• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV SEJARAH DAN GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah dan Gambaran Umum PT. HM. Sampoerna

PT. Hanjaya Mandala Sampoerna (BEJ: HMSP) adalah perusahaan rokok terbesar ketiga di Indonesia. Kantor pusatnya berada di Surabaya, Jawa Timur. Perusahaan ini sebelumnya merupakan perusahaan yang dimiliki keluarga Sampoerna, namun sejak Maret 2005 kepemilikan mayoritasnya berpindah tangan ke Philip Morris, perusahaan rokok terbesar di dunia dari AS, mengakhiri tradisi keluarga yang melebihi 90 tahun.

Salah satu merek rokok terkenal dari Sampoerna adalah A Mild. A Mild

adalah merek rokok yang pada saat ini banyak digemari khususnya oleh kawula muda. Perusahaan ini juga juga terkenal karena iklan-iklannya yang kreatif di media massa baik media cetak maupun elektronik.

1. Sejarah Perusahaan

Sampoerna didirikan pada tahun 1913 di Surabaya oleh Liem Seeng Tee dan istrinya Siem Tjiang Nio, imigran Tionghoa dari Fujian, Tiongkok dengan nama Handel Maastchpaij Liem Seeng Tee yang kemudian berubah menjadi NV Handel Maastchapij Sampoerna.

Perusahaan ini meraih kesuksessan dengan merek Dji Sam Soe pada tahun 1930-an hingga kedatangan Jepang pada tahun 1942 yang memporak-porandakan bisnis tersebut. Setelah masa tersebut, putra Liem, Aga Sampoerna mengambil alih kepemimpinan dan membangkitkan

kembali perusahaan tersebut dengan manajemen yang lebih modern. Nama perusahaan juga berubah seperti namanya yang sekarang ini. Selain itu, melihat kepopuleran rokok cengkeh di Indonesia, dia memutuskan untuk hanya memproduksi rokok kretek saja.

Generasi berikutnya, Putera Sampoerna adalah generasi yang membawa PT. Sampoerna melangkah lebih jauh dengan terobosan-terobosan yang dilakukannya, seperti perkenalan rokok bernikotin rendah, A Mild dan perluasan bisnis melalui kepemilikan di perusahaan supermarket Alfa, dan untuk suatu saat, dalam bidang perbankan.

Pada tahun 2000, putra Putera, Michael, masuk ke jajaran direksi dan menjabat sebagai CEO. Pada Maret 2005, perusahaan ini kemudian diakuisisi oleh Philip Morris.

2. Sejarah Pendirian Perusahaan

Liem Seeng Tee (1893–1956) adalah pendiri PT. HM Sampoerna, sebuah perusahaan rokok besar di Indonesia. Dia adalah generasi pertama dari keluarga Sampoerna; ayah dari Aga Sampoerna dan kakek dari Putera Sampoerna.

Liem adalah seorang imigran dari sebuah keluarga miskin di provinsi Fujian di Tiongkok. Dia datang ke Indonesia pada tahun 1898 bersama ayahnya. Tak lama setelah tiba di Indonesia, ayahnya meninggal.

Liem lalu diangkat sebagai anak oleh sebuah keluarga di Bojonegoro. Di situ dia belajar meracik tembakau yang kemudian dijualnya di stasiun kereta api.

Setelah menikah dengan Siem Tjang Nio, Liem melanjutkan peracikan tembakaunya. Racikannya ternyata disukai masyarakat dan pada tahun 1913, dia mendirikan Handel Maastchpaij Liem Seeng Tee yang kelak menjadi PT. Sampoerna. Sampoerna terus berkembang menjadi perusahaan besar meski sempat mengalami beberapa masalah, di antaranya pabrik yang terbakar.

Liem meninggal pada tahun 1956. Anaknya, Aga, kemudian melanjutkan kepemimpinan perusahaan.

3. Alih Kepemilikan PT HM Sampoerna

HM Sampoerna bukan lagi dimiliki keluarga Sampoerna, setelah 40 persen sahamnya dibeli Philip Morris Internationalatau PMI. Juragan baru pabrik rokok ini juga bukan merupakan pemain baru di pasar rokok Indonesia. Rokok putih Marlboro tentu tidak asing lagi di kalangan perokok maupun yang anti rokok. PMI merupakan salah satu perusahaan dalam kelompok usaha Altria. Perusahaan induk ini membawahi empat perusahaan operasional, yaitu perusahaan rokok Philip Morris USA dan

Philip Morris International, perusahaan makanan Kraft Food yang antara lain memproduksi keju Kraft, biskuit Oreo, serta perusahaan keuangan

Philip Morris Capital Corporation. Penamaan Altria baru dilakukan pada April 2002 untuk membedakan induk perusahaan, yaitu Philip Morris Companies dengan anak perusahaan Philip Morris USA dengan Philip Morris International, serta untuk menyatukan anak perusahaan lain yang berbeda bidang usahanya.

PMI merupakan salah satu perusahaan tembakau terbesar di luar AS. Saat ini pangsa pasar internasional PMI sebesar 14,5 persen dengan jumlah pegawai 40.000 orang yang tersebar di seluruh dunia. Merek-merek PMI dibuat di 70 pabrik dan dipasarkan di 160 negara.Awal sejarah gurita tembakau ini dimulai pada tahun 1874 saat Philip Morris membuka toko tembakau dan rokok di Jalan Bond, London. Setelah meninggalnya Morris, usaha ini dilanjutkan oleh istrinya, Margaret, dan saudaranya, Leopold. Sejak tahun 1881 perusahaan ini menjadi perusahaan publik.

Keluarga pendiri akhirnya kehilangan kontrol perusahaan pada tahun 1894 karena kepemilikannya diambil alih oleh William Curtis Thomson dan keluarga. Di bawah pengelolaan keluarga Thomson, keluarga ini atas saran Raja Edward VII digabungkan dengan perusahaan New York oleh Gustav Eckmeyer tahun 1902. Kepemilikan dipecah menjadi dua, 50-50 antara pemegang saham Inggris dengan pemegang saham AS. Eckmeyer ditujuk menjadi agen tunggal Philip Morris di AS sejak tahun 1872 untuk mengimpor dan menjual rokok buatan Inggris ini.

Tahun 1919 merupakan tahun yang penting untuk perusahaan. Pada tahun inilah diperkenalkan logo Philip Morris serta diakuisisinya Philip Morris Amerika oleh perusahaan baru yang dimiliki perusahaan dari Virginia.Sepuluh tahun berikutnya, mulailah perusahaan ini membuat rokok di Richmond, Virginia. Tahun 1924 merupakan tahun peluncuran merek Philip Morris yang paling terkenal yaitu Marlboro.

Pertengahan tahun 1950-an perusahaan ini melakukan ekspansi secara besar-besaran dan mulai memasarkan produknya ke seluruh penjuru dunia.

Di tahun 1954 didirikanlah Philip Morris Australia dan divisi Philip Morris International yang menjadi divisi internasional dan mengurusi bisnis di luar AS. Divisi ini kemudian berubah menjadi Philip Morris International (PMI).

Ekspansi PMI terus ke Eropa. Pada 1963, pabrik di Swiss menjadi pabrik pertama di Eropa. Tahun 1990-an PMI mengakuisisi pabrik di Lituania, Rusia, dan Polandia, juga membangun pabrik baru di St Petersburg Rusia dan Almaty di Kazakhstan.

Antara tahun 1970 dan 2004 PMI membukukan pertumbuhan yang signifikan. Volume bertumbuh dari 87 miliar rokok menjadi 761 miliar. Pertumbuhan volume ini diikuti oleh pendapatan bersih yang meningkat dari 425 juta dollar AS menjadi 39 miliar dollar AS pada periode yang sama. Pada tahun 2004 pendapatan operasi sebesar 6,6 miliar dollar AS yang merupakan kenaikan luar biasa dibandingkan dengan tahun 1970. Pada tahun 2004 Altria Group Inc menghasilkan pendapatan bersih sebesar 90 miliar dollar AS.

Mereka menyadari membangun bisnis dan memasarkan produk yang membuat kecanduan dan menyebabkan penyakit-penyakit yang

serius. Walaupun demikian, mereka mengatakan akan menjadi perusahaan yang bertanggung jawab. Kita lihat saja apakah juragan londo yang baru ini masih akan tetap bertanggung jawab, misalnya kepada para perokok pasif yang terpaksa menghirup asap tembakau yang tidak diingininya.

4. Strategi PT HM Sampoerna (Markplus)

Tidak banyak perusahaan yang mampu berusia panjang di republik ini. Apalagi perusahaan tersebut merupakan perusahaan keluarga yang pengelolaannya sampai pada generasi keempat. Sehingga ketika Sampoerna bisa melewati usia lebih dari 90 tahun dan sempat dikelola sampai generasai keempat, itu termasuk luar biasa.

Buku berjudul 4-G Marketing karya Hermawan Kartajaya, Yuswandy, dan Sumardy dari Markplus ini mengupas tuntas perjalanan empat generasi Sampoerna dari ketika didirikan pada 1913 sampai 2004. Buku ini diluncurkan beberapa hari setelah Sampoerna dijual kepada PT Philip Morris, sehingga akuisisi terbesar sepanjang sejarah bursa di Indonesia itu, tidak sempat terliput dalam buku ini.

Sebagaimana keahlian tim dari Markplus, maka strategi marketing yang ada pada setiap generasi di Sampoerna dibahas secara detil dan menarik. Bagaimana misalnya, brand Dji Sam Soe bisa tetap bertahan sebagai sebuah modal yang dahsyat. Sehingga sekalipun pada masa penjahan Jepang seluruh harta dan pabrik ludes, beberapa waktu kemudian mereka kembali berkibar dengan bermodal merek Dji Sam Soe.

Itu merupakan salah satu bagian dari marketing ala Sampoerna. Secara garis besar buku ini terbagi alam beberapa bab yang mengisahkan kepemimpinan pada masing-masing generasi. Pada Bab-1 diurai dengan cukup detil bagaimana Liem Seeng Tee membangun Sampoerna setelah sekian lama bekerja pada pabrik rokok orang lain.

Liem Seeng Tee ini pula yang menciptakan merek Dji Sam Soe yang saat itu dan bahkan sampai saat ini menjadi andalan bagi Sampoerna. Di situ dikisahkan bagaimana pasang surut Sampoerna sehingga sempat menemui kejayaan pada akhir 1930-an sampai awal 1940-an sampai kemudian kehadiran Jepang pada 1942-1945 yang memporak-porandakannya.

Selanjutnya pada Bab 2 ditulis mengenai generasi kedua yang dipegang oleh Aga Sampoerna. Pada masa ini merupakan kebangkitan kembali Sampoerna. Dengan manajemen yang lebih moderen dan pendekatan empati kepada karyawan, Aga berhasil mengembalikan kejayaan Sampoerna yang sempat terpuruk ketika ayahnya meninggal.

Kiprah generasi ketiga, Putera Sampoerna, dibahas secara lebih rinci pada Bab 3, 4, dan 5. Berbagai langkah fenomenal memang dilakukan oleh generasi ketiga ini sehingga Sampoerna bisa sedemikian melejit jauh dari yang pernah dipikirkan. Putera ini yang pertama kali meluncurkan rokok

low necotine di Indonesia dengan merek A Mild, dan mereka mereguk sukses besar. Pada generasi ini pula Sampoerna mulai berekspansi pada

usaha, baik yang terkita langsung seperti distribusi, maupun yang tak terkait langsung seperti mengakuisisi Alfa yang bergerak di supermarket, bahkan juga pernah masuk dunia perbankan.

Generasi keempat yang dipimpin Michael Sampoerna belum banyak mendapat tempat. Selain belum lama menyandang sebagai orang nomor satu di Sampoerna, Michael juga belum menelorkan gagasan brilian untuk makin melejitkan Sampoerna. Sekalipun dia sudah ditugasi untuk menjadikan Sampoerna menjadi perusahaan internasional.

Memang, kita tidak akan banyak mendapat tinjauan kritis dari berbagai langkah Sampoerna. Seperti misalnya bagaimana mereka gagal dalam membangun sebuah bank bernana Sampoerna Bank pada akhir 1980-an. Juga mengenai kenapa kepemilikan saham terbesar atas nama Dubois Holding harus berada di Mauritus, bukannya di negeri sendiri saja.

B. Sejarah dan Gambaran Umum Universitas Sanata Dharma

Dokumen terkait