• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Guru Sejarah Kebudayaan Islam dalam Membentuk Integritas Diri Peserta Didik di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone

Dalam rangka mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2005, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, diperlukan suatu upaya serius dan

berkesinambungan. Tanpa adanya usaha, maka cita-cita luhur tersebut, mustahil akan terwujud.

Di Madrasah Tsanawiyah Cina, dengan segenap komponen yang dimiliki oleh madrasah, telah menempuh upaya dalam rangka membentuk integritas diri peserta didik, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang. Upaya yang dimaksud, dapat diklasifikasikan dalam dua (2) bagian kegiatan, yaitu; pertama, upaya atau kegiatan yang dilakukan guru melalui jalur pendidikan formal. Kedua, upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh guru melalui jalur non-formal.

a. Upaya atau kegiatan yang dilakukan guru melalui jalur formal

Yang dimaksudkan dalam kegiatan ini adalah, upaya yang dilakukan oleh guru Sejarah Kebudayaan Islam dan didukung oleh Kepala Madrasah, serta tenaga edukasi lainnya, pada saat proses pembelajaran di madrasah. Kegiatan ini meliputi;

upaya meningkatkan kreativitas dan inovasi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam; upaya menambah dan memperluas wawasan pengetahuan tentang sejarah Kebudayaan Islam; upaya memberi contoh dan teladan baik terhadap peserta didik;

upaya mendorong dan memotivasi peserta didik agar mencontoh dan meneladani sifat, sikap, serta perilaku baik para tokoh-tokoh muslim.

1. Upaya Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa, dalam proses pembelajaran, terdapat faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Faktor tersebut adalah faktor tujuan dan bahan pelajaran, faktor peserta didik, faktor lingkungan belajar, faktor alat dan sumber belajar, serta faktor kesiapan guru. Keanekaragaman faktor yang mempengaruhi pembelajaran tersebut,

maka seorang guru (khususnya guru Sejarah Kebudayaan Islam) dituntut untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam pembelajaran.

Kepala Madrasah Tsanawiyah Cina mengungkapkan;

Aktivitas belajar mengajar merupakan sesuatu yang kompleks dan banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Oleh karena itu, sebagai Kepala Madrasah, saya senantiasa mendorong kepada semua guru, termasuk guru Sejarah Kebudayaan Islam, agar meningkatkan kreativitas dan inovasi pembelajarannya, supaya kegiatan pembelajaran yang mereka lakukan dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik.

Pernyataan yang hampir senada dengan Kepala Madrasah, juga dilontarkan oleh Jumardi Ahmad, guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina yang mengatakan;

Secara sadar tanpa instruksi dan perintah dari Kepala Madrasah, semestinya bagi setiap guru bertanggung jawab untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi mengajarnya. Itulah yang saya lakukan sebagai guru, karena ini semua merupakan amanah yang harus dipertanggung jawabkan.

Upaya meningkatkan kreativitas dan inovasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru di Madrasah Tsanawiyah Cina tersebut, dilakukan dengan berbagai cara seperti mengikuti pelatihan, seminar, dan simposium. Selain itu, membaca buku-buku tentang pendidikan atau pengajaran untuk menambah pengetahuan tentang strategi dan perencanaan pembelajaran.

Firdaus mengatakan;

Untuk meningkatkan kreativitas dan inovasifitas pembelajaran Sejarah kebudayaan Islam, sebagai guru, kami selalu di utus oleh Kepala Madrasah setiap ada pelatihan, seminar, dan lokakarya. Baik yang diadakan di kota Watampone, maupun di kecamatan atau di sekolah-sekolah. Selain itu, membaca buku-buku pelajaran dan pendidikan tentu sangat membantu memberi pengetahuan kepada kami tentang strategi, metode, dan inovasi pembelajaran.

2. Upaya Menambah dan Memperluas Wawasan tentang Sejarah (khususnya Sejarah Kebudayaan Islam)

Membicarakan tentang Islam, maka banyak aspek yang terkandung di dalamnya. Ada ajaran, budaya, hukum, serta banyak lagi aspek-aspek lainnya.

Sehingga, tidak mengherankan apabila buku-buku yang berbicara tentang Islam, banyak ditulis baik dari kalangan umat muslim, maupun dari kalangan non-muslim (orientalis).

Bagi seorang guru (apalagi guru Sejarah Kebudayaan Islam), salah satu tugas dan tanggung jawab mereka adalah mentransfer, memperkenalkan, serta memberikan informasi pengetahuan yang benar tentang Islam kepada peserta didik.

Pekerjaan tersebut, merupakan tugas suci dan mulia karena akan mengantarkan peserta didik menjadi manusia-manusia unggul, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, sikap, emosi, serta tingkah laku.

Akan tetapi, tugas suci dan mulia tersebut, tidak akan berhasil secara optimal, apabila guru sebagai pendidik, memiliki wawasan yang sempit terhadap Sejarah Kebudayaan Islam itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan usaha agar guru senantiasa belajar dan membaca buku-buku yang berkaitan dengan sejarah Kebudayaan Islam.

Berkaitan dengan masalah tersebut di atas, Hasmawati, guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina mengatakan;

Tanggung jawab membentuk integritas diri peserta didik di madrasah, merupakan tanggung jawab semua komponen yang terlibat dalam madrasah itu sendiri. Tidak terkecuali bagi guru Sejarah Kebudayaan Islam itu sendiri.

Karena buku-buku sejarah (khususnya sejarah Kebudayaan Islam) yang ada di perpustakaan sekolah kami sangat terbatas, maka kami selaku guru berusaha sendiri untuk mencari buku-buku referensi lain, agar wawasan dan pengetahuan kami tentang sejarah Kebudayaan Islam menjadi memadai.

Pernyataan tersebut di atas, menjadi bukti bahwa guru-guru di Madrasah Tsanawiyah Cina (khususnya guru Sejarah Kebudayaan Islam), telah berusaha

secara maksimal untuk menambah wawasan dan pengetahuan mereka tentang Sejarah Kebudayaan Islam, dalam rangka membelajarkan peserta didik. Tentunya dengan harapan, ilmu pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik tersebut, dapat mengantarkan terjadinya perubahan ke arah positif baik sikap, sifat, emosi, maupun tingkah laku mereka. Sehingga, terbentuk kepribadian yang utuh dan menjadi manusia yang memiliki integritas.

3. Upaya memberi contoh dan teladan baik kepada peserta didik

Secara psikologis, anak-anak yang berada dalam usia antara 12 – 16 tahun yaitu usia peserta didik pada tingkat MTs/SLTP pada umumnya, baik emosi, sifat, maupun sikapnya masih labil. Pada usia tersebut, kecenderungan untuk meniru dan mencontoh orang dewasa sangat tinggi. Sehingga, salah satu langkah yang harus ditempuh oleh seorang guru maupun pendidik lainnya, dalam rangka membentuk kepribadian peserta didik adalah melalui pemberian contoh dan teladan yang baik.

Firdaus, guru bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam kelas VIII dalam hal ini mengungkapkan;

Pemberian contoh serta teladan baik kepada peserta didik, merupakan salah satu langkah efektif untuk membentuk integritas diri peserta didik.

Bagaimanapun cara guru dan strategi apapun yang diterapkan oleh guru dalam upaya membentuk integritas diri peserta didiknya, kalau tidak dibarengi dengan tindakan nyata (contoh dan teladan baik) dalam kehidupan sehari-hari, maka upaya tersebut akan menjadi sia-sia.

Apabila dipikirkan secara mendalam, usaha memberikan contoh dan teladan baik kepada peserta didik, merupakan suatu tindakan yang sangat besar pengaruhnya. Bagaimana mungkin kita mengaharapkan perubahan sifat, sikap, serta perilaku terhadap peserta didik, apabila gurunya sendiri tidak memiliki sifat, sikap, serta perilaku yang baik. Oleh karena itu, pemberian contoh dan teladan baik kepada peserta didik, merupakan batu loncatan untuk membentuk integritas diri

peserta didik.

Pernyaan senada dilontarkan oleh Ahmad Takwim yang mengatakan;

Pemberian keteladanan kepada peserta didik baik berupa sifat, sikap, maupun tingkah laku, merupakan langkah efektif untuk membentuk kepribadian peserta didik. Karena kadangkala peserta didik berkata bagaimana kita mau berlaku jujur kalau guru sendiri tidak pernah jujur, bagaimana kita mau rajin, kalau guru sendiri malas pergi mengajar. Oleh karena itu, keteladanan sangat berpengaruh kepada sifat, sikap, dan perilaku peserta didik.

4. Mendorong dan memotivasi peserta didik agar senantiasa mencontoh dan meneladani sifat dan tingkah laku baik dari para tokoh muslim.

Menyimak dan membaca sejarah (khususnya sejarah Kebudayaan Islam), maka kita pasti akan mendapatkan berbagai kisah dari beberapa peristiwa sejarah, tentang orang-orang yang mempunyai integritas tinggi dalam kehidupannya.

Sebagai contoh sikap dan perbuatan nabi dalam mengahadapi orang-orang kafir Quraisy. Walaupun nabi dicaci, dihina, difitnah oleh mereka (kafir Quraisy), tidak sedikit pun rasa dendam yang ada dalam diri nabi, karena nabi tahu bahwa mereka itu sesungguhnya tidak mengatahui misi yang dibawa olehnya. Contoh lain, sikap dan perbuatan ‘Ali bin Abi T{ha<lib, yang rela dan lapang dada melepaskan jabatan k{hali<fah demi mencegah terjadinya perang saudara di antara umat Islam. Masih banyak contoh-contoh lain dalam sejarah Islam yang menggambarkan tentang kisah dan perjuangan orang-orang yang memiliki integritas diri yang tinggi dalam kehidupannya.

Jumardi Ahmad dalam hal ini mengatakan;

Mengarahkan dan mengharapkan peserta didik untuk mencontoh kisah dan meneladani para tokoh-tokoh Islam yang disebutkan dalam sejarah, merupakan suatu upaya yang cukup berat untuk dilakukan. Ini disebabkan

karena kisah serta sejarah tersebut, hanya “menyentuh” aspek kognitif peserta didik. Oleh karena itu, tanggung jawab guru dalam menerapkan strategi pembelajaran, agar kisah serta sejarah yang terdapat dalam bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam, bukan hanya menyentuh aspek kognitif peserta didik, tetapi juga menggugah aspek afktif dan motoriknya. Untuk mencapai hal tersebut, maka guru dapat menggunakan strategi pembelajaran dengan mengkombinasikan beberapa metode mengajar seperti ceramah, Tanya jawab, demonstrasi, maupun sosio-drama dalam kegiatan pembelajarannya.

Semua contoh yang terdapat dalam sejarah, dapat menjadi inspirator bagi peserta didik dalam membangun dan membentuk integritas diri, sehingga menjadi suatu pribadi yang utuh dalam hidupnya. Oleh karena itu, guru sebagai pembimbing dan pendidik, tidak boleh mengenal kata bosan dan putus asa dalam memotivasi peserta didiknya untuk mencontoh dan meneladani para tokoh-tokoh dalam sejarah Islam.

5. Membelajarkan Sejarah kebudayaan Islam kepada peserta didik dengan cara tekstual dan kontekstual

Untuk menarik hikmah dan pelajaran yang berharga dalam sejarah, maka sejarah tidak hanya dipahami secara tekstual, tetapi juga dengan kontekstual.

Peristiwa sejarah yang terjadi di masa lampau, dianalogikan dengan konteks kekinian. Sehingga, peserta didik seakan-akan merasa bahwa peristiwa tersebut mereka alami. Melalui dengan cara demikian, maka sedikit-banyaknya akan berkesan dalam diri peserta didik yang pada akhirnya berpengaruh dalam kehidupan kesehariannya.

Belajar tentang sejarah, berarti belajar tentang masa lalu. Agar masa lalu tersebut dapat menimbulkan kesan dalam kehidupan peserta didik, maka kisah atau sejarah tersebut, diterjemahkan atau ditafsirkan dalam konteks keseharian peserta didik. Sebagai contoh, kesederhanaan dan kebersahajaan

~‘Umar bin ‘Abdul ‘Az{i<s ketika menjadi pemimpin. Agar supaya peserta didik seakan-akan menyaksikan hal tersebut, maka guru dapat memberikan contoh lain dari pemimpin atau pejabat di lingkungan peserta didik yang dianggap mewakili kesederhanaan dan kebersahajaan ‘Umar bin ‘Abdul

Az{i<s.

Sementara itu, Hasmawati mengemukakan;

Agar peserta didik mendapatkan kesan mendalam dari materi pelajaran sejarah, maka saya dalam membelajarkan materi Sejarah Kebudayaan Islam kepada peserta didik, berupaya member contoh atau menganalogikan peristiwa sejarah yang telah terjadi dengan kejadian yang ada di sekitar lingkungan peserta didik.

b. Upaya/kegiatan yang dilakukan oleh guru melalui jalur non-formal.

Tanggung jawab untuk membentuk intgritas diri peserta didik, pada dasarnya tidak hanya dilakukan dalam proses pembelajaran yang bersifat formal saja, tetapi juga dapat dilakukan melaui jalur non-formal. Usaha seperti inilah salah satunya yang dilakukan oleh guru di madrasah ini.

Upaya atau kegiatan non-formal yang dimaksudkan di sini, adalah upaya guru Sejarah Kebudayaan Islam yang didukung oleh Kepala Madrasah beserta seluruh komponen dalam madrasah tersebut untuk melakukan kegiatan seperti melakukan kunjungan wisata ke tempat-tempat bersejarah, melibatkan secara langsung peserta didik dalam kegiatan-kegiatan hari besar keagamaan, serta melatih dan membiasakan peserta didik untuk dapat tampil dihadapan khalayak ramai.

1. Membawa peserta didik melakukan kunjungan wisata ke tempat-tempat bersejarah

Srategi berwisata ke makam-makam pahlawan, makam raja-raja, ataupun makam para ulama yang berjasa dalam menyiarkan dan mengembangkan agama Islam di Sulawesi Selatan, tentu mempunyai nilai tersendiri dalam usaha membentuk integritasi diri peserta didik. Hal tersebut, diungkapkan oleh Firdaus bahwa;

Kegiatan berwisata ke tempat-tempat bersejarah, tidak sekedar untuk melepas lelah peserta didik semata, tetapi diharapkan menggugah aspek afektif dan motorik peserta didik. Sehingga, ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, semakin berkesan dengan adanya pengalaman langsung yang mereka dapatkan di tempat-tempat bersejarah.

Kegiatan berwisata ke tempat bersejarah dimaksudkan agar peserta didik tidak hanya mengetahui riwayat dan kisah perjuangan dari para pahlawan, raja, maupun ulama-ulama Islam, tetapi juga dapat melihat dan menyaksikan langsung dengan penglihatan mereka. Kegiatan yang menyentuh aspek afektif dan motorik peserta didik tersebut, diharapkan akan memunculkan rasa hormat dan empati dalam diri peserta didik, yang pada akhirnya tergerak untuk mencontoh dan meneladani sifat, sikap dan perjuangan dari para tokoh-tokoh tersebut.

2. Mengaktifkan peserta didik merayakan hari-hari besar keagamaan. Seperti Isra’ mi’raj Nabi Muhammad, Maulid, dan kegiatan-kegiatan besar keagamaan lainnya.

Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk menggugah asfek afektif dan psikomotorik peserta didik melalui pengalaman langsung yang mereka dapatkan di lapangan. Sehingga, menjadi pendorong dan motivasi bagi mereka untuk berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan seperti ini (melibatkan peserta didik) dalam kegiatan-kegiatan besar keagamaan, sebenarnya merupakan strategi guru di Madrasah Tsanawiyah Cina untuk memberi pengalaman kepada peserta didik untuk merenung dan memikirkan hikmah dibalik peristiwa-peristiwa besar yang telah terjadi tersebut.

Keterangan tersebut, nampak dengan jelas bahwa dengan melibatkan peserta didik dalam kegiatan hari-hari besar keagamaan, bukan sekedar menambah pengetahuan intelektualitas dan pengalaman peserta didik, akan tetapi, juga diharapakan muncul kekaguman dan rasa empati terhadap hikmah dibalik sebuah

peristiwa sejarah. Dengan rasa kagum dan empati yang muncul dalam diri peserta didik, secara perlahan-lahan akan berimplikasi terhadap sikap dan perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari, dan pada akhirnya terbentuk integritas diri dalam diri peserta didik.

3. Melatih peserta didik tampil di hadapan khalayak ramai

Adapun bentuk upaya yang dilakukan oleh guru sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina dalam kegiatan tersebut adalah melakukan training (latihan) dakwah terhadap peserta didik, dan memberi jadwal ceramah kepada peserta didik di setiap bulan Ramadhan tiba.

Kepala Madrasah Tsanawiyah Cina mengungkapkan bahwa;

Kegiatan training (latihan) dakwah merupakan kegiatan tahunan yang telah diprogramkan oleh pihak madrasah. Kegiatan ini dimaksudkan agar peserta didik mempunyai keterampilan dan pengalaman tampil di hadapan orang banyak. Hal ini menjadi bekal bagi peserta didik ketika mereka telah menyelesaikan pendidikan dan kembali bersosialisasi dalam lingkungan dimana mereka berada.

Keterangan Kepala Madrasah tersebut, menunjukkan upaya serius dalam mewujudkan peserta didik yang tidak hanya unggul dalam penguasaan ilmu pengetahuan semata, akan tetapi, juga mencerminkan adanya usaha untuk membekali peserta didik dengan keterampilan dan keahlian. Tentunya, dengan bekal keterampilan dan keahlian tersebut, diharapkan kepada peserta didik kelak menjadi manusia yang memiliki integritas diri yang tinggi.

Mencermati upaya yang dilakukan oleh seluruh komponen madrasah (khususnya guru Sejarah Kebudayaan Islam) di Madrasah Tsanawiyah Cina seperti dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya guru Madrasah Tsanawiyah Cina dalam membentuk integritas diri peserta didik telah berjalan

dengan baik. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru, baik melalui jalur pendidikan formal, begitu juga kegiatan yang dilakukan melalui jalur non-formal.

B. Pembahasan

Upaya membelajarkan peserta didik dalam proses pembelajaran, secara implisit terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode, mengatur strategi, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dikehendaki.

Memilih, menetapkan, mengembangkan, dan mengatur strategi harus didasarkan pada kondisi pembelajaran yang dihadapi. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran memusatkan perhatian pada “bagaimana membelajarkan peserta didik” bukan pada

“apa yang dipelajari peserta didik”.

Terkait dengan strategi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam membentuk integritas diri peserta didik, maka yang harus dipikirkan oleh guru adalah, bagaimana menerapkan Strategi pembelajaran agar peserta didik tidak hanya memahami, mengerti, dan mengetahui materi Sejarah Kebudayaan Islam, tetapi dengan materi yang telah dipelajari tersebut, mengantar terbentuknya sifat, sikap, dan perilaku baik dalam kehidupan peserta didik sehari-hari.

Membentuk integritas diri peserta didik, merupakan amanat Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3. Dalam Undang-Undang tersebut, secara jelas dan tegas dikatakan bahwa, Tujuan Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan Pendidikan Nasional tersebut, apabila diterjemahkan dalam sebuah istilah,

maka istilah yang paling dekat dengan maksud dan makna yang terkandung di dalamnya adalah membentuk integritas diri peserta didik. Jadi, pada hakikatnya, Tujuan Pendidikan Nasional yang dicita-citakan adalah membentuk integritas diri peserta didik.

Konsekuensi terhadap tujuan pendidikan Nasional tersebut, guru sebagai pendidik, bukan sekedar bertanggung jawab mengembangkan aspek intelektualitas peserta didik semata, tetapi juga turut bertanggung jawab terhadap pembentukan sikap, sifat, dan perilaku peserta didik. Dalam dunia pendidikan, diistilahkan dengan membentuk dan mengembangkan aspek kognisi, afektif, dan psikomotorik peserta didik.

Keprihatinan terhadap situasi dan kondisi bangsa yang dialami sekarang ini, dengan carut marutnya kondisi politik, ekonomi, budaya, bahkan akhlak generasi bangsa, maka dunia pendidikan sebagai salah satu alternatif untuk menguraikan masalah tersebut, dituntut untuk menunjukkan eksistensi dan sumbangsih positifnya terhadap masyarakat.

Kegiatan pembelajaran merupakan langkah pertama dalam dunia pendidikan untuk mencerdaskan warga dan generasi bangsa. Tanpa kegiatan pembelajaran yang dilakukan, mustahil akan terjadi perubahan yang dapat mengeluarkan generasi dan masyarakat dari keterpurukan yang dialami. Baik keterpurukan dalam bidang politik, hukum, sosial, budaya, bahkan akhlak.

Meskipun demikian, kegiatan pembelajaran akan menjadi efektif dan efesien, beradaya-guna dan berhasil-guna, ketika Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat di dalamnya, memliki kapasitas ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas, semangat yang bergelora, niat yang tulus, serta integritas diri yang tinggi.

Strategi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, merupakan salah satu kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru di lembaga pendidikan keagamaan. Seperti Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan bahkan di Perguruan Tinggi Islam.

Pada dasarnya, strategi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, baik cara penyajian dan penyampaian, bahkan metode pelaksanaannya, sama dengan bidang studi yang lain. Dalam arti bahwa, terdapat banyak pilihan pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik yang dapat digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi tersebut. Akan tetapi, jika dicermati secara mendalam, materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam mempunyai karakteristik sendiri yang menjadi pembeda terhadap materi pelajaran yang lain. Karakteristik tersebut adalah, pada materi Sejarah Kebudayaan Islam, nilai ilmu pengetahuan, nilai akhlak, dan nilai budi pekerti terkandung (include) di dalam secara bersama.

Karakteristik yang dimiliki oleh materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam tersebut, jika dibarengi dengan strategi pembelajaran yang baik dan tepat, yang didukung dengan tenaga guru (pendidik) yang professional, selain aspek intelektualitas (kognisi) peserta didik menjadi berkembang, aspek afektif dan psikomotoriknya pun dapat terbentuk. Sehingga, strategi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dapat menjadi salah satu faktor yang dapat membentuk integritas diri peserta didik.

Strategi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang dilakukan guru di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone dalam membentuk integritas diri peserta didik, terbilang cukup berhasil. Indikator keberhasilan strategi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam tersebut, terlihat pada sikap, sifat, dan perilaku peserta didik sehari-hari. Seperti, sifat hormat menghormati terhadap

sesama peserta didik, sopan santun terhadap guru, kepatuhan kedisiplinan terhadap tata tertib madrasah, dan sifat patuh dan berbakti kepada orang tua.

Meskipun pada dasarnya banyak faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan integritas diri peserta didik, tetapi strategi pembelajaran yang diterapkan guru di Madrasah Tsanawiyah Cina tersebut, sedikit banyak memberi kontribusi signifikan terhadap upaya membentuk integritas diri peserta didik.

Strategi pembelajaran yang dimaksud meliputi persiapan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), penguasaan materi pelajaran yang akan diajarkan, penataan dan pengaturan ruangan belajar, perhatian dan pertimbangan keadaan peserta didik, upaya mengetahui kemampuan awal peserta didik, dan upaya menggerakkan peserta didik berpikir mendalam. Selain strategi yang telah disebutkan, guru Madrasah Tsanawiyah Cina juga menerapkan strategi pengevaluasian hasil belajar peserta didik. Strategi tersebut dilakukan dengan cara pemberian tes lisan ataupun tulisan kepada peserta didik. Selain itu, guru juga kadangkala menerapkan metode drama (demonstrasi) yang dilakonkan langsung oleh peserta didik apabila materi pelajaran yang dibelajarkan berhubungan tentang kisah perjuangan atau kepemimpinan tokoh-tokoh muslim. Strategi lain yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran agar membentuk integritas diri peserta didik adalah memberi keteladanan, mendorong dan memotivasi peserta didik mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk sikap, sifat,

Strategi pembelajaran yang dimaksud meliputi persiapan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), penguasaan materi pelajaran yang akan diajarkan, penataan dan pengaturan ruangan belajar, perhatian dan pertimbangan keadaan peserta didik, upaya mengetahui kemampuan awal peserta didik, dan upaya menggerakkan peserta didik berpikir mendalam. Selain strategi yang telah disebutkan, guru Madrasah Tsanawiyah Cina juga menerapkan strategi pengevaluasian hasil belajar peserta didik. Strategi tersebut dilakukan dengan cara pemberian tes lisan ataupun tulisan kepada peserta didik. Selain itu, guru juga kadangkala menerapkan metode drama (demonstrasi) yang dilakonkan langsung oleh peserta didik apabila materi pelajaran yang dibelajarkan berhubungan tentang kisah perjuangan atau kepemimpinan tokoh-tokoh muslim. Strategi lain yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran agar membentuk integritas diri peserta didik adalah memberi keteladanan, mendorong dan memotivasi peserta didik mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk sikap, sifat,

Dokumen terkait