PENYALURAN DANA ZAKAT UNTUK PENDIDIKAN
DALAM PERSPEKTIF IMAM HANAFI
(Studi Terhadap Bazis Kotamadya Jakarta Selatan)Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)
Oleh : Ghina Puspita NIM :206043104333
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadhirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang menguasai seluruh lini kehidupan dan yang telah memberikan segala nikmat, nikmat kesehatan dan kesempatan.
Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi, Nabi Muhammad Saw, keluarga dan sahabat-sahabatnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Djawahir Hejazziey., SH., MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu luang, pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Para Dosen yang telah mendidik dengan baik hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Perbandingan Mazhab Fiqih Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Untuk staf perpustakaan, terima kasih atas kemudahan, arahan dan bantuannya kepada penulis dalam memperoleh data-data kepustakaan dalam penulisan skripsi ini.
6. Kedua orang penulis tercinta, ayahanda Faizal Abdullah, S.PdI dan Ibunda Zakiyyah, Zikriyyah Damayanti (Kakak), dan Ghulam Nurul Huda (Adikku) yang telah memberikan kasih sayangnya yang tiada henti mendoakan, serta menyemangati baik moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Rahmadi selaku Kasubbag Tata Usaha, Ibu Hayati Saragih dan Bapak Tatang Wardhana selaku Staf Seksi Penyaluran dan Pengumpulan di BAZIS Keluarga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan observasi data wawancara di Kantor BAZIS Kota Administrasi Jakarta Selatan selama penulisan ini.
skripsi ini. Semoga kita semua diberikan pekerjaan yang kita cita-citakan semua.
9. Semua teman-temanku mulai dari Reni Cute, Iroh, Sila, Inez, DU, Audhitd, Vina, Mey, Achi, Mamih, Wita, Tirta, Ihsan, Purwanto, Goni, Asep dan lain-lainnya yang senantiasa tak lupa juga memberikan motivasi sekaligus dorongan untuk tetap semangat, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan baik langsung maupun tidak, moril maupun materil penulis ucapkan terima kasih. Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis mohonkan, untuk memberikan balasan dan pahala yang berlipat ganda. Amiin….
Jakarta, 22 September 2010 M 13 Syawal 1431 H
ABSTRAK
Ghina Puspita Judul Skripsi “Penyaluran Dana Zakat Untuk Pendidikan Dalam Perspektif Imam Hanafi (Studi Terhadap BAZIS Kotamadya Jakarta Selatan)”. Strata Satu (S1) Jurusan Perbandingan Mazhab Fiqih Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1431 H / 2010 M.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat Imam Hanafi terhadap penyaluran dana zakat untuk pendidikan dan mekanisme penyaluran yang diterapkan oleh Bazis. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu metode penelitian yang menguraikan dan memaparkan masalah yang ada sehingga memperoleh gambaran tentang objek yang diteliti dan masalah tersebut dapat dipecahkan serta diselesaikan dengan baik dan benar.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian lapangan (field research) untuk memperoleh data primer, dengan melakukan wawancara dan penelitian langsung terhadap pihak yang dianggap berkompeten. Selain itu, penulis juga melakukan penelitian kepustakaan (library research) untuk memperoleh data sekunder, yakni untuk memperoleh data ilmiah dan akurat yang bersumber pada buku-buku, dokumen, dan rujukan lain yang berkaitan dengan pokok pembahasan, kemudian dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui fenomena yang sebenarnya.
Jakarta Selatan adalah memberikan beasiswa kepada orang yang kurang mampu dalam membiayai pendidikannya (Ibnu Sabil) dari tingkat SD/MI (Madrasah Ibtidaiyyah) sampai S3 (Strata 3) dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh Bazis. Dalam mekanismenya permasalahan yang dihadapi oleh Bazis adalah :
Pertama, masih ditemukan Petugas Operasional Bazis Kecamatan dan Kelurahan yang belum mengerti tentang tata cara pengadministrasian pembukuan keuangan ZIS, disebabkan masih kurang paham dan adanya petugas operasional Bazis yang pensiun atau mutasi pegawai. Kedua, masih terlambatnya pendayagunaan ZIS tidak dilaksanakan sesuai jadwal. Ketiga, adanya perubahan penerimaan gaji, kesra dan TPP pegawai dan guru dari bendahara unit kepada atau melalui Bank, sehingga menyulitkan dalam pemotongan ZIS yang berdampak pada hasil pengumpulan ZIS.
Keempat, masih terjadinya keterlambatan dalam penerimaan check untuk pencairan dan pendayagunaan ZIS atau kegiatan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang asasi merupakan media yang tepat untuk menghubungkan antara yang kaya dan miskin, sekaligus berfungsi untuk membina Ukhuwah Islamiyyah. Karena pada dasarnya prinsip zakat adalah harta orang mampu dibagikan kepada mustahik dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan agama.1
Kewajiban zakat dalam Islam memiliki makna yang sangat fundamental. Selain berkaitan erat dengan aspek-aspek ketuhanan, juga ekonomi dan sosial. Di antara aspek-aspek ketuhanan (Trasendental) adalah banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebut masalah zakat, termasuk diantaranya dua puluh tujuh ayat yang menyandingkan kewajiban zakat dengan kewajiban shalat secara bersamaan.
Sedangkan dari aspek keadilan sosial (al-adallah al-ijtima’iyyah), perintah zakat dapat dipahami sebagai satu kesatuan sistem yang tak terpisahkan dalam pencapaian kesejahteraan sosial-ekonomi dan kemasyarakatan. Zakat diharapkan dapat meminimalisir kesenjangan pendapatan antara orang kaya dan miskin. Di
1
samping itu, zakat juga diharapkan dapat meningkatkan atau menumbuhkan perekonomian, baik pada level individu maupun pada level sosial masyarakat.2
Kemiskinan sangat rentan terhadap religiusitas seseorang, sehingga Islam sangat memperhatikan persoalan kemiskinan ini. Salah satu nilai instrumen ekonomi yang terkadang dalam ajaran Islam adalah peralihan kekayaan melalui zakat.3 Zakat merupakan salah satu tata hubungan yang menghubungkan hamba secara vertikal kepada Tuhan serta menjembatani hamba secara horizontal dalam hal agar ada keseimbangan dan stabilitas sosial ekonomi.
Dalam hal pendayagunaan zakat secara tekstual yang berhak menerima zakat adalah sasarannya pada delapan ashnaf (golongan), yaitu : fakir, miskin, amil, mu’allaf, riqab (hamba sahaya), gharim, fi sabilillah dan ibnu sabil. Di lain hal juga dipergunakan untuk kepentingan seperti : sarana ibadah pendidikan Islam, beasiswa pendidikan dan lain sebagainya.
Seperti yang dilakukan oleh Bazis DKI Jakarta yang memiliki beberapa program unggulan, yaitu pembinaan SDM. Yang diantaranya memberikan beasiswa dari tingkat SD/MI (Madrasah Ibtidaiyyah) sampai S3 (Strata 3), kesejahteraan, pembinaan guru dan marbot.
Zakat yang diberikan untuk biaya pendidikan termasuk kedalam golongan yang berhak menerima zakat (mustahik) yaitu Ibnu Sabil yang berarti musafir,
2
Nurudin Mhd Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), Cet. 1, hlm 1-2.
3
berpergian atau orang yang berpergian. Terdapat pandangan dari ulama membagi Ibnu Sabil kedalam dua golongan, yaitu orang yang mengadakan perjalanan ditanah airnya sendiri dan orang yang mengadakan pekerjaan di negeri orang.
Surat-surat dalam Al-Qur’an menjelaskan tentang zakat secara mendetail berdasarkan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Dalam hal ini Allah juga telah menjadikan zakat sebagai salah satu tujuan untuk memberikan kakuasaan di bumi. Tidak ada sebab bagi seseorang yang mengaku dirinya sebagai Muslim mengelak dari tuntutan zakat dalam semua cabang-cabang zakat apabila ia memenuhi syarat wajib zakat tersebut.
Zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim dibagi dalam dua bagian, yaitu zakat fitrah dan zakat harta (Mal). Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan pada setiap akhir Ramadhan oleh setiap keluarga yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan untuk sehari pada hari raya Idul Fitri. Sedangkan yang dimaksud dengan zakat harta adalah zakat atas harta yang wajib dikeluarkan oleh muslim apabila telah sampai nisab dan atau haul.4
Zakat merupakan sumber sosial ekonomi Islam yang disyariatkan oleh Allah SWT untuk menjadi tonggak bagi kekuatan umat karena kemampuannya dalam menyelesaikan masalah ummat Islam pada saat ini. Islam meletakan
4
tanggung jawab administrasi zakat kepada wewenang pemerintah sekaligus menjadikan zakat sebagai sumber keuangan terkemuka.5
Penanaman zakat bukanlah karena menghasilkan kesuburan bagi harta, tetapi untuk mensucikan diri masyarakat. Ia merupakan manifestasi dari kepedulian para hartawan dengan para mustahik (orang yang berhak menerima) terikat dalam ikatan tanggung jawab dalam fakir miskin. Adanya kewajiban ini bukan disebabkan antara muzakki (wajib zakat) dan hak dan kewajiban. Pengeluaran zakat merupakan perlindungan bagi masyarakat dari bencana sosial, yaitu kemiskinan, kelemahan baik fisik maupun mental. Akibat dari kemiskinan itu pula, masalah-masalah pendidikan pun terhambat. Banyak dari masyarakat yang lemah tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dikarenakan biaya pendidikan yang mahal.6
Apabila seseorang mengkhususukan diri mencari ilmu, maka ia boleh diberi zakat sekedar memenuhi kebutuhan membeli buku-buku guna kepentingan agama dan dunianya. Orang yang mencari ilmu patut diberi zakat karena dia melaksanakan fardhu kifayah dan fardhu ilmunya itu tidak hanya untuk dirinya, tapi juga untuk seluruh umat. Ia berhak untuk ditolong dengan harta zakat, karena ia termasuk kategori orang yang membutuhkan kaum muslim itu sendiri. Sebagian orang ada yang memberi syarat dalam pemberian zakat untuk golongan pencari ilmu, yaitu kepandaian yang dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan
5
Beni Sarbeni, Panduan Zakat Al-Qur’an dan Sunnah, (Bogor : Pustaka Ibnu Katsir, 2005), h 25.
6
masyarakat, khususnya kaum Muslim (pendapat tersebut dianut oleh Negara-negara modern, dimana pemerintah atau lembaga-lembaga memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang pandai).7
Dalam lembaga zakat antara pemberi dan penerima sebenarnya tidak mempunyai hubungan apa-apa. Munculnya kewajiban di pundak si pemberi semata karena pada hartanya terdapat sesuatu yang menyebabkan ia wajib mengeluarkannya, yaitu memiliki harta yang banyak dan pada si penerima ada sesuatu yang menyebabkan ia berhak menerima kebutuhannya. Dengan demikian, Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) telah dapat meneruskan, niat suci kepemerintahan Negeri Indonesia dalam usaha membantu pelajar-pelajar sekolah rendah (SD), sekolah menengah atas (SMA) dan juga kepada pelajar-pelajar yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Maka bagi pihak ketua BAZIS Jakarta Selatan berharap agar pelajar-pelajar dapat belajar dengan lebih tekun dan lebih bersungguh-sungguh sehingga dapat berhasil dan sukses. Dengan usaha yang gigih dalam menimba ilmu pengetahuan sehingga kita dapat mengerti makna dari kesenangan, kemewahan dan kesejahteraan, pada masa yang akan datang.
Adanya fenomena yang terjadi di masyarakat membuat BAZIS lebih memfokuskan diri untuk menangani bidang pendidikan melalui program beasiswa. Program beasiswa tersebut perlu dikaji dan diteliti, mengingat urgensi
7
zakat sebagai salah satu instrumen model pengembangan keuangan umat Islam yang berperan sebagai sebuah institusi keagamaan yang diharapkan mampu mengatasi kelemahan struktur ekonomi yang mengangkat pemeratan distribusi pendapatan. Karena dengan pemberdayaan zakat, akan dapat meminimalisir kesenjangan ekonomi yang merupakan salah satu kelemahan struktur ekonomi dan mampu membawa pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan masyarakat dalam meningkatkan pendidikan.8
Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti masalah ini melalui penelitian berupa skripsi dengan judul “Penyaluran Dana Zakat Untuk Pendidikan Dalam Perspektif Imam Hanafi (Studi Terhadap Bazis Kotamadya
Jakarta Selatan)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah atau (BAZIS) dalam skripsi ini adalah singkatan dari Badan Zakat Infaq dan Shadaqah yang berada di Prapanca Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
BAZIS adalah pemegang amanah dalam mengurusi dana zakat untuk pendidikan anak-anak di Jakarta yang harus bertanggung jawab dan jujur dalam penyalurannya. Kaidah penyalurannya ke delapan asnaf sesuai dengan Al-Qur’an
8
dan system pengelolaan zakatnya sesuai dengan Al-Qur’an dan hadist yang mengacu kepada kemaslahatan umat.
Karena luasnya cakupan masalah zakat, maka penelitian dalam skripsi ini dibatasi hanya pada masalah penyaluran dana zakat untuk pembiayaan pendidikan. Selanjutnya penyaluran dana zakat ini juga hanya di Prapanca, Jakarta Selatan.
Agar lebih jelas pembahasan di atas, penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pendapat Imam Hanafi terhadap penyaluran dana zakat untuk pendidikan?
2. Bagaimana mekanisme penyaluran dana zakat untuk pendidikan pada BAZIS Jakarta Selatan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui realitas penyaluran dana zakat untuk pendidikan serta membuktikan bahwa adanya BAZIS selaku pemegang amanah memenuhi dan sesuai dengan kebutuhan pelajar pada waktu sekarang dan memberi kemudahan secara langsung kepada masyarakat dalam upaya menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dalam penyaluran dana zakat untuk pendidikan di Prapanca, Walikota Jakarta Selatan.
1. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1) pada jurusan Perbandingan Mazhab Fiqih, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Untuk mengetahui pendapat Imam Mazhab terhadap penyaluran dana zakat untuk pembiayaan pendidikan.
3. Untuk mengetahui berapa besar dana zakat yang dikeluarkan oleh BAZIS Jakarta Selatan untuk pembiyaan pendidikan.
4. Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk pembiayaan pendidikan yang dibantu pendanaannya oleh BAZIS Jakarta Selatan.
D. Obyek Penelitian
Penyaluran dana zakat merupakan obyek penelitian yang dikaji oleh penulis. Di Prapanca, pengurusan zakat dikendalikan oleh Pusat Zakat Walikota Jakarta Selatan yang merupakan lembaga atau badan yang dimiliki sepenuhnya oleh Pemerintah DKI Jakarta. Di bawah kantor ini telah didirikan cabangnya yaitu kantor BAZIS . sedangkan yang dikaji oleh penulis adalah BAZIS cabang Jakarta Selatan.
Dana zakat adalah berupa uang yang diberikan oleh muzakki kepada pengelola yang memegang amanah sebagai lembaga penyaluran zakat untuk pendidikan. BAZIS bertindak dalam menyelenggarakan penyerahan zakat dari
E. Kerangka Teori atau Kajian Teori
Berdasarkan Undang-undang No. 39 Tahun 1999, Lembaga Pengelolaan Zakat di Indonesia terdiri dari lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang disebut Badan Amil Zakat (BAZ) dan lembaga yang didirikan oleh masyarakat yang dikenal dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Berdasarkan data yang dihimpun oleh Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Departemen Agama RI, di Provinsi DKI Jakarta terdapat 15 (lima belas) Lembaga Pengelolaan Zakat yang terdaftar dan telah dikukuhkan sebagai Lembaga Amil Zakat, meliputi 1 (satu) BAZ yaitu BAZIS DKI Jakarta, dan 14 (empat belas) LAZ, yaitu : Dompet Dhuafa Republika, Yayasan Pondok Mulya, LAZ Bandar Soekarno Hatta, LAZ Al-Azhar, Dana Sosial Ummul Quro, Baitul Maal Umat Islam BNI, Baitul Maal Muammalat, Baitul Maal Hidayatullah, LAZ Persatuan Islam, LAZ Muhammadiyah, Yayasan Baitul Maal BRI, BAZIS Bank Tabungan Negara, Yayasan Amanah Takafful, Medical Emeergency Rescue Commite (MER-C).
Dari 15 (lima belas) LPZ yang ada di DKI Jakarta, secara purposive sampling, BAZIS DKI Jakarta yang akan dijadikan sample penelitian ini. Adapun pertimbangannya adalah bahwa BAZIS DKI Jakarta merupakan satu-satunya BAZ yang dimiliki oleh Pemerintah DKI Jakarta, merupakan pioner BAZ-BAZ di provinsi lain dan memiliki Unit Pelaksana Teknis yang tersebar di seluruh Jakarta.
pelaksanaan zakatlah pemerataan karunia Allah SWT untuk sesama manusia dapat dicapai. Hingga Rasulullah SAW sendiri menganjurkan pemungutan zakat secara paksa mengeluarkannya, bahkan pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Sidiq beliau pernah menyatakan perang suci terhadap orang-orang yang tidak membayar zakat. Oleh karenanya zakat mempunyai peran yang sangat besar dalam mengentas kemiskinan terutama di Negara Indonesia ini.
Zakat merupakan salah satu penyangga bangunan umat Islam, dengan tanpa mengabaikan penyangga-penyangga lainnya, sampai kini masih memerlukan perhatian serius. Bukan saja karena zakat sebagai salah satu rukun Islam, tetapi lebih dari itu, karena kesadaran kaum Muslimin untuk melaksanakan zakat masih rendah.
Zakat yang diberikan untuk biaya pendidikan termasuk kedalam golongan yang berhak menerima zakat (mustahik) yaitu Ibnu Sabil yang berarti musafir, berpergian atau orang yang berpergian. Terdapat pandangan dari ulam yaitu membagi Ibnu Sabil kedalam dua golongan, yaitu orang yang mengadakan perjalanan ditanah airnya sendiri dan orang yang mengadakan perjalanan di negeri orang.
BAZIS Kotamadya Jakarta Selatan merupakan cabang dari salah satu lembaga dalam penerimaan dana zakat, infaq dan shodaqah di DKI Jakarta. Salah satu hal yang menarik bagi penulis meneliti ZIS di BAZIS ialah, karena cakupannya seluruh wilayah Jakarta yang lebih dikenal dengan kota metropolitan. Dalam hal ini penerimaan dengan cara transfaran lebih mudah didapatkan, dimana masyarakat yang menengah keatas lebih banyak dan tidak sedikit pula masyarakat yang menengah ke bawah.
F. Review Studi Terdahulu
Dari beberapa literatur tesis dan skripsi yang berada di perpustakaan Syariah dan Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis mengambilnya untuk dijadikan sebuah bahan perbandingan mengenai pendapat Imam Mazhab terhadap penyaluran dana zakat untuk pendidikan, sebagai berikut :
1. Ahmad Yaman , Penyaluran Zakat dari Konsumtif ke Produktif Telaah atas Pemikiran DR. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc. Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Perbandingan Mazhab Fiqih, Disusun pada tahun 1427 H/2006 M. penulis membahas masalah konsep penyaluran zakat yang konsumtif ke produktif dalam pandangan DR. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc.
tentang system pemberlakuan UU No. 38 Tahun 1999 serta pengaruhnya terhadap profesionalisme pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Lembaga Amil dompet Dhuafa Republika.
3. Nada Fitria Syari Aty, Peranan Strategi Fundraising Dalam Peningkatan Penerimaan Dana Zakat Infaq dan Shodaqah Pada PT. PLN Persero Jakarta.
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Manajemen Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009, penulis membahas masalah strategi fundraising zakat infaq dan shodaqah pada PT. PLN Persero Jakarta serta pengaruhnya terhadap dana ZIS.
Dari judul skripsi di atas, sudah sangat berbeda pembahasannya dengan skripsi yang akan dibahas oleh penulis, penulis akan mencoba membahas tentang pendapat Imam Mazhab terhadap penyaluran dana zakat untuk pendidikan, mekanisme penyaluran dan pengumpulan serta gambaran mengenai BAZIS Jakarta Selatan.
G. Metode Penelitian
Adapun jenis metode yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini adalah dihasilkan melalui data-data deskriptif (pemaparan) yang diperoleh dari pengamatan di lapangan dan tidak selalu berbentuk angka-angka.
a. Interview/Wawancara
Wawancara adalah mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden dengan wawancara terbuka. Secara sederhana wawancara diartikan sebagai alat pengumpulan data dengan cara mempergunakan tanya jawab antara informasi dengan sumber informasi.9
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mengumpulkan data-data sekunder mengenai bahan penelitian yang didapatkan dari berbagai sumber tertulis seperti arsip, dokumen resmi, foto, data statistik dan sejenisnya yang diharapkan dapat mendukung analisis penelitian.10
Adapun metode penulisan yang dipakai dalam skripsi ini adalah buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. sedangkan untuk menafsirkan ayat-ayat Qur’an yang menjadi dalil dalam skripsi ini, penulis menggunakan Al-Qur’an dan Terjemahan yang dikeluarkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai materi yang terjadi pokok penulisan dan memudahkan para pembaca dalam memahami tata
9
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta : Gajah Mada University, 1993), h 111
aturan penulisan skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan menjadi lima (5) bab, yaitu :
Bab I Dalam bab ini penulis menjelaskan gambaran pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan, review kajian terdahulu, kerangka teori atau kajian teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Dalam bab ini penulis mendeskripsikan tentang tinjauan umum mengenai zakat, yang terdiri dari pengertian dan dasar hukum zakat, yaitu : tujuan, macam-macam harta yang wajib dizakati,
perkembangan, yang berhak menerima zakat (Mustahik), dan yang berhak mengeluarkan zakat (muzakki), mekanisme pengumpulan dana zakat untuk pendidikan, serta hikmah pengeluaran zakat.
Bab III Dalam bab ini penulis mencoba untuk memberi gambaran mengenai sejarah berdirinya Bazis, struktur organisasi Bazis dan progam kerja, kegiatan dari Bazis Jakarta Selatan dan mekanisme penyaluran dana zakat pendidikan pada Bazis.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT
A. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu
al-barakatu ‘Keberkahan’, al-namaa’ pertumbuhan dan perkembangan ‘,
ath-thaharatu ‘kesucian’, dan ash-shalahu ‘keberesan’.1 Sedangkan secara istilah,
meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak berbeda
antara satu dengan yang lainnya, bahkan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa
zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT
mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak
menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.2
Zakat termasuk salah satu rukun islam yang lima. Dan kata zakatdalam
Al-Qur’an ditemukan beriringan dengan kata shalat dalam 82 ayat. Zakat
diwajibkan dalam kitabullah, sunnah Rasulullah Saw dan Ijmaa’ul ummah.3
Secara lahiriah, zakat mengurangi nilai nominal (harta) dengan
mengeluarkannya, tetapi dibalik pengurangan yang bersifat zhahir ini, hakikatnya
akan bertambah dan berkembang (nilai intrinsik) yang hakiki disisi Allah SWT.
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, transendental dan
1
Majmu lughah al-arabiyyah, al-mu’jam al-wasith, (Mesir: Daar el-ma’arif, 1972) juz I hlm 396
2
Ibid, hlm 396
3
17
horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan umat
manusia, terutama umat Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang
berkaitan dengan Allah maupun hubungan social kemasyarakatan di antara
manusia, antara lain : menolong, membantu, membina dan membangun kaum
dhuafa yang lemah dengan materi yang sekedar untuk memenuhi kebutuhan
pokok hidupnya. Dengan kondidi tersebut, akan mampu melaksanakan
kewajibannya terhadap Allah SWT, memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan
dengki dari diri-diri orang yang berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia
sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang
kaya) kepadanya.
Zakat dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa
(menumbuhkan akhlak mulia, menjadi murah hati, peka terhadap rasa
kemanusian) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan begitu,
akhirnya tercipta suasana ketenangan bathin yang terbebas dari tuntutan Allah
SWT dan kewajiban kemasyarakatan, yang selalu melingkupi hati.
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan pengertian
menurut istilah, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi
berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik. Zakat adalah ibadah
maaliyah yang mempunyai dimensi pemerataan karunia Allah SWT sebagai
fungsi social ekonomi sebagai perwujudan solidaritas social, pernyataan rasa
kemanusiaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan
18
sarana membangun kedekatan antara yang kuat dengan yang lemah, mewujudkan
tatanan masyarakat yang sejahtera, rukun, damai, dan harmonis yang akhirnya
dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir bathin. Dalam kehidupan
masyarakat seperti itu, tidak ada lagi kekhawatiran hidupnya kembali bahaya
komunisme, sebab dengan fungsi ganda zakat, kesenjangna social yang dihadapi
seperti kapitalisme maupun dengan sosialisme dengan sendirinya akan terkikis,
menuju terciptanya tatanan sebuah masyarakat yang baldatun thoyibun wa
Rabbun Ghafur.
Salah satu sisi ajaran Islam yang harus ditangani secara serius adalah
penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan
pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah. Sebagaimana telah dicontohkan oleh
Rasulullah Saw serta penerusnya di zaman keemasan Islam.
Potensi dana zakat dapat menunjang terwujudnya system kemasyarakatan
Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: ummatan wahidah (umat yang satu),
musawamah (persamaan derajat, dan kewajiban), ukhuwah Islamiyah
(persaudaraan Islam) dan takaful ijti’ma (tanggung jawab bersama). Zakat
menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta,
dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.
Zakat dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 82 kali. Ini menunjukan hokum
dasar zakat yang sangat kuat, antara lain :
19
Artinya : “ Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Apapun yang diusahakan oleh dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya di sisi Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui kegiatan apapun yang kamu kerjakan”. (Al-Baqarah / 2 :110)
hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan dengan pengertian
menurut istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan
zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah. Hal ini
sebagaimana dinyatakan dalam surah at-Taubah: 103 dan surah ar-Ruum: 39,
⌦
☺
)
ﻟا
ﻮﺘ
ﺔ۸
/
٩
:
(
Artinya :“Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa buat mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
(At-Taubah / 9 : 103)
⌧
⌧
☺
)
موﺮﻟا
/
:
٩
20
Artinya : “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan yamg kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan hartanya” (Ar-Ruum / 30 : 39).
1. Tujuan Pengeluaran Zakat
Yusuf Qardhawi membagi dua tujuan dari ajaran zakat, yaitu tujuan untuk
kehidupan individu dan tujuan untuk kehidupan social kemasyarakatan. Tujuan
yang pertama meliputi pensucian jiwa dari sifat kikir, mengembangkan sifat suka
berinfak atau memberi, mengembangkan akhlak seperti akhlak Allah, mengobati
hati dari cinta dunia yang merajalela, mengembangkan kekayaan bathin dan
menumbuhkan rasa simpati dan cinta sesama manusia. Dengan ungkapan lain,
esensi dari semua tujuan ini adalah pendidikan yang bertujuan untuk memperkaya
jiwa manusia dengan nilai-nilai spiritual yang dapat meninggikan harkat dan
martabat melebihi martabat benda, dan menghilangkan sifat matrealistis dalam
diri manusia.4
Tujuan kedua, memiliki dampak pada kehidupan kemasyarakatan secara
luas. Dari segi kehidupan masyarakat, zakat merupakan bagian dari system
jaminan social dalam Islam. Kehidupan masyarakat sering terganggu oleh
problema kesenjangan, gelandangan, problema kematian dalam keluarga dan
4
21
hilangnya perlindungan, problema bencana alam maupun cultural dan lain
sebagainya.
Sedangkan tujuan dari zakat, Didin Hafifuddin menguraikan sebagai
berikut5 : Pertama, merupakan perwujudan ketundukan, ketaatan dan rasa syukur
atas karunia Allah. Kedua, zakat merupakan hak mustahik yang berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka kearah kehidupan yang lebih baik
dan lebih sejahtera, agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak dan
dapat beribadah kepada-Nya. Ketiga, merupakan pilar amal bersama (jama’i)
antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang
seluruh waktunya untuk berjihad di jalan Allah. Keempat, sebagai sumber dana
bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki ummat Islam,
seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, social maupun ekonomi sekaligus
sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia. Kelima, untuk
memasyarakatkan etika bisnis yang benar sebab zakat itu bukanlah membersihkan
harta yang kotor akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain atas harta
kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai ketentuan Allah SWT.
Keenam, merupakan salah satu instrument/sarana bagi pembangunan
kesejahteraan ummat. Ketujuh, mendorong ummat untuk bekerja dan berusaha
sehingga memiliki harta untuk dapat memenuhi kehidupan diri dan keluarganya
serta dapat berzakat/berinfaq.
5
22
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan
manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang
berzakat (muzakki), penerimaannya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya,
maupun bagi masyarakat keseluruhan.6
2. Macam-macam Harta Yang Wajib Dizakati
Sebagaimana yang telah disebutkan pada Bab I, zakat itu terbagi menjadi
dua macam, yaitu zakat mal dan zakat nafs (fitrah). Zakat mal (harta) adalah
bagian dari harta kekayaan seseorang yang wajib dikeluarkan untuk
golongan-golongan tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dan jumlah
tertentu.7 Seperti emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan (buah-buahan dan
biji-bijian) dan barang perniagaan. Sedangkan zakat nafs/fitrah adalah zakat yang
diberikan berkenaan dengan selesainya mengerjakan shiyam (puasa) yang
difardhukan.8
Untuk wajibnya zakat disyariatkan hendaknya harta yang dimiliki itu
mencapai nishab. Arti “nishab” adalah sesuatu ukuran yang ditetapkan oleh
syar’i sebagai tanda wajibnya zakat, baik berupa emas dan perak atau lainnya.
Mazhab hanafi berpendapat bahwa sempurnya nishab itu disyariatkan ada pada
dua penghujung tahun (yakni awal dan akhir), sama saja dengan pertengahan
6
Abdurrahman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm, 82
7
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta : Universitas Indonesia, 2006), hlm 42.
8
23
tahun nishab harta tersebut masih tetap sempurna atau tidak. Bila memiliki nishab
yang sempurna pada awal tahun, dan nishab tersebut berkurang, kemudian
sempurna lagi pada akhir tahun, maka dalam hal ini wajib juga zakat. Sedang
apabila tetap tidak mencapai nishab hingga batas tahunnya berakhir, maka tidak
ada zakat.
Zakat atas hasil yang dicapai berbeda dengan zakat atas modal, yaitu
dalam hal pembayarannya. Harta yang wajib dizakati berdasarkan hasil yang
dicapai, penunaian zakatnya segera setelah didapat hasilnya tanpa terkait dengan
syarat haul. Harta yang termasuk dalam kategori ini adalah :
a. Zakat Atas Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang
berniali ekonomis seperti biji-bijian, sayur-sayuran, buah-buahan dan
lain-lain. Hal tersebut adalah berdasarkan keumuman dalil yang ada dalam
al-Qur’an dan al-sunnah. Pendapat ini merupakan pendapat Imam Abu Hanifah.
Pengeluaran zakatnya tidak harus menunggu satu tahun dimiliki, tetapi harus
dilakukan setiap kali menuai. Kadar zakatnya 5% untuk hasil bumi yang atas
usaha penanam sendiri dan 10% kalau pengairannya tadah hujan tanpa usaha
yang menanam.9 Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air tetapi
ada biaya-biaya lain seperti pupuk, insektisida dan lain-lain. Oleh sebab itu,
untuk memudahkan perhitungan zakatnya, biaya pupuk, insektisida dan
9
24
sebagainya dikurangkan hasil panen. Kemudian dari sisanya dikeluarkan zakat
sebesar 10% atau 5%.
b. Zakat Atas Harta Terpendam (Rikaz), Barang Tambang (maa’din) dan Kekayaan laut
Mazhab Hanafi tidak membedakan antara rikaz dan maa’din. Wajib
dikeluarkan zakat atas keduanya sebesar 20% baik yang telah maupun belum
mencapai nishab. Maa’din adalah segala sesuatu yang diciptakan Allah dalam
perut bumi, baik padat maupun cair seperti emas, perak, tembaga, minyak,
gas, besi sulfur dan yang lainnya, serta ada usaha untuk mengeksploitasinya.
Sedangkan, rikaz adalah harta kekayaan peninggalan orang terdahulu
dari zaman purbakala yang dipendam di dalam bumi, atau biasa disebut
ditemukan dan tidak ada pemiliknya. Sebagaimana hadist Nabi Saw :
“Rasul ditanya tentang barang temuan, maka beliau menjawab,
apabila ditemukan pada jalan yang ramai atau pada daerah yang
berpenghuni, maka umumkanlah selama satu tahun. Jika dating pemiliknya
(maka itu haknya), jika tidak maka menjadi milikmu. Tapi jika ditemukan
pada jalan mati (tanah yang tidak bertuan) atau daerah tak berpenghuni,
maka pada barang temuan tersebut dan juga pada rikaz wajib dikeluarkan
seperlima (20%)”. (H.R. Nasaai).
Berdasarkan hadist diatas tentang kadar zakat rikaz menurut Hanafi
25
Hanafi juga menetapkan 20% atas dasar ghonimah sama seperti rikaz. Untuk
hasil laut seperti mutiara, ambar, marjan dan sejenisnya, Mazhab Hanafi
berpendapat bahwa tidak ada zakat atas mutiara, marjan dan sejenisnya.
Zakat atas modal adalah zakat yang dihitung berdasarkan harta pokok
dan hasil yang didapat, bukan atas hasil saja. Biasanya, zakat atas harta yang
berdasarkan modal atau pokok akan mengikuti kaidah haul, yaitu satu tahun.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah :
1. Zakat Binatang Ternak
Hewan ternak, yaitu unta, sapi dan kambing. Yang dimaksud di sini
adalah yang piaraan. Maka tidak ada zakat untuk yang liar. Yang semisal itu
adalah hewan yang dilahirkan dari hasil percampuran antara hewan liar dan
piaraan. Mazhab Hanafi berpendapat, yang perlu diperhatikan dalam masalah
hewan yang dilahirkan dari hasil pencampuran antara hewan liar dan piaraan
adalah induknya. Bila induknya itu piaraan, maka ia dikenakan zakat. Jika
bukan, maka tidak dikenakan zakat.10
Yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah ternak yang telah dipelihara
setahun di tempat pengembalaan dan tidak pekerjakan sebagai tenaga
pengangkutan dan sebagainya, dan sampai nishabnya. Kadar zakatnya
berbeda-beda. Ternak yang wajib dizakati antara lain, unta yaitu nishabnya
10
26
adalah 5 ekor. Artinya bila seorang telah memiliki 5 ekor unta, maka ia
terkena kewajiban zakat.
Hanafiyah berpendapat bila jumlah unta itu lebih dari 120 maka
kewajiban zakatnya diperhitungkan dari awal lagi dan selebihnya dari jumlah
tersebut sama dengan zakat nishab pertama. Berdasarkan hadist Nabi Saw
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Annas bin Malik, maka dapat
dibuat tabel sebagai berikut:
Jumlah (Ekor) Zakat
5-9 1 ekor kambing/domba11
10-14 2 ekor kambing/domba
15-19 3 ekor kambing/domba
20-24 4 ekor kambing/domba
25-35 1 ekor unta bintu makhad12
36-45 1 ekor unta bintu labun13
46-60 1 ekor unta hiqah14
61-75 1 ekor jadz’ah15
79-90 2 ekor unta bintu labun
91-120 2 ekor hiqah
Sapi dan kerbau yaitu nishab kerbau disetarakan dengan nishab sapi,
yakni 30 ekor. Artinya, bila seorang telah memiliki 30 ekor sapi atau kerbau,
maka ia telah terkena kewajiban zakat. Sapi antara jantan dan betina adalah
11
Kambing berumur 2 tahun atau lebih, atau domba berumur satu tahun atau lebih
12
Unta betina berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2
13
Unta betina berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3
14
Unta betina berumur 3 tahun, masuk tahun ke-4
15
27
sama. Maka dalam jumlah 40 ekor sapi/kerbau, zakat yang wajib dikeluarkan
adalah 1 ekor sapi jantan atau betina berumur 2 tahun masuk tahun ketiga.
Berdasarkan hadist Nabi Saw yang diriwayatkan oleh At Tirmizi dan
Abu Daud dari Muadz bin Jabbal r.a, maka dapat dibuat table sebagai berikut :
Jumlah (Ekor) Zakat
30-39 1 ekor sapi jantan/betina tabi’16
40-59 1 ekor sapi betina musinnah17
60-69 2 ekor tabi’
70-79 1 ekor musinnah dan 1 ekor tabi’
80-89 2 ekor musinnah
Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 30 ekor zakatnya
bertambah 1 ekor tabi’. Dan jika bertambah ekor, maka zakatnya bertambah 1
ekor musinnah.
Kuda tunggangan dan kuda yang dipergunakan tidak dikenakan zakat.
Sedangkan, kuda yang diperjualbelikan yang dianggap sebagai asset
perdagangan dikenai zakat perdagangan sebesar 2,5%. Adapun kuda yang
diternakan dengan tujuan investasi, ditetapkan tidak dikenai zakat. Namun,
Imam Abu Hanifah berpendapat, kuda dikenai zakat sebesar 1 dianr (4.25
gram emas) dengan nishab 5 ekor jika kuda arab. Selain kuda arab, nishabnya
2,5%.
16
Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2
17
28
Nishab kambing/domba adalah 40 ekor. Artinya, bila seorang telah
memiliki 40 ekor kambing/domba, maka ia telah terkena kewajiban zakat.
Jumlah (Ekor) Zakat
40-121 1 ekor kambing 2th/domba 1th
121-200 2 ekor kambing/domba
201-300 3 ekor kambing/domba
Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 100 ekor, maka zakatnya
bertambah 1 ekor, serta jenis lainnya kecuali hewan yang diharamkan menurut
agama.
2. Zakat Emas dan Perak/Simpanan
Emas dan perak merupakan logam mulia yang memiliki dua fungsi.
Pertama, karena merupakan barang tambang yang berharga dan sering dijadikan perhiasan. Kedua, emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Syariat Islam memandang emas dan perak
sebagai harta yang potensial untuk berkembang. Oleh karenanya, Mazhab
Hanafi berpendapat bahwa zakat perhiasan itu hukumnya wajib, baik bagi
laki-laki maupun wanita, baik masih berupa biji (emas/perak) atau sudah
lebur, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang
29
Seseorang yang memiliki emas atau perak sebesar 20 dinar atau 200
dirham atau senilai dengan keduanya selama setahun, maka ia terkena
kewajiban zakat sebesar 2,5%. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Saw :
“Apabila kamu telah memiliki 200 dirham (perak) dan telah
mengalami ulang tahun ((haul), maka zakatnya 5 dirham. Dan kamu tidak
mempunyai kewajiban apa-apa sehingga kamu memiliki 20 dinar dan telah
mengalami ulang tahun, maka zakatnya ½ dianr. Selanjutnya jika lebih, maka
perhitungkanlah seperti itu.” (H.R. Abu Daud dari Ali bin Abi Thalib r.a)
3. Zakat Atas Barang Yang Diperdagangkan
Zakat itu wajib pada harga dari barang dagangan itu sendiri. Yang
dimaksudkan barang dagangan di sini adalah barang dagangan seperti
kain, besi dan lain sebagainya. Jenis barang yang diperdagangkan
nishabnya adalah sama dengan nilai harga emas sebanyak 96 gram. Zakat
tersebut dikeluarkan ketika setiap tutup buku, setelah perdagangan
berjalan selama satu tahun lamanya, seluruh uang dan barang yang ada
dari barang dagangan tersebut dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5%. Yang
menjadi ukuran bagi Mazhab Hanafi dalam masalah wajibnya zakat
karena adanya nishab dalam masa satu tahun. Jika kita lihat perdagangan
masa sekarang ini yang semakin meluas, maka zakat perdagangan ini pun
30
Selain dari yang di atas tadi terdapat juga zakat piutang yaitu
mempunyai piutang di orang lain yang mencapai batas nishab dan telah
berlangsung selama satu tahun, dan memenuhi syarat yang pernah
dikemukakan terdahulu. Zakat uang kertas (Banknote) Mazhab Hanafi
berpendapat bahwa itu sama dengan piutang kuat, hanya saja uang kertas
itu dapat langsung dipertukarkan dengan perak, maka ia juga wajib
langsung dizakati.
3. Perkembangan Zakat dari Masa ke Masa
Sistem penghimpunan dan penyaluran zakat dari masa ke masa
memiliki perbedaan. Awalnya, zakat lebih banyak disalurkan untuk kegiatan
konsumtif, tetapi belakangan ini telah banyak pemanfaatan dana zakat untuk
kegiatan produktif, upaya ini diharapkan dapat merubah strata social dari yang
terendah (mustahik) kepada yang tertinggi (muzakki). Pengumpulan zakat
dapat dilakukanoleh Badan Amil Zakat/Lembaga Amil Zakat (BAZ/LAZ) di
setiap tingkat atau membentuk unit pengumpulan zakat (UPZ) yang bertugas
mengumpulkan zakat, infak, sedekah dan lainnya langsung melalui bank.
Dalam pelaksanaan pengumpulan dana zakat BAZ/LAZ dapat bekerja sama
dengan lembaga keuangan dan perbankan.
Pengumpulan zakat tidak dapat dilakukan dengan paksaan terhadap
muzakki, melainkan muzakki melakukan dengan kesadaran sendiri,
31
Dalam hal, muzakki tidak dapat menghitung sendiri harta dan kewajibannya
zakatnya, muzakki dapat meminta bantuan kepada BAZ/LAZ atau lembaga
pengelola zakat (LPZ). Idealnya LPZ menyediakan panduan dalam
penghimpunan dana, jenis dana, dan cara dana itu diterima. Organisasi
pengelola menetapkan jenis dana yang akan diterima sebagai sumber dana.
Setiap jenis dana memiliki karakteristik sumber dan konsekuensi pembatasan
berbeda yang harus dipenuhi oleh pengelola zakat.
Di samping mempertimbangkan ketentuan umum, pendayagunaan
dana zakat juga mempertimbangkan masalah-masalah praktis yang dihadapi
oleh masyarakat. Untuk lebih jelasnya mapping penghimpunan dan
penyaluran zakat dapat dicermati dari perkembangan sejarah zakat dari masa
ke masa sebagai berikut :
a. Zakat Pada Periode Islam Awal (Masa Nabi dan Khulafa al-Rasyidin) 1. Masa Rasulullah Saw
Pemberlakuan syariat zakat diterapkan secara efektiff pada tahun
ke-2 H. eksistensi zakat pada masa itu adalah sebagai ibadah bagi muzakki
dan sumber pendapatan Negara. Dalam pengelolaanya, Nabi terlibat
secara langsung memberikan contoh dan petunjuk pelaksanaan.
Adapun prosedur pengumpulan dan pendistribusiannya, Nabi Saw
mengutus petugas di luar wilayah kota Madinah untuk mengumpulkan dan
mengelola zakat. Diantaranya adalah Mu’adz bin Jabal yang di utus ke
32
dengan pedoman, petunjuk teknis pelaksanaan, bimbingan, serta
peringatan keras dan ancaman sanksi agar dalam pelaksanaan dan
pengeloalaan zakat dapat berjalan efektif dan efisien.
2. Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Khalifah ini memiliki kepedulian yang sangat tinggi dan serius
terhadap persoalan zakat. Hal ini disebabkan strategis fungsi zakat sebagai
pajak dan sumber pendapatan Negara. Dalam menangani dan mengelola
pelaksanaan zakat, khalifah selalu berpedoman pada sebuah hadist Nabi
Saw :
“Dari Umar ra. Bahwasannya Rasulullah Saw bersabda : saya
diperintahkan untuk memerangi manusia, sampai mereka mengucapkan
dua kalimat syahadat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Apabila
mereka melaksanakan semuanya, maka mereka telah memelihara darah
dan hartanya dari padaku, kecuali yang hak Islam, maka perhitungan
mereka terserah kepada Allah” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Pembahasan kewajiban shalat dan zakat secara bersamaan dan
beiringan, hal ini menunjukan indikasi signifikansi dan urgensi zakat
dalam ajaran Islam. Khalifah Abu Bakar Shidiq melakukan gerakan untuk
memerangi orang yang tidak berzakat, seperti memerangi orang yang
tidak shalat.
33
“Aku akan memerangi siapa saja yang memisahkan antara shalat
dan zakat” Hadist tersebut menjadi landasan teorotik dan operasional
dalam pengelolaan zakat. Meskipun Nabi Saw semasa hidupnya tidak
pernah mengambil tindakan tegas memerangi yang enggan membayar
zakat, karena pada masa itu belum timbul gerakan menentang zakat
sebagaimana yang terjadi pada masa Abu Bakar”.
Khalifah mengangkat petugas-petugas zakat (Amil Zakat), dan
mendistribusikan kepada mustahik secara langsung tidak menumpuk di
Baitul Mal. Sementara beliau mengambil haknya sekedarnya saja.
3. Masa Umar Bin al-Khattab
Pemungutan dan pengelolaan zakat pada masa ini dilakukan secara
intensif. Penerimaan zakat meningkat drastic, karena jumlah wajib zakat
bertambah secara kuantitatif dengan berkembangnya wilayah kekuasaan
Islam.
Salah satu kebijakan Umar mengenai zakat, pendapatannya yang
menyatakan bahwa zakat merupakan sumber pendapatan Negara. Zakat
merupakan sumber pendapatan nasional. Dengan demikian, zakat harus
diserahkan kepada Negara.18
Umar memahami bahwa tujuan utama kewajiban zakat yakni
mencegah menumpuknya harta dibawah kekuasaan sekelompok kecil.
18
34
Oleh karena itu Umar menyusun kebijakan penambahan jenis barang yang
wajib dizakati, menghilangkannya sewaktu-waktu, jika dianggap sudah
tidak relevan dalam struktur perpajakan dan pendapatan Negara
sewaktu-waktu.19
4. Masa Utsman bin Affan
Pada periode ini penerimaan zakat meningkat, sehingga gudang
Baitul Mal penuh dengan harta zakat. Khalifah kadang memberi
wewenang kepada para wajib zakat untuk atas nama khalifah
menyerahkan secara langsung kepada yang berhak. Bahkan khalifah
mengeluarkan hartanya sendiri untuk memperbesar penerimaan zakat
untuk kepentingan Negara. Khalifah sangat popular sebagai orang yang
dermawan dan memiliki kekayaan yang pribadi dalam jumlah besar
sebelum menjabat sebagai khalifah.
Dana zakat yang terkumpul segera didistribusikan kepada yang
berhak. Jika terdapat sisa di Baitul Mal, maka beliau menginstruksikan
untuk menyalurkannya ke lembaga-lembaga social yang memberi manfaat
bagi kemashlahatan ummat, terutama membiayai pembangunan dan ta’mir
Masjid Rasulullah
19
35
5. Masa Ali bin Abi Thalib
Meskipun dalam suasana politik yang tidak stabil, Ali tetap
menangani persoalan zakat bahkan terlibat langsung secara intensif
melakukan pendistribusian. Kebijakannya mengikuti khalifah-khalifah
terdahulu.
b. Zakat Dalam Kebijakan dan Pemikiran Tokoh-tokoh Penting Pada Masa Daulah Islamiyyah
1. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H)
Pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, kerajaan mengalami
kemajuan karena ditangani dengan system dan manajemen fungsional.
Jenis-jenis harta kekayaan yang dikenakan zakat mengalami
pertambahan. Dalam hal ini Yusuf Qardhawi20 menuturkan bahwa,
khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang pertama yang
mewajibkan zakat atas harta kekayaan yang diperoleh dari penghasilan
usaha atau hasil jasa baik termasuk gaji, honorium, penghasilan
prifesi, dan Maal al-Mustafad lainnya.
2. Abu ‘Ubayd al-Qasim Ibn Sallam (W. 838 M)
Pendapatnya dalam kitab Al-Amwal tentang keuangan negara
diantaranya berkenaan dengan zakat :
20
36
a. Zakat merupakan salah satu jenis harta yang dikumpulkan dan
disalurkan.
b. Tidak ada batas tertinggi pembayaran zakat dan penyalurannya.
3. Al-Ghazali (1055-1111)
Al-Ghazali21 dalam beberapa buku seperti Ihya ‘Ulumuddin
dan Mizan al-‘amal mengemukakan pendapatnya tentang
norma-norma kehidupan social diantaranya berkaitan dengan pengelolaan
harta dan kewajiban zakat :
a. Penimbunan kekayaan berlebihan adalah penindasan
b. Kewajiban untuk membantu rakyat yang kekurangan melalui
bendahara publik. Dana bendahara publik diantaranya berasala dari
pemungutan zakat.
4. Ibnu Taimiyah (1263-1328 M)
Menurut Ibnu Taimiyah,22 zakat merupakan salah satu bentuk
penerimaan publik yang menjadi sumber utama dari pendapatan
Negara. Zakat merupakan tonggak dari system perpajakan dalam
Negara Islam. Zakat merupakan kewajiban dari setiap penduduk
seperti halnya juga shalat yang menjadi hak Allah.
Dari 8 asnaf penerimaan zakat, menurut Ibnu Taimiyah
merupakan kewajiban untuk mengeluarkan zakat kepada seluruh
21
Ibid, 32
22
37
penerima zakat itu secara merata. Pembagian ditentukan berdasarkan
tingkat kebutuhan dan kepentingannya.
Jika pengauasa tidak adil dan dalam pendistribusian dana zakat
kepada yang berhak, setiap orang boleh menolak membayar zakat
kepada mereka dan diperkenakan secara langsung menyalurkan zakat
kepada mereka yang berhak. Hal ini tidak berlaku untuk jenis
kewajiban lain yang menjadi sumber penerimaan nrgara, kendati
penguasaanya tidak adil, tetap harus dibayar.
Pemikiran tokoh-tokoh di atas menunjukan betapa pentingnya
peranan zakat dalam perkembangan ekonomi di masyarakat.
c. Zakat Pada Era Kontemporer
zakat sebagai instrument social ekonomi memiliki aspek histories
tersendiri pada masa kejayaan Islam. Zakat sebagai elemen perekonomian
memiliki peranan penting dalam struktur perekonomian Negara. Aspek
inilah yang digambarkan dalam sejarah peradaban Islam mulai khalifah
Abu Bakar yang telah meletakkan aturan dasar pelaksanaan, regulasi, dan
system dalam pemungutan zakat, sampai pada khalifah Umar bi Abdul
Aziz yang telah melengkapi aspek-aspek pengelolaan zakat.
Dalam penghimpunan dan pengelolaan zakat tidak lepas dari
empat aspek yang terkait, yakni : mustahik, ashnaf zakat yang delapan,
amilin, (individu dan institusi) dan manajemen zakat (pemungutan dan
38
sebuah system yang transparan, akuntabel, dan efektif. Dalam sebuah
Negara Islam, zakat harus dikelola oleh Negara, pada saat Negara tidak
melakukan pengelolaan, maka kewajiban itu jatuh ke tangan masyarakat
yang memiliki kemampuan dan berkesempatan.
Beberapa hal berikut, mesti mendapat perhatian dalam pengelolaan
zakat :
1. zakat merupakan investasi social
2. Investasi zakat harus memperhatikan pada aspek :
a. Halal dan Thoyyib
b. Local Source
c. Bottom Up
d. Ramah Lingkungan
e. Kebutuhan Pasar
3. Pengelolaan zakat harus memiliki karakter social/wirausaha
4. Karakter manajemen, yaitu manajemen by process
Pemanfaatan dan pendayagunaan alokasi dana zakat dapat
digolongkan sebagai berikut :
1. Konsumtif tradisional, zakat dimanfaatkan dan digunakan langsung
oleh mustahik, untuk pemenuhan kebutuhan hidup
2. Konsumti kreatif, zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain dan jenis
39
3. produktif tradisional, yaitu zakat yang diberikan dalam bentuk
barang-barang produksi, seperti sapi, mesin jahit dan lain-lain
4. produktif kreatif, yaitu pendayagunaan zakat diwujudkan dalam
bentuk modal, baik untuk membangun suatu proyek social maupun
menambah modal pedagang untuk berwirausaha.
4. Yang Berhak Menerima Zakat (Mustahik)
Sesuai dengan firman Allah QS. At-Taubah ayat 60, bahwa zakat
diberikan kepada delapan ashnaf, diantaranya yaitu :23
☺
☺
☺
⌧
⌧
☺
)
ﺔ۸ﻮﺘﻟا
: 60 (
Artinya : ”Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang,
untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,
23
40
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah : 60)
1. Golongan Fakir
Golongan yang memiliki harta namun kebutuhan hidup mereka lebih
banyak dibandingkan harta yang mereka miliki, atau orang-orang yang sehat
dan jujur tetapi tidak mempunyai pekerjaan sehingga tidak mempunyai
penghasilan. Fakir berarti orang yang sama sekali tidak mempunyai pekerjaan,
atau mempunyai pekerjaan tetapi penghasilannya sangat kecil, sehingga tidak
cukup untuk memenehi sebagian dari kebutuhannya.
2. Golongan Miskin
Golongan orang yang mempunyai harta untuk mencukupi kebutuhan
hidup namun tidak memenuhi standar, atau orang yang lemah dan tidak
berdaya (cacat) karena telah berusia lanjut, sakit atau karena akibat
peperangan, baik yang mampu bekerja maupun tidak tetapi tidak memperoleh
penghasilan yang memadai untuk menjamin kebutuhan sendiri dan
keluarganya.
3. Golongan Amil Zakat
Amil adalah para pekerja yang telah diserahi tugas oleh penguasa atau
penggantinya untuk mengambil harta zakat dari wajib zakat, mengumpulkan,
41
atau panitia yang mengurus dan mengelola zakat, terdiri dari orang-orang
yang diangkat oleh pemerintah atau masyarakat. Menurut Syafi’I amil
mendapat bagian seperdelapan dari seluruh zakat yang terkumpul, untuk
dipergunakan sebagai biaya operasional, administrasi, dan honor / gaji bagi
anggota team. Setiap amil boleh menerima bagian zakatnya sebagai petugas
sesuai dengan kedudukan dan prestasi kerjanya, kendatipun dia orang kaya.24
4. Golongan Muallafah al-Qulub
Mu’allaf yang dibujuk hatinya, yaitu orang yang memilki
kekharismatikan tinggi dalam keluarga atau kaumnya dan bisa diharapkan
masuk Islam, atau dikhawatirkan perbuatan jahatnya atau bila diberi zakat
orang tersebut bisa diharapkan keimanannya akan semakin mantap. Dengan
dana zakat diharapkan orang seperti ini memiliki keteguhan keimanan dan
keyakinannya.
Rawwas Qal’ahji didalam bukunya Ensiklopedi Fiqh Umar bin
Khattab ra menyebutkan :
“Umar berpendapat bahwa bagian para muallaf itu diberikan pada
saat orang-orang Islam dalam keadaan lemah. Zakat itu diberikan kepada
mereka untuk melindungi mereka dari kejelekan dan yang membahayakan
imannya serta untuk melemahlembutkan hati mereka. Jika Islam sudah
bberjaya dan jumlah orang Islam sudah banyak dan mereka menjadi kuat dan
24
42
dahsyat, maka mereka tidak boleh diberi bagian zakat, baik orang yang diberi
itu orang yang harus mendapat perlindungan atau orang yang hatinya harus
dilemahlembutkan”.
Sementara Majfuk Zuhdi25 berpendapat bahwa selain mengikuti jejak
Umar, juga menyatakan bahwa muallaf adalah orang yang menghadapi
problem keluarga atau pekerjaan atau tempat tinggal akibat kepindahannya ke
agama Islam maka mereka berhak menerima zakat. Adapun orang yang tidak
mengalami problem apapun ketika masuknya ke agama Islam maka mereka
tidak berhak menerima zakat.
5. Golongan Riqab
Riqab artinya hamba sahaya. Bagian ini diberikan untuk
memerdekakan budak, atau dalam rangka membantu memerdekakannya.
6. Golongan Gharim
Gharim adalah orang yang berhutang bukan untuk keperluan maksiat,
seperti hutang untuk menafkahi dirinya, anak-anak dan isterinya serta hamba
sahaya miliknya. Termasuk juga hutang untuk menjalankan peritah Allah
SWT, seperti haji, umrah dan hutang untuk menunaikan hak-hak seperti
membayar diyat (denda) atau pembiayaan perkawinan.
7. Golongan Fi Sabilillah
25
43
Sabilillah adalah sarana untuk menuju keridhaan Allah dalam semua
kepentingan bagi ummat Islam secara umum, untuk menegakkan agama dan
Negara bukan untuk keperluan pribadi. Kata fisabilillah memiliki arti luas,
pengertiannya bisa berubah sesuai waktu dan kebiasaan. Fisabilillah meliputi
banyak perbuatan, meliputi berbagai bidang perjuangan dan amal ibadah, baik
segi agama, pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, kesenian, termasuk
mendirikan rumah sakit, pengiriman da’i dan sebagainya. Semua usaha
kebaikan untuk kemaslahatan umum, semua upaya untuk menambah kekuatan
dan kejayaan agama dan Negara termasuk dalam kandungan fisabilillah.
8. Golongan Ibnu Sabil
Yang dimaksud Ibnu Sabil adalah musafir, orang yang berpergian
jauh, yang kehabisan bekal. Pada sat itu, ia sangat membutuhkan belanja bagi
keperluan hidupnya. Ia berhak mendapatkan bagian zakat sekedar keperluan
yang dibutuhkan sebagai bekal dalam perjalanannya sampai tempat yang
dituju. Sesuai dengan perkembangan zaman, dana zakat Ibnu Sabil dapat
disalurkan antara lain untuk : beasiswa bagi pelajar mahasiswa yang kurang
mampu, mereka yang belajar jauh dari kampung halaman, mereka yang
kehabisan atau kekurangan belanja, penyediaan sarana pemondokan yang
murah bagi musafir muslim atau asrama pelajar dan mahasiswa.
44
Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang
berkewajiban menunaikan zakat atau pembayar/penunai zakat. Dalam salah satu
ayat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 261, yang berbunyi :
☺⌧
☺
)
ةﺮﻘ۹ﻟا
/
:
٦
(
Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah26) adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dikehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) Lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-Baqarah / 2 : 261)
Setiap muslim wajib membayar zakat, dan orang yang disepakati wajib
mengeluarkan zakat, ialah merdeka, telah sampai umur, berakal dan nishab yang
sempurna. Muzakki dapat juga diartikan orang yang kaya akan harta dan wajib
atasnya untuk mengeluarkan sebagian hartanya apabila sudah mencapai haul
(cukup setahun dimiliki nishabnya). Harta-harta yang disyaratkan cukup setahun
dimiliki nishabnya, ialah : binatang (ternak), emas/perak dan barang perniagaan
(dagangan).Menurut Abu Hanifah, orang kaya adalah orang yang mempunyai
harta satu nishab. Ini berdasarkan hadist Mu’adz :
26
45
“Rasulullah berpesan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat
kepada mereka yang diambil dari mereka yang kaya dan dibagikan kepada
mereka yang fakir.” (HR. Bukhari dan Nasai)27
B. Mekanisme Pengumpulan Dana Zakat Pendidikan Pada BAZIS
Guna meningkatkan jumlah pengumpulan ZIS dan memasyarakatkan di
Ibukota, ditempuh beberapa tehnik (cara) sebagai berikut :
1. Setiap tahun sekali Gubernur mengeluarkan seruan pengumpulan sedekah
sebagai gerakan amal social. Pada umumnya seruan ini dikeluarkan pada
waktu menjelang bulan Ramadhan oleh BAZIS DKI Jakarta, pelaksanaannya
dengan “mengedarkan map Gerakan Amal Sosial ”.
2. Untuk menanamkan ketakwaan dan kesadaran ber-ZIS sedini mungkin,
Gubernur mengirim surat kepada Kepala Kanwil Agama dan Kepala Dinas
Pendidikan dan Pengajaran DKI Jakarta, yang berisi harapan dan himbauan
agar setiap lembaga pendidikan merintis dan mendidik anak-anak
SD/Madrasah untuk sadar berzakat dan berinfak/sedekah di bawah bimbingan
Guru/Kepala Sekolah masing-masing.
3. Bersamaan dengan itu Gubernur juga mengeluarkan surat yang sama
(himbauan untuk ber-ZIS) kepada :
a. Para Walikotamadya, Direksi PD Pasar Jaya dan para camat, agar mereka
mengumpulkan ZIS di pasar-pasar di wilayah masing-masing. Cara ini
27
46
cukup efektif, karena pedagang-pedagang di pasar sangat potensi dalam
pengumpulan dana ZIS.
b. Para calon jamaah haji, baik ONH biasa maupun ONH Plus, agar sebelum
menunaikan ibadah haji mereka membersihkan harta mereka yang akan
digunakan untuk naik haji. Hal ini yang oleh khalayak ramai di kenal
dengan “Zakat ONH”.28
4. Pemerintah DKI Jakarta membentuk BAZIS pada Unit-unit/Satuan Kerja,
yang berfungsi untuk mengefektifkan pengumpulan ZIS pada Unit/Satuan
Kerja dimaksud.
5. Khusus untuk mengumpulkan ZIS dari para pengusaha nasional, hartawan dan
dermawan, di samping disampaikan surat Seruan Gubernur, juga diberikan
kesempatan untuk bersilaturahmi dan sekaligus menyampaikan ZIS langsung
kepada Gubernur Kepala Daerah.
Penyetoran ZIS
1. Hasil pengumpulan ZIS dari masyarakat seluruhnya disetorkan kepada BAZIS
DKI Jakarta melalui bank yang ditunjuk (system perbankan).29
2. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan system penyetoran lain.
Sistem penyetoran ini harus ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Kepala
Daerah.
28
Istilah “Zakat ONH” sebenarnya tidak tepat, tetapi sudah terlanjur digunakan. Yang benar adalah bahwa dalam rangka mencapai haji mabrur, uang yang akan digunakan untuk membayar ONH harus diberikan dulu, dengan cara dikeluarkannya zakat.
29
47
Yang Perlu Dilakukan Oleh BAZIS dalam Pengumpulan Dana Zakat
adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan ZIS
a. BAZIS DKI Jakarta membagikan kupon beserta formulir-formulir ZIS
kepada :
1. BAZIS Kotamadya
2. BAZIS Unit/Satuan Kerja
b. BAZIS Kotamadya membagikan kupon dan formulir yang diterimanya
kepada BAZIS Kecamatan dalam wilayahnya, berdasarkan usulan dari
BAZIS Kecamatan masing-masing.
c. BAZIS kecamatan membagikan kupon kepada BAZIS kelurahan
berdasarkan usulan dari BAZIS Kelurahan masing-masing.
d. BAZIS kelurahan membagikan kupon dan formulir-formulir yang
diterimanya kepada petugas amil RW/RT atau tokoh masyarakat (para
kiai, pengurus masjid, majlis ta’lim dan lain-lain).
Para Petugas Amil
1. Melakukan pengumpulan ZIS ummat, dengan cara :
a. Melayani muzakki, munfiq dan musadik yang dating ingin
menunaikan ibadah ZIS
b. Mendatangi muzakki, munfiq dan musadik untuk memberikan
48
2. Petugas amil menyetorkan ZIS yang diterimanya kepada pengurus
BAZIS setempat, dengan ketentuan :
a. petugas amil tingkat kelurahan menyetorkan kepada BAZIS
kelurahan.
b. Petugas amil tingkat kecamatan (seperti pengumpulan zakat dari
toko-toko, masyarakat pengusaha tingkat kecamatan dan lain-lain),
menyetorkan kepada pengurus BAZIS kecamatan.
c. Petugas amil tingkat Pemerintah Kotamadya (seperti pengumpulan
zakat dari calon jamaah haji dan pengusaha tingkat kotamadya)
menyetorkan kepada BAZIS kotamadya.
d. Petugas amil Unit/Satuan Kerja menyetorkan kepada BAZIS
Unit/Satuan Kerja yang bersangkutan. Dalam hal BAZIS
Unit/Satuan Kerja belum terbentuk, petugas amil menyetorkan
kepada Bapinroh Unit Satuan Kerja yang bersangkutan.
3. Memberikan bimbingan kepada muzakki dalam menghitung zakat
sendiri bagi mereka yang belum memahaminya.
4. BAZIS kelurahan, kecamatan, kotamadya, atau BAZIS Unit/Satuan
Kerja :
49
b. Menyetorkan uang ZIS tersebut kepada BAZIS DKI Jakarta. Untuk
BAZIS kelurahan dan kecamatan harus menyampaikan tembusan
penyetoran kepada BAZIS Kotamadya.
c. Menata pembukuan dan administrasi ZIS.
5. BAZIS DKI Jakarta
a. Menerima uang setoran ZIS dan membukukan secara tertib.
b. Menyimpan uang ZIS di Bank yang ditunjuk.
c. Melaporkan hasil pengumpulan ZIS secara berkala kepada Gubernur
Kepala Daerah secara langsung dan atau melalui Ketua Badan
Pembinaan.
C. Hikmah Pengeluaran Zakat
Hikmah dan manfaat tersebut antara lain sebagai berikut :
Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri
nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,
menghilangkan sifat kikir, rakus, dan materialistis, menumbuhkan ketenangan
hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki.
Kedua, karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi
untuk menolong, membantu, dan membina mereka, terutama fakir miskin, kea rah
kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar
50
mungkin timbul dari kalangna mereka, ketika mereka melihat orang kaya yang
memiliki harta cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi
kebutuhan para mustahik, terutama fakir miskin, yang bersifat konsumtif dalam
waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada
mereka, dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab kehidupan
mereka menjadi miskin dan menderita.30
Ketiga, sebagai pilar amal besama (jama’i) antara orang-orang kaya yang
berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan
untuk berjihad di jalan Allah, yang kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki
waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah
diri dan keluarganya. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 273 :
☺
)
ةﺮﻘ۹ﻟا
:
٧
(
Artinya : “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kayak arena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”. (Q.S. al-Baqarah : 273)
30
51
Di samping sebagai pilar amal bersama, zakat juga merupakan salah satu
bentuk konkrit dari jaminan social yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Melalui
syariat zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin, dan orang-orang menderita
lainnya, akan terperhatikan dengan baik. Zakat merupakan salah satu bentuk
perintah AllahSWT untuk senantiasa melakukan tolong-menolong dalam
kebaikan dan ketakwaan.
Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana
maupun prasarana yang harus dimiliki ummat Islam, seperti sarana ibadah,
pendidikan, kesehatan, social maupun ekonomi, sekaligus sarana pengembangan
kualitas sumberdaya manusia muslim.31
Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu
bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari
hak orang lain dari harta kita yang