• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejak berdirinya Perusahaan Umum Pegadaian di Indonesia sampai sekarang ini, masih tetap menempatkan posisinya sebagai lembaga yang memberikan pinjaman uang atau kredit kepada masyarakat yang membutuhkan terutama golongan ekonomi lemah. Hal ini terbukti dari missi yang diemban oleh lembaga ini sejak lahir sampai saat ini, secara umum yaitu mencegah masyarakat supaya terhindar dari cengkraman praktek ijon, pegadaian gelap dan sejenisnya, melalui penyaluran pinjaman uang dengan prosedur yang sederhana serta bunga yang dapat dijangkau. Sedangkan pengembalian pinjaman tersebut dilakukan oleh pihak yang dipinjam (nasabah) sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditentukan oleh pihak Perusahaan Umum Pegadaian.

Peranan Perusahaan Umum Pegadaian bila ditinjau dari Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990, maka dapat kita lihat pada tujuan, tugas pokok dan fungsi Perusahaan Umum Pegadaian. Tujuan dari Perusahaan Umum Pegadaian tercantum dalam pasal 5 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 tentang pengalihan bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian jo pasal 3 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Perusahaan Umum

Pegadaian No. Sm/2/1/29 tanggal 27 Oktober 1990 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Umum Pegadaian sebagai Peratuan pelaksana dari Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990.

Adapun pasal 5 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 menyatakan sebagai berikut :

c. Turut melaksanakan dan menjunjung pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai.

d. Mencegah praktek ijon, pegadai gelap, riba dan pinjaman lain yang tidak wajar.

Tugas pokok dari Perusahaan Umum Pegadaian sebagaimana tercantum dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 jo pasal 3 ayat 2 Surat Keputusan Direksi Pegadaian tanggal 27 Oktober 1990 adalah : "Menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai dan usaha lain yang berhubungan dengan tujuan perusahaan atas dasar persetujuan menteri".

Fungsi dari Perusahaan Umum Pegadaian tercantum dalam pasal 4 Surat Keputusan Direksi Pegadaian tanggal 27 Oktober 1990 adalah sebagai berikut : i. Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan cara

yang sederhana, mudah, murah, tepat dan aman.

j. Menciptakan dan mengembangkan usaha-usaha lain yang menguntungkan bagi perusahaan maupun masyarakat.

k. Mengelola keuangan. l. Mengelola kelengkapan.

m. Mengelola kepegawaian, pendidikan dan latihan. n. Mengelola organisasi, tata kerja dan tata laksana.

o. Melakukan penelitian dan pengembangan. p. Mengawasi pengelolaan perusahaan.

Perusahaan Umum Pegadaian disamping berperan sebagai pemberantas lintah darat, pegadaian juga diarahkan untuk tujuan-tujuan yang produktif sejalan dengan upaya pemerintah di dalam melaksanakan program pembangunan. Usaha-usaha berskala kecil dalam masyarakat memerlukan dana kecil dan berjangka pendek. Pada umumnya uang pinjaman yang disalurkan oleh Perusahaan Umum Pegadaian digunakan untuk tujuan produktif maupun konsumtif. Berdasarkan tujuan tersebut penggunaan kredit dibagi dalam 5 sektor yaitu :

1. Pertanian, dengan sasaran pemberian uang pinjaman kepada para petani yang membutuhkan biaya untuk tanaman, obat-obatan, hama, padi, pupuk, ongkos olah dan sebagainya.

2. Perikanan, sasaran pemberian pinjaman kepada para nelayan yang membutuhkan biaya untuk membeli alat-alat penangkapan ikan atau perbaikan dari alat-alat penangkapan serta perbaikan dari perahu dan sebagainya.

3. Industri rumah tanga, sasaran pemberian uang pinjaman kepada pengrajin kecil atau industriawan yang memerlukan biaya untuk tambahan modal atas perbaikan alat-alat atau pembelian alat-alat.

4. Perdagangan, sasaran pemberian uang pinjaman kredit kepada pedagang kecil yang membutuhkan modal usaha ataupun untuk penamahan modal usaha. 5. Kebutuhan lain, dengan sasaran pemberian uang pinjaman kepada para

pegawai atau karyawan, para mahasiswa atau pelajar atau yang membutuhkan uang untuk kebutuhan yang mendesak, misalnya biaya pendidikan sekolah, biaya pengobatan, hajatan atau biaya hidup sehari-hari.

Bahwa, gadai menggadai merupakan perbuatan yang tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia. Dalam komunikasi penghidupan sehari-hari istilah gadai dapat berarti hubungan pinjam-meminjamkan dengan menyerahkan barang atau tanah kepada yang berpiutang sebagai jaminan atas pinjaman yang berhutang. Gadai dapat juga berarti barang atau tanah yang dijadikan jaminan. Demikian bunyi data sekunder tentang gadai dalam hukum adat.

Ter Haar menerangkan untuk perbuatan menggadaikan ada istilah setempat seperti ”megangkan” dan ”nyekelake”. 18 Kerancuan pemakaian istilah gadai tersebut ditemukan pula dalam sejarah gadai di zaman Romawi, yang mempergunakan istilah ”pignus”. Algra cs, 19menerangkan : istilah gadai atau hak gadai (pand) berarti hak kebendaan atas barang bergerak untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan. Barang yang digadaikan, dinamakan gadaian (pand). Keterangan kamus tentang istilah ”pand” itu dapat diartikan hak dan juga barang yang digadaikan. Pengertian dalam kamus itu bersandar kepada hukum Perdata Barat yang sama juga dikandung dalam Pasal 1150 KUH Perdata.

Sedangkan brosur yang disirkulasikan Humas Kantor Pusat Pegadaian menerangkan : istilah ”gadai” berarti ”kredit jangka pendek guna memenuhi kebutuhan dana yang harus dipenuhi pada saat itu juga. Selanjutnya terdapat pergantian istilah :

- Nasabah untuk pengganti istilah penggadai ;

- Kredit dipergunakan untuk uang yang dipinjamkan Perum Pegadaian

18

B. Ter Haar Bzn, Terjemahan K.Ng. Soebakti Poesponoto, Asas-asas dan Susunan

- Sewa modal untuk bunga dan biaya yang dikenakan atas pelunasan kredit ; - Barang polisi untuk barang jaminan (pand) yang masih dalam urusan polisi.

Di luar Perum Pegadaian, di kalangan masyarakat dilakukan gadai dengan tidak menyebutkan barang bergerak atau tidak bergerak. Dari sejarah ilmu hukum Perdata Barat keadaan tersebut terdapat juga dalam masyarakat Romawi, sebagai bangsa cikal bakal pemikir hukum Perdata Barat.

Fungsi obyek gadai sejak zaman Romawi maupun sejak zaman akta-akta menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat Indonesia sampai sekarang ini tidak berubah yaitu untuk menghindari kerugian kreditur akibat kredit tidak dibayar atau tidak dilunasi debitur. Yang berubah adalah sifat kebendaan dari barang yang menjadi obyek gadai yang sah.

Sejak KUH Perdata dinyatakan berlaku di Indonesia tahun 1848, dikenal masyarakat perbedaan sifat kebendaan obyek gadai. Hanya barang bergerak saja yang dinyatakan sah sebagai obyek gadai di Perusahaan Umum Pegadaian yang dikelola oleh Pemerintah. KUH Perdata Bab Kedua Puluh dari Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 mengatur tentang gadai. Dalam Bab Kesatu Bagian Keempat Pasal 509 dan Pasal 513 ditetapkan pula tentang benda bergerak.

Diarahkan oleh uraian Kartono, 20 barang bergerak yang diterima oleh Perum Pegadaian merupakan hasil usaha Perum Pegadaian untuk mendapat jaminan yang lebih kuat dari pada yang ditentukan oleh Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.

Asser mengemukakan bahwa perincian mengenai barang-barang untuk dimasukkan ke dalam jenis barang bergerak bagi barang-barang berwujud

19

N.E. Algra cs., Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda-Indonesia, Bina Cipta, Jakarta, 1983, hal. 384-385.

(lichamelijke zaken) yang diatur oleh Pasal 1152 sampai dengan Pasal 1513 KUH

Perdata merupakan perbuatan mubazir karena ”alles, wat onroerend is, geldt als

roerend”. 21

Pendapat Asser ini tidak tepat untuk barang-barang yang dijadikan obyek gadai. Tidak pula semua barang bergerak yang diatur Pasal 1152 sampai 1513 itu dapat digadaikan di Perum Pegadaian.

ADP Perum Pegadaian Pasal 6 menentukan pengecualian yang dapat dijadikan gadai sebagai berikut :

k. Barang milik negara

l. Surat hutang, surat actie, surat efek dan surat-surat berharga lainnya. m. Hewan yang hidup dan tanaman

n. Segala makanan dan benda yang sudah busuk ; o. Benda-benda yangkotor ;

p. Benda-benda yang untuk menguasainya dan memindahkannya dari satu tempat ke tempat yang lain memerlukan izin ;

q. Barang yang karena ukurannya yang besar tidak dapat disimpan dalam gadaian ;

r. Barang yang berbau busuk dan mudah merusakkan barang yang lain, jika disimpan bersama-sama ;

s. Benda yang hanya berharga sementara atau yang harganya naik turun dengan cepat, sehingga sulit menaksir oleh pejabat gadai ;

20

Kartono, Hak-hak Jaminan Kredit, Cetakan Kedua, Pradnya Paramita, Jakarta,1998, hal. 12-13.

21

C. Asser, Handleiding Tot de Beoefening Van Het Nederlands Burgerlijk Recht, Tweede Deel Zakenrecht, Uitgevers Maatschappij, W.E.J. Tjeenk Willink, Netherland, 1967, hal. 83.

t. Benda yang digadaikan oleh seorang yang mabuk atau seorang yang kurang ingatan atau seorang yang tidak dapat memberi keterangan-keterangan cukup tentang barang yang mau digadaikan itu.

Pengecualian itu memberi kesimpulan tentang barang-barang yang tidak dapat dijadikan obyek gadai ialah :

d. Yang penerimaannya harus bekerja sama dengan pihak ketiga ; e. Yang dapat menyulitkan penaksir menentukan harganya ; f. Yang menghendaki tempat penyimpanan yang khusus.

Namun, sejalan dengan itu barang jaminan atau obyek gadai yang diterima juga terus berkembang. Kemudahan serta minat untuk menjamin kredit dengan barang bergerak, membuahkan pemikiran tentang bagaimana ius constituendum mengatur kategori barang yang bergerak dan tidak bergerak. Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional mengenai hipotik dan lembaga-lembaga jaminan lainnya di Yogyakarta tahun 1977 menghasilkan keputusan :

Yang dapat digadaikan adalah barang-barang yang dinamakan ”bergerak” menurut kwalifikasi undang-undang tentang hukum benda tersebut. Dengan demikian merupakan prasyarat bahwa undang-undang hukum benda itu mengadakan suatu perbendaan (penggolongan) antara barang-barang bergerak dan barang-barang-barang-barang tidak bergerak. 22

Diperkirakan ius constituendum akan mengatur barang bergerak dan tidak bergerak. Barang yang hendak dijadikan obyek gadai mengalami proses sebagai yang tercantum dalam brosur-brosur yang dapat diperoleh di loket-loket Perum Pegadaian.

Pegadaian sebagai lembaga yang memberikan pinjaman uang dengan jaminan barang-barang bergerak telah lama dikenal di Indonesia, yaitu sejak

22

zaman VOC. Untuk memudahkan dalam penulisan maka sejarah pegadaian akan dibagi dalam dua tahap, yaitu :

1. Sebelum Kemerdekaan Negara Republik Indonesia

Sejarah pegadaian sebelum kemerdekaan telah mengalami empat periode pemerintahan yaitu :

a. Masa VOC (tahun 1746-1811)

b. Masa penjajahan Inggris (1811-1816) c. Masa penjajahan Belanda (1816-1942) d. Masa penjajahan Jepang (1942-1945)

Fungsi pegadaian pada periode tersebut di atas tetap sebagai penyalur pinjaman dengan jaminan benda bergerak.

a) Pegadaian pada Masa VOC (1746-1811)

Pada masa VOC lembaga gadai dikenal dengan nama "Bank Van Leening". Pertama didirikan pada tahun 1746 berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Von Sinhoff, tanggal 28 Agustus 1746. Lembaga ini memberikan pinjaman atas dasar gadai dan juga bertindak sebagai wessel bank.

Pada mulanya yaitu sejak didirikan pada tahun 1746 lembaga ini merupakan perusahaan patungan antara VOC (pemerintah) dengan pihak swasta, dengan perbandingan modal 2/3 modal swasta dengan jumlah modal seluruhnya ƒ 7.500.000,00 kemudian sejak tahun 1794 badan usaha ini diusahakan sepenuhnya oleh pemerintah yang berarti modalnya diperoleh dari hasil pinjaman dari pemerintah dengan bunga 6% per tahun. Dalam melakukan usahanya, Bank Van Leening memungut bunga 9% per tahun (3% atau 4% per bulan).

Pada tahun 1800 VOC dibubarkan dan kekuasaan di Indonesia diambil alih oleh Pemerintah Belanda. Semasa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendles, Bank Van Leening ini lebih diperhatikan dan dalam pemerintahannya dikeluarkan peraturan tentang macam barang yang dapat diterima sebagai jaminan yaitu emas, perak, permata, kain dan lain-lain.

b) Pegadaian pada Masa Penjajahan Inggris (1811 - 1916)

Pada tahun 1811 terjadi peralihan kekuasaan dari pemerintahan Belanda kepada pemerintahan Inggris.

Raffles sebagai pimpinan tertinggi di Indonesia pada masa itu tidak menyetujui adanya Bank Van Leening dikelola pemerintah, maka dikeluarkanlah peraturan yang menyatakan bahwa setiap orang dapat mendirikan badan perkreditan ini asal mendapat izin dari penguasa. Peraturan ini disebut Licentie Stelsel. Dalam perkembangannya ternyata bahwa tujuan licentie stelsel, yaitu memperkecil peranan woeker (lintah darat) tidak mencapai sasaran, artinya tidak menguntungkan pemerintah malahan menimbulkan kerugian terhadap masyarakat karena timbulnya penarikan bunga yang tidak wajar.

Oleh karena itu pada tahun 1814, licentie stelsel dihapuskan dan diganti dengan "Pacht Stelsel" dimana anggota masyarakat umum dapat menjalankan usaha gadai dengan syarat sanggup membayar sewa kepada pemerintah.

c) Pegadaian pada Masa Penjajahan Belanda (1816-1942)

Pada tahun 1816 Belanda kembali menguasai Indonesia. Sementara itu Pacht Stelsel yang dibentuk pada masa Inggris semakin berkembang, baik dalam arti perluasan wilayah operasi maupun jumlahnya. Kemudian pada tahun 1856

pemerintah Belanda mengaakan penelitian terhadap pelaksanaan Pacht Stelse. Berdasarkan penelitian, ternyata bahwa para pachters banyak yang bertindak sewenang-wenang dalam menetapkan suku bunga, tidak melelangkan barang jaminan yang kadaluwarsa, tidak membayar uang kelebihan kepada yang berhak dan tidak melaksanakan daftar usaha yang teratur. Hal ini sangat merugikan rakyat. Pada tahun 1870 Pacht Stelsel dihapuskan dan diganti lagi dengan Licentie Stelsel dengan maksud untuk mengurangi pelanggaran-pelanggaran yang merugikan masyarakat dan pemerintah. Tetapi usaha ini tidak berhasil, karena ternyata penyelewengan-penyelewengan masih tetap berjalan tanpa menghiraukan peraturan yang berlaku. Maka pada tahun 1880 Pacht Stelsel diberlakukan kembali.

Setelah diadakan penelitian oleh pemerintah, maka untuk mengurangi kerugian pada masyarakat perlu diadakan pengawasan terhadap pelaksanaan dari Pacht Stelsel, tetapi dalam hal ini menyebabkan masyarakat enggan melakukan usaha di bidang ini secara legal sebagai pacht pardhuis secara legal. Tetapi di lain pihak penyimpangan yang merugikan masyarakat dapat diakhiri. Hal ini yang mendorong pemerintah untuk menyelenggarakan sendiri badan perkreditan gadai. Kemudian pada tanggal 1 April 1901 di Sukabumi didirikan pegadaian negeri pertama di Indonesia dengan Staatsblaad No. 131 tanggal 12 Maret 1901. Sedang uang pinjaman yang dapat diberikan maksimum berjumlah ƒ 300 dan tidak dikenakan ongkos administrasi.

Pegadaian negara yang dikuasai pemerintah ini berkembang dengan baik sehingga mendorong dikeluarkannya peraturan tentang monopoli. Peraturan monopoli ini dulu hanya berlaku terbatas pada kota-kota dimana pegadaian negara berdiri, tetapi dengan dikeluarkannya Staatsblaad No. 794 tahun 1914 dan

Staatsblaad No. 28 jo 420 tahun 1921 sifat monopoli ini berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.

Yang dimaksud dengan monopoli disini ialah adanya larangan terhadap anggota masyarakat umum lainnya untuk berusaha dengan cara menerima gadai dan pemberian uang pinjaman maksimum ƒ 100 atau kurang.

Sanksi terhadap pelanggaran monopoli ini diatur dalam pasal 509 KUH Pidana yang menyatakan sebagai berikut :

Barang siapa tanpa izin meminjamkan uang atau barang dengan gadai atau dalam bentuk kontrak komisi yang nilainya tidak lebih dari seratur rupiah (dahulu gulden) diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak seribu rupiah (dahulu gulden).

Sampai akhir pemerinthan Belanda, usaha dalam bidang pinjaman gadai merupakan monopoli pemerintah dengan status jawatan di dalam Departemen Keuangan.

Kemudian melalui Staatsblaad No. 266 tahun 1930 status jawatan diubah menjadi Perusahaan Negara, sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 IBW

(Indonesische Bedrijvenwet) Staatsblaad No. 419 tahun 1927 dimana harta

kekayaan pegadaian negara dipisahkan dari kekayaan negara (pemerintah).

d) Pegadaian pada Masa Penjajahan Jepang (1942-1945)

Pada masa zaman Jepang pegadaian masih merupakan instansi pemerintah (jawatan) di bawah pimpinan dan pengawasan kantor besar keuangan. Pada masa ini lelang atas barang jaminan yang tidak ditebus (sudah daluwarsa) dihapuskan sama sekali dan barang berharga seperti emas, intan dan berlian yang ada di pegadaian diambil oleh pemerintah Jepang.

2. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan

Dengan proklamasi kemerdekan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, penguasan atas Pegadaian Negara beralih kepada Pemerintah Republik Indonesia dan statusnya adalah sebagai jawatan di bawah Menteri Keuangan.

Dengan Peraturan Pemerintah No. 178 tahun 1961 terhitung mulai tanggal 1 Januari 1961 Pegadaian Negara diubah statusnya menjadi Perusahaan Negara Pegadaian. Status sebagai perusahaan negara ternyata menyebabkan pegadaian terus menerus mengalami kemerosotan di bidang keuangan atau pendapatan sehingga statusnya perlu dikembalikan menjadi jawatan. Tetapi kemudian pada tahun 1965 Perusahaan Negara Pegadaian diintegrasikan ke dalam urusan bank sentral.

Berdasarkan Peratuan Pemerintah No. 7 tahun 1969, Perusahaan Negara Pegadaian diubah status hukumnya menjadi Jawatan Pegadaian. Usaha kegiatannya diatur sebagai perusahaan dalam arti pasal 2 IBW 1927 yang telah diubah dan ditambah. Dengan undang-undang nomor 9 tahun 1969 mengenai bentuk-bentuk Perusahaan Negara dan melalui Instruksi Presiden No. 17 tahun 1967 maka Jawatan Pegadaian dengan dasar kegiatan IBW sebenarnya mempunyai ciri-ciri sebagai Perusahaan Jawatan.

Melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep. 39/MK/6/1/1971 pasal 1 (tanggal 20 Januari 1971) ditetapkan bahwa Jawatan Pegadaian adalah unit pelaksanaan di lingkungan Direktorat Jenderal Keuangan. Selanjutnya dalam pasal 2 Surat Keputusan Menteri Keuangan tersebut ditetapkan bahwa Jawatan Pegadaian mempunyai tugas c.q. Direktorat Jenderal Keuangan. Juga fungsinya diperluas yaitu tidak sekedar memberantas lintah darat saja, tetapi juga

memberikan pembinaan dan pengarahan kredit ke sektor produktif. Lebih dipertegas lagi dalam Keputusan Presiden No. 51 tahun 1981, yang kemudian diganti dengan Keputusan Presiden No. 56 tahun 1985, fungsi dari Perusahaan Jawatan Pegadaian adalah sebagai berikut :

1. Membina perekonomian rakyat kecil dengan menyalurkan kredit atas dasar hukum gadai kepada :

a. Para petani, nelayan, pedagang kecil, industri kecil yang bersifat produktif.

b. Kaum buruh atau pegawai negeri yang ekonominya lemah yang bersifat konsumtif.

2. Ikut serta mencegah adanya pemberian pinjaman yang tidak wajar seperti : ijon, pegadaian gelap, dan praktek riba lainnya.

3. Disamping menyalurkan kredit maupun usaha-usaha lainnya yang bermanfaat terutama bagi pemerintah dan masyarakat.

4. Membina pola perkreditan supaya benar-benar terarah dan bermanfaat terutama mengenai kredit yang bersifat produktif dan bila perlu memperluas daerah operasinya.

Kedudukan, tugas dan fungsi Perusahaan Jawatan Pegadaian lebih disempurnakan lagi dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 66/KMK/01/1987 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Jawatan Pegadaian yang pada prinsipnya tercantum dalam pasal 3 sebagai berikut :

2. Mencegah adanya pemberian pinjaman yang tidak wajar seperti : ijon, pegadaian gelap dan praktek riba lainnya yang sifatnya menyengsarakan rakyat.

3. Membina pola perkreditan atas dasar hukum gadai dan fiducia yang bersifat produktif.

4. Membina dan mengawasi pelaksanaan operasional Perusahaan Jawatan Pegadaian. Pasal 2 dari Surat Keputusan tersebut menyatakan bahwa tugas dari Perusahaan Jawatan Pegadaian adalah : Menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai dan fiducia berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Dalam rangka deregulasi dan debirokratisasi guna membantu iklim ekonomi yang menunjang perkembangan ekonomi, dipandang perlu untuk lebih meningkatkan peranan Lembaga Kredit atas dasar hukum gadai yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan untuk lebih meningkatkan efisiensi dan produktifitas pengelolaan Perusahaan Jawatan Pegadaian yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1969 dipandang perlu mengalihkan bentuknya menjadi Perusahaan Umum Pegadaian. Sebagaimana dimaksud dalam undang-undang No. 9 tahun 1969 di dalam penjelasan umum sub A alinea 4 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan Ketetapan MPRS No. XXIII/1966 oleh pemerintah berdasarkan Instruksi Presiden No. 17 tahun 1967 telah digariskan kebijaksanaan untuk menggolongkan usaha-usaha negara secara tegas dalam tiga bentuk yaitu :

1. Perusahaan Negara Jawatan 2. Perusahaan Negara Umum

3. Perusahaan Negara Perseroan Pasal 32 Undang-undang No. 19 Prp. 1960 menetapkan bahwa pembubaran atau pengalihan bentuk perusahaan negara harus dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. Dengan mengingat perkembangan ekonomi dan moneter dewasa ini dan untuk lebih meningkatkan peranan Lembaga Kredit atas dasar hukum gadai yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta untuk lebih meningkatkan efisiensi dan produktifitas pengelolaan Perusahaan Jawatan Pegadaian, perlu dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Umum Pegadaian.

Atas dasar pasal 32 Undang-undang No. 19 Prp. Tahun 1960 ini maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 tanggal 10 April 1990 tentang pengalihan bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian, dimana pada prinsipnya tujuan dari peraturan ini adalah untuk memperbaiki tata kerja dan struktur organisasi ke arah yang lebih profesional.

C. Hubungan Hukum Antara Perusahaan Umum Pegadaian dengan

Dokumen terkait