• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Gereja Imanuel Kiama dan Proses Ritual Mandullu’u Tonna

3.1 Sejarah Gereja Imanuel Kiama

Kabupaten Kepulauan Talaud adalah salah satu wilayah administrasi yang berada di Provinsi Sulawesi Utara yang memiliki karakteristik sebagai Kabupaten Kepulauan, Perbatasan, Tertinggal/Terisolasi, dan Daerah Rawan Bencana, dengan Ibukota Melonguane. Kabupaten Talaud merupakan bagian integral dari propinsi Sulawesi Utara, beribu kota di Melonguane yang berjarak sekitar 271 mil laut dari ibu kota Propinsi Sulawesi Utara yaitu Manado. Adapun batas-batasnya adalah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Republik Filipina (Mindanau), Sebelah Timur berbatasan dengan laut Pasifik, Sebelah Selatan bersebelahan dengan Kabupaten Kepulauan Sangihe, dan sebelahan barat berbatasan dengan laut Sulawesi.49

Menurut Pdt Dansi Tumuatja. Desa Kiama (Jemaat Imanuel Kiama) adalah salah satu kampung yang terletak di pinggir kota Melonguane Kab. Talaud dengan jalur lintas yang cukup strategis melalui perbatasan kota menuju kecamatan Pulutan. Injil Kerajaan Allah tidak hanya diberitakan dan tersebar dibelahan bumi barat, tetapi injil juga memasuki dunia belahan utara, termasuk wilayah kepulauan Indonesia secara umum dan khususnya memasuki Wilayah Bumi Porodisa pada 1 Oktober 1859, yang dibawah oleh para Zendeling yakni : Art. C. Van Essen, Pieter Gunther, Wilhem Ricther dan Carl. C. E. Tauffman dengan misi mereka mengadakan perdagangan dan penyebaran agama. Sejarah membuktikan bahwa perjalanan Injil Yesus Kristus di Pulau-pulau Talaud (Bumi Porodisa), awalnya mengalami tantangan yang luar biasa dari penduduk yang terkenal (sesuai dengan penuturan di buku Zending). Hal ini di sadari bahwa untuk mengubah sebuah peradaban, tidak semudah membalikkan telapak tangan, sebab penduduk sudah sangat melekat dengan norma-norma adat yang berlaku sudah ratusan tahun,

48 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 53.

49

15

meskipun norma-norma adat itupun sudah mengandung nilai-nilai religius. Contohnya, dalam acara-acara ritual, sudah ada ungkapan penyembahan kepada Tuhan, “Massubba Rerro su pusungannu Langi” Mamantung Duata su alimboimbinawa” (mempersembahkan pujian syukur ke hadapan Tuhan yang Maha tinggi), bahkan dalam nasehat-nasehat perkawinan adat, ada ungkapan “Mabbia paasrrewo su Rerro, mamanua passuba Ruata, Malembung arie ata’u, mamanua arie sindore Roso su parrengka langi pia I yupung Gharraho” (Hidup dalam kerendahan hati baik terhadap sesama teristimewa di hadapan Tuhan dan hidup jangan mudah putus asa karena ada Tuhan di atas ketinggian Surgga).50

Kedatangan ke-4 orang Zendeling ini mulanya tidak mendapat sambutan baik dari penduduk atau masyarakat Talaud, tetapi Kuasa Roh Kudus Allah tetap menggerakan hati beberapa orang pemimpin saat itu. Sehingga pada tanggal 15 Desember 1859 datanglah seorang Raja dari salibabu, yakni Raja Bineadda memintakkan agar ke-4 orang utusan Allah tinggal di Salibabu. Tidak lama tinggal di Salibabu, datanglah beberapa orang Raja dari luar Salibabu memohon agar utusan Allah itu ada yang bersedia untuk tinggal di wilayahnya. Baru beberapa saat utusan Allah ini menaburkan benih-benih Injil di wilayah masing-masing, badaipun mengamuk dengan dasyat. Awal tahun 1860, penduduk Talaud di serang wabah penyakit cacar yang menelan banyak korban jiwa, sehingga terjadi jeritan dan tangisan yang tidak terelakkan. Meskipun ditengah himpitan hidup yang mewarnai hampir keseluruhan penduduk di Pulau-pulau Talaud mengalami wabah penyakit cacar. Satu hal di luar dugaan manusia di saat serba kritis dan mewarnai kesedihan akibat penyakit cacar, Allah sang penolong menyatakan mujizat-Nya melalui seorang yang ada di kampung Kiama yang diberi karunia khusus untuk penyembuhan penyakit cacar dengan ramuan tradisional menggunakan daun pohon Lamamurran. Dengan melihat penderitaan penduduk yang sangat memilukan utusan Allah ini cepat meresponi dengan serius. Hingga di satu saat timbullah niat untuk menyebrang ke Kiama dengan maksud untuk melihat dan menyaksikan ramuan tradisional yang dapat menyembuhkan penyakit cacar tersebut. Hari berganti hari berkat dan Kasih setia Tuhan badaipun berlalu dan akhir tahun 1860, wabah penyakit cacar yang sangat mencemaskan itu telah teratasi.

Pada Tahun 1928 jemaat dipimpin kembali oleh seorang yang ditunjuk oleh pengurus Zendeling, sampai dengan tahun 1931. Setelah itu pada tahun 1931-1942 jemaat dipimpin oleh seorang Lelare, tahun 1942-1955 jemaat dipimpin oleh seorang pendeta. Pada tahun 1956-1976,

50

16

jemaat dipimpin oleh guru jemaat ataupun penolong injil sampai tahun 1981. Pada tahun 1982 mulai ada jabatan periode selama 5 tahun dalam jabatan Ketua baik oleh Penatua, Pendeta sampai sekarang. Dari serangkaian perjalanan Jemaat Imanuel Kiama, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak tantangan yang telah dihadapi, baik gejolak yang ada dalam pelayanan maupun dari luar, namun berkat dari Kuasa Roh Kudus di dalam Yesus Kristus kepala Gereja dan yang empunya pelayanan ini, jemaat Imanuel Kiama tetap eksis dalam tugas panggilan dan buah karya pelayanannya sampai saat ini di usia yang ke-153 tahun.51

3.2 Proses Ritual Mandullu’u Tonna

Pengertian Mandulu’u Tonna itu sendiri adalah “Mandulu’u yaitu “Lanttu” menolak atau meninggalkan”, Sedangkan “Tonna”adalah “Tahun”. Mandulu’u Tonna dalam tradisi leluhur masyarakat Talaud, acara tutup tahun ini diwujudkan dengan upacara di tepi pantai dengan menolak, mendorong atau melepaskan sebuah perahu kecil yang terbuat dari kayu “latolang” (sejenis kayu yang tumbuh lurus tinggi tak bercabang) dengan muatan tertentu (hasil bumi). Perahu ini oleh tokoh adat didorong, dilepas atau dihanyutkan ke laut sebagai simbol, segala sesuatu yang buruk di tahun yang akan lewat dibuang atau dihanyutkan ke laut agar tidak lagi menimpa warga desa setempat di tahun yang baru. Jika perahu tersebut dibawa arus laut dan terdampar di pantai atau desa tetangga, maka orang yang menemukannya wajib menolak dan menghanyutkannya kembali ke laut, karena dipercaya, kalau tidak dihanyutkan lagi, maka segala malapetaka dan sakit-penyakit yang pernah menimpa masyarakat asal perahu itu, akan berpindah ke tempat di mana perahu itu terdampar.52

Dalam upacara adat ini terdiri atas beberapa tahapan, yaitu Pertama, Manginsomaca raho (menjemput tamu), Kedua Maparangaca waih mapa’ianna Raho su’ losso (mempersilakan tamu duduk di bangsal). Ketiga Mangapidu tamo/Ba’aa, (penyerahan dan pemotongan ketupat dan kepala babi atau tamo). Keempat Subba si’Genggona (Ibadah bersama), Kelima Malappu’u medane (penutup). Keenam Manondo Raho (mengantar tamu).53

Ritual Mandulu’u Tonna bagi masyarakat hukum adat Talaud dilaksanakan secara rutinitas di akhir tahun setiap tanggal 31 Desember. Dalam pelaksanaan acara ritual adat

51

Pdt. Dansi Tumuatja. Dokumen Aset Gereja : Kilas Balik Perjalanan pelayanan jemaat Imanuel Kiama Tahun

1860-2013.

52

Wawancara dengan Alex Lalandos, (Kiama: Tanggal 18 Juni 2018).

53

17

Mandulu’u Tonna secara umum ditingkat Kabupaten yang dilaksanakan oleh Dewan Adat Kabupaten Kepulauan Talaud, kemudian dalam teknis pelaksanaannya oleh Para tokoh adat Se-Kabupaten Kepulauan Talaud yang merupakan utusan dari masing-masing kampung yang ada di Wilayah Talaud dari Tinonda sampai Napombalu. Sebelum acara puncak dilaksanakan prosesi tersebut dimusyawarakan terlebih dahulu oleh para pentua-pentua Adat dan utusan gereja setempat.

Dalam musyawarah Adat tersebut dilakukan pembagian tugas untuk berperan dalam acara tersebut (Suirene Suwaide), sekaligus dilaksanakan gladi. Hal ini dilakukan sehari sebelum acara puncak dilaksanakan. Kemudian besok hari sebelum jam pelaksanaan kegiatan Ritual Adat Mandulu’u Tonna tersebut oleh Pentua-pentua Adat dan utusan gereja melaksanakan Ritual Khusus yaitu Marrunas (melakukan Doa Penyucian) yang dihadiri kurang lebih 250 orang Pentua-pentua Adat se-Talaud. Ritual Mandulu’u Tonna ini setelah dilaksanakan di tingkat Kabupaten, dan ada juga di tingkat Kecamatan di koordinasi oleh Ratumbanua, Kepala Desa dan utusan gereja setempat.

Ritual Mandulu’u Tonna sudah dilaksanakan oleh para leluhur sebelum injil masuk di Kepulauan Talaud, terkhususnya di jemaat Imanuel Kiama sejak para leluhur tinggal disuatu tempat pemukiman menjadi satu komunitas masyarakat sekitar 1200 SM.54 Menurut wakil ketua jemaat Imanuel Kiama alasan praktis para leluhur untuk dibuatnya ritual Mandulu’u Tonna adalah salah satu bentuk keteraturan hidup dalam bersyukur kepada Tuhan sebagai tanggapan atas penyataan Tuhan kepada umat melalui pemeliharaan dan perlindungan melalui segala berkat yang melimpah dengan mempersembahkan hasil bumi sebagai muatan dalam perahu kecil yang terbuat dari kayu “Latolang”.55 Perahu ini oleh tokoh adat didorong, dilepas atau dihanyutkan ke laut sebagai simbol, segala sesuatu yang buruk di tahun yang akan lewat dibuang atau dihanyutkan ke laut agar tidak lagi menimpa warga desa setempat di tahun yang baru. Jika perahu tersebut dibawa arus laut dan terdampar di pantai atau desa tetangga, maka orang yang menemukannya wajib menolak dan menghanyutkannya kembali ke laut, karena dipercaya, kalau tidak dihanyutkan lagi, maka segala malapetaka dan sakit-penyakit yang pernah menimpa masyarakat asal perahu itu, akan berpindah ke tempat di mana perahu itu terdampar.56

54 Wawancara dengan Alex Lalandos, (Kiama: Tanggal 18 Juni 2018).

55 Wawancara dengan Yunus Losoh, (Kiama: Tanggal 21 Juni 2018).

18

Makna ritual Mandulu’u Tonna dalam ibadah kekristenan adalah sebuah ritual ungkapan syukur yang dapat memotivasi jemaat untuk lebih mengembangkan kehidupan yang dilandasi semangat kebersamaan, memupuk persatuan, sehingga tercipta rasa solidaritas sosial dan memotivasi jemaat untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan sesama dengan melakukan perintah-perintah Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang menyebabkan sehingga gereja memasukan ritual tersebut ke dalam liturgi gerejawi. Jemaat Imanuel Kiama sangat memahami dan menghayati akan Ritual Mandulu’u Tonna maka dapat di ambil kesimpulan bahwa ketika ritual adat Mandulu’u Tonna dilaksanakan, umat merasakan penyatuan jiwa adat dan budaya leluhur dalam kehidupan dimasa kini yang terasa begitu kuat dalam masyarakat dan gereja. Ritual Mandulu’u Tonna dengan segala simbol yang terkandung di dalamnya yakni symbol ungkapan syukur sudah menjadi sebuah kebiasaan yang tidak bisa terlepas dari kehidupan umat jemaat Imanuel Kiama. Adapun landasan teologis yang melatar belakanginya ialah kitab 1 Korintus 1:4-9 dimana umat meyakini suatu ucapan syukur adalah hal yang sangat penting bagi umat Tuhan, karena dari bentuk ucapan syukur itulah ada kesadaran umat untuk merespon segala berkat Tuhan sebagai suatu bentuk ketaraturan dalam hidup yang selalu bergantung pada Sang pemberi hidup. Eksistensi Ritual Mandulu’u Tonna sangat berdampak pada kebutuhan gereja yang berada dalam fokus dan konteksnya dimana gereja ada, baik secara personal maupun komunal. Gereja benar-benar dapat menyatu dengan lingkungan sekaligus budaya setempat dan dapat menyatu dengan gereja lain dan dengan adanya ritual Mandulu’u Tonna, di samping itu umat benar-benar merasakan panggilan Tuhan untuk beribadah dan mengucap syukur dalam konteks pelestarian budaya dan juga sebagai sarana pemberitaan Injil.57

Menurut ketua adat masyarakat kepulauan Talaud adapun perlengkapan dan makna dari simbol-simbol yang terkandung dalam upacara ritual Mandulu’u Tonna yakni:

Pertama, Baniang adalah baju adat dari Masyarakat Talaud yang menandakan bahwa kedudukan semua masyarakat adalah sama dan tandanya masyarakat masih mencintai dan menghargai budaya dari daerah asalnya. Baniang warna Emas, Baniang warna kuning, Baniang warna Ungu yang melambangkan kemakmuran dan kesejatraan, untuk penggunaanya Baniang yaitu untuk Kepala Daerah Gubernur dan Bupati menggunakan Baniang berwarna Emas dan untuk pejabat daerah berwarna kream atau warna gading. Sedangkan dewan adat beserta tokoh adat mengenakan baniang berwarna ungu. Dalam

57

19

baju Baniang sendiri ada berbagai asesoris yang di pasang seperti pita dari bagian atas kerak baju hingga sampai di bawah kaki, serta di pergelangan tangan baju.

Kedua, Paporong atau Topi Adat artinya melambangkan bahwa kesejatraan ketentraman Rakyat harus di kedepankan dengan kepemimpinan yang adil dan bijaksana tidak ada perbedaan.

Ketiga, Papehe Atau Paperet Artinya ikat pinggang bagi laki-laki yang menandakan kekuatan dan perlindungan dalam anggota keluarga (bagi yang sudah menikah).

Keempat, Salendang yang digunakan oleh kaum perempuan dan jika kita lihat salendang ada dari kanan kekiri itu berarti bagi wanita yang belum menikah, sedangkan kalau salendang ada di kiri ke kanan maka wanita tersebut sudah menikah.

 Kelima, Payung yang merupakan simbol untuk melindungi, masyarakat dari segala ancama marah bahaya baik di waktu hujan maupun waktu panas dan ia selalu berada paling atas.

 Keenam, Tunas Kelapa atau Janur Kuning yang melambangkann Generasi Muda Talaud yang akan tumbuh dan siap menuntut ilmu dan kemudian hari bermanfaat untuk membangun Talaud. Gambaran ini juga menunjukan bahwa pohon kelapa adalah komoditi andalan Masyarakat Talaud. Pemahaman masyarakat secara keseluruhan mengenai penggunaan warna dalam upacara ritual adat Mandulu’u Tonna yakni; Warna ungu melambangkan simbol kerendahan hati, warna putih melambangkan kesucian hati dan kebersamaan dalam segala tugas dan pekerjaan, warna kuning melambang keagungan, kemurnian dan ketulusan hati, warna tersebut biasanya menghiasi acara-acara ritual keagamaan maupun acara-acara adat di tanah Porodisa, warna biru laut yang menunjukan pada letek Geografis Kabupaten Kepulauan Talaud yang dikelilingi oleh lautan dengan, demikian Talaud merupakan daerah bahari yang kaya akan hasil lautnya dan keindahan lautnya dan dapat memikat wisatawan mancanegara untuk datang di Talaud tanahnya Wo’in Sangiang dan warna merah melambangkan simbol Keberanian Masyarakat.

 Ketujuh, Simbol Perahu melambangkan kehidupan yang tidak selalu tenang, tetapi mengalami arus dan gelombang dan juga sebagai alat penghubung antar pulau karena wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud terdiri atas gugusan pulau-pulau yang bermata

20

pencaharian nelayan. Oleh karena itu, perahu dijadikan sebagai simbol bahtera kehidupan manusia di dunia.

Kedelapan, Sansiotte-Sampate-pate: Semboyan para leluhur orang Talaud yang mengajak warga untuk selalu bekerja bersama-sama berat maupun ringan, su’ire wurru su waidde. 58

Ritual Mandulu’u Tonna59 dan Liturgi Tutup Tahun ( Subba Si’Genggona)

58 Nova Ester Manurat, Antonius Boham, Stefi H. Harilama, Makna Pesan Adat Mandulu’u Tonna sebagai kearifan

lokal masyarakat Sangihe dan Talaud (Studi pada Masyarakat Kecamatan Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud), e-journal “Acta Diurna” Volume IV. No.3. Tahun 2015

59

http://www.detikawanua.com/2018/01/manduruu-tonna-2018-di-tahirkan-pst.html. Di Unduh 17 Juni 2018, Pukul 18.00 Wib.

21

R’unsudu Daroha Mandul’u Tonna Rabu, 31 Desember 2017 1. Panadia:

a. Pentua Adat maammulla

b. Dewan Adat Wurru Panitia mangarappa Sinangiang Ratun Taloda.

2. Sumutta supasalangannu Wanal Palaguannu Manara.

a. Tamboretengkelan, Sarohoannu adatta b. Sarohoannu bara’a

c. Sarohoannu sallaingnga

3. a. Maparanganna Suwanala.(Awodaalla rumarisika)

 Tingittu mapansaona wurru lapidu mapaianna suadera Odessa …………

b. Awodaalla mangantari Lembungngu rintulu LEMBUNGU RINTULU Lembungu rintulu wanua lilungkang

Porodisa ilelare

Maninta’ damene, talaaransange Taloda mana’naungan’na Imberang wala asegone

Arie walaa siare Porodisa mansunaungan Taroda mansu enduman. c. Tengkellu Nanaungan.

d. Awodalla umaianna. Baa’a lai puang manggorrongan ipasutta (Awodaallaru marisikka) dingannu saraing bara’a, lenso 4. Tingittu sasambiolo bisara’n sasaroho Lai

Tahianammu tuda tala’a pandu

5. Taingngu Du’lange wilattu medane, mamanta lurange

6. Tingi rarunassa bisara saoretta wuru Mandapappatta

7. Pilassu Rangkatta Tondo saalannu mamanua sutonna waku

8. Bisara papan sunge oleh : ………

9. Tita Wurru Arioman sarriu oleh : Rohaniawan 10. Awodaalla Mangantari : Dalo sumawu Ruata 11. Tingitta arara, tantiro, bisala sasasa larungkaditta

oleh : Mal’ambe Sinangiang Ratun Taroda Araranane Sri Wahyuni Maria Manalip. SE 12. a. Arimannu Andeang oleh :

b. Bisara Mama’a Wa’a’a mangasang puam manggorongan ilang Timade, mama,a, mangessa ilang marambe Sinangiang Ratun Taroda.

c. Mapaatu Andeang 13. Mallappu Manahipunna oleh : 14. Pariama oleh Panitia

15. Daroha Nudusse 60

Liturgi Syukur Tutup Tahun Ritual Mandulu’u Tonna

60

Wawancara dengan Sekertaris Gereja Edi Darenso, (Kiama: 20 Juni 2018).

Rabu, 31 Desember 2017 1. Persiapan:

a. Pentua Adat berkumpul di bangsal.

b. Pimpinan Dewan Adat dan Panitia menjemput Bupati ditempat kediaman Mal’ambe Ratun Taroda.

2. Masuk gerbang halaman Bangsal Acara a. Tambor dibunyikan.

b. Dijemput dengan adat Tari Perang c. Dijemput dengan adat Tari Lenso 3. a. Dalam bangsal hadirin berdiri

Dijemput secara adat oleh Pentua Adat Membawa naik panggung dan

mempersilahkan duduk dikursi kehormatan.

b. Semua menyanyi Lembungngu Rintulu (lagu himne Talaud)

LEMBUNGU RINTULU Lembungu rintulu wanua lilungkang

Porodisa ilelare

Maninta’ damene, talaaransange Taloda mana’naungan’na Imberang wala asegone

Arie walaa siare Porodisa mansunaungan Taroda mansu enduman. c. Mal’ambe Ratun Taroda memukul gong

nanuangan tanda dimulai acara ritual. Hadirin duduk.

d. Simbol adat masuk diusung Pentua adat diiringi penari bara’a dan penari Lenso

4. Kata-kata jemputan dan Uraian maksud oleh Pentua Adat

5. Simbol perjalanan kehidupan di Tahun Baru diturunkan. Tateng Koran dibunyikan, semua tepuk tangan

6. Pengakuan dosa dan Penyucian serta doa dasar dan kekuatan untuk memperoleh berkat 7. Pilassu rangkatta tondo saalannu mamanua

sutonna waku

8. Permohonan Berkat oleh : ………

9. Firman dan Doa Syafaat oleh : Rohaniawan 10. Hadirin Menyanyi : Dalo sumawu Ruata 11. a. Sambutan Bupati Kepulauan Talaud Ibu Bupati

Sri Wahyuni Maria Manalip. SE 12. a.Doa Jamuan kasih oleh :

b. Kata-kata pemotongan simbol persatuan dan kesejahteraan oleh pentua Adat dan pemotongan oleh Marambe Ratu Taroda c. makan bersama

13. Pengakuan dosa yang terjadi dalam kegiatan dan menerima berkat.

14. Ucapan terimakasih oleh Panitia 15. Selesai

22

4. Peran Ritual Mandulu’u Tonna dalam Ibadah Kekristenan

4.1 Peran Ritual Mandulu’u Tonna sebagai sarana penggerak iman Jemaat Imanuel Kiama.

Menurut Catherine Bell, dalam bukunya Ritual Theory, Ritual Practice, menjelaskan ritual sebagai strategi dan ekspresi dari ide-ide yang dituangkan dalam tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang dan merupakan cara bertindak yang dibedakan dari cara bertindak lainnya dalam kehidupan sehari-hari.61 Strategi atau cara bertindak tersebut tidak muncul dengan sendirinya, namun merupakan konstruksi manusia ketika berhadapan dengan berbagai situasi. Oleh karena itu, ritual Mandulu’u Tonna terlihat sebagai sebuah aktivitas yang unik dan berbeda dari aktivitas ritual lainnya, dimana ritual tersebut dilakukan pada tanggal 31 Desember sebagai ritual ungkapan syukur kepada Tuhan. Hal unik lainya yakni, ritual Mandulu’u Tonna merupakan sebuah ritual dimana peran adat dan gereja dipersatukan membentuk sebuah harmonisasi dalam melaksanakan ritual tersebut.62

4.2 Tiga Fungsi Utama Ritual Mandulu’u Tonna dalam Kekristenan:

Pertama, Ritual Mandulu’u Tonna sebagai sebuah bentuk “Pengakuan”. Pengakuan: artinya mengakui bahwa Tuhan yang telah menyertai perjalanan hidup sepanjang tahun yang telah berlalu. Masyarakat asli Talaud meyakini akan penyertaan Tuhan dalam kehidupan umat selama se-Tahun yang telah berlalu.63 Salah satu bentuk pengakuan yang dilakukan oleh umat yakni kesiapsediaan iman dan ketaatan64 untuk berkumpul bersama dalam suatu komunitas Kristen dan adat untuk beribadah dalam hal ini melakukan pemujaan kepada yang transenden. Menurut Hoon kata kunci dalam ibadah Kristen adalah “Penyataan dan Tanggapan” hal ini merupakan suatu hubungan timbal balik: Allah mengambil inisiatif dalam mencari umat melalui Yesus Kristus, dan kita menjawabnya melalui Yesus Kristus, dan kita menjawabnya melalui Yesus Kristus, dengan menggunakan emosi, kata-kata dan bermacam-macam perubahan.65 Makna ritual Mandulu’u Tonna sangat sarat dengan makna teologi, dalam hal ini ada pengakuan

61 Catherine Bell, Ritual Theory, Ritual Practice (New York: Oxford University Press, 2009),19.

62

Wawancara dengan Adolf Richter Awaeh, SH, MH, (Kiama: Tanggal 18 Juni 2018).

63

Wawancara dengan Pdt. A. Sulung M.Teol (Kiama: Tanggal 24 Juni 2018).

64 E.Martasudjita, Pr “Sakramen-Sakramen Gereja” Tinjauan Teologis, Liturgis dan Pastoral,(Yogyakarta: Kanisius,2003), 102-104.

23

akan kuasa dan kasih Tuhan yang telah menyertai perjalanan hidup umat jemaat Imanuel Kiama sepanjang tahun yang telah berlalu.

Kedua, Ritual Mandulu’u Tonna sebagai sebuah ungkapan “Syukur”. Ungkapan syukur merupakan sebuah bentuk tanggapan umat sebagai respon penyataan Allah yang telah memelihara umat di tahun yang telah berlalu dan mengaruniakan tahun yang baru,66 untuk itu umat dapat mengaplikasinya dengan berbagai macam tindakan yang tidak dibatasi pada tindakan sembahyang atau doa saja akan tetapi semua perbuatan sebagai bentuk pengabdian kepada Allah.67

Contohnya, Paulus mengatakan bahwa persembahan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah merupakan ibadah orang Kristen yang sejati (Rm 12;1) dan surat Paulus kepada jemaat Korintus menyatakan bahwa, umat meyakini suatu ucapan syukur adalah hal yang sangat penting bagi umat Tuhan, karena dari bentuk ucapan syukur itulah ada kesadaran umat untuk merespon segala berkat Tuhan sebagai suatu bentuk ketaraturan dalam hidup yang selalu bergantung pada Sang pemberi hidup (1 Korintus 1:4-9).

Ketiga, Ritual Mandulu’u Tonna sebagai sebuah “Harapan”. Dalam ritual Mandulu’u Tonna setelah umat melakukan penyembahan dan puji-pujian serta syukur kepada Tuhan yang telah mengaruniakan tahun baru kepada seluruh umat manusia terkhusnya jemaat Imanuel Kiama, di samping itu ada doa-doa yang terungkapkan sebagai bentuk harapan/iman kepada Tuhan ditahun yang baru. Harapan: semoga ditahun yang baru kasih dan penyertaan Tuhan selalu menyertai umat (pribadi, keluarga, jemaat, dan masyarakat secara umum).68

4.3 Peran Ritual Mandulu’u Tonna sebagai penghubung Kekristenan dan adat Talaud di Jemaat Imanuel Kiama

Menurut Rapparport dalam bukunya Ecology, Meaning and Religion menjelaskan bahwa ritual berperan mengatur hubungan masyarakat dengan lingkungan. Ritual yang dilakukan oleh manusia merupakan cara untuk mempertahankan keseimbangan masyarakat dengan lingkungan, beradaptasi dengan lingkungan dan juga mengatur hubungan sosial politik dalam masyarakat.69 Ritual mengacu pada tindakan yang dilakukan oleh manusia yang meliputi perilaku keagamaan

Dokumen terkait