PROFIL BAZIS DKI JAKARTA
A. Sejarah Berdirirnya BAZIS DKI Jakarta
Badan amil zakat, sebagai cikal bakal BAZIS sekarang, sudah digagas lebih awal berdirinya pemerintahan Orde Baru. Tepatnya, ketika sebelas Ulama tingkat nasional mengadakan pertemuan pada tanggal24 September 1968 di Jakarta. Ulama-ulama itu adalah Prof. Dr. Hamka, KH. Ahmad Azhari, KH. Moh. Syukri Ghazali, Moh. Sodry, KH. Taufiqurrahman, KH. Moh Sholeh Su’aidi, M. ali Alhamidy, Mukhtar Luthfi, KH. A. Malik Ahmad, Abdul Kadir, dan KH. M.A. Zawawy. Mereka menyarankan diadakannya sebuah badan untuk pelaksanaan zakat di Indonesia. Hal ini dipertegas oleh Presiden Soeharto ketika menyampaikan pidatonya pada peringatan Isra Mi’raj, tanggal 26 Oktober 1968. pada saat itu beliau mengajak umat Islam untuk mengamalkan ibadah zakat secara konkret dengan mengintensifkan pengumpulan zakat sehingga hasilnya menjadi lebih terarah.
Selanjutnya, Presiden Soeharto, Presiden RI saat itu, mengeluarkan surat perintah No. 07/PRN/10/1968 tanggal 31 Oktober 1968 yang isinya adalah perintah kepada Alamsyah Ratuperwiranegara, M. Azwar Hamid, dan Ali Afandy untuk membantu Presiden dalam pengadministrasian penerimaan zakat.
54
Sebelum adanya seruan Presiden, BAZ sendiri sebenarnya sudah berdiri berdasarkan peraturan Menteri Agama tahun 1968 tentang pembentukan Badan Amil Zakat yang bertugas melaksanakan pemungutan dan pengumpulan zakat maal dan zakat fitrah. Hanya saja, mungkin pelaksanaannya di lapangna saat itu masih tersendat.
Di tingkat daerah, seruan Presiden Soeharto direspon secara positif. Gubernur DKI Jakarta, misalnya, saat itu Ali Sadikin, mengeluarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. Cb-14/8/18/68 tentang pembentukan Badan Amil Zakat berdasarkan syariat Islam pada tanggal 5 Desember 1968. mulai saat itu, secara resmi BAZ DKI Jakarta berdiri dari tingkat propinsi, kotamadya, kecamatan, hingga kelurahan. Inilah cikal bakal yang sebenarnya dari BAZIS DKI yang pada saat itu bernama BAZ karena memang kegiatannya masih terbatas pada pengumpulan dana zakat saja.
Seiring dengan berjalannya waktu, pengumpulan dana zakat oleh BAZ DKI diperluas lagi, bukan hanya terbatas pada dana zakat, tetapi juga meliputi infaq dan sedekah. Perluasan ini dituangkan dalam SK Gubernur DKI Jakarta No. D.III/14/6/51/73 tentang pembentukkan Badan Amil Zakat dan Infaq Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta yang dikeluarkan pada tanggal 22 Desember 1973. berdasarkan keputusan ini, maka dana yang dikumpulkan oleh BAZIS menjadi lebih luas spektrumnya.
Pada awal pembentukannya, BAZIS DKI Jakarat berada langsung dibawah Gubernur DKI Jakarta. Namun, pada proses yang lebih lanjut, dirasakan
55
adanya keperluan untuk mengadakan perubahan di bidang struktur, agar BAZIS lebih leluasa lagi dalam gerak organisasinya, maka tahun 1991, dikeluarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 859 tentang susunan dan tata kerja BAZIS DKI Jakarta. Dengan surat keputusan ini kepemimpinan BAZIS, yang tadinya dipegang langsung oleh Gubernur, dilimpahkan oleh aparat teknis yang bersifat professional dan fungsional. Sejak saat itu pula, BAZIS menjadi Perangkat Pelaksana Pemerintah Daerah yang mandiri, karena bersifat non-struktural.
Pada tahun 1998, Gubernur DKI Jakarta kembali mengeluarkan surat keputusan No. 87 tentang susunan dan tata kerja BAZIS DKI Jakarta. Berdasarkan SK ini, nama pimpinan BAZIS berubah dari ketua menjadi kepala BAZIS,. Sementara itu, BAZIS tingkat Kotamadya diganti pula menjadi pelaksana BAZIS Kotamadya.
Pada tahun 2002, Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan dua surat keputusan yang berkaitan dengan BAZIS, yaitu SK No. 120 dan SK No. 121. Yang pertama, mengenai organisasi dan tata kerja Badan Amil, Zakat, Infaq dan Shadaqah Propinsi Daerah khusus Ibukota Jakarta; dan yang kedua mengenai pola pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Propinsi Daerah khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan SK ini, istilah badan Pembina tidak lagi dipergunakan, tetapi diganti dengan Dewan Pertimbangan dan Komisi Pengawas. Dengan kedua SK ini diharapkan organisasi BAZIS menjadi lebih efisien dan pola pengelolaan dana zakatnya menjadi lebih optimal, professional, amanah, dan transparan.
56
1. Landasan Hukum BAZIS DKI Jakarta
a. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. CB/14/8/68
b. Instruksi Menteri Agama No. 16 Tahun 1968 tentang Pembinaan Zakat dan Infaq/Sedekah
c. Instruksi Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 1991 dan No. 47 Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil Zakat dan Infaq/Sedekah
d. Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 280 Tahun 1991 tentang Pola Pengelolaan Zakat dan Infaq/Sedekah di DKI Jakarta
e. Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 87 Tahun 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja BAZIS DKI Jakarta
2. Visi dan Misi
Visi : Menjadi badan pengelola ZIS yang unggul dan terpercaya
Misi : Mewujudkan optimalisasi pengelolaan ZIS yang amanah, professional, transparan, akuntabel, dan mandiri di Jakarta menuju masyarakat yang sejahtera, berdaya, dan bertaqwa.1
1
Company Profil, Kantor Bazis Kota Administrasi Jakarta Selatan, Jakarta, 2010, hlm 2.
57
3. Tujuan dan Prinsip Pengelolaan Zakat Bazis DKI Jakarta
Didirikannya Badan Amil Zakat, Infaq dan shadaqah di DKI Jakarta memiliki tujuan sebagai berikut :
a. Agar administrasi pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah dikelola secara lebih baik dan professional. Hal ini diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada pengelola zakat, infaq dan shadaqah, bahwa harta yang mereka keluarkan disalurkan kepada mustahik yang berhak menerimanya.
b. Menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya membayar zakat dan mengeluarkan infaq dan shadaqah sebagai tanggung jawab social, serta pentingnya fungsinya amil sebagai pengelola dana zakat. c. Wujud tanggung jawab pemerintah sebagai bagian dari konsepsi integral
dalam merealisasikan Pancasila khususnya sila keadilan social dan pasal 34 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “ fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara “.
Pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah oleh BAZIS DKI Jakarta bertujuan untuk :
a. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat, infaq dan shadaqah sesuai dengan tuntunan agama.
b. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan social.
58
Untuk mencapai tujuan tadi, BAZIS DKI Jakarta dalam pelaksanaan pengelolaan zakat selalu berprinsip kepada 6 hal :
a. Prinsip Syariah dan Moral Keagamaan. Artinya, pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah berlandaskan pada syariah dan moral agama Islam.
b. Prinsip Kesadaran umum. Artinya pengumpulan zakat, infaq dan shadaqah hendaknya mempunyai dampak positif dalam menumbuh-kembangkan kesadaran bagi muzakki, munfiq dan mutashaddiq untuk melaksanakan kewajibannya.
c. Prinsip Manfaat. Artinya, pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemaslahatan ummat. d. Prinsip Koordinasi. Artinya, dalam pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah
hendaknya terjalin koordinasi secara harmonis antar berbagai instansi/lembaga terkait, agar tercipta efisiensi dan efektifitas yang optimal.
e. Prinsip Keterpaduan. Artinya, dalam pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah secara menyeluruh diperlukan adanya keterpaduan antar berbagai instansi/lembaga terkait, dan keterpaduan antar ulama dan umara. f. Prinsip Produktif Rasional. Artinya, dalam pendayagunaan dana zakat,
59