Gambar 20. Segitiga Bunte untuk Berbagai Jenis Bahan Bakar dan Pembakaran Sempurna
Diagram ini didapatkan dengan mengukur kandungan oksigen dan karbon dioksida pada flue gas di cerobong asap. Hal ini dilakukan untuk memperoleh nilai lambda. Apabila oksigen bernilai 0%, ini artinya pembakaran yang terjadi merupakan pembakaran sempurna dengan lambda=1.
Apabila kita mendapatkan konsentrasi oksigen yang tinggi di cerobong asap, nilai lambda akan bertambah. Kandungan oksigen maksimum adalah 21% dalam volume.
SEGITIGA BUNTE DAN OSTWALD
56
Flue gas sebagian besar adalah udara dengan nilai lambda tak terhingga. Lambda disini tidak memberikan informasi yang memadai. Untuk mengetahui apakah reaksi bekerja secara sempurna, kandungan karbon dioksida juga diukur.
Nilai 0% CO2 berarti sistem pembakaran tidak bekerja. Kita tidak tahu berapa banyak nilai CO2 yang kita harapkan. Oleh karena itu, kita mulai dengan meningkatkan rasio udara. Karbon dioksida akan terus naik. Ketika nilai lambda sangat rendah, maka nilai karbon dioksida juga rendah, yang berarti tidak semua karbon terbakar.
Ketika nilai lambda sangat tinggi, kita juga akan melihat konsentrasi karbon dioksida yang rendah karena adanya penambahan udara. Di antara nilai maksimum CO2 itulah, semua karbon kita teroksidasi. Oleh karena itu, kita mendapatkan ide asal muasal nilai lambda.
Nilai maksimum karbon dioksida bervariasi dari satu jenis bahan bakar ke jenis bahan bakar yang lain. Apabila kita hanya menggunakan karbon, seperti pada kokas, karbon dioksida dalam jumlah banyak dilepaskan ke udara. Apabila terdapat banyak hidrogen dalam bahan bakar, kita akan menghasilkan lebih banyak air dan lebih sedikit CO2. Gas seperti gas alam, gas kokas dan sejenisnya mengandung banyak hidrogen sehingga persentase maksimum CO2 hanyalah sebesar 10% saja. Untuk bahan bakar karbon seperti kokas, kita bisa mendapatkan angka CO2 di atas 20% dengan asumsi semua oksigen berubah menjadi karbon dioksida.
Untuk tipe tertentu batu bara, kita memiliki angka maksimum CO2
dan kita mengasumsikan terjadi pembakaran sempurna, maka kita bisa mengukur kandungan oksigen untuk mengecek
SEGITIGA BUNTE DAN OSTWALD
57
kebenarannya. Apabila persentase CO2 lebih rendah daripada yang seharusnya, ini berarti batu bara tidak terbakar dengan sempurna.
Oleh karena itu, diagram ini memberikan gambaran kepada kita mengenai pembakaran.
Pengukuran langsung di cerobong asap sulit untuk dilakukan serta membutuhkan banyak perangkat instrumentasi serta usaha untuk melaksanakannya. Akan tetapi, gambar di atas tidak memberikan gambaran mengenai apa yang terjadi di setiap sisi pembakaran kita.
Gambar 21. Segitiga Ostwald untuk Heavy Fuel Oil
Diagram di atas juga mencakup informasi mengenai pembakaran tidak sempurna. Nilai lambda yang berbeda-beda turut ditunjukkan.
Garis tersebut menunjukkan besaran lambda tertentu. Untuk kombinasi CO2 dan O2 (%), kita bisa mencari nilai lambdanya. Pada
SEGITIGA BUNTE DAN OSTWALD
58
setiap garis di bawah lambda ideal, kita menemukan pembakaran tidak sempurna dan level karbon monoksida akan meningkat.
Hidrogen akan berubah menjadi air. Di sisi lain, karbon, apabila tidak ada cukup oksigen yang tersedia, akan berubah menjadi karbon monoksida. Apabila kita mengukur 10% oksigen, 4%
karbon dioksida, maka 6% nya merupakan karbon monoksida.
Karbon monoksida juga akan terbentuk apabila kita memiliki rasio kelebihan udara yang besar, pada nilai lambda sekitar 1,8.
Alasan terjadinya hal ini, karena percampuran bahan tidak merata, ukuran butiran bahan bakar tidak homogen dan terlalu besar, droplet minyak mungkin masih cukup besar sehingga tidak menguap dengan sempurna, atau bahan bakar tersebut tidak menghabiskan cukup waktu pada zona panas perapian kita, sehingga tidak sempat terbakar. Dari sini bisa disimpulkan bahwa penyesuain perapian pada level burner yang berbeda-beda adalah satu hal penting yang harus diperhatikan.
Proses preheating bahan bakar atau udara, ukuran bahan bakar, waktu yang dihabiskan pada zona pembakaran merupakan parameter yang harus selalu dijaga.
Apabila flue gas bergerak terlalu cepat dan tidak menghabiskan cukup waktu di zona panas, maka kecepatan flue gas harus diatur atau persiapan bahan bakar harus dilakukan.
Diagram di atas hanya memberikan gambaran kasar namun ini sudah cukup untuk melakukan monitoring operasi pembangkit.
Parameter yang diperlukan untuk analisis ini adalah:
1. Garis pembakaran sempurna dan nilai lambda
2. Kandungan dua dari tiga gas yang ada yaitu karbon dioksida, oksigen atau karbon monoksida
SEGITIGA BUNTE DAN OSTWALD
59
Untuk setiap bahan bakar yang berbeda, atau bahan bakar yang berasal dari kilang yang berbeda, diagram yang baru akan dihasilkan. Diagram ini juga berbeda dari satu pembangkit ke pembangkit lainnya.
Apabila kita mulai mendinginkan flue gas, temperatur dimana uap hadir dalam flue gas akan terkonversi menjadi air. Meskipun panas laten telah dilepaskan, namun sifatnya korosif. Tidak peduli apapun yang muncul dalam flue gas, normalnya mereka bisa dilarutkan dalam air. Metal oksida akan larut dalam air menjadi hidroksida dan ion logam yang menjadi penyebab korosi.
Gambar 22. Titik Embun Uap dan Rasio Udara
Hal yang sama juga terjadi pada sulfur dioksida yang akan membentu sulfat atau ion sulfida apabila bercampur dengan air dan bersifat korosif.
SEGITIGA BUNTE DAN OSTWALD
60
Titik normalnya adalah poada suhu 100 ˚C. apabilah temperatur lebih rendah, maka tidak terjadi 100% air maupun uap murni.
Kondensasi terjadi apabila tekanan parsial melebihi tekanan uap referensi. Titik embun tergantung pada jumlah air yang hadir saat itu.
Semakin rendah kandungan air, semakin rendah titik pengembunannya. Semakin rendah titik pengembunannya, semakin bagus ia bagi pembangkit. Pre-drying diperlukan untuk mengurangi kandungan air dan menghindari efek kondensasi. Nilai lambda yang lebih tinggi berarti kandungan airnya lebih rendah dan oleh karena itu titik pengembunannya semakin berkurang.
Hampir 10˚C berkurang untuk setiap penambahan lambda sebesar dua kali lipat.
Temperature ini jarang tercapai pada pembangkit namun ini bukanlah suatu masalah serius. Ada beberapa substansi yang terkondensi pada temperature yang lebih tinggi dan menghadapi problem lebih besar daripada kondensasi air.
Sebagai contohnya, asam sulfur memiliki titik pengembunan pada temperature 160 ˚C dimana temperature ini mungkin dicapai pada sebuah pembangkit. Oleh karena itu kita harus memastikan agar tetap berada di atas titik pengembunan untuk menghindari terbentuknya asam yang akan memakan besi kita.
SEGITIGA BUNTE DAN OSTWALD
61
Gambar 23. Pengaruh Kandungan Sulfur pada Titik Embun Asam Sulfur
Gambar di atas memberikan gambaran kepada kita mengenai efek dari kandungan sulfur pada titik embun. Temperatur 120 dan 140 derajat Celsius sangat mungkin terjadi. Untuk bahan bakar dengan kandungan sulfur yang rendah, titik embunnya juga rendah dan oleh karena itu, tidak terdapat risiko kondensasi asam sulfur.
Akan tetapi pada bahan bakar dengan kandungan sulfur yang tinggi, titik embun bisa berpindah pada temperature di atas 160˚C.
Apabila bahan bakar mempunyai kandungan sulfur yang tinggi, kita harus mempersiapkan untuk kondensasi asam.
Penggunaan material berbahan dasar stainless steel akan membantu. Atau kita bisa mencampur bahan bakar-batu bara dengan kandungan sulfur yang tinggi dicampur dengan batu bara dengan kandungan sulfur yang rendah. Hal ini dilakukan di tempat
SEGITIGA BUNTE DAN OSTWALD
62
penampungan batu bara, dimana pencampuran batu bara dengan kualitas yang berbeda-beda lazim dilaksanakan untuk mendapatkan penanganan debu dan sulfur yang tepat. Ada jenis batu bara yang memiliki kandungan sulfur sangat tinggi hingga 6-7%.
63