• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ritual Tutup Tahun Mandulu u Tonna. di Jemaat Imanuel Kiama, GERMITA - Kepulauan Talaud. Oleh: Giovani Sasae TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ritual Tutup Tahun Mandulu u Tonna. di Jemaat Imanuel Kiama, GERMITA - Kepulauan Talaud. Oleh: Giovani Sasae TUGAS AKHIR"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

i

Ritual Tutup Tahun Mandulu’u Tonna

di Jemaat Imanuel Kiama, GERMITA - Kepulauan Talaud.

Oleh: Giovani Sasae

712013034

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si.Teol)

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)

iv

(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Tugas akhir ini merupakan bagian akhir dari sebagian tugas dalam sebuah proses perjalanan studi di Program Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Penulis sangat bersyukur dan bersukacita atas pencapaian yang telah ditempuh oleh penulis. Penulis menyadari bahwa semua ini bukan karena kehebatan dan kemampuan diri sendiri, melainkan karena cinta kasih Tuhan Yesus Kristus yang selalu mengaruaniakan hikmat akal budi serta kesehatan dan kekuatan yang membuat penulis tiba pada akhir sebuah perjuangan. Penulis merasakan betapa indahnya dan berharganya dapat mengalami serta menikmati cinta kasih Tuhan Yesus. Kasih Tuhan Yesus inilah yang memperkuat daya juang penulis sehingga harapan telah menjadi kenyataan. Oleh karena itu, yang pertama dan terutama penulis panjatkan ucapan syukur dan pujian kepada Tuhan Yesus Kristus sumber Pengharapan, sumber Kekuatan dan sumber Cinta kasih.

Tentu ada banyak pihak yang telah membantu penulis dalam studi ini, tetapi dengan ruang yang terbatas, hanya sebagian yang penulis dapat sebutkan. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih kepada Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga atas segala fasilitasnya yang telah memungkinkan penulis menambah wawasan, pengalaman dan keilmuan dalam bidang Program Studi Teologi. Penulis berterimakasih kepada Pdt. Izak Lattu, Ph.D dan Pdt. Dr. Rama Tulus Pilakoannu selaku pembimbing Tugas Akhir yang senantiasa memberikan nasihat, saran, dan kritikan yang membuat tulisan penulis menjadi lebih baik pada saat-saat bimbingan. Penulis berterimakasih kepada seluruh Dosen, Pegawai dan Staff Tata Usaha Fakultas Teologi UKSW terkhusnya Ibu Tri Budiyati yang telah memberikan dorongan dan bantuan kepada penulis dalam menambah dan menimbah sebanyak mungkin ilmu yang berguna bagi tugas dan pelayanan di tengah-tengah gereja dan masyarakat kedepannya.

Penulis sangat berterimakasih kepada sebagai Dosen wali, Mariska Lauterboom sekaligus menjadi orang tua atau seorang kakak yang senantiasa memberi teladan hidup yang berguna, yang selalu memperhatikan penulis selama berada di Fakultas Teologi UKSW Salatiga. Demikian juga penulis sampaikan terima kasih kepada keluarga besar angkatan 2013 Fakultas Teologi UKSW Salatiga sebagai anggota keluarga penulis untuk saling berbagi dalam suka dan duka. Terima kasih kepada seluruh warga jemaat Imanuel Kiama yang sudah menerima serta

(7)

vii

membantu dalam melaksanakan penyusunan tugas akhir. Terima kasih kepada keluarga besar Pdt. A. Sulung M.Teol, Sekertaris Gereja Bapak Edi Darenso, Bapak Yunus Losoh, Bapak Adolf Richter Awaeh, SH, MH, Bapak Alex Lalandos yang sudah membantu penulis dalam proses penelitian/pengambilan data agar penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dan atas dukungan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Salatiga. Terima kasih kepada Deysi, Asina, Nada, Prety, Novanti, Jendry, Kristian, Orlandi, Mujita, Ivo, Estrela, Ela, Libna, Yoli, Nina, Lindri, Yosefina, yang telah menjadi sahabat dan keluarga di kota Salatiga selama penulis studi di UKSW, bahkan selalu setia memberikan dorongan semangat untuk menyelesaikan studi, suka dan duka kita selalu jalani secara bersama-sama penuh rasa syukur. Terima kasih kepada keluarga besar Rukun Maabuat dan KRT 16 jemaat Ebenhaezer Melonguane, keluarga besar Bapak Rumewo-Gagola, Keluarga besar Gagola-Waloni, Keluarga besar Ibu Yeni Ulaen, Keluarga besar Ibu Neni, keluarga besar Yeye, Novita, Mami. Keluarga besar Pangandaheng dan Keluarga besar Sasae, dan Kurnia Dagang Maggi yang selalu setia mendukung dalam doa serta membantu penulis selama studi di UKSW Salatiga.

Yang terakhir terima kasih kepada keluarga saya Papa Merdison Sasae, S.IP,MM, Ibu Pdt. Dorkas Pangandaheng, S.Th dan Adik tercinta Ramon Bawuno, yang selalu mendukung dalam doa. Tiada kata yang terindah maupun tindakan untuk dapat membalas segala pengorbanan kalian. Walaupun kalian disebutkan di akhir kata pengantar ini, tetapi sesungguhnya kalian adalah yang paling utama dan pertama dalam kehidupan saya, selama studi di UKSW Salatiga, Tanpa kalian semua, maka sia-sia semua perjuangan ini. Oleh karena itu, untuk semua pengorbanan Papa, Mama, kakak dan adik, Giovani persembahkan Artikel ini sebagai hadiah atas yang telah kalian berikan.

(8)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………..….. i

LEMBAR PENGESAHAN ……… ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ………..….…. iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ……….. iv

PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI ……… v

KATA PENGANTAR ……… vi DAFTAR ISI ……… ix MOTTO ………... xi ABSTRAK ……….. xii 1. Pendahuluan ... ………... 1 1.1 Latar Belakang ……….... 1

1.2 Rumusan Masalah, dan Manfaat ……….………. 2

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat………. 2

1.4 Metode Penelitian ……… 2

1.5 Sistematika Penulisan……….. 3

2. Kajian Teoritis Ritual dalam Ibadah Kristen ………... 4

2.1 Fungsi Ritual………... 4

2.2 Fungsi Ritual dalam Kehidupan Manusia………….……….. 6

2.3 Fungsi Ibadah ………. 9

3. Sejarah Gereja Imanuel Kiama dan Proses Ritual Mandullu’u Tonna ... 14

(9)

ix

3.2 Proses Ritual Mandullu’u Tonna………..………….. 16 4. Peran Ritual Mandulu’u Tonna dalam Ibadah Kekristenan ……..……. 22

4.1 Peran Ritual Mandulu’u Tonna sebagai sarana penggerak iman Jemaat Imanuel Kiama.………. 22 4.2 Tiga Fungsi Utama Ritual Mandulu’u Tonna dalam Kekristenan.. 22 4.3 Peran Ritual Mandulu’u Tonna sebagai penghubung Kekristenan dan adat Talaud di Jemaat Imanuel Kiama……….. 23 4.4 Ritual Mandulu’u Tonna sebagai sarana Pemberitaan Injil………. 25 5. Kesimpulan ………. 26 Daftar Pustaka ……… 28

(10)

x

MOTTo

“Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah

semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!.”

2 Tawarikh 15:7

“KESUKSESAN HIDUP, JANGANLAH MEMBUAT KITA

MELUPAKAN TUHAN, TETAPI SEBALIKNYA MEMBUAT KITA

(11)

xi

ABSTRAK

Ritual Mandullu’u Tonna adalah salah satu budaya tradisional bangsa Indonesia yang tetap terpelihara, dibina dan di kembangkan oleh masyarakat Kepulauan Talaud hingga dewasa ini. Ritual Mandullu’u Tonna merupakan ritual ungkapan syukur kepada Tuhan sebagai wujud pemeliharaan dan penyertaanNya dalam kehidupan masyarakat dimana ritual tersebut seringkali dilakukan secara rutinitas oleh jemaat Imanuel Kiama di akhir tahun setiap tanggal 31 Desember. Artikel ini bertujuan untuk melihat apa makna ritual Mandullu’u Tonna dan alasan tertentu yang membuat Jemaat Imanuel Kiama dan masyarakat adat setempat masih mempertahankan ritual Mandullu’u Tonna tersebut sebagai ritual dalam ibadah kristen di era modernisasi sekarang ini. Untuk memperoleh hasil yang maksimal peneliti menggunakan metode kualitatif dan teknik pengumpulan data menggunakan pengamatan langsung dan wawancara secara mendalam. Artikel ini berkesimpulan bahwa ritual Mandullu’u Tonna merupakan sarana penggerak iman Kristen dan media pemberitaan injil.

(12)

1

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Ritual merupakan bagian dari kebudayaan yang bersifat esensial dalam kehidupan manusia karena berkaitan dengan aktivitas atau tindakan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari yang sarat dengan makna. Menurut Cathrine Bell dalam bukunya Ritual Theory, Ritual Practice, ritual merupakan praktik yang mengacu pada sebuah strategi atau cara bertindak yang dibedakan dari cara bertindak lainya dalam kehidupan sehari-hari. Ritual digambarkan sebagai tindakan yang dilakukan berulang-ulang, kebiasaaan dan merupakan ekspresi dari ide-ide yang dituangkan dalam tindakan.1 Ritual merupakan sebuah strategi tentang cara bertindak dalam situasi sosial khusus yang tidak terlepas dari konteks atau lingkunganya.2 Oleh karena itu, ritual yang dilakukan oleh manusia merupakan cara untuk mempertahankan keseimbangan masyarakat dengan lingkungan, beradaptasi dengan lingkungan dan juga mengatur hubungan sosial politik dalam masyarakat.3 Dari definisi tersebut, jelaslah bahwa (sistem) kepercayaan atau agama kekeristenan merupakan bagian dari ritual kebudayaan.

Ritual memiliki bentuk-bentuk yang sangat beragam dan seringkali dihubungkan dengan upacara keagamaan,4 dalam hal ini ritual Mandulu’u Tonna yang merupakan Ritual masyarakat adat Talaud yang dilaksanakan setiap mengakhiri tahun, dimana masyarakat adat berkumpul bersama-sama memohon dan bersyukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa (Henggona atau Rerro) yang sudah memelihara umat selama satu tahun yang akan dilewati dan menyertai, melindungi seluruh negeri yang diam di dalamnya untuk diberikan kesejahteraan, kedamaian, keselamatan di tahun baru yang akan dijalani. Dalam acara Ritual Adat ini juga mempersembahkan syukur kepada Tuhan atas segala berkat yang telah dirasakan selama satu tahun yang telah dilalui oleh anak negeri dalam berbagai tugas dan tanggungjawab yang diemban baik oleh pemimpin negeri maupun masyarakat pada umumnya.

Pada umumnya masyarakat Melonguane meyakini Ritual Mandullu’u Tonna berfungsi suatu ucapan syukur yang mengandung banyak nilai-nilai luhur yang di wariskan oleh para

1 Cathrine Bell, Ritual Theory, Ritual Practice(New York: Oxford University, 2009), 19. 2

Bell, Ritual Theory…. 74.

3 Roy A. Rappaport, Ecology, Meaning and Religion (California: North Atlantic Books, 1979), 41.

4 Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo

(13)

2

leluhur, seperti nilai etika, moral, patriotik dan religius5 dan juga sebagai sarana yang menjembatani hubungan relasi6 antara Gereja dan Adat, hal ini dapat dibuktikan dengan pembagian tugas secara musyawarah yang bertujuan untuk menetapkan tugas gereja dan tugas adat yang akan dipersatukan dalam berjalanya ritual Mandullu’u Tonna.7 Hal ini berarti gereja tidak serta merta menerima atau menolak budaya, akan tetapi gereja harus mampu melestarikan budaya serta dan mengkritisinya. Oleh karena itu, gereja harus dapat membangun sebuah teologi lokal yang lahir dari pemahaman yang baik mengenai teologi Kristen dan konsep tentang budaya dimana gereja hadir dan berkarya.8

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti adalah apa makna ritual Mandullu’u Tonna bagi hubungan gereja dan adat di Melonguane Kepulauan Talaud ? dan bagaimana masyarakat memahami hubungan gereja dan adat dalam ritual tutup tahun Mandullu’u Tonna?.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari artikel ini ialah mendeskripsikan hubungan gereja dan adat dalam ritual Mandullu’u Tonna sebagai simbol tutup Tahun dan memberikan pemahaman bagi warga gereja Imanuel Kiama mengenai tradisi Ritual Mandullu’u Tonna sebagai sarana penghubung antara gereja dan adat dan juga memberi penghargaan dan penghormatan bagi masyarakat Talaud di sebuah daerah, yang walaupun ditengah perkembangan zaman tetap mempertahankan eksistensi tradisi tersebut sebagai salah satu bentuk dari sosialisasi budaya dalam setingan gereja yang ada di Indonesia.

1.4 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif dan jenis penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini akan dideskripsikan “Tinjauan sosio-Teologis Terhadap Konsep pemahaman Ritual Mandulu’u Tonna sebagai simbol tutup tahun bagi warga gereja Imanuel Kiama”. Penulis menggunakan metode kualitatif untuk dapat mengetahui dan memahami apa yang terjadi di lapangan. Melalui Metode deskriptif ini, peneliti dapat mengungkapkan masalah

5Nova Ester Manurat, Antonius Boham dan Stefi H. Harilama, Makna Pesan Adat Mandulu’u Tonna sebagai kearifan lokal masyarakat Sangihe dan Talaud (Studi pada Masyarakat Kecamatan Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud), e-journal “Acta Diurna” Volume IV. No.3. Tahun 2015

6

Jannes Alexander Uhi, Filsafat Kebudayaan,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2016) 108.

7 Wawancara dengan Bpk. Adolf Richter Awaeh, SH, MH, (Kiama: Tanggal 18 Juni 2018).

8 Izak Lattu, Kekristenan Poliponik: Mendialogkan Teologi dan Budaya Lokal, “Thelogia IV, no.1 (Agustus 2009)

(14)

3

atau keadaan yang sebenarnya dari objek yang diselidiki dan bertujuan untuk mendeskripiskan atau menjelaskan sesuatu hal seperti adanya, sehingga memberi gambaran yang jelas tentang situasi-situasi dilapangan apa adanya.9 Untuk itu penelitian ini lebih mengutamakan penghayatan serta berusaha memahami dan menafsirkan makna dari suatu peristiwa interaksi dan tingkah laku manusia dalam siatuasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri sehingga hal ini mengharuskan peneliti terjun langsung ke lapangan secara aktif.10

In-depth Interview (wawancara mendalam tidak terstruktur) yaitu tahap wawancara yang dilakukan secara langsung dan terbuka serta mendalam antara peneliti dan informan serta untuk mendapatkan keterangan yang mendalam guna memperlengkapi data-data terhadap obyek yang diteliti.11 Teknik wawancara dilakukan dengan tujuan memperoleh informasi melalui tanya jawab lisan antara satu orang atau lebih.12 Dan juga studi kepustakaan dimana pengumpulan data-data diperoleh dari kepustakaan baik buku-buku, jurnal-jurnal, ataupun bahan-bahan tertulis yang dapat membantu dalam penelitian dan untuk menyusun landasan teoritis yang akan menjadi tolak ukur dalam menganalisa data penelitian lapangan guna menjawab pertanyaan pada rumusan masalah penelitian.

Proses penelitian ini, peneliti akan mewawancarai majelis jemaat Imanuel Kiama, aktifis gereja, dan tokoh-tokoh adat di desa Kiama, Kepulauan Talaud.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab, yakni: Bagian I merupakan pendahuluan yang didalamnya dijelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian. Bagian II merupakan Landasan teori yang ada tentang ritual dalam ibadah kekeristenan/gereja jemaat Imanuel Kiama - Talaud. Bagian III merupakan membahas hasil penelitian, sejarah singkat jemaat Imanuel Kiama beserta gambaran umum lokasi penelitian dan pemahaman jemaat mengenai Mandullu’u Tonna itu sendiri. Bagian IV merupakan Analisa penelitian. Bagian V penutup meliputi kesimpulanya, berupa hasil temuan yang diperoleh dari pembahasan analisa serta kontribusi dan rekomendasi untuk penelitian ke depan.

9

H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University, 1990), 131. 10 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar , Metodologi Penelitan Sosial, (Jakarta : Bumi Aksara,2008),78. 11 Hariwijaya, & P.B. Triton, Teknik Penulisan Skripsi dan Tesis (Yogyakarta :Oryza,Febuari 2007), 64.

(15)

4 2. Kajian Teoritis Ritual dalam Ibadah Kristen. 2.1Fungsi Ritual

Menurut Catherine Bell, dalam bukunya Ritual Theory, Ritual Practice, menjelaskan ritual sebagai strategi dan ekspresi dari ide-ide yang dituangkan dalam tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang dan merupakan cara bertindak yang dibedakan dari cara bertindak lainnya dalam kehidupan sehari-hari.13 Strategi atau cara bertindak tersebut tidak muncul dengan sendirinya, namun merupakan konstruksi manusia ketika berhadapan dengan berbagai situasi. Oleh karena itu, ritual terlihat sebagai sebuah aktivitas yang unik dan berbeda dari aktivitas lainnya.

Ritual merupakan sebuah strategi mengenai cara bertindak dalam situasi sosial, secara khusus yang disebut dengan istilah ritualisasi.14 Ritualisasi merupakan strategi atau praktik yang berbeda dengan praktik-praktik lainnya dalam setiap tindakan budaya. Selain itu, ritualisasi juga dapat membedakan kegiatan-kegiatan yang bersifat sakral dan profan dengan tindakan-tindakan lainnya dalam kehidupan masyarakat.15 Bell menggambarkan bahwa strategi ritualisasi berakar pada bangunan sosial yaitu konteks atau lingkungannya. Konteks atau lingkungan merupakan bangunan kehidupan ritual. Menurutnya, bangunan sosial yaitu konteks atau lingkungan berkaitan erat dengan pengalaman kosmologi masyarakat, sehingga ritual memiliki peran dan fungsi dalam membangun tubuh atau bangunan sosial masyarakat.16

Konteks ritual bervariasi, misalnya konteks adat atau tradisi, konteks sosial, konteks historis dan konteks ruang dan waktu. Bangunan ritual bersifat dinamis, karena mengalami perubahan seiring dengan perubahan konteks. Hal ini berarti, ritual bersifat dinamis dari waktu ke waktu dan mengalami perubahan jika konteksnya berubah. Ritual berfungsi sebagai alat yang efektif untuk menjembatani tradisi dan perubahan, yaitu sebagai media untuk mendukung perubahan yang terjadi dalam masyarakat, melestarikan tradisi atau budaya, memperkuat keutuhan komunitas dan membangun identitas suatu komunitas atau masyarakat.17

Menurut Bell, ritual sebagai praktik yang mengacu pada cara atau strategi bertindak dan berkaitan juga dengan dimensi-dimensi sosial dan sejarah. Hal ini mengacu pada tradisi-tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun dari generasi sebelumnya. Tradisi-tradisi ritual

13 Catherine Bell, Ritual Theory, Ritual Practice (New York: Oxford University Press, 2009),19. 14

Bell, Ritual Theory, Ritual Practice….,90. 15 Bell, Ritual Theory, Ritual Practice…., 90-91. 16 Bell, Ritual Theory, Ritual Practice…., 98

(16)

5

dalam suatu masyarakat berbeda satu sama lain dan menjadi ciri khas. Ritual dapat berfungsi untuk mengintegrasikan tradisi-tradisi di dalam masyarakat. Ritual merupakan salah satu cara yang efektif untuk bertindak di dalam kebudayaan tertentu.18

Senada dengan Bell, Roy Rapparport dalam bukunya Ecology, Meaning and Religion menjelaskan bahwa ritual berperan mengatur hubungan masyarakat dengan lingkungan. Ritual yang dilakukan oleh manusia merupakan cara untuk mempertahankan keseimbangan masyarakat dengan lingkungan, beradaptasi dengan lingkungan dan juga mengatur hubungan sosial politik dalam masyarakat.19 Ritual mengacu pada tindakan yang dilakukan oleh manusia yang meliputi perilaku keagamaan dan juga berbagai kegiatan sosial, politik yang terjadi dalam kehidupan manusia. Hal ini menandakan bahwa tindakan ritual tidak hanya bersifat religius, namun juga bersifat sosial yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.20 Menurut Rappaport, ritual merupakan media yang digunakan untuk mengungkapkan dan mengekspresikan berbagai macam hal, namun memiliki makna dalam tindakan ritual yang dilakukan tersebut. Selain itu, tindakan ritual dapat berfungsi sebagai media untuk melestarikan kehidupan sosial budaya manusia.21

Ritual sebagai praktik yang dikonstruksi secara sosial oleh masyarakat memiliki fungsi sebagai mekanisme kontrol sosial di tengah perubahan konteks atau lingkungan. Oleh karena itu, ritual merupakan wahana untuk membangun identitas dalam menghadapi konteks dan perubahan sosial dalam masyarakat.22

Aktivitas dalam ritual memiliki karakteristik yang membuatnya berbeda dengan aktivitas-aktivitas lainnya, yakni:23 Pertama, aktivitas ritual bersifat formal. Hal ini terlihat dalam ekspresi, bahasa, gerak, perilaku yang terkait dengan hirarki sosial. Selain itu, ciri ritual yang bersifat formal dapat memperkuat status quo dan identitas sosial masyarakat. Kedua, ritual bersifat tradisional. Hal ini berkaitan dengan memori kolektif, yakni tradisi atau budaya yang telah diwariskan turun-temurun dan dilakukan berulang-ulang. Bentuk tradisional terlihat dalam penggunaan kostum, bahasa yang berfungsi mempertahankan identitas dan otoritas masyarakat tradisional. Ketiga, kualitas dari ritual tersebut bervariasi. Keempat, ritual sangat

18

Bell, Ritual Theory, Ritual Practice…., 118-119.

19 Roy A. Rappaport, Ecology, Meaning and Religion (California: North Atlantic Books, 1979), 41.

20 Roy A. Rappaport, Ritual and Religion in the Making of Humanity (United Kingdom: Cambridge University

Press, 1999), 24.

21 Rappaport, Ritual and Religion….,30-31 22 Bell, Ritual Theory, Ritual Practice…., 221-222. 23 Bell, Ritual-Perpectives and Dimensions….,138-139.

(17)

6

menekankan aturan, tradisi dan hal yang bersifat tabu, termasuk juga cara berpakaian, bahasa dan gerak. Hal ini nampak ketika terjadi kekacauan atau penyimpangan terhadap aturan. Kelima, ritual menekankan simbol-simbol sakral. Hal ini nampak dalam simbol yang berkaitan dengan aspek kolektif dan identitas masyarakat, misalnya mengekspresikan nilai dan sikap terhadap benda yang dianggap sakral. Simbol-simbol tersebut dapat mengacu pada tempat, bangunan dan manusia. Keenam, pertunjukan atau performance, yang bersifat dramatis dan merupakan tindakan simbolis yang dilakukan secara sadar di depan umum. Hal ini dilakukan untuk mengkomunikasikan pesan berupa gambar visual, suara, gerak untuk meyakinkan orang lain, sehingga mereka dapat menerima kebenaran aktivitas tersebut melalui simbol-simbol sakral.

Ada berbagai cara bertindak dan berbagai situasi yang mendorong manusia melakukan ritual. Selain itu, budaya yang berbeda-beda berdampak juga pada cara setiap orang melakukan ritual. Menurut Bell, ritual berkaitan dengan konsensus bersama dan merupakan respon manusia dalam menafsir dunianya, sehingga ritual melampaui waktu, pengaruh dan makna. Ritual merupakan gerak sosial yang paling mendasar dalam mengkonstruksi realitas.24 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal, karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi yang nampak dalam berbagai budaya dan masyarakat.25 Dengan demikian tindakan ritual yang dilakukan oleh suatu komunitas memiliki makna tersendiri dan berkaitan dengan persoalan identitas.

2.2 Fungsi Ritual dalam Kehidupan Manusia

Ritual merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam tata upacara atau perayaan keagamaan misalnya upacara Mandulu’u Tonna masyarakat Talaud. Menurut Emile Durkheim, ritus merupakan aturan tentang perilaku yang menentukan bagaimana manusia harus mengatur hubungan dirinya dengan yang sacral dimana istilah Sakral (The Sacred) merupakan pengalaman kemasyarakatan dan menjadi lambang kebersatuan transenden yang dimanifestasikan dalam simbol-simbol masyarakat. Sakral berarti sesuatu yang tinggi, agung, berkuasa, dihormati dan dalam kondisi profan ia tidak tersentuh atau terjamah. Istilah Sakral berasal dari ritual-ritual keagamaan yang mengubah nilai-nilai moral menjadi

24 Bell, Ritual-Perpectives and Dimensions….,169. 25 Bell, Ritual-Perpectives and Dimensions….,254.

(18)

7

simbol-simbol religius yang di manifestasikan menjadi sesuatu yang nyata.26 Yang sakral diciptakan melalui ritual-ritual yang mengubah kekuatan moral masyarakat ke dalam simbol- simbol agamis yang mengikat para individu dan kelompok. Simbol merupakan sesuatu atau tanda yang diakui berdasarkan persetujuan bersama yang dinilai memiliki makna terhadap yang disimbolkan. Oleh karena itu, ritual merupakan sarana yang digunakan oleh manusia dalam membangun relasi dengan hakekat tertinggi.27

Dalam kehidupan manusia, ritual dapat mempengaruhi dan membentuk perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, ritual menurut Victor Turner dalam bukunya The Ritual Process, Structure and Antistructure berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat dalam rangka membangun tatanan sosial. Ada beberapa peranan ritual dalam kehidupan masyarakat, yakni: dapat digunakan untuk menghilangkan konflik, menyelesaikan perpecahan, membangun keutuhan dalam masyarakat, menyatukan prinsip yang berbeda-beda dan menjadi sumber motivasi serta kekuatan baru dalam kehidupan masyarakat.28 Dengan demikian, ritual dapat menjadi sarana pemersatu dalam menguatkan ikatan kekerabatan dan kebersamaan dalam suatu masyarakat.

Ada beberapa kategori ritual yang dilakukan oleh manusia, yaitu:29 Pertama, ritual peralihan atau diebut juga siklus hidup. Ritual ini nampak dalam upacara kelahiran, kematian, pernikahan dan juga upacara yang menandai masa transisi memasuki tahap kehidupan yang baru. Kedua, ritual kalendrikal dan peringatan. Hal ini nampak dalam ritual yang dilakukan setiap tahun, misalnya ritual dalam hal bercocok tanam, yaitu: saat menanam padi yang ditandai dengan memberikan persembahan kepada leluhur, perayaan panen, peristiwa-peristiwa sejarah, ritual makan bersama dan lain-lain. Ketiga, ritual pertukaran dan kerukunan. Salah satu contoh ritual ini nampak dalam kegiatan keagamaan, misalnya berkumpul bersama untuk memberikan korban persembahan kepada Allah dengan harapan akan memperoleh berkat. Keempat, ritual yang berhubungan dengan kesusahan atau penderitaan. Hal ini nampak dalam ritual permohonan untuk memperoleh kesehatan, keselamatan, perlindungan dan memperbaiki kesalahan. Kelima, ritual perayaan. Hal ini nampak dalam berbagai perayaan-perayaan,

26 George Ritzer, Teori Sosiologi (Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern),

diterjemahkan oleh: Saut Pasaribu, Rh. Widada, Eka Adinugraha (University of Maryland), 168.

27

Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 176.

28 Viktor Turner, The Ritual Process, Structure and Antistructure (New York: Cornell University Press. 1969),

92-93.

(19)

8

festival-festival dan juga puasa. Keenam, ritual politis. Hal ini nampak dalam ritual untuk membangun dan mempromosikan kekuatan politik, misalnya raja, negara, dan kepentingan politik lainnya.

Berdasarkan gambaran di atas, ada beberapa kategori nilai dalam ritual yang dilakukan oleh manusia, yaitu: 30 Nilai Ketuhanan berhubungan dengan nilai-nilai religius, yang pada umumnya bersifat suci atau kudus. Nilai ketuhanan dapat diukur dengan memperhatikan fakta religiusitas masyarakat. Menurut Van Peursen fakta memperoleh maknanya dalam percakapan yang bersifat intersubjektif. Artinya, fakta hanya dapat terlihat jelas dalam konteks masyarakat atau kebudayaan khusus, yakni kebudayaan masyarakat. Fakta tidak dapat dipisahkan dari jenis bahasa yang mengacu kepada fakta tersebut, sehingga fakta hanya dapat terlihat dalam keragaman dan nuansa penggunaan bahasa, yakni pada perilaku manusia. Nilai ketuhanan, dalam perspektif adat dan agama dalam masyarakat, merupakan faktor yang paling fundamental dan mutlak. Artinya, nilai ketuhanan menjadi faktor yang kuat dalam pembentukan karakter dan aktivitas masyarakat.

Nilai Spiritual merupakan nilai yang memiliki korelasi kesadaran akan adanya hubungan manusia dengan seluruh ciptaan Tuhan pada alam semesta. Nilai spiritual dalam hal ini mengandung kesadaran yang lebih tinggi, sekaligus mendasari dan mewarnai seluruh hubungan antarsemua ciptaan di alam semesta. Artinya, bagi masyarakat adat hubungan-hubungan ini menjadi prioritas dalam seluruh perilaku hidup. Menjaga keutuhan alam semesta, memelihara keharmonisan hidup dengan sesama manusia dan menjunjung tinggi Sang Pencipta merupakan faktor yang utama dan penting.

Nilai Kemanusiaan merupakan prinsip dan tolak ukur yang dapat dikembangkan melalui kebenaran akan pengetahuan tentang budaya masyarakat yang secara umum lahir dari suatu kebudayaan yang realistis. Kebudayaan yang realistis dan empiris adalah karya manusia untuk humanisme. Seluruh kebudayaan yang diciptakan oleh manusia, pada kenyataannya ditujukan untuk keberlangsungan kehidupan manusia dan alam secara umum. Artinya, seluruh manusia menyadari akan aspek kemanusiaan. Oleh karena itu, seluruh kebudayaan masyarakat yang berwujud pada agama, adat, dan bahasa tidak pernah mengabaikan aspek kemanusiaan.

Nilai Sosialitas Masyarakat merupakan cerminan jati diri seseorang atau kelompok. Nilai tersebut muncul dan berkembang sejalan dengan perkembangan diri atau kelompok

30

(20)

9

tertentu, sehingga untuk mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam suatu budaya masyarkat perlu melihat hakikat dari budaya itu sendiri. Hakikat dari suatu kebudayaan masyarakat atau aspek ontologi budaya masyarakat diperlukan dalam rangka menggali nilai sosialitas yang terkandung pada esensinya suatu kenyataan, yakni masyarakat. Tujuannya, mengungkapkan kandungan nilai pada budaya masyarakat. Dalam masyarakat Talaud mewujudkan relasi antara manusia dengan manusia dan relasi tersebut terjalin dalam suatu kesadaran yang tinggi tentang arti persaudaraan dan kekeluargaan. Relasi tersebut ditempatkan pada suatu pengakuan diri tentang manusia sebagai makhluk sosial. Relasi ini yang menjadi pokok utama dan penting bagi masyarakat untuk mempertahankan eksistensinya melalui berbagai aktivitas adat, agama, budaya, ekonomi, dan sosial.

Menurut Durkheim, agama adalah sesuatu yang amat bersifat sosial. Dia menegaskan, walaupun sebagai orang seorang individu setiap kita memang memiliki pilihan-pilihan dalam hidup ini, namun pilihan tersebut tetap berada dalam kerangka sosial.31

2.3 Fungsi Ibadah

Kata ibadat berasal dari bahasa Arab (ibadat-un), yang berarti: pengabdian kepada Tuhan. Kata aslinya dalam bahasa Arab dan agama Islam, kata ibadat mau mengungkapkan tindakan atau perbuatan manusia yang menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Kata ibadat mengandung makna pertama: tindakan manusia yang menyatakan bakti atau pengabdian kepada Allah dan kedua: ibadat mencakup segala macam tindakan, yang tidak dibatasi pada tindakan sembahyang atau doa saja tetapi semua perbuatan yang dimaksudkan untuk mengabdi Allah32 contohnya, Paulus mengatakan bahwa persembahan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah merupakan ibadah orang Kristen yang sejati (Rm 12:1). Surat Yakobus memahami ibadah yang murni dan tak bercacat bagi Allah dalam tindakan “mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia“ (Yak 1:27).

31

Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion,(Yogyakarta:IRCiSoD,2001) 164.

32

(21)

10

Artinya dalam tradisi Kristiani pengertian ibadah, bukan hanya dibatasi pada masalah sembahyang atau doa saja, tetapi segala tindakan yang dipersembahkan kepada Allah, yang wujud konkretnya bisa berupa tindakan cinta kasih kepada sesama kita. Intinya melakukan kebaikan kepada sesama kita merupakan ibadah murni kapada Allah. Ritual dalam bentuk ibadah kristiani dipercaya sebagai sarana penghayatan manusia kepada Allah. Ibadah adalah kata yang umum dan inklusif bagi berbagai peristiwa ritual-ritual keagamaan yang menegaskan kehidupan ketika gereja menyelenggarakan pertemuan bersama guna mengekspresikan iman mereka melalui liturgi dalam puji-pujian, mendengarkan firman Allah, dan merespon kasih Allah dengan berbagai karunia dari kehidupan mereka.33

Menurut Paul W. Hoon kata kunci tentang ibadah Kristen tampaknya adalah “penyataan” dan “tanggapan”. Ditengah keduanya adalah Yesus Kristus yang, menyingkapkan Allah kepada kita dan melalui siapa kita membuat tanggapan kita. Ini adalah suatu hubungan timbal balik: Allah mengambil inisiatif dalam mencari kita melalui Yesus Kristus dan kita menjawabnya melalui Yesus Kristus, dengan menggunakan emosi, kata-kata dan bermacam-macam perubahan.34 Jenis ibadah umum (Common Worship) merupakan ibadah yang dipersembahkan jemaat yang berkumpul bersama, persekutuan Kristen. Makna penting dari pertemuan atau kedatangan untuk berkumpul itu sangat ditekankan. Kita biasanya memperlakukan tindakan berkumpul itu sebagai hanya kewajiban mekanis, tetapi sebenarnya hal itu justru merupakan bagian penting ibadah umum. Kita berkumpul bersama untuk melakukan pemujaan kepada yang transenden (Tuhan) dan menjumpai sesama kita.35

Menurut Benard Cooke dan Gary Macy dalam bukunya Christian Symbol and Ritual: An Introduction, menggambarkan bahwa ritual merupakan bagian yang sangat penting atau sentral di dalam kehidupan manusia. Istilah ritual mengacu pada kebiasaan atau tindakan yang dilakukan berulang-ulang, bersifat simbolis, dan dilakukan dalam komunitas. Ritual mempunyai fungsi khusus dalam kehidupan bersama sebuah komunitas, contohnya komunitas Kristiani. Ritual ini bersifat pragmatis, praktis dan fungsional dalam kehidupan manusia, serta dapat memperkaya hidup manusia dan membentuk identitas. Menurut Cooke dan Macy, ritual tidak hanya berkaitan dengan upacara-upacara keagamaan atau berkaitan dengan penggunaan simbol benda-benda dalam upacara tertentu, tetapi juga ritual merupakan tindakan atau praktik

33 David R. Ray, Gereja yang Hidup, 9. 34 James F White, Pengantar Ibadah Kristen, 7. 35 Ibid.,17.

(22)

11

hidup sehari-hari yang dilakukan oleh manusia. Seluruh aktivitas atau tindakan yang dilakukan oleh manusia merupakan ritual yang membuat kehidupan manusia menjadi lebih bermakna.36

Sebagai seorang individu yang hidup dalam budaya tertentu tentu saja memiliki ritual di dalam komunitas di mana ia berada. Menurut Cooke dan Macy, setiap individu atau komunitas memiliki cara pandang dan penghayatan tersendiri terhadap sifat dan fungsi ritual yang diyakini dan dilakukan.37 Ritual yang dilakukan di dalam suatu komunitas atau budaya tidak hanya sekedar merayakan nilai dan makna dari budaya tersebut, tetapi ritual bertujuan untuk melestarikan, menciptakan dan melegitimasikan budaya tersebut. Dalam proses legitimasi kekuasaan dalam komunitas atau masyarakat diperlukan adanya negosiasi dalam masyarakat, sehingga ritual berfungsi untuk memperkuat atau mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat.38

Ada beberapa contoh ritual yang digambarkan oleh Cooke dan Macy yang merupakan bagian yang sangat esensial di dalam kehidupan manusia, yakni:39 Pertama, ritual kelahiran. Setiap komunitas atau masyarakat memiliki ritual kelahiran misalnya, upacara-upacara untuk penyambutan kelahiran bayi ke dalam masyarakat, inisiasi peran bagi orang tua di dalam masyarakat dan juga untuk menandai transisi dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Ritual yang dilakukan tersebut merupakan wahana masyarakat untuk memaknai kehidupan mereka.

Kedua, ritual untuk struktur kekuasaan.40 Dalam kehidupan bermasyarakat, daya atau kekuatan dari simbol dan ritual sangat berperan penting dalam memelihara dan mempertahankan struktur kekuasaan atau kepemipinan yang ada dalam suatu masyarakat. Simbol-simbol dan upacara ritual menjadi bagian yang sangat esensial dalam memperkuat atau memelihara struktur kekuasaan dari suatu masyarakat. Hal ini pun terjadi di dalam kehidupan bergereja, yang terlihat dari berbagai simbol dan upacara ritual yang di miliki gereja yang berfungsi untuk melestarikan atau mempertahankan struktur kekuasaan dalam kepemimpinan gereja. Salah satu contoh ialah, upacara-upacara ritual peneguhan bagi para pemimpin gereja untuk mengesahkan kuasa kepemimpinan mereka di dalam gereja yang diterima oleh umat.

36 Benard Cooke & Gary Macy, Christian Symbol and Ritual: An Introduction (New York: Oxford University

Press, 2005), 3-5.

37

Cooke & Macy, Christian Symbol…., 20. 38 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 21-22. 39 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 28. 40 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 30.

(23)

12

Ritual tersebut menjadi tanda bahwa para pemimpin gereja tersebut masuk ke dalam sebuah peran baru yakni tanggungjawab kepemimpinan untuk melayani.

Ketiga, ritual persahabatan dan perkawinan.41 Dalam ritual ini, manusia merayakan hubungan baru antar individu yakni, terjadinya penggabungan dua keluarga yang dinegosiasikan, disaksikan dan diterima oleh komunitas besar yaitu masyarakat. Dalam ritual ini, dua individu berkomitmen untuk hidup bertanggung jawab dalam iman.

Keempat, ritual perjamuan. Ritual ini berfungsi untuk memperkuat dan melestarikan struktur yang ada dalam suatu komunitas atau masyarakat dengan cara menikmati hidangan bersama-sama. Sebagian masyarakat mengadakan perjamuan bersama komunitasnya untuk mengenang orang-orang yang sudah meninggal.

Kelima, ritual dalam keadaan kritis dan kematian.42 Dalam ritual ini, doa-doa dinaikkan untuk keselamatan mereka yang dalam kondisi kritis atau menjelang ajal dan tetap setia kepada Allah walaupun berada dalam penderitan dan ketakutan. Ritual kematian menggambarkan dukungan dari masyarakat untuk menghibur keluarga yang berduka dan mengenang keberadaan mereka yang sudah meninggal. Ritual dan simbol seputar kematian menggambarkan bahwa kematian memiliki makna dalam kehidupan manusia.

Keenam, ritual penyembuhan.43 Ritual ini merupakan bentuk dukungan bagi orang-orang yang sakit bahwa mereka masih menjadi bagian anggota masyarakat dan dapat mengandalkan dukungan dari masyarakat untuk menolong mereka menghadapi situasi yang dialami. Dalam kehidupan masyarakat. Ritual penyembuhan tidak hanya berkaitan dengan orang sakit secara fisik, tetapi juga berkaitan dengan hubungan dalam masyarakat itu sendiri. Misalnya, ritual perdamaian bagi orang yang melakukan pelanggaran, anggota masyarakat yang bermusuhan dan pemulihan hubungan antar suku atau komunitas jika terjadi pertikaian.

Umat Kristiani juga mengalami hal yang sama seperti gambaran ritual di atas, namun, dalam Kekristenan ritual tidak hanya mengacu pada praktik-praktik upacara keagamaan, tetapi juga mengacu pada seluruh aktivitas umat. Penggunaan simbol dan ritual dalam praktik atau upacara keagamaan nampak dalam sakramen, ritual penthabisan, ritual peneguhan, ibadah-ibadah dan lain-lain. Dalam praktik kehidupan sehari-hari, umat diarahkan untuk hidup dalam penghayatan akan pengorbanan Yesus Kristus. Pengorbanan Yesus membuat umat bertumbuh

41 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 28-29. 42 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 31. 43 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 32-33.

(24)

13

dalam iman serta dimampukan untuk menjadi komunitas yang menghadirkan keadilan dan perdamaian. Oleh karena itu, ritual dalam Kekristenan tidak hanya sekedar mengenang peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus melalui upacara-upacara keagamaan, melainkan nilai-nilai pengorbanan Kristus harus terwujud dalam tingkah laku sehari-hari untuk mewartakan karya Yesus di dalam dunia.44 Salah satunya ritual Mandulu’u Tonna yang merupakan Ritual masyarakat adat Talaud yang dilaksanakan setiap mengakhiri tahun, dimana masyarakat adat berkumpul bersama-sama memohon dan bersyukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa (Henggona atau Rerro) yang sudah memelihara umat selama satu tahun yang akan dilewati dan menyertai, melindungi seluruh negeri yang diam di dalamnya untuk diberikan kesejahteraan, kedamaian, keselamatan di tahun baru yang akan dijalani.

Menurut Durkheim, Fungsi ritual dalam keagamaan yang jauh lebih penting untuk memberikan kesempatan bagi setiap anggota masyarakat untuk memperbaharui komitmen mereka kepada komunitas dan mengingatkan bahwa dalam keadaan apapun, diri mereka akan selalu bergantung kepada masyarakat, sebagaimana masyarakat juga bergantung kepada keberadaan mereka.45 Dalam hal ini, komunitas kristiani berfungsi sebagai tubuh Kristus yang ditugaskan untuk menjadi saksi dan menghadirkan kasih Yesus melalui praktik hidup sehari-hari.46

Menurut Cooke dan Macy, menggambarkan lima unsur ritual, yakni:47 Pertama, hermeneutik atas pengalaman. Ritual mengarahkan umat untuk memahami berbagai pengalaman hidup. Kedua, kematangan. Ritual Kristen membantu umat untuk mengalami pertumbuhan rohani. Ketiga, kehadiran. Umat Kristiani meyakini bahwa Kristus yang bangkit tetap menyertai umat untuk mewartakan kabar keselamatan. Keempat, pelayanan. Keselamatan yang sudah diperoleh melalui pengorbanan Kristus mengarahkan umat untuk melayani satu sama lain. Kelima, persahabatan atau persaudaraan. Semua ritual Kristen membawa umat untuk hidup bersama satu sama lain sebagai saudara dan saling melengkapi.

Kelima unsur tersebut memiliki beberapa fungsi, yaitu: menghadirkan rahmat Allah, menjadi sarana bagi umat Kristiani menghayati kehidupannya agar dapat menafsirkan pengalaman hidup sebagai umat Kristiani, proses pertumbuhan rohani, mengalami kehadiran

44

Cooke & Macy, Christian Symbol…., 41-43. 45 Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, 159. 46 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 45. 47 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 52-53.

(25)

14

Kristus, dan mengarahkan orang Kristen untuk hidup melayani dan membangun persekutuan. Oleh karena itu, Cooke dan Macy menggambarkan bahwa kehidupan umat Kristiani merupakan sebuah ritual. Dalam hal ini, ritual yang dilakukan tidak sekedar rutinitas dan upacara keagamaan yang sekedar dilakukan berulang-ulang, tetapi merupakan bagian hidup yang sangat penting dari komunitas Kristiani maupun komunitas lainnya agar kehidupan menjadi lebih bermakna. 48

3. Sejarah Gereja Imanuel Kiama dan Proses Ritual Mandullu’u Tonna 3.1Sejarah Gereja Imanuel Kiama

Kabupaten Kepulauan Talaud adalah salah satu wilayah administrasi yang berada di Provinsi Sulawesi Utara yang memiliki karakteristik sebagai Kabupaten Kepulauan, Perbatasan, Tertinggal/Terisolasi, dan Daerah Rawan Bencana, dengan Ibukota Melonguane. Kabupaten Talaud merupakan bagian integral dari propinsi Sulawesi Utara, beribu kota di Melonguane yang berjarak sekitar 271 mil laut dari ibu kota Propinsi Sulawesi Utara yaitu Manado. Adapun batas-batasnya adalah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Republik Filipina (Mindanau), Sebelah Timur berbatasan dengan laut Pasifik, Sebelah Selatan bersebelahan dengan Kabupaten Kepulauan Sangihe, dan sebelahan barat berbatasan dengan laut Sulawesi.49

Menurut Pdt Dansi Tumuatja. Desa Kiama (Jemaat Imanuel Kiama) adalah salah satu kampung yang terletak di pinggir kota Melonguane Kab. Talaud dengan jalur lintas yang cukup strategis melalui perbatasan kota menuju kecamatan Pulutan. Injil Kerajaan Allah tidak hanya diberitakan dan tersebar dibelahan bumi barat, tetapi injil juga memasuki dunia belahan utara, termasuk wilayah kepulauan Indonesia secara umum dan khususnya memasuki Wilayah Bumi Porodisa pada 1 Oktober 1859, yang dibawah oleh para Zendeling yakni : Art. C. Van Essen, Pieter Gunther, Wilhem Ricther dan Carl. C. E. Tauffman dengan misi mereka mengadakan perdagangan dan penyebaran agama. Sejarah membuktikan bahwa perjalanan Injil Yesus Kristus di Pulau-pulau Talaud (Bumi Porodisa), awalnya mengalami tantangan yang luar biasa dari penduduk yang terkenal (sesuai dengan penuturan di buku Zending). Hal ini di sadari bahwa untuk mengubah sebuah peradaban, tidak semudah membalikkan telapak tangan, sebab penduduk sudah sangat melekat dengan norma-norma adat yang berlaku sudah ratusan tahun,

48 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 53. 49

(26)

15

meskipun norma-norma adat itupun sudah mengandung nilai-nilai religius. Contohnya, dalam acara-acara ritual, sudah ada ungkapan penyembahan kepada Tuhan, “Massubba Rerro su pusungannu Langi” Mamantung Duata su alimboimbinawa” (mempersembahkan pujian syukur ke hadapan Tuhan yang Maha tinggi), bahkan dalam nasehat-nasehat perkawinan adat, ada ungkapan “Mabbia paasrrewo su Rerro, mamanua passuba Ruata, Malembung arie ata’u, mamanua arie sindore Roso su parrengka langi pia I yupung Gharraho” (Hidup dalam kerendahan hati baik terhadap sesama teristimewa di hadapan Tuhan dan hidup jangan mudah putus asa karena ada Tuhan di atas ketinggian Surgga).50

Kedatangan ke-4 orang Zendeling ini mulanya tidak mendapat sambutan baik dari penduduk atau masyarakat Talaud, tetapi Kuasa Roh Kudus Allah tetap menggerakan hati beberapa orang pemimpin saat itu. Sehingga pada tanggal 15 Desember 1859 datanglah seorang Raja dari salibabu, yakni Raja Bineadda memintakkan agar ke-4 orang utusan Allah tinggal di Salibabu. Tidak lama tinggal di Salibabu, datanglah beberapa orang Raja dari luar Salibabu memohon agar utusan Allah itu ada yang bersedia untuk tinggal di wilayahnya. Baru beberapa saat utusan Allah ini menaburkan benih-benih Injil di wilayah masing-masing, badaipun mengamuk dengan dasyat. Awal tahun 1860, penduduk Talaud di serang wabah penyakit cacar yang menelan banyak korban jiwa, sehingga terjadi jeritan dan tangisan yang tidak terelakkan. Meskipun ditengah himpitan hidup yang mewarnai hampir keseluruhan penduduk di Pulau-pulau Talaud mengalami wabah penyakit cacar. Satu hal di luar dugaan manusia di saat serba kritis dan mewarnai kesedihan akibat penyakit cacar, Allah sang penolong menyatakan mujizat-Nya melalui seorang yang ada di kampung Kiama yang diberi karunia khusus untuk penyembuhan penyakit cacar dengan ramuan tradisional menggunakan daun pohon Lamamurran. Dengan melihat penderitaan penduduk yang sangat memilukan utusan Allah ini cepat meresponi dengan serius. Hingga di satu saat timbullah niat untuk menyebrang ke Kiama dengan maksud untuk melihat dan menyaksikan ramuan tradisional yang dapat menyembuhkan penyakit cacar tersebut. Hari berganti hari berkat dan Kasih setia Tuhan badaipun berlalu dan akhir tahun 1860, wabah penyakit cacar yang sangat mencemaskan itu telah teratasi.

Pada Tahun 1928 jemaat dipimpin kembali oleh seorang yang ditunjuk oleh pengurus Zendeling, sampai dengan tahun 1931. Setelah itu pada tahun 1931-1942 jemaat dipimpin oleh seorang Lelare, tahun 1942-1955 jemaat dipimpin oleh seorang pendeta. Pada tahun 1956-1976,

50

(27)

16

jemaat dipimpin oleh guru jemaat ataupun penolong injil sampai tahun 1981. Pada tahun 1982 mulai ada jabatan periode selama 5 tahun dalam jabatan Ketua baik oleh Penatua, Pendeta sampai sekarang. Dari serangkaian perjalanan Jemaat Imanuel Kiama, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak tantangan yang telah dihadapi, baik gejolak yang ada dalam pelayanan maupun dari luar, namun berkat dari Kuasa Roh Kudus di dalam Yesus Kristus kepala Gereja dan yang empunya pelayanan ini, jemaat Imanuel Kiama tetap eksis dalam tugas panggilan dan buah karya pelayanannya sampai saat ini di usia yang ke-153 tahun.51

3.2Proses Ritual Mandullu’u Tonna

Pengertian Mandulu’u Tonna itu sendiri adalah “Mandulu’u yaitu “Lanttu” menolak atau meninggalkan”, Sedangkan “Tonna”adalah “Tahun”. Mandulu’u Tonna dalam tradisi leluhur masyarakat Talaud, acara tutup tahun ini diwujudkan dengan upacara di tepi pantai dengan menolak, mendorong atau melepaskan sebuah perahu kecil yang terbuat dari kayu “latolang” (sejenis kayu yang tumbuh lurus tinggi tak bercabang) dengan muatan tertentu (hasil bumi). Perahu ini oleh tokoh adat didorong, dilepas atau dihanyutkan ke laut sebagai simbol, segala sesuatu yang buruk di tahun yang akan lewat dibuang atau dihanyutkan ke laut agar tidak lagi menimpa warga desa setempat di tahun yang baru. Jika perahu tersebut dibawa arus laut dan terdampar di pantai atau desa tetangga, maka orang yang menemukannya wajib menolak dan menghanyutkannya kembali ke laut, karena dipercaya, kalau tidak dihanyutkan lagi, maka segala malapetaka dan sakit-penyakit yang pernah menimpa masyarakat asal perahu itu, akan berpindah ke tempat di mana perahu itu terdampar.52

Dalam upacara adat ini terdiri atas beberapa tahapan, yaitu Pertama, Manginsomaca raho (menjemput tamu), Kedua Maparangaca waih mapa’ianna Raho su’ losso (mempersilakan tamu duduk di bangsal). Ketiga Mangapidu tamo/Ba’aa, (penyerahan dan pemotongan ketupat dan kepala babi atau tamo). Keempat Subba si’Genggona (Ibadah bersama), Kelima Malappu’u medane (penutup). Keenam Manondo Raho (mengantar tamu).53

Ritual Mandulu’u Tonna bagi masyarakat hukum adat Talaud dilaksanakan secara rutinitas di akhir tahun setiap tanggal 31 Desember. Dalam pelaksanaan acara ritual adat

51

Pdt. Dansi Tumuatja. Dokumen Aset Gereja : Kilas Balik Perjalanan pelayanan jemaat Imanuel Kiama Tahun 1860-2013.

52

Wawancara dengan Alex Lalandos, (Kiama: Tanggal 18 Juni 2018).

53

(28)

17

Mandulu’u Tonna secara umum ditingkat Kabupaten yang dilaksanakan oleh Dewan Adat Kabupaten Kepulauan Talaud, kemudian dalam teknis pelaksanaannya oleh Para tokoh adat Se-Kabupaten Kepulauan Talaud yang merupakan utusan dari masing-masing kampung yang ada di Wilayah Talaud dari Tinonda sampai Napombalu. Sebelum acara puncak dilaksanakan prosesi tersebut dimusyawarakan terlebih dahulu oleh para pentua-pentua Adat dan utusan gereja setempat.

Dalam musyawarah Adat tersebut dilakukan pembagian tugas untuk berperan dalam acara tersebut (Suirene Suwaide), sekaligus dilaksanakan gladi. Hal ini dilakukan sehari sebelum acara puncak dilaksanakan. Kemudian besok hari sebelum jam pelaksanaan kegiatan Ritual Adat Mandulu’u Tonna tersebut oleh Pentua-pentua Adat dan utusan gereja melaksanakan Ritual Khusus yaitu Marrunas (melakukan Doa Penyucian) yang dihadiri kurang lebih 250 orang Pentua-pentua Adat se-Talaud. Ritual Mandulu’u Tonna ini setelah dilaksanakan di tingkat Kabupaten, dan ada juga di tingkat Kecamatan di koordinasi oleh Ratumbanua, Kepala Desa dan utusan gereja setempat.

Ritual Mandulu’u Tonna sudah dilaksanakan oleh para leluhur sebelum injil masuk di Kepulauan Talaud, terkhususnya di jemaat Imanuel Kiama sejak para leluhur tinggal disuatu tempat pemukiman menjadi satu komunitas masyarakat sekitar 1200 SM.54 Menurut wakil ketua jemaat Imanuel Kiama alasan praktis para leluhur untuk dibuatnya ritual Mandulu’u Tonna adalah salah satu bentuk keteraturan hidup dalam bersyukur kepada Tuhan sebagai tanggapan atas penyataan Tuhan kepada umat melalui pemeliharaan dan perlindungan melalui segala berkat yang melimpah dengan mempersembahkan hasil bumi sebagai muatan dalam perahu kecil yang terbuat dari kayu “Latolang”.55 Perahu ini oleh tokoh adat didorong, dilepas atau dihanyutkan ke laut sebagai simbol, segala sesuatu yang buruk di tahun yang akan lewat dibuang atau dihanyutkan ke laut agar tidak lagi menimpa warga desa setempat di tahun yang baru. Jika perahu tersebut dibawa arus laut dan terdampar di pantai atau desa tetangga, maka orang yang menemukannya wajib menolak dan menghanyutkannya kembali ke laut, karena dipercaya, kalau tidak dihanyutkan lagi, maka segala malapetaka dan sakit-penyakit yang pernah menimpa masyarakat asal perahu itu, akan berpindah ke tempat di mana perahu itu terdampar.56

54Wawancara dengan Alex Lalandos, (Kiama: Tanggal 18 Juni 2018). 55 Wawancara dengan Yunus Losoh, (Kiama: Tanggal 21 Juni 2018). 56 Wawancara dengan Alex Lalandos, (Kiama: Tanggal 18 Juni 2018).

(29)

18

Makna ritual Mandulu’u Tonna dalam ibadah kekristenan adalah sebuah ritual ungkapan syukur yang dapat memotivasi jemaat untuk lebih mengembangkan kehidupan yang dilandasi semangat kebersamaan, memupuk persatuan, sehingga tercipta rasa solidaritas sosial dan memotivasi jemaat untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan sesama dengan melakukan perintah-perintah Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang menyebabkan sehingga gereja memasukan ritual tersebut ke dalam liturgi gerejawi. Jemaat Imanuel Kiama sangat memahami dan menghayati akan Ritual Mandulu’u Tonna maka dapat di ambil kesimpulan bahwa ketika ritual adat Mandulu’u Tonna dilaksanakan, umat merasakan penyatuan jiwa adat dan budaya leluhur dalam kehidupan dimasa kini yang terasa begitu kuat dalam masyarakat dan gereja. Ritual Mandulu’u Tonna dengan segala simbol yang terkandung di dalamnya yakni symbol ungkapan syukur sudah menjadi sebuah kebiasaan yang tidak bisa terlepas dari kehidupan umat jemaat Imanuel Kiama. Adapun landasan teologis yang melatar belakanginya ialah kitab 1 Korintus 1:4-9 dimana umat meyakini suatu ucapan syukur adalah hal yang sangat penting bagi umat Tuhan, karena dari bentuk ucapan syukur itulah ada kesadaran umat untuk merespon segala berkat Tuhan sebagai suatu bentuk ketaraturan dalam hidup yang selalu bergantung pada Sang pemberi hidup. Eksistensi Ritual Mandulu’u Tonna sangat berdampak pada kebutuhan gereja yang berada dalam fokus dan konteksnya dimana gereja ada, baik secara personal maupun komunal. Gereja benar-benar dapat menyatu dengan lingkungan sekaligus budaya setempat dan dapat menyatu dengan gereja lain dan dengan adanya ritual Mandulu’u Tonna, di samping itu umat benar-benar merasakan panggilan Tuhan untuk beribadah dan mengucap syukur dalam konteks pelestarian budaya dan juga sebagai sarana pemberitaan Injil.57

Menurut ketua adat masyarakat kepulauan Talaud adapun perlengkapan dan makna dari simbol-simbol yang terkandung dalam upacara ritual Mandulu’u Tonna yakni:

Pertama, Baniang adalah baju adat dari Masyarakat Talaud yang menandakan bahwa kedudukan semua masyarakat adalah sama dan tandanya masyarakat masih mencintai dan menghargai budaya dari daerah asalnya. Baniang warna Emas, Baniang warna kuning, Baniang warna Ungu yang melambangkan kemakmuran dan kesejatraan, untuk penggunaanya Baniang yaitu untuk Kepala Daerah Gubernur dan Bupati menggunakan Baniang berwarna Emas dan untuk pejabat daerah berwarna kream atau warna gading. Sedangkan dewan adat beserta tokoh adat mengenakan baniang berwarna ungu. Dalam

57

(30)

19

baju Baniang sendiri ada berbagai asesoris yang di pasang seperti pita dari bagian atas kerak baju hingga sampai di bawah kaki, serta di pergelangan tangan baju.

Kedua, Paporong atau Topi Adat artinya melambangkan bahwa kesejatraan ketentraman Rakyat harus di kedepankan dengan kepemimpinan yang adil dan bijaksana tidak ada perbedaan.

Ketiga, Papehe Atau Paperet Artinya ikat pinggang bagi laki-laki yang menandakan kekuatan dan perlindungan dalam anggota keluarga (bagi yang sudah menikah).

Keempat, Salendang yang digunakan oleh kaum perempuan dan jika kita lihat salendang ada dari kanan kekiri itu berarti bagi wanita yang belum menikah, sedangkan kalau salendang ada di kiri ke kanan maka wanita tersebut sudah menikah.

 Kelima, Payung yang merupakan simbol untuk melindungi, masyarakat dari segala ancama marah bahaya baik di waktu hujan maupun waktu panas dan ia selalu berada paling atas.

 Keenam, Tunas Kelapa atau Janur Kuning yang melambangkann Generasi Muda Talaud yang akan tumbuh dan siap menuntut ilmu dan kemudian hari bermanfaat untuk membangun Talaud. Gambaran ini juga menunjukan bahwa pohon kelapa adalah komoditi andalan Masyarakat Talaud. Pemahaman masyarakat secara keseluruhan mengenai penggunaan warna dalam upacara ritual adat Mandulu’u Tonna yakni; Warna ungu melambangkan simbol kerendahan hati, warna putih melambangkan kesucian hati dan kebersamaan dalam segala tugas dan pekerjaan, warna kuning melambang keagungan, kemurnian dan ketulusan hati, warna tersebut biasanya menghiasi acara-acara ritual keagamaan maupun acara-acara adat di tanah Porodisa, warna biru laut yang menunjukan pada letek Geografis Kabupaten Kepulauan Talaud yang dikelilingi oleh lautan dengan, demikian Talaud merupakan daerah bahari yang kaya akan hasil lautnya dan keindahan lautnya dan dapat memikat wisatawan mancanegara untuk datang di Talaud tanahnya Wo’in Sangiang dan warna merah melambangkan simbol Keberanian Masyarakat.

 Ketujuh, Simbol Perahu melambangkan kehidupan yang tidak selalu tenang, tetapi mengalami arus dan gelombang dan juga sebagai alat penghubung antar pulau karena wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud terdiri atas gugusan pulau-pulau yang bermata

(31)

20

pencaharian nelayan. Oleh karena itu, perahu dijadikan sebagai simbol bahtera kehidupan manusia di dunia.

Kedelapan, Sansiotte-Sampate-pate: Semboyan para leluhur orang Talaud yang mengajak warga untuk selalu bekerja bersama-sama berat maupun ringan, su’ire wurru su waidde. 58

Ritual Mandulu’u Tonna59 dan Liturgi Tutup Tahun ( Subba Si’Genggona)

58 Nova Ester Manurat, Antonius Boham, Stefi H. Harilama, Makna Pesan Adat Mandulu’u Tonna sebagai kearifan lokal masyarakat Sangihe dan Talaud (Studi pada Masyarakat Kecamatan Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud), e-journal “Acta Diurna” Volume IV. No.3. Tahun 2015

59

http://www.detikawanua.com/2018/01/manduruu-tonna-2018-di-tahirkan-pst.html. Di Unduh 17 Juni 2018, Pukul 18.00 Wib.

(32)

21

R’unsudu Daroha Mandul’u Tonna Rabu, 31 Desember 2017 1. Panadia:

a. Pentua Adat maammulla

b. Dewan Adat Wurru Panitia mangarappa Sinangiang Ratun Taloda.

2. Sumutta supasalangannu Wanal Palaguannu Manara.

a. Tamboretengkelan, Sarohoannu adatta b. Sarohoannu bara’a

c. Sarohoannu sallaingnga

3. a. Maparanganna Suwanala.(Awodaalla rumarisika)

 Tingittu mapansaona wurru lapidu mapaianna suadera Odessa …………

b. Awodaalla mangantari Lembungngu rintulu

LEMBUNGU RINTULU

Lembungu rintulu wanua lilungkang Porodisa ilelare

Maninta’ damene, talaaransange Taloda mana’naungan’na Imberang wala asegone

Arie walaa siare Porodisa mansunaungan Taroda mansu enduman. c. Tengkellu Nanaungan.

d. Awodalla umaianna. Baa’a lai puang manggorrongan ipasutta (Awodaallaru marisikka) dingannu saraing bara’a, lenso 4. Tingittu sasambiolo bisara’n sasaroho Lai

Tahianammu tuda tala’a pandu

5. Taingngu Du’lange wilattu medane, mamanta lurange

6. Tingi rarunassa bisara saoretta wuru Mandapappatta

7. Pilassu Rangkatta Tondo saalannu mamanua sutonna waku

8. Bisara papan sunge oleh : ………

9. Tita Wurru Arioman sarriu oleh : Rohaniawan 10. Awodaalla Mangantari : Dalo sumawu Ruata 11. Tingitta arara, tantiro, bisala sasasa larungkaditta

oleh : Mal’ambe Sinangiang Ratun Taroda Araranane Sri Wahyuni Maria Manalip. SE 12. a. Arimannu Andeang oleh :

b. Bisara Mama’a Wa’a’a mangasang puam manggorongan ilang Timade, mama,a, mangessa ilang marambe Sinangiang Ratun Taroda.

c. Mapaatu Andeang 13. Mallappu Manahipunna oleh : 14. Pariama oleh Panitia

15. Daroha Nudusse 60

Liturgi Syukur Tutup Tahun Ritual Mandulu’u Tonna

60

Wawancara dengan Sekertaris Gereja Edi Darenso, (Kiama: 20 Juni 2018).

Rabu, 31 Desember 2017 1. Persiapan:

a. Pentua Adat berkumpul di bangsal.

b. Pimpinan Dewan Adat dan Panitia menjemput Bupati ditempat kediaman Mal’ambe Ratun Taroda.

2. Masuk gerbang halaman Bangsal Acara a. Tambor dibunyikan.

b. Dijemput dengan adat Tari Perang c. Dijemput dengan adat Tari Lenso 3. a. Dalam bangsal hadirin berdiri

 Dijemput secara adat oleh Pentua Adat

 Membawa naik panggung dan mempersilahkan duduk dikursi kehormatan.

b. Semua menyanyi Lembungngu Rintulu (lagu himne Talaud)

LEMBUNGU RINTULU

Lembungu rintulu wanua lilungkang Porodisa ilelare

Maninta’ damene, talaaransange Taloda mana’naungan’na Imberang wala asegone

Arie walaa siare Porodisa mansunaungan Taroda mansu enduman. c. Mal’ambe Ratun Taroda memukul gong

nanuangan tanda dimulai acara ritual. Hadirin duduk.

d. Simbol adat masuk diusung Pentua adat diiringi penari bara’a dan penari Lenso

4. Kata-kata jemputan dan Uraian maksud oleh Pentua Adat

5. Simbol perjalanan kehidupan di Tahun Baru diturunkan. Tateng Koran dibunyikan, semua tepuk tangan

6. Pengakuan dosa dan Penyucian serta doa dasar dan kekuatan untuk memperoleh berkat 7. Pilassu rangkatta tondo saalannu mamanua

sutonna waku

8. Permohonan Berkat oleh : ………

9. Firman dan Doa Syafaat oleh : Rohaniawan 10. Hadirin Menyanyi : Dalo sumawu Ruata 11. a. Sambutan Bupati Kepulauan Talaud Ibu Bupati

Sri Wahyuni Maria Manalip. SE 12. a.Doa Jamuan kasih oleh :

b. Kata-kata pemotongan simbol persatuan dan kesejahteraan oleh pentua Adat dan pemotongan oleh Marambe Ratu Taroda c. makan bersama

13. Pengakuan dosa yang terjadi dalam kegiatan dan menerima berkat.

14. Ucapan terimakasih oleh Panitia 15. Selesai

(33)

22

4. Peran Ritual Mandulu’u Tonna dalam Ibadah Kekristenan

4.1Peran Ritual Mandulu’u Tonna sebagai sarana penggerak iman Jemaat Imanuel Kiama.

Menurut Catherine Bell, dalam bukunya Ritual Theory, Ritual Practice, menjelaskan ritual sebagai strategi dan ekspresi dari ide-ide yang dituangkan dalam tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang dan merupakan cara bertindak yang dibedakan dari cara bertindak lainnya dalam kehidupan sehari-hari.61 Strategi atau cara bertindak tersebut tidak muncul dengan sendirinya, namun merupakan konstruksi manusia ketika berhadapan dengan berbagai situasi. Oleh karena itu, ritual Mandulu’u Tonna terlihat sebagai sebuah aktivitas yang unik dan berbeda dari aktivitas ritual lainnya, dimana ritual tersebut dilakukan pada tanggal 31 Desember sebagai ritual ungkapan syukur kepada Tuhan. Hal unik lainya yakni, ritual Mandulu’u Tonna merupakan sebuah ritual dimana peran adat dan gereja dipersatukan membentuk sebuah harmonisasi dalam melaksanakan ritual tersebut.62

4.2Tiga Fungsi Utama Ritual Mandulu’uTonna dalam Kekristenan:

Pertama, Ritual Mandulu’u Tonna sebagai sebuah bentuk “Pengakuan”. Pengakuan: artinya mengakui bahwa Tuhan yang telah menyertai perjalanan hidup sepanjang tahun yang telah berlalu. Masyarakat asli Talaud meyakini akan penyertaan Tuhan dalam kehidupan umat selama se-Tahun yang telah berlalu.63 Salah satu bentuk pengakuan yang dilakukan oleh umat yakni kesiapsediaan iman dan ketaatan64 untuk berkumpul bersama dalam suatu komunitas Kristen dan adat untuk beribadah dalam hal ini melakukan pemujaan kepada yang transenden. Menurut Hoon kata kunci dalam ibadah Kristen adalah “Penyataan dan Tanggapan” hal ini merupakan suatu hubungan timbal balik: Allah mengambil inisiatif dalam mencari umat melalui Yesus Kristus, dan kita menjawabnya melalui Yesus Kristus, dan kita menjawabnya melalui Yesus Kristus, dengan menggunakan emosi, kata-kata dan bermacam-macam perubahan.65 Makna ritual Mandulu’uTonna sangat sarat dengan makna teologi, dalam hal ini ada pengakuan

61Catherine Bell, Ritual Theory, Ritual Practice (New York: Oxford University Press, 2009),19. 62

Wawancara dengan Adolf Richter Awaeh, SH, MH, (Kiama: Tanggal 18 Juni 2018).

63

Wawancara denganPdt. A. Sulung M.Teol (Kiama: Tanggal 24 Juni 2018).

64E.Martasudjita, Pr “Sakramen-Sakramen Gereja” Tinjauan Teologis, Liturgis dan Pastoral,(Yogyakarta:

Kanisius,2003), 102-104.

(34)

23

akan kuasa dan kasih Tuhan yang telah menyertai perjalanan hidup umat jemaat Imanuel Kiama sepanjang tahun yang telah berlalu.

Kedua, Ritual Mandulu’u Tonna sebagai sebuah ungkapan “Syukur”. Ungkapan syukur merupakan sebuah bentuk tanggapan umat sebagai respon penyataan Allah yang telah memelihara umat di tahun yang telah berlalu dan mengaruniakan tahun yang baru,66 untuk itu umat dapat mengaplikasinya dengan berbagai macam tindakan yang tidak dibatasi pada tindakan sembahyang atau doa saja akan tetapi semua perbuatan sebagai bentuk pengabdian kepada Allah.67

Contohnya, Paulus mengatakan bahwa persembahan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah merupakan ibadah orang Kristen yang sejati (Rm 12;1) dan surat Paulus kepada jemaat Korintus menyatakan bahwa, umat meyakini suatu ucapan syukur adalah hal yang sangat penting bagi umat Tuhan, karena dari bentuk ucapan syukur itulah ada kesadaran umat untuk merespon segala berkat Tuhan sebagai suatu bentuk ketaraturan dalam hidup yang selalu bergantung pada Sang pemberi hidup (1 Korintus 1:4-9).

Ketiga, Ritual Mandulu’u Tonna sebagai sebuah “Harapan”. Dalam ritual Mandulu’u Tonna setelah umat melakukan penyembahan dan puji-pujian serta syukur kepada Tuhan yang telah mengaruniakan tahun baru kepada seluruh umat manusia terkhusnya jemaat Imanuel Kiama, di samping itu ada doa-doa yang terungkapkan sebagai bentuk harapan/iman kepada Tuhan ditahun yang baru. Harapan: semoga ditahun yang baru kasih dan penyertaan Tuhan selalu menyertai umat (pribadi, keluarga, jemaat, dan masyarakat secara umum).68

4.3Peran Ritual Mandulu’u Tonna sebagai penghubung Kekristenan dan adat Talaud di Jemaat Imanuel Kiama

Menurut Rapparport dalam bukunya Ecology, Meaning and Religion menjelaskan bahwa ritual berperan mengatur hubungan masyarakat dengan lingkungan. Ritual yang dilakukan oleh manusia merupakan cara untuk mempertahankan keseimbangan masyarakat dengan lingkungan, beradaptasi dengan lingkungan dan juga mengatur hubungan sosial politik dalam masyarakat.69 Ritual mengacu pada tindakan yang dilakukan oleh manusia yang meliputi perilaku keagamaan

66

Wawancara denganPdt. A. Sulung M.Teol (Kiama: Tanggal 24 Juni 2018).

67

E.Martasudjita, Pr “Sakramen-Sakramen Gereja”,26.

68

Wawancara denganPdt. A. Sulung M.Teol (Kiama: Tanggal 24 Juni 2018).

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, Jama>l juga menyajikan secara singkat pandangan Syah}ru>r terkait konsep risa > lah dan nubuwwah. Menurut Syah}ru>r nubuwwah bersifat

( Callophyluminophyllum ) dengan proses trans-esterifikasi dengan menggunakan microwave , mempelajari daya optimal dalam pembuatan biodiesel, mempelajari jumlah katalis

Begitu pula sebaliknya, Responden atau pada penelitian ini remaja akhir sebagai pengakses cybersex dengan kontrol diri rendah pada penelitian ini sebanyak 3 (4,5%)

korelasi antarvariabel tersebut, terdapat hubungan yang signiiikan antara fear of crime dengan strategi coping pada ketiga kategori responden dalam penelitian ini, yakni

Siswa mengetahui Cara mencatat alat jahit, alat bantu jahit dan alat pendukung yang dibuat.. formatnya, agar dapat diketahui segera

Oosit yang digunakan dalam proses produksi embrio secara in vitro adalah oosit berkualitas baik yaitu oosit grade A dan B yang ditandai dengan jumlah lapisan sel kumulus

In the present study possibly secondary to an age-associated decrease in pineal we tested the hypothesis that the melatonin agonist S- function [4,9,15] An altered rate

Dalam hal tersebut, Perusahaan mempertimbangkan, berdasarkan fakta dan situasi yang tersedia, termasuk namun tidak terbatas pada jangka waktu hubungan dengan pelanggan