal; g. Belum optimalnya pengelolaan potensi sumberdaya lokal dalam pengembangan perekonomian di daerah tertinggal; h. Kurangnya aksesibilitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah; dan i. Belum adanya insentif terhadap sektor swasta dan pelaku usaha untuk berinvestasi di daerah tertinggal (Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Tertinggal, 2016).

Salah satu cara untuk melihat apakah suatu daerah masuk kategori tertinggal atau tidak adalah dengan data Potensi Desa (Podes) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data Podes adalah data kewilayahan (spasial) yang menekankan pada penggambaran situasi wilayah. Cakupan wilayah dan kegiatan pendataan Podes 2014 dilakukan terhadap seluruh wilayah administrasi pemerintahan setingkat desa (desa, kelurahan, nagari/jorong) di seluruh Indonesia, termasuk Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) dan Satuan Permukiman Transmigrasi (SPT) yang masih dibina oleh kementerian terkait.

Tersedianya data daerah tertinggal yang lengkap dan akurat merupakan salah satu aspek penting untuk mendukung program pengentasan daerah tertinggal. Analisis yang tepat terhadap daerah tertinggal dapat menjadi instrumen yang tangguh bagi pengambilan kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi daerah yang masih tertinggal. Agar analisis pengujian teori daerah tertinggal menjadi lebih spesifik, diperlukan metode

(27)

kuantitatif untuk melakukannya. Salah satu metode yang populer adalah Structural Equation Modeling (SEM).

SEM merupakan salah satu teknik analisis statistika yang dapat digunakan untuk mengestimasi hubungan kausal antar variabel dalam suatu populasi. Menurut Bollen (1989), SEM adalah teknik analisis statistika yang mengkombinasikan beberapa aspek yang terdapat pada Path Analysis dan Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk mengestimasi beberapa persamaan simultan. SEM adalah pengembangan dari Generalized Linear Model (GLM) dengan regresi berganda sebagai bagian utamanya.

Namun, SEM lebih andal, ilustratif, dan kokoh dibandingkan dengan teknik regresi yang diukur oleh indikator berganda.

SEM lebih fokus pada pemodelan konfirmatori dibandingkan pemodelan eksploratori sehingga lebih akurat digunakan untuk studi kuantitatif dibandingkan dengan studi kualitatif. Pada model analisis CFA, jumlah variabel dan pengaruh suatu variabel laten terhadap variabel indikator ditentukan terlebih dahulu, kesalahan pengukuran bisa berkorelasi dan diperlukan identifikasi parameter. Confirmatory Factor Analysis dapat mengukur kecocokan model dengan data sehingga kemudian dapat menentukan suatu teori dapat diterima atau ditolak. Terdapat beberapa orde pada CFA, pada first-order confirmatory factor analysis (first-order CFA), suatu variabel laten yang diukur berdasarkan beberapa indikator dapat diukur secara langsung. Sedangkan pada second-order confirmatory factor analysis (second-order CFA), variabel laten tidak dapat diukur langsung melalui variabel-variabel indikatornya. Namun memiliki beberapa indikator dimana indikator tersebut tidak dapat diukur secara langsung, serta memerlukan beberapa indikator lagi.

Penelitian sebelumnya terkait daerah tertinggal adalah penelitian dari Direktorat Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan (2016) yang melakukan analisis secara kuantitatif menggunakan statistika deskriptif dan spasial, serta secara kualitatif melalui kajian dan Focus Group Discussion (FGD)

(28)

6

terhadap daerah tertinggal di Indonesia. Penelitian terkait SEM yang pernah ada salah satunya adalah Ngafiyah (2015) mengaplikasikan analisis dengan pendekatan Two Stage Structural Equation Modeling (TSSEM) pada faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Pulau Jawa. Beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan terkait second-order CFA adalah Efendi dan Purnomo (2012) yang melakukan penelitian mengenai kesadaran berlalu lintas pengendara sepeda motor di Jawa Timur menggunakan second-order CFA. Selanjutnya, Laili dan Otok (2014) yang melakukan analisis pada indikator- indikator kemiskinan di Kabupaten Jombang dan Lumbanbatu (2016) yang melakukan pemodelan terhadap pengaruh kepuasan pegawai terhadap keterikatan pegawai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dengan menggunakan second-order confirmatory factor analysis (CFA).

Sulitnya menemukan hasil penelitian terdahulu terkait second-order CFA dan daerah tertinggal dengan faktor yang mempengaruhi sesuai dengan lima kriteria utama yang telah disusun oleh KEMENDESA, maka dalam penelitian ini digunakan Second-Order Confirmatory Factor Analysis (second- order CFA) pada faktor-faktor yang mempengaruhi daerah tertinggal di Pulau Jawa.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan judul dan uraian latar belakang di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana evaluasi terhadap kontribusi indikator pada variabel laten daerah tertinggal di Pulau Jawa menggunakan first-order Confirmatory Factor Analysis.

2. Bagaimana mendapatkan model daerah tertinggal di Pulau Jawa menggunakan second-order Confirmatory Factor Analysis.

(29)

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengukur kontribusi indikator pada variabel laten daerah tertinggal di Pulau Jawa menggunakan first-order Confirmatory Factor Analysis.

2. Mendapatkan model daerah tertinggal di Pulau Jawa menggunakan second-order Confirmatory Factor Analysis.

1.4 Manfaat

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam menambah wawasan mengenai metode statistika yang berkaitan dengan second-order CFA dan memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi daerah tertinggal di provinsi-provinsi yang terletak di Pulau Jawa sehingga dapat digunakan sebagai referensi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan untuk menanggulangi masalah pada daerah tertinggal.

1.5 Batasan Masalah

Mengacu pada permasalahan di atas, ruang lingkup penelitian ini dibatasi oleh analisis dengan pendekatan second- order CFA mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi daerah tertinggal di kabupaten/kota pada enam provinsi di Pulau Jawa yang disusun oleh lima dimensi. Terbatasnya penelitian terkait daerah tertinggal di Pulau Jawa menyababkan penelusuran data secara lengkap menjadi sulit. Oleh karena itu, penelitian ini tidak menggunakan dimensi Kriteria Keuangan Daerah dan hanya menggunakan lima dimensi yaitu Perekonomian, Sumber Daya Manusia, Infrastruktur/Sarana Prasarana, Aksesibilitas, dan Karakteristik Daerah.

(30)

8

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Structural Equation Modeling (SEM)

Structural Equation Modeling (SEM) adalah sekumpulan teknik-teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan. Hubungan yang rumit tersebut dapat dibangun antara satu atau beberapa variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. SEM mengkaji struktur hubungan timbal balik yang dinyatakan dalam serangkaian persamaan, mirip dengan serangkaian persamaan regresi berganda. Persamaan ini menggambarkan semua hubungan antara konstruk (variabel dependen dan independen) yang terlibat dalam analisis. Konstruk merupakan faktor yang tidak dapat diobservasi atau laten yang diwakili oleh beberapa variabel seperti variabel yang mewakili faktor dalam analisis faktor (Hair dkk, 2010). Dengan demikian, SEM merupakan metode statistik yang mampu menunjukkan keterkaitan secara simultan antara variabel-variabel yang teramati secara langsung (variabel indikator) dengan variabel-variabel yang tiak teramati secara langsung (variabel laten).

Structural equation modeling (SEM) berbasis kovarian berfokus untuk memperkirakan satu set parameter model sehingga matriks kovarian yang terbentuk secara teoritis dapat tersirat dengan baik oleh sistem persamaan struktural yang diperoleh (Jamil, 2012). Dalam SEM berbasis kovarian terdapat dua model yaitu model pengukuran (measurement model) dan model struktural (structural model). Model struktural berfungsi untuk menghitung hubungan antara indepent dan dependent variabel laten, sedangkan model pengukuran digunakan untuk menghitung hubungan antara variabel indikator dengan variabel laten (Ramadiani, 2010). Structural equation modeling (SEM) berbasis kovarian bersifat confirmatory, artinya mengkonfirmasi apakah model berdasarkan teori tidak ada dengan model empirisnya (Haryono dan Wardoyo, 2013). Sedangkan, SEM

(32)

10

pengembangan teori lebih tepat dilakukan oleh SEM berbasis varian. Namun demikian, keduanya dapat dilakukan untuk pengujian hipotesis atau kausalitas (Abdillah, 2015).

2.2 Confirmatory Factor Analysis (CFA)

Confirmatory factor analysis (CFA) merupakan metode yang digunakan untuk menguji measurement model (model pengukuran) yang menggambarkan hubungan antara variabel laten dengan indikatornya. Dalam CFA, variabel laten dianggap sebagai variabel penyebab (variabel bebas) yang mendasari variabel indikator. Pada measurement model dilakukan pengujian model yang terdiri dari satu variabel dengan indikator yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Model Pengukuran

Model persamaan untuk CFA adalah sebagai berikut.

(2.1)

Dalam CFA biasanya tidak mengasumsikan arah hubungan, tapi menyatakan hubungan korelatif atau hubungan kausal antar variabel. CFA digunakan untuk mengevaluasi pola- pola hubungan antar variabel, apakah suatu indikator mampu mencerminkan variabel laten, melalui ukuran-ukuran statistik.

Tujuan dari CFA sendiri yaitu untuk mengkonfimasi secara statistik model yang telah dibangun dengan cara memeriksa ukuran statistiknya yaitu nilai validitas dan reliabilitas. Dengan kata lain, CFA dapat juga digunakan untuk menguji pertanyaan dalam kuisioner apakah sudah benar-benar representatif (valid)

X(ξ)

X1

X2

X3

λ1

λ2

λ3

δ1

δ2

δ3

(33)

dan benar-benar akurat atau konsisten (reliable). Menurut Hair dkk (2010), variabel dikatakan valid apabila menghasilkan loading factor > 0,5 dan signifikan apabila p-value < ∝. Secara umum, perhitungan loading factor dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

 '

Σ LL ψ (2.2)

dimana Σ merupakan matriks varian kovarian, L merupakan matriks loading factor, dan ψ merupakan matriks error.

Sedangkan untuk mengukur reliabilitas dilakukan dengan menggunakan construct reliability yang dihitung menggunakan rumus berikut ini:

2 1

2 2

1 1

n i

CR i

n n

i i

i i

 

  

   

 

 

   

   

(2.3)

dengan ̂ = loading factor, dan ̂ ̂ merupakan varians error indikator, i = 1,2,… n. Ukuran ini dapat diterima kehanda- lannya apabila koefisien construct reliability (CR) > 0,70 dan menunjukkan good reliability, sedangkan bila 0,60 ≤ CR ≤ 0,70 juga dapat diterima dan menunjukkan bahwa indikator pada kon- struk model telah baik (Hair dkk, 2010).

2.2.1 First-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA) Pada first-order confirmatory factor analysis (First- Order CFA) suatu variabel laten diukur berdasarkan beberapa indikator yang dapat diukur secara langsung. Pada model first- order, indikator memiliki nilai atau data deskriptif. Fokus dalam analisis first-order adalah nilai loading factor dimana nilai tersebut menunjukkan tingkat hubungan indikator dengan variabel laten. Perbedaan first-order CFA dengan second-order CFA adalah pada second-order CFA variabel laten tidak diukur secara langsung melalui indikator penilaian, melainkan melalui variabel laten yang lain. Persamaan 2.4 merupakan model first-order CFA dengan p indikator.

(34)

12

(2.4)

dengan,

adalah indikator dari common factor adalah loading factor dari model

adalah unique factor tiap persamaan error term.

2.2.2 Second-Order Confirmatory Factor Analysis (CFA) Suatu permasalahan memungkinkan untuk variabel laten tidak dapat langsung diukur melalui variabel-variabel indikatornya. Variabel laten tersebut memiliki beberapa indikator- indikator dimana indikator-indikator tersebut tidak dapat diukur secara langsung, dan memerlukan beberapa indikator lagi. Dalam kasus ini first-order CFA tidak dapat digunakan, sehingga dibutuhkan analisis CFA yang memiliki orde yang lebih tinggi (higher-order confirmatory factor analysis). Dalam hal ini orde yang digunakan adalah orde kedua sehingga analisis dilakukan dengan menggunakan second-order confirmatory factor analysis.

Gambar 2.2 merupakan diagram jalur second-order CFA.

Gambar 2. 2 Model Second-Order CFA

𝜀 𝜀 𝜀3 𝜀4 𝜀5 𝜀6 𝜀7 𝜀8 𝜀9

ξ

𝜂 𝜂 𝜂3

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9

ζ ζ ζ3

(35)

Persamaan hubungan antara First-Order CFA dan high order confirmatory analysis ditunjukkan pada persamaan dibawah ini (Bollen, 1989).

(2.5)

(2.6)

dimana,

B adalah koefisien loading

Γ dan Λ adalah loading factor first dan second order adalah random vektor variabel laten

adalah residual.

Hubungan antara first dan second-order diberikan pada persamaan 2.14, dihilangkan ketika hanya ada factor second- order dan tidak satupun first-order yang memiliki hubungan langsung satu dengan lainnya. Loading factor pada first-order dari pada y adalah pada persamaan 2.6.

2.3 Asumsi dalam CFA

Salah satu asumsi dalam analisis menggunakan CFA adalah data harus berdistribusi normal multivariat. Untuk memeriksa apakah suatu data mengikuti distribusi normal multivariat atau tidak, maka dilakukan perbandingan antara 2

d j dengan chi-square tabel. Dengan melihat nilai proporsi yang didapatkan dari membandingkan nilai

 

 

2 2

0.5 / d j p n j n

  sama dengan 50%, maka data memenuhi asumsi distribusi normal multivariat. Dimana untuk nilai square distance diperoleh melalui persamaan sebagai berikut:

   

2 1

djxjx  S xjx (2.7) dimana,

: Jarak Mahalanobis pengamatan ke-j

j : Nilai observasi/pengamatan ke-j

(36)

14

̅ : Rata-rata nilai observasi/pengamatan

: Matriks varian kovarian

Selain itu, asumsi distribusi normal multivariat dapat diidentifikasi dengan melihat pola sebaran data pada scatterplot antara nilai d j dengan nilai kuantil normal standar dengan persamaan:

 

 

1 2 2

0.5 / j

q p n p n j  n

 

 

 

 

 

(2.8)

Jika titik-titik pada plot mengikuti garis linier maka disimpulkan bahwa data memenuhi asumsi distribusi normal multivariat (Johnson, 2007).

2.4 Estimasi Parameter dalam CFA

Confirmatory factor analysis (CFA) adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis data dalam jumlah besar. Apabila jumlah sampel yang diambil dalam penelitian tidak terlalu besar maka hal ini akan mengakibatkan beberapa estimasi yang dimunculkan dari hasil analisis CFA sulit mencapai akurasi yang tinggi.

Metode yang sering digunakan untuk mengestimasi parameter pada SEM dan CFA adalah Maximum Likelihood Estimation (MLE). Misalkan N sampel random yang identik dan independen dari variabel random Z yang berdistribusi multinormal dengan mean 0 dan varians , maka fungsi kepadatan peluang ( ) adalah ( ), dimana adalah parameter fixed yang digunakan untuk menentukan peluang kepadatan Z:

( ) ( ) ( ) ( ) (2.9) kepadatan bersama (joint density) merupakan perkalian dari densitas marginal (marginal density) karena

(37)

independen. Jika diobservasi nilai untuk pada suatu sampel, maka dapat dituliskan fungsi likelihood sebagai berikut:

( ) ( ) ( ) ( ) (2.10) dimana ( ) adalah nilai dari ( ). Persamaan 2.4 merupakan fungsi likelihood yang biasa disingkat ( ). Fungsi kepadatan peluang menjadi:

( )

( ) | |

[ ] (2.11)

untuk sampel random dari N observasi independen dari z, maka joint density ditunjukkan pada persamaan 2.11 berikut:

( ) ( ) ( ) ( ) (2.12) dengan fungsi likelihood sebagai berikut:

 

   

( ) ( , )

1

1 exp 1 ' 1

1 2

1 2 2 2

1 exp 1 ' ( ) 1

2 1 2 2 2

L iN f zi

N p zi zi

i

N zi zi

Np N i

 

 

  

   

  

   

Σ

Σ Σ

Σ Σ

(2.13) dengan,

1 ' ( ) 1 1 ' ( ) 1

2 1 2 1

N N

zi zi tr zi zi

i i

  Σ      Σ  maka,

1 1

log ( ) ' ( )

2 1

( ) 1 2

N N

L i tr N z zi i

Ntr

 

 

 

     

  

    Σ

(38)

16

S merupakan sampel dari estimator maximum likelihood matriks varian kovarian sampel, sehingga ( ) dapat ditulis sebagai persamaan berikut:

 

 

log ( ) log 2 log ( ) ( ) 1

2 2 2

log ( ) ( ) 1 2

Np N N

L tr

c N tr

   

 

   

    

  

    

Σ

Σ

(2.14) dimana,

 

log 2 2

cNp

pada persamaan di atas, constant tidak mempengaruhi pemilihan ̂, sehingga dapat dihilangkan menjadi persamaan 2.8 berikut.

log ( )L log Σ( )  tr( ) 1

(2.15) Menurut Seber (1984), memaksimalkan fungsi likelihood ekuivalen dengan meminimumkan fungsi FML sehingga didapatkan fungsi sebagai berikut.

| ( ̂)| ( ( ̂)) | | (2.16) S merupakan matriks variance covariance sampel, ( ̂) merupakan matriks variance covariance dari parameter populasi, dan p merupakan jumlah variabel (Bollen, 1989).

2.5 Goodness of Fit Index (GFI)

Selain harus memenuhi asumsi persamaan pengukuran, second-order CFA juga mambutuhkan data yang bersifat normal multivariat. Setelah data dinyatakan siap, maka barulah peneliti dapat melakukan penilaian overall model fit, dengan salah satunya menggunakan goodness of fit. Goodness of fit digunakan untuk mengukur kesesuaian input obsevasi dengan prediksi dari model yang diajukan. Kebaikan model (goodness of fit) secara menyeluruh (overall model fit) atau disebut dengan uji kelayakan

(39)

model. Ada beberapa metode kebaikan sesuai model secara menyeluruh. Pada umumnya ada beberapa jenis fit index yang digunakan untuk mengukur kesesuaian antara model yang dihipotesakan dengan data. Adapun beberapa metode kebaikan sesuai model secara menyeluruh antara lain.

1. Absolute Fit Measure

Absolute fit measure adalah cara mengukur model fit secara keseluruhan dengan beberapa kriteria sebagai berikut.

a. Chi-Square Statistic

Menguji kovarian populasi yang diestimasi apakah sama dengan kovarian sampel (model sesuai dengan data atau fit terhadap data). Model dikatakan sesuai jika nilai chi- square (χ2) yang dihasilkan semakin kecil.

b. Goodness of Fit Index (GFI)

Menghitung proporsi tertimbang varian dalam matriks kovarian populasi yang diestimasi dengan persamaan:

 

 

1 2

1 1 2

tr S I

GFI

tr S

 

  

 

 

 

 

 

 

(2.17)

c. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Digunakan untuk mengkompensasi kebutuhan chi-square pada sampel besar dengan persamaan:

 

2 1

1 1

RMSEA

n df n

  

  (2.18)

2. Increment Fit Measure

Increment fit measure adalah membandingkan model yang diusulkan dengan model dasar (baseline model) yang sering disebut sebagai null model atau independence model.

a. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)

(40)

18

Analog dengan R2 dalam regresi berganda. Fit index ini merupakan adjusted terhadap derajat bebas yang tersedia untuk diterima tidaknya model dengan persamaan:

1

  

1 1

2

AGFI k k GFI

df

    

 

  (2.19)

b. Tucker-Lewis Index (TLI)

Nilai TLI berkisar antara 0 sampai 1, dengan nilai TLI ≥ 0,90 menunjukkan goodness if fit, sedangkan apabilai 0,80 ≤ TLI ≤ 0,90 sering disebut marginal fit.

2 2

2 1

XN X

dfN df

TLI

XN dfN

   

    

   

 

 

 

 

 

(2.20)

Dengan,

= nilai statistik uji model independen

= nilai statistik uji model yang dianalisis = derajat bebas pengujian model independen = derajat bebas pengujian model yang dianalisis c. Comparative Fit Index (CFI)

Sama dengan nilai TLI, pada CFI nilainya juga berkisar antara 0 sampai 1. Untuk nilai CFI ≥ menunjukkan goodness of fit, sedangkan 0,80 ≤ CFI ≤ 0,90 sering disebut marginal fit.

 

 

2

1 2

X df

CFI

XN dfN

  

 (2.21)

Dengan demikian indeks-indeks yang digunakan untuk menguji kelayakan sebuah model adalah seperti dalam Tabel 2.1 berikut ini.

(41)

Tabel 2. 1 Indeks Kelayakan Model

No Goodness of Fit Index Cut Off Value 1. Chi-Square ( ) Statistics Diharapkan kecil

(dibawah nilai tabel)

2. Significance Probability ≥ 0,05

3. GFI ≥ 0,90

4. RMSEA ≥0,08

5. AGFI ≥0,90

6. TLI ≥0,90

7. CFI ≥0,90

Pemilihan kriteria pengukuran sebaiknya dipenuhi minimal satu dari pengukuran increment fit measure dan satu dari pengu- kuran absolute fit measure. Lebih lanjut pengukuran yang digunakan adalah serta degree of freedom, CFI atau TLI, dan RMSEA dimana memberikan informasi cukup dalam mengevaluasi model (Hair dkk, 2010).

Apabila diperoleh model yang tidak fit, maka dapat dilakukan penanganan dengan melakukan modifikasi model.

Modifikasi model dilakukan dengan menghubungkan error dari variabel indikator dalam variabel laten yang sama. Error yang telah dihubungkan akan memberikan dampak pengurangan nilai chi-square.

2.6 Tinjauan Non Statistik

Tinjauan non statistik pada penelitian meliputi pemahaman tentang Daerah Tertinggal dan Kriteria dan Indikator Ketertinggalan Suatu Daerah.

2.6.1 Daerah Tertinggal

Daerah tertinggal merupakan suatu daerah dengan kabupaten yang masyarakat dan wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional.

Ketertinggalan daerah tersebut dapat diukur berdasarkan enam kriteria utama yaitu ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, kapasitas keuangan daerah, aksesibilitas dan karakteristik daerah (Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Tertinggal, 2016).

(42)

20

Untuk mengurangi adanya kesenjangan pembangunan antar wilayah di masing-masing wilayah pulau, sasaran pembangunan daerah tertinggal ditujukan untuk mengentaskan daerah tertinggal minimal 80 kabupaten dengan target outcome sebagai berikut.

1. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal menjadi rata- rata sebesar 7,24 persen

2. Menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi rata-rata 14,00 persen

3. Meningkatkan Indeks Pembangunan Mansuia (IPM) di daerah tertinggal menjadi rata-rata sebesar 69,59 persen.

Adanya disparitas kualitas sumberdaya manusia antarwilayah, perbedaan kemampuan perekonomian antar daerah, serta belum meratanya ketersediaan infrastruktur antarwilayah mendukung fakta kesenjangan antar wilayah (Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Tertinggal, 2016). Dengan memperhatikan isu strategis pembangunan daerah tertinggal dan sasaran pembangunan daerah tertinggal, arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal di fokuskan pada:

a. Promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Promosi daerah tertinggal ini juga akan mendorong masyarakat semakin mengetahui potensi daerah tersebut dan aktif dalam membantu pembangunan

b. Upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pelayanan dasar publik

c. Pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas dan infrastruktur penunjang konektivitas antar daerah tertinggal dan kawasan strategis.

2.6.2 Kriteria dan Indikator Ketertinggalan Suatu Daerah Untuk mengidentifikasi suatu kabupaten mengalami ketertinggalan dapat diukur dengan menggunakan standar yang telah ditetapkan sebelumnya mengacu pada Peraturan Menteri

(43)

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 3 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penentuan Indikator Daerah Tertinggal Secara Nasional. Dalam hal mengidentifikasi masalah ketertinggalan digunakan 6 (enam) kriteria dan 27 (duapuluh tujuh) indikator daerah tertinggal yang meliputi:

1. Kriteria perekonomian

Terdiri dari dua indikator yaitu:

a. Persentase penduduk miskin

b. Pengeluaran Per Kapita Penduduk (rupiah) 2. Kriteria sumber daya manusia

Terdiri dari tiga indikator yaitu:

a. Angka Harapan Hidup/AHH (tahun) b. Rata-Rata Lama Sekolah/RLS (tahun) c. Angka Melek Huruf /AMH (persen) 3. Kriteria kemampuan keuangan daerah

Terdiri hanya satuindikator yaitu kemampuan keuangan daerah

4. Kriteria infrastruktur/sarana prasarana

Terdiri dari 11 indikator yang digolongkan atas jalan antar desa melalui darat dan Jalan antar desa bukan melalui darat (jumlah desa). Jalan antar desa melalui darat terdiri dari indikator-indikator antara lain:

a. Jalan aspal/beton (jumlah desa) b. Jalan diperkeras (jumlah desa) c. Jalan tanah (jumlah desa) d. Jalan lainnya (jumlah desa).

Jalan antar desa bukan melalui darat (jumlah desa) terdiri dari inidkator-indikator antara lain:

a. Pasar tanpa bangunan (jumlah desa)

b. Fasilitas kesehatan per 1000 penduduk (unit/buah) c. Dokter per 1000 penduduk (orang)

d. Fasilitas pendidikan dasar per 1000 penduduk (unit/buah) e. Persentase rumahtangga pengguna listrik

f. Persentase rumahtangga pengguna telepon g. Persentase rumahtangga pengguna air bersih.

(44)

22

5. Kriteria Aksesibilitas

Terdiri dari tiga indikator yaitu:

a. Rata-rata jarak ke ibu kota kabupaten (kilometer) b. Akses ke pelayanan kesehatan (kilometer) c. Akses ke pelayanan pendidikan dasar (kilometer) 6. Kriteria Karakteristik Daerah

Terdiri dari tujuh indikator yaitu:

a. Gempa bumi (persentase jumlah desa) b. Tanah longsor (persentase jumlah desa) c. Banjir (persentase jumlah desa)

d. Bencana lainnya (persentase jumlah desa) e. Kawasan hutan lindung (persentase jumlah desa) f. Berlahan kritis (persentase jumlah desa)

g. Desa konflik (persentase jumlah desa)

(45)

23 BAB III

METODOLOGI PENILITIAN 3.1 Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berupa hasil Pendataan Potensi Desa (PODES) 2014 yang merupakan data dan informasi terkait kesediaan infrastruktur dan potensi yang dimiliki oleh setiap wilayah administrasi setingkat desa di Indonesia dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2014 yang merupakan data mengenai berbagai aspek sosial ekonomi dan pemenuhan kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan dan pekerjaan. Unit observasi pada pemodelan pengukuran faktor-faktor yang mempengaruhi daerah tertinggal di Pulau Jawa adalah kabupaten/kota di setiap provinsi di Pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta (6 kota), Jawa Barat (26 kabupaten/kota), Jawa Tengah (35 kabupaten/kota), Daerah Istimiwa Yogyakarta (5 kabupaten/kota), Jawa Timur (38 kabupaten/kota), dan Banten (8 kabupaten/kota). Hasil pemodelan pengukuran dari 6 provinsi tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode second-order CFA terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi daerah tertinggal di Pulau Jawa.

3.2 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu bentuk kerangka berpikir yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam memecahkan masalah. Biasanya kerangka penelitian ini menggunakan pendekatan ilmiah dan memperlihatkan hubungan antar variabel dalam proses analisisnya. Kerangka konseptual pada penelitian ini mengacu pada standar yang telah ditetapkan Direktorat Jendral Pembangunan Daerah tertinggal tahun 2016.

Untuk lebih jelasnya kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

(46)

24

Gambar 3. 1 Kerangka Konseptual Penelitian (Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Tertinggal, 2016) Keterangan:

: Variabel laten tidak digunakan

(47)

Gambar 3.1 adalah kerangka konseptual penelitian.

Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa terdapat 6 dimensi yang dapat mengukur ketertinggalan suatu daerah, yang mana 5 diantaranya digunakan dalam penelitian ini. Agar kerangka konseptual lebih jelas lagi, berikut ini merupakan diagram jalur dari penelitian ini.

Gambar 3.2 Diagram Jalur Penelitian

(48)

26

3.3 Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode second-order Confirmatory Factor Analysis (CFA). Pada penelitian ini, daerah tertinggal dipandang melalui 5 dimensi, yaitu Perekonomian, SDM, Infrastruktur/Sarana Prasarana, Aksesibilitas, dan Kriteria Daerah. Kelima dimensi tersebut merupakan variabel laten yang berkaitan dengan daerah tertinggal, dimana masing-masing variabel laten tersebut terdiri dari beberapa variabel indikator.

Mengacu pada standar yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 3 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penentuan Indikator Daerah Tertinggal Secara Nasional, variabel yang digunakan pada penelitian ini akan ditampilkan pada Tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3. 1 Variabel Penelitian

Variabel Laten Variabel Indikator Satuan

Perekonomian (D1)

Persentase Penduduk Miskin (X1,1)

Persen Pengeluaran Per Kapita

Penduduk (X1,2)

Rupiah

Sumber Daya Manusia (SDM) (D2)

Angka Harapan Hidup (X2,1) Tahun Rata-Rata Lama Sekolah

(X2,2)

Tahun Angka Melek Huruf (X2,3) Persen

Infrastruktur/Sarana Prasarana (D3)

Jalan Aspal/Beton (X3,1) Jumlah Desa Jalan Diperkeras (X3,2) Jumlah Desa Jalan Tanah (X3,3) Jumlah Desa Jalan Lainnya (X3,4) Jumlah Desa Pasar Tanpa Bangunan

(X3,5)

Jumlah Desa Fasilitas Kesehatan (X3,6) Unit

Tenaga Kesehatan (X3,7) Orang Fasilitas Pendidikan Dasar

(X3,8)

Unit

(49)

Tabel 3. 1 Variabel Penelitian (Lanjutan) Fasilitas Pendidikan Dasar (X3,8)

Unit Rumah Tangga Pengguna

Telepon (X3,9)

Jumlah Rumah Tangga Sumber Air Minum (X3,10) Persentase

Jumlah Desa Sumber Air Mandi (X3,11) Persentase

Jumlah Desa

Aksesibilitas (D4)

Rata-Rata Jarak ke Ibu Kota Kabupaten (X4,1)

Kilometer Akses ke Pelayanan

Kesehatan (X4,2)

Kilometer

Karakteristik Daerah (D5)

Gempa Bumi (X5,1) Persentase Jumlah Desa Tanah Longsor (X5,2) Persentase

Jumlah Desa Banjir (X5,3) Persentase

Jumlah Desa Tsunami (X5,4) Persentase

Jumlah Desa Gelombang Pasang Laut

(X5,5)

Persentase Jumlah Desa Angin Puyuh/Putting

Beliung/Topan (X5,6)

Persentase Jumlah Desa Gunung Meletus (X5,7) Persentase

Jumlah Desa Kebakaran Hutan (X5,8) Persentase

Jumlah Desa Kekeringan (X5,9) Persentase

Jumlah Desa Desa Konflik (X5,10) Persentase

Jumlah Desa Tabel 3.1 menunjukkan 5 variabel laten dan 28 indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel laten penelitian ini terdiri dari beberapa indikator yang dapat menjelaskan variabel laten tersebut.

(50)

28

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional setiap dimensi atau variabel laten yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dimensi perekonomian terdiri dari dua indikator yaitu persentase penduduk miskin dan pengeluaran per kapita penduduk. Persentase penduduk miskin mengukur proporsi penduduk yang dikategorikan miskin atau berada dibawah garis kemiskinan. Pengeluaran per kapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga.

2. Dimensi SDM terdiri dari tiga indikator yaitu angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, dan angka melek huruf. Angka harapan hidup adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkngan masyarakatnya. Rata-rata lama sekolah didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Angka melek huruf adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang memiliki kemampuan membaca dan menulis kalimat sederhana dalam huruf latin, huruf arab, dan huruf lainnya (seperti huruf jawa, kanji, dll) terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas.

3. Dimensi infrastruktur/sarana prasarana terdiri dari sebelas indikator, yaitu jalan aspal/beton, jalan diperkeras, jalan tanah, jalan lainnya, pasar tanpa bangunan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, fasilitas pendidikan dasar, rumah tangga pengguna telepon, sumber air minum, dan sumber air mandi. Jenis permukaan jalan terdiri dari:

aspal/beton, diperkeras (dengan kerikil atau batu), tanah, dan lainnya yaitu terbuat dari kayu/papan yang biasanya digunakan di daerah rawa, termasuk jalan setapak, jalan di hutan dan sejenisnya. Fasilitas-fasilitas dasar dalam lingkungan rumah tangga yang termasuk dalam indikator

(51)

infrastruktur/sarana prasarana antara lain ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan, dan fasilitas pendidikan dasar.

4. Dimensi aksesibilitas terdiri dari dua indikator, yaitu rata- rata jarak ke ibu kota kabupaten dan akses ke pelayanan kesehatan. Kedua hal tersebut menunjukkan keterjangkauan suatu daerah secara jarak tempuh dalam mencapai ibu kota kabupaten sebagai pusat perekonomian dan pelayanan kesehatan sebagai pusat medis.

5. Dimensi karakteristik daerah terdiri dari 10 indikator yaitu gempa bumi, tanah longsor, banjir, tsunami, gelombang pasang laut, angin puyuh/putting beliung/topan, gunung meletus, kebakaran hutan, kekeringan, dan desa konflik.

Indikator-indikator dalam dimensi karakteristik daerah ditinjau dari fenomena-fenomena alam dan sosial yang terjadi pada daerah tersebut. Fenomena alam yang ditinjau merupakan bencana alam dan fenomena sosial yang ditinjau merupakan konflik antar kelompok yang terjadi.

3.5 Struktur Data

Struktur data yang akan dianalisis menggunakan second- order CFA ditunjukkan pada Tabel 3.2 sebagai berikut.

Tabel 3. 2 Struktur Data Observasi

D1 D2 D5

X1,1 X1,2 X2,1 X2,2 X5,10

1 X1,1.1 X1,2,.1 X2,1,1 X2,2,1 ⋯ X5,10,1

2 X1,1.2 X1,2,2 X2,1,2 X2,2,2 ⋯ X5,10,2

3 X1,1.3 X1,2,.3 X3,1,3 X2,2,3 ⋯ X5,10,3

118 X1.1,118 X1,2,118 X2,1,118 X2,2,118 ⋯ X5,10,118

Referensi

Dokumen terkait