• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Berdirinya Perusahaan Bus Sibualbuali

BAB II : SEJARAH PERUSAHAAN BUS SIBUALBUALI

2.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan Bus Sibualbuali

Lonjakan tinggi pembangunan jalan raya dan impor kendaraan ke Sumatera terjadi bersamaan dengan lonjakan tinggi harga karet pada pertengahan 1920–an. Jumlah truk dan bus yang diimpor ke Sumatera naik dari 94 pada 1924 menjadi 1172

pada 1926, sementara impor kendaraan pribadi periode yang sama naik dari 539 menjadi 3059.20

Sebelum berdirinya perusahan bus angkutan umum Sibualbuali, di daerah Tapanuli Selatan sudah berdiri beberapa perusahaan-perusahaan angkutan umum. Namun kesulitan–kesulitan yang dialami oleh pengusaha–pengusaha maupun karyawan–karyawan angkutan umum pada masa sebelum berdirinya perusahaan bus Sibualbuali tersebut disebabkan tidak adanya peraturan ataupun tata–tertib dari perusahaan–perusahaan angkutan umum itu sendiri, sehingga oleh karenanya setiap saat diliputi kerusuhan dan keributan serta untuk mendapatkan penumpang pun sesama pengusaha selalu kejar–mengejar, yang mengakibatkan sering terjadinya perkelahian. Pada saat keadaan yang memburuk inilah timbul suatu ide dari Sutan Pangurabaan Pane untuk menggembleng para pengusaha–pengusaha maupun karyawan–karyawan dari perusahaan angkutan, supaya dibentuk suatu badan atau organisasi angkutan yang modern, yakni dengan waktu pemberangkatan ditetapkan dengan jam yang tertentu, seperti : ada atau tidaknya penumpang, kendaraan harus diberangkatkan pada waktu yang telah di tentukan (dienst–regeling).21

Walaupun resiko kerugian harus dihadapi, tetapi dengan peraturan demikian pengusaha–pengusaha atau karyawan–karyawan pengangkutan serta masyarakat pada umumnya agar menghargai akan pentingnya waktu, maka cara–cara inilah yang menjadi contoh (peraturan pengangkutan) bagi pemerintah kolonial Belanda.

20

Anthony Reid, Menuju Sejarah Sumatra : Antara Indonesia Dan Dunia, Jakarta : KITLV-Jakarta – Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, hal. 29.

21

Nurdin Siregar dan Abdul Jalil Girsang, Sejarah Singkat Perusahaan FA.ODP.SIBUALBUALI 1937, Sipirok : dokumentasi perusahaan Fa.Odp. Sibulbuali, 2006,, lembar pertama poin 1.3.

Sehingga setiap perusahaan otobis (pengangkutan) harus mempunyai izin trayek (jalur) dan jam keberangkatan ke setiap jurusan yang akan dilalui. Peraturan tersebut masih berlaku sampai saat ini.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi inilah Sutan Pangurabaan Pane memperjuangkannya kepada Pemerintah Kolonial Belanda, namun pemerintah kolonial selalu menghalang–halangi berdirinya Organisasi Angkutan Nasional. Pada tahun 1937 pemerintah kolonial terpaksa menyetujui berdirinya perusahaan

Sibualbuali yang berkedudukan di Sipirok dengan nama awal perusahaannya, Auto

Transport Dienst “SIBUALBUALI”, yang disingkat ATD.Sibualbuali.22

- Pematang Siantar – Tarutung – Sipirok

Perusahaan ini adalah pengangkutan umum yang berbentuk bus berukuran ¾ sampai dengan 1 ton, dengan muatan penumpang sebanyak 16 orang.

Trayek awal yang telah ditentukan pertama kali secara Vice – versa (pulang-pergi) yakni :

- Sipirok – Padang Sidempuan – Kotanopan

- Kotanopan – Fort deKock (Bukit Tinggi)

Akte pendirian ATD. Sibualbuali baru dibuat dihadapan notaris: “Hasan gelar Sutan Pane Paruhum di Sibolga pada tanggal 5 Juli 1940 onder nummer 2”, sesuai

dengan : “EXTRA – BIJVOEGSEL DER JAVASCHE COURANT VAN 8/11 – 1940

No. 70” dan terdapat : “Hot Hoofd Van Afdeling VII”. Disalin sesuai dengan aslinya:

A.N.Kepala Sie Penerbitan Lembaran/Berita Negara Cap/Stempel Departemen Kehakiman

Republik Indonesia Dto.

=D.A. SIMATUPANG=

Susunan pengurus pada Akte pendirian tersebut adalah sebagai berikut :

- Direktur : Sutan Pangurabaan Pane

- Sekretaris : Sutan Oloan Hutagalung

- Komisaris : Muda Siregar

- Bendahara : Barita Raja Siregar23

Sampai dengan tahun 1941 perusahaan Sibualbuali memiliki jumlah kendaraan sebanyak 136 buah. Dengan jumlah kendaraan yang begitu banyak, sedangkan trayek yang ada begitu pendek, maka pada masa ini telah direncanakan memperluas trayek sampai ke kota Palembang Sumatera Selatan.

Jalan lintas yang menjadi trayek pertama armada bus Sibualbuali merupakan “Jalan Raya Sumatra” (longitudinalen weg) yang pertama dirancang pada 1916, tetapi jembatan terakhir yang menghubungkan jaringan selatan dengan jaringan utara dan jaringan tengah baru selesai pada 1938.24

23Ibid., poin 1.6.

24

Anthony Reid, Menuju Sejarah Sumatra : Antara Indonesia Dan Dunia, Jakarta : KITLV-Jakarta – Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, hal. 29.

Bila dilihat dari peta koleksi Arsip Nasional

Republik Indonesia dengan kode KIT SUMUT 987/61, jalan lintas tersebut

merupakan jaringan tengah dari “Jalan Raya Sumatra”. Karena pada peta tersebut merupakan perlintasan jalan raya dari kota Padang sampai dengan pelabuhan Belawan di kota Medan yang letaknya berada di tengah pulau Sumatra. Namun yang membedakan dengan masa sekarang, jalur tersebut masih melintasi kota Sibolga di

pesisir barat pulau Sumatra. Menurut bapak Baginda Tambangan, “Kota Sibolga

masa sekarang, menjadi kota tempat peristirahatan para penumpang bila dari Sidempuan menuju Medan ataupun sebaliknya”.

Ditambahkan juga argumen dari bapak Raja Parlindungan Pane, “Memang dulu jalur bus Sibualbuali melewati Sibolga. Padahal bila ke Tarutung melewati Pahae atau dari Sarula ke Tarutung lalu melewati Aek Latong, lebih cepat dibanding harus lewat Sibolga. Beda panjangnya jalan lintas melalui Sibolga dibanding melintasi Pahae kurang lebih 40 kilometer. Namun memang sekitar tahun 1975 jalan lintas melalui Pahae sudah ada, tapi jalannya tidak seperti sekarang (belum diaspal)”.25

Ciri khas yang menjadi trademark armada bus Sibualbuali bila dilihat dari data–data foto dokumentasi pribadi narasumber maupun bersumber dari web adalah warna badan bus yang berwarna merah dan kepala bus yang berwarna hijau. Selain itu nama perusahaannya pun tak luput dicantumkan di samping body armada bus nya, dengan tulisan “F.A. ODP. SIBUALBUALI 1937”. Gambar gunung Sibualbuali pun

Jadi jalur perjalanan armada bus Sibualbuali pada masa awal berdiri lebih jauh dibandingkan masa sekarang. Dari sumber yang didapatkan dari narasumber, bahwasanya sebelum dibangunnya “Jalan Lintas Sumatera”, jalan–jalan yang ada pada saat itu masih beralaskan tanah, masih banyak jalan yang belum di aspal kecuali jalan menuju sebuah kota, yang apabila hujan layaknya kubangan kerbau, karena jalan tanah yang dibasahi hujan menjadi tanah liat dan di genangi air sehingga sulit untuk dilalui.

Dokumen terkait