• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net79 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone

Sebelum menguraikan hasil penelitian tentang Strategi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam Membentuk Integritas Diri Peserta didik di Madrasah Tsanwiyah Cina Kabupaten Bone, terlebih dahulu dipaparkan secara singkat gambaran umum Madrasah Tsanawiyah yang dimaksud.

Madrasah Tsanawiyah Cina didirikan pada tanggal 1 Januari 1971, di Desa Tanete Harapan Kecamatan Cina Kabupaten Bone, dengan Nomor Statistik Madrasah (NSM) 212731110019. Sampai sekarang (2011) status madrasah tersebut adalah madrasah swasta. Inisiator/penggagas pendirian Madrasah Tsanawiyah ini adalah tokoh masyarakat di lingkup kecamatan Cina pada umumnya, dan tokoh masyarakat Desa Tanete Harapan khususnya. Pelopor utamanya adalah seorang tokoh yang bernama KH. Abdul Khalid (alm) yang sekaligus menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Cina pada waktu itu.

Konsep dasar yang melatarbelakangi ide pendirian Madrasah Tsanawiyah Cina adalah kecemasan tokoh masyarakat terhadap realita banyaknya anak-anak putus sekolah dalam usia yang masih relatif muda. Hal tersebut disebabkan, karena belum ada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan yang sederajat di desa tersebut. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yang dapat gunakan untuk melanjutkan pendidikan sangat jauh dari jangkauan, sehingga orang tua merasa khawatir untuk menyekolahkan anak-anaknya. Seorang tokoh pendiri madrasah

(2)

yang diwawancarai mengatakan;

Pada dasarnya ide pendirian Madrasah Tsanawiyah Cina ini, untuk mengantisipasi anak-anak yang tamat sekolah dasar (SD) agar tetap melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Karena pada waktu itu, sekolah lanjutan pertama yang merupakan tempat untuk melanjutkan pendidikan setelah tamat SD, sangat jauh dari jangkauan. Ditambah lagi, sarana transportasi yang sangat susah mengakibatkan banyak diantara orang tua memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan anak-anaknya. Atas dasar itulah, maka madrasah ini didirikan.

Keterangan di atas, dapat dipahami bahwa pendirian Madrasah Tsanawiyah Cina, merupakan semangat untuk mewujudkan masyarakat yang berpendidikan.

Hal tersebut mengandung pengertian, bahwa dalam rangka mewujudkan cita-cita Tujuan Pendidikan Nasional yang berimplikasi terhadap kemajuan dan perkembangan masyarakat serta bangsa, maka lembaga pendidikan mutlak diperlukan.

Masa awal berdirinya Madrasah Tsanawiyah Cina, bukan tanpa kendala dan rintangan, melainkan penuh tantangan dan perjuangan yang sangat berat. Hal tersebut disebabkan, karena pendirian Madrasah Tsanawiyah Cina, bukan atas inisatif dan instruksi dari pemerintah, melainkan atas dorongan dan kesadaran masyarakat setempat akan pentingnya suatu ilmu dan pendidikan. Sehingga, segala sesuatu mulai dari pengadaan tempat (lokasi), sarana dan prasarana pendidikan, sampai kepada pengadaan guru, semua diprakarsai oleh masyarakat.

Situasi tersebut, dikemukakan oleh H. Abdul Majid sebagai berikut;

Pada tahun 1971, ketika madrasah ini akan didirikan, kendala pertama yang kami hadapi adalah tidak adanya lokasi/tempat. Akan tetapi, karena niat dan semangat dari para tokoh masyarakatyang begitu tinggi, akhirnya KH. Abdul Khalid (alm) mewakafkan sebidang tanah miliknya dengan luas 888 m2.

Setelah adanya tanah yang diwakafkan oleh KH. Abdul Khalid (alm), tidak serta-merta bangunan madrasah langsung didirikan, oleh karena dana yang dimiliki

(3)

pada waktu itu tidak mencukupi. Walaupun demikian, kegiatan pembelajaran telah mulai dilaksanakan, dengan menempati lokasi sementara di bawah kolong rumah KH. Abdul Khalid (alm). Jumlah peserta didik pada masa itu hanya 17 orang, sedangkan jumalah guru hanya 4 orang. Kegiatan belajar mengajar seperti ini berlangsung hingga tahun 1974.

Setelah bangunan madrasah dapat dioperasionalkan pada tahun 1974, dan Kepala Madrasah dijabat oleh H. Abd. Fattah (alm), mulailah madrasah tersebut mengalami perkembangan sedikit demi sedikit. Baik dari jumlah peserta didik, maupun bangunan dan jumlah guru.

Pada tahun 1980 ketika pemerintah Kabupaten Bone (dalam hal ini Kepala Kantor Departemen Agama DEPAG Kabupaten Bone) menetapkan Kepala Madrasah defenitif dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Marasah Tsanawiyah Cina, animo masyarakat semakin meningkat untuk menyekolahkan anak-anak mereka di madrasah tersebut. Sehingga terjadi kemajuan yang cukup signifikan yang dialami oleh madrasah.

Pada awal tahun 1990-an sampai tahun 2003, ketika Madrasah Tsanawiyah Cina dikendalikan oleh Hj. Sitti Maryam Mappa, perkembangan madrasah semakin terasa. Jumlah peserta didik makin meningkat, sementara guru-guru dari sekolah lain banyak datang di Madrasah Tsanawiyah Cina untuk mengabdikan diri. Peserta didik tidak hanya berasal dari lingkup desa Tanete Harapan saja, tetapi banyak pula yang berasal dari desa-desa sekitarnya, seperti Desa Lompu, Desa Abbumpungeng, Desa Kessi, Desa Arasoe.

Setelah era kepemimpinan Hj. Sitti Maryam Mappa berakhir pada tahun 2003, Madrasah Tsanawiyah Cina kemudian dikendalikan oleh Hj. Sitti Aisyah. Di

(4)

bawah kendali Hj. Sitti Aisyah, Madrasah Tsanawiyah Cina kurang menunjukkan perkembangan khususnya dalam hal jumlah peserta didik. Salah satu hal yang menyebabkan karena anak-anak yang telah tamat Sekolah Dasar (SD), lebih tertarik untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Nageri 2 Cina, yang tidak jauh dari lokasi Madrasah Tsanawiyah Cina.

Berakhirnya era kepemimpinan Hj. Sitti Aisyah, pada tahun 2008 karena masa pensiun, jabatan Kepala Madrasah dipegang oleh Muh. Agus, sampai masa sekarang ini. Jadi secara formal, pergantian Kepala Madrasah di Madrasah Tsanawiyah Cina, telah terjadi sebanyak lima kali, yakni;

1. KH. Abdul Khalid (periode tahun 1971 – 1974) 2. H. Abdul Fattah (periode tahun 1974 – 1990) 3. Hj. Sitti Maryam Mappa (periode 1990 – 2003) 4. Hj. Sitti Aisyah (periode 2003 – 2008)

5. Muh. Agus (periode 2008 – sampai saat sekarang)

Kepemimpinan Muh. Agus, melalui program yang telah dirancang dan dilaksanakannya, menarik minat orang tua begitu juga peserta didik. Sehingga, jumlah peserta didik mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Berikut dipaparkan keadaan peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Cina Tahun Pelajaran 2006/2007 sampai dengan tahun pelajaran 2010/2011.

Tabel I

Keadaan Peserta Didik Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone Tahun Pelajaran 2006-2011

(5)

No Tahun Pelajaran Jumlah Peserta Didik Jumlah Kelas VII Kelas VIII Kelas IX

1. 2006/2007 41 34 31 106

2. 2007/2008 45 41 32 118

3. 2008/2009 63 43 41 147

4. 2009/2010 60 63 43 166

5. 2010/2011 64 60 65 189

Tabel di atas menunjukkan bahwa, sejak jabatan Kepala Madrasah dipegang oleh Muh. Agus, terjadi peningkatan jumlah peserta didik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa program yang direncanakan oleh Muh. Agus, menarik minat orang tua dan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone. Salah satu aspek yang mendapat perhatian serius dari Kepala Madrasah adalah aspek moralitas peserta didik. Sebagai Kepala Madrasah, Muh. Agus menghimbau kepada semua komponen madrasah agar bekerja secara maksimal untuk membentuk moralitas peserta didik ke arah yang lebih baik. Usaha ke arah tersebut dilakukan baik dalam proses pembelajaran di madrasah, maupun melalui keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Strategi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone

Telah dijelaskan pada bab sebelumnya (bab II) bahwa, terdapat beberapa istilah dalam dunia pendidikan, terkadang dimaknai dan diinterpretasikan dalam arti yang sama. Baik dalam tataran konsep (teori), begitupun dalam praktek dan realisasinya di lapangan. Padahal, istilah-istilah tersebut mempunyai arti, fungsi,

(6)

dan karakteristik tersendiri. Istilah yang dimaksud adalah pendekatan, strategi, metode, teknis, dan taktik dalam pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran menurut Wina Sanjaya diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap proses pembelajaran. Atas dasar pendapat tersebut, maka strategi dan metode yang dipergunakan dalam proses pembelajaran, tergantung dari pendekatan yang telah di tetapkan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran adalah suatu bentuk pandangan yang dibangun untuk memberikan kemudahan bagi para pendidik atau guru dalam merealisasikan pentransferan ilmu, sikap, serta nilai-nilai kepada peserta didik.

Pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan, diperlukan sebuah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang akan dilakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Inilah yang dinamakan dengan strategi.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah Cina, guru Sejarah Kebudayaan Islam sebelum menyampaikan materi pelajaran tentang kepemimpinan U<mar bin ‘Abdul Az{i<s pada masa pemerintahannya, terlebih dahulu menetapkan pendekatan pembelajaran kontekstual. Setelah itu, guru menyampaikan materi pelajaran melalui metode ceramah dan tanya jawab. Agar sikap, sifat, dan keteladanan U<mar bin ‘Abdul Az{i<s dapat dicontoh oleh peserta didik, maka guru di akhir pembelajaran, memberikan dorongan motivasi kepada peserta didik agar berusaha mencontoh, dan meneladani sifat, sikap, serta perilaku U<mar bin ‘Abdul Az{i<s dalam kehidupan mereka sehari-hari.

J.R. David sebagaimana dikutip oleh Wina Sanjaya mengatakan bahwa strategi adalah a plan, method, or series of activities designed to activies a

(7)

particular educational goal. Penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa strategi pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan tertentu. Sehubungan dengan contoh tersebut di atas, maka tujuan yang ingin dicapai oleh guru adalah menjadikan siswa mencontohi sikap keteladanan U<mar bin ‘Abdul az{i<s dalam kehidupan sehari-hari.

Bila dicermati secara seksama, terdapat dua hal yang terkandung dalam sebuah strategi. Pertama; strategi mengandung serangkaian kegiatan (rencana tindakan) yang dapat meliputi penggunaan dan pemanfaatan berbagai sumber daya dalam pembelajaran. Kedua; strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Atas dasar tersebut, maka strategi bukan merupakan sesuatu yang given (mutlak tidak bisa berubah), akan tetapi strategi bersifat elastis yang senantiasa berkembang dan berubah disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang dikehendaki. Jadi, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai rancangan usaha yang dilakukan oleh guru agar proses pembelajaran menjadi lancar dan tujuan pembelajaran tercapai secara maksimal.

Adapun metode pembelajaran adalah cara atau langkah yang digunakan dalam menyampaikan suatu gagasan, pemikiran atau wawasan yang disusun secara sistematik dan terencana serta didasarkan pada teori, konsep, dan prinsip-prinsip tertentu. Dapat pula diartikan bahwa metode adalah alat atau cara-cara tertentu yang digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah direncanakan. Metode dalam pembelajaran, terdiri atas berbagai macam dan jenis. Ada metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, karyawisata, penugasan, dan pemecahan masalah. Metode-metode tersebut, memiliki kelemahan dan kekurangan masing-masing.

(8)

Sementara teknik pembelajaran adalah cara yang dilakukan oleh guru dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Misalnya, cara untuk mengefektif dan mengefesienkan metode ceramah adalah memperhatikan situasi dan kondisi yang tepat apakah di pagi ataukah di siang hari. Sedangkan taktik pembelajaran adalah gaya atau aksi seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu.

Jadi taktik lebih bersifat individual, bergantung terhadap tingkat daya seni dan kreativitas seorang guru.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa langkah awal yang harus dilakukan oleh guru sebelum menyampaikan materi pelajaran yang akan diajarkannya adalah, menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan.

Setelah menetapkan pendekatan yang akan digunakan, langkah selanjutnya adalah merancang strategi. Strategi yang telah dirancang dipilihkan metode yang tepat untuk mengimplementasikannya. Selanjutnya, agar metode menjadi produktif, maka diperlukan teknik sehingga metode berjalan seefektif dan seefesien mungkin, Sementara taktik dikembalikan ke masing-masing guru untuk melakukannya.

Meskipun terdapat perbedaan arti dan fungsi dari masing-masing istilah kegiatan pembelajaran tersebut, akan tetapi, aplikasinya dalam proses pembelajaran, dilakukan secara bersama-sama. Hal tersebut disebabkan karena masing-masing kegiatan merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pembelajaran. Menafikan salah satu unsur kegiatan pembelajaran, akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus pembahasan adalah strategi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang dilakukan oleh guru Madarsah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone dalam membentuk integritas diri peserta didik.

(9)

Sehubungan dengan hal tersebut, Jumardi Ahmad mengemukakan bahwa;

Dalam membentuk integritas diri peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Cina ini, sebagai guru Sejarah Kebudayaan Islam, strategi yang pertama-tama saya terapkan adalah menanamkan pengetahuan yang mendalam tentang materi Sejarah Kebudayaan Islam kepada peserta didik. Untuk melakukan hal tersebut, di dalam melakukan proses pembelajaran kepada peserta didik, saya menggunakan beberapa metode mengajar seperti ceramah, Tanya jawab, diskusi, demonstrasi, dan lain-lain. Tergantung karakteristik materi pelajaran yang akan disajikan.

Sementara itu, pendapat yang hampir sama dikemukankan oleh Firdaus yang mengatakan bahwa;

Strategi pembelajaran yang saya terapkan agar peserta didik termotivasi untuk belajar Sejarah Kebudayaan Islam, sehingga memiliki pengetahuan yang mendalam, maka saya menerapkan beberapa metode mengajar dalam setiap jam pembelajaran. Metode mengajar tidak hanya terpaku pada metode ceramah saja, karena karakteristik materi pelajaran dan peserta didik yang berbeda-beda.

Kedua keterangan yang dikemukakan di atas, tampak dengan jelas bahwa strategi awal yang dilakukan oleh guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina dalam membentuk integritas diri peserta didik, adalah menanamkan pengetahuan yang mendalam tentang Sejarah Kebudayaan Islam kepada peserta didik. Untuk melakukan kegiatan tersebut, guru dalam kegiatan pembelajarannya, mengkolaborasikan beberapa metode mengajar disetiap materi pelajaran yang disajikan.

Berdasarkan hasil observasi/pengamatan selama di lokasi penelitian, ditemukan tiga tahapan strategi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang dilakukan guru untuk menanamkan pengetahuan yang mendalam agar dapat membentuk integritas diri peserta didik. Tahapan-tahapan tersebut adalah;

Pertama, Strategi yang dilakukan pada masa sebelum dan ketika materi pembelajaran berlangsung. Strategi ini dimaksudkan untuk mengembangkan aspek

(10)

kognitif peserta didik; Kedua, Strategi yang dilakukan di akhir jam pembelajaran.

Strategi ini dimaksudkan membentuk aspek afektif dan kognitif peserta didik;

ketiga, Strategi yang dilakukan di luar jam pembelajaran (strategi lapangan).

Strategi ini dimaksudkan untuk memacu aspek motorik peserta didik.

a. Strategi yang Dilakukan Guru Sejarah Kebudayaan Islam Sebelum dan Ketika Materi Pembelajaran Berlangsung

Pada tahapan ini, strategi yang dilakukan guru Sejarah Kebudayaan Islam yaitu; pertama, guru sebelum masuk ruangan atau kelas untuk memaparkan materi pelajaran yang akan diajaran kepada peserta didik, terlebih dahulu menyiapkan rancangan pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi pelajaran yang akan diajarkan.

Selain itu, guru juga berusaha menata ruangan dan tempat duduk peserta didik, membentuk kelompok-kelompok, dalam rangka menyesuaikan metode yang akan digunakan.

Berkaitan dengan kegiatan tersebut, Muh. Agus, Kepala Madrasah Tsanawiyah Cina menuturkan;

Sebagai Kepala Madrasah, yang diamanahi tugas dan tanggung jawab dalam rangka kelancaran terhadap proses belajar mengajar di madrasah ini, saya memang menghimbau kepada setiap guru agar mempersiapkan diri secara matang. Baik menyangkut keterampilan mengajar, kesiapan materi pelajaran, penguasaan terhadap materi pelajaran, maupun unsur-unsur pembelajaran lainnya agar diperhatikan secara serius sebelum mereka masuk ke dalam kelas untuk menyampaikan materi pelajaran. Termasuk kegiatan membuat rancangan pembelajaran (RPP) menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi setiap guru.

Apa yang disampaikan oleh Muh. Agus tersebut, dibenarkan oleh Firdaus dengan mengatakan bahwa;

Menyiapkan rancangan pembelajaran (RPP) merupakan hal yang wajib dilakukan oleh guru karena perintah langsung kepala sekolah. Di samping itu, guru-guru juga dituntut menguasai materi pelajaran, memperbaiki

(11)

keterampilan mengajar, serta memberi panutan yang baik terhadap siswa.

Persiapan matang yang dilakukan oleh guru, baik menyangkut keterampilan mengajar, maupun penguasaan materi pelajaran, sangat berdampak terhadap pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan. Karena guru merupakan komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, tidak akan mungkin teraplikasi dengan baik tanpa persiapan yang matang dari guru.

Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi peserta didik yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manajer of learning). Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.

Berkaitan dengan strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru Sejarah Kebudayaan Islam sebagaimana dijelaskan di atas, ternyata dapat memancing minat dan motivasi belajar peserta didik. Burhanuddin, peserta didik yang diwawancarai mengatakan;

Salah satu yang menjadi motivasi kami berminat untuk belajar Sejarah kebudayaan Islam, adalah cara guru dalam menyampaikan materi pelajaran sangat menyenangkan. Guru dalam menyampaikan materi tidak hanya berceramah saja, tetapi juga membentuk kelompok-kelompok diskusi di antara kami. Bahkan kadang-kadang kami diminta untuk melakukan drama di depan teman-teman yang lain.

Sementara itu, Andi Nurmayani, peserta didik kelas IX mengatakan bahwa;

Kita merasa senang belajar Sejarah Kebudayaan Islam karena guru yang mengajar betul-betul menguasai materi pelajaran. Selain itu, metode diskusi yang selalu dilakukan guru, membuat kita merasa pintar karena diberikan kebebasan untuk menyampaikan pendapat kepada teman-teman yang lain.

Pernyataan tersebut, mengindikasikan bahwa penguasaan materi dan penggunaan metode yang bervarisi dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan

(12)

guru, berpengaruh terhadap semangat, minat dan motivasi belajar peserta didik.

Semangat, minat, dan motivasi belajar tinggi dalam diri peserta didik, tentu berdampak positif terhadap tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Kedua, strategi guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina dalam membentuk integritas diri para peserta didiknya adalah memperhatikan serta mempertimbangkan keadaan peserta didik. Peserta didik adalah organisme yang unik, berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan peserta didik adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya. Akan tetapi, tempo dan irama perkembangan masing-masing peserta didik pada setiap aspek tidak selalu sama. Oleh karena itu, dalam rangka pembentukan integritas diri seorang peserta didik, guru harus memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan peserta didik tersebut. Keadaan peserta didik yang dimaksudkan adalah meliputi aspek latar belakang, keadaan keluarga, keadaan emosi peserta didik, dan sifat-sifat yang dimiliki.

Dunkin mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek peserta didik, meliputi aspek latar belakang peserta didik (pupil formative experiences) dan faktor sifat yang dimiliki peserta didik (pupil properties). Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin, tempat tinggal, tingkat sosial ekonomi, serta keadaan keluarga peserta didik. Sedangkan yang meliputi sifat yang dimiliki peserta didik, adalah kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap.

Harus diakui bahwa setiap peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada peserta didik yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

Peserta didik yang berkemampuan tinggi, biasanya ditunjukkan oleh motivasi dan semangat yang tinggi, perhatian, serta keseriusan dalam belajar. Sebaliknya, peserta

(13)

didik yang tergolong dalam kemampuan rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar, dan tidak adanya keseriusan dalam mengikuti pelajaran.

Perbedaan-perbedaan seperti itu, menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan dan pengelompokan peserta didik, maupun perlakuan guru dalam menyesuaikan strategi pembelajaran.

Sikap dan penampilan peserta didik di dalam kelas juga merupakan aspek lain yang bisa mempengaruhi strategi pembelajaran. Dalam satu ruangan/kelas, kadangkala ditemukan peserta didik yang sangat aktif, dan ada pula yang pasif.

Sering pula ditemukan peserta didik yang kurang memiliki motivasi belajar.

Kenyataan seperti ini, maka seorang guru dituntut untuk bertindak secara profesional agar peserta didik yang berbeda dalam latar belakang, sikap, serta sipat, dapat menerima materi pelajaran dengan baik. Sehingga, terjadi perubahan sikap dan sifat ke arah yang lebih dewasa.

Jumardi Ahmad, guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madarasah Tsanawiyah Cina mengemukakan bahwa;

Pekerjaan sebagai seorang guru merupakan pekerjaan yang berat dan penuh dengan tantangan. Seorang guru pasti akan mendapatkan kenyataan bahwa peserta didik yang diajarnya merupakan kumpulan pribadi yang berbeda-beda. Ada peserta didik yang pandai, sedang, dan ada pula yang bodoh. Ada yang sangat aktif, pendiam, dan bermacam-macam perbedaan lainnya. Kenyataan seperti ini, bagi saya sebagai guru Sejarah Kebudayaan Islam, merupakan tantangan untuk memperkaya strategi pembelajaran yang akan digunakan, sehingga pesrta didik tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran yang dikehendaki.

Pernyataan yang hampir sama juga dikemukakan oleh Hasmawati bahwa;

Keanekaragaman sikap, sifat, serta perilaku peserta didik di sekolah merupakan realitas yang harus dihadapai oleh guru. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain yang harus ditempuh oleh guru kecuali, memperkaya keterampilan mengajarnya dan mengatur strategi pembelajaran yang tepat agar peserta didik yang beranekaragam sifat, sikap, dan perilakunya tersebut,

(14)

dapat menerima materi pelajaran dengan baik.

Berdasarkan penjelasan kedua informan tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina telah berusaha merancang strategi pembelajaran yang variatif dan tepat. Sehingga motivasi, minat, serta semangat peserta didik dalam menerima materi pelajaran, menjadi meningkat.

Hal tersebut, berimplikasi dengan baik terhadap upaya guru dalam mengantarkan terbentuknya integritas diri terhadap peserta didik.

Ketiga, guru sejarah Kebudayaan Islam berusaha mengetahui kemampuan awal peserta didiknya. Dalam kegiatan tersebut, guru Sejarah Kebudayaan Islam sebelum masuk ke dalam inti pembelajaran (memaparkan materi pelajaran), guru berusaha mencari informasi apakah peserta didik sudah paham tentang materi yang akan dijelaskan atau belum. Usaha mencari informasi tersebut dilakukan guru pada awal kegiatan pembelajaran (kegiatan appersepsi). Guru Sejarah Kebudayaan Islam, berusaha menjalin komunikasi dengan peserta didik melalui pertanyaan;

apakah peserta didik telah membaca atau mempelajari materi pelajaran yang akan disampaikan guru di rumahnya atau belum?, apakah peserta didik pernah mendengar atau melihat ada guru lain yang pernah membahas materi yang akan diajarkan?, dan pertanyaan lain yang dapat memberi informasi terhadap guru.

Kegiatan tersebut menjadi penting, karena merupakan langkah awal untuk menentukan strategi dan metode yang akan digunakan agar tujuan pembelajaran tercapai secara maksimal.

Hasmawati mengemukakan bahwa;

Mencari informasi kepada peserta didik tentang apakah materi pelajaran yang akan diajarkan telah dipelajari/dimengerti siswa atau belum, merupakan hal penting untuk diketahui oleh guru. Hal ini dilakukan untuk menghindari penggunaan strategi dan metode pembelajaran yang tidak tepat, sehingga tidak muncul rasa bosan belajar terhadap diri peserta didik.

(15)

Keempat, guru berusaha mengajak peserta didik untuk berpikir. Kegiatan ini dilakukan guru ketika proses penyampaian materi pelajaran sedang berlangsung.

Pembentukan integritas diri seseorang, tidak semata-mata disebabkan karena banyaknya ilmu dan pengetahuan yang telah dimiliki, bukan pula karena adanya kemauan untuk mengamalkan ilmu yang dimilikinya. Banyaknya ilmu dan usaha untuk mengamalkan ilmu yang dimiliki, tidak akan terjadi tanpa adanya dorongan yang muncul dari proses berpikir. Seorang yang memanfaatkan dan mengamalkan ilmunya, disebabkan karena adanya dorongan dari proses berpikirnya bahwa ilmu yang mereka amalkan pasti akan mendapatkan kebaikan terhadap dirinya.

Berkaitan dengan strategi berpikir yang diterapkan oleh guru tersebut, Hasmawati menjelaskan bahwa;

Dalam rangka menumbuhkan pemahaman pengetahuan yang mendalam ke dalam diri peserta didik, agar bisa terbentuk integritas diri, maka salah satu cara yang harus ditempuh oleh guru dalam proses pembelajaran adalah, melatih dan mengajak peserta didik untuk berpikir akan manfaat terhadap materi pelajaran yang telah dipelajarinya. Usaha ini menjadi penting, karena dengan mengetahui manfaat, maka seseorang akan termotivasi untuk belajar secara sungguh-sungguh.

Penjelasan tersebut menjadi bukti, bahwa salah satu strategi pembelajaran yang dapat mengantar terbentuknya integritas diri peserta didik, adalah kegiatan berpikir terhadap manfaat pembelajaran yang dilakukan. Dengan mengetahui manfaat yang akan diperoleh, maka akan tumbuh motivasi dalam diri peserta didik untuk mengamalkan ilmu yang telah dimilikinya.

b. Strategi yang dilakukan guru Sejarah Kebudayaan Islam di akhir jam pembelajaran

(16)

Adapun strategi pembelajaran yang dilakukan guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone di akhir jam pembelajaran, adalah melakukan evaluasi terhadap pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik.

Kegiatan ini dilakukan melalui dua cara yakni;

1. Memberikan soal tes (pertanyaan tertulis atau lisan) untuk dijawab kepada peserta didik seputar materi yang telah diajarkan oleh guru.

2. Apabila materi yang telah diajarkan berkenaan dengan kisah kepemimpinan atau perjuangan dari tokoh-tokoh muslim, maka guru menuangkan materi tersebut dalam bentuk drama yang langsung dilakonkan oleh peserta didik.

`Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap salah seorang guru Sejarah Kebudayaan Islam mengenai strategi yang diterapkan tersebut, dikemukakan bahwa;

Untuk dapat mengetahui apakah seorang peserta didik telah memahami dan mengerti materi yang telah diajarkan, maka di akhir jam pembelajaran, kami memberikan tes tertulis atau lisan kepada peserta didik. Kadang-kadang juga, kami sekali-kali mengadakan drama apabila materi tersebut berkaitan dengan kisah atau model kepemimpinan tokoh-tokoh muslim seperti kisah kepemimpinan U<mar bin K{hattab ketika beliau menjadi khalifah, kisah kesederhanaan U<mar bin ‘Abdul Az{i<s ketika menjadi Khalifah, kisah keperwiraan Salahuddin al-Ayyu<bi dalam mempertahankan dan memajukan Dinasti al- Ayyu<biyah, dan lain-lain.

Materi pelajaran (seperti kisah perjuangan atau kepemimpinan seorang tokoh muslim) yang dituangkan dalam bentuk drama, sangat merangsang aspek afektif dan psikomotorik peseta didik. Rangsangan tersebut, diharapkan membangkitkan sikap, emosi, serta kelakuan peserta didik, agar mereka meniru, mencontoh, dan berusaha mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga,

(17)

kelak akan membentuk integritas diri peserta didik di kemudian hari.

Andi Fathurrahman, peserta didik kelas VII di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone mengemukakan pendapat tentang strategi ber-drama yang dilakukan guru, mengatakan;

Saya sangat senang dengan metode drama yang dipraktekkan di kelas. Saya merasa terdorong untuk melakukan hal yang sama (mengaplikasikan contoh materi drama tersebut) dalam lingkungan masyarakat.

Kegiatan mengevaluasi pengetahuan peserta didik dalam proses pembelajaran, merupakan suatu rangkaian strategi pembelajaran yang dilakukan guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone.

Karena, berkembang atau tidak pengetahuan, sifat, serta sikap peserta didik, dinilai dari proses evaluasi yang dilakukan.

c. Strategi yang Dilakukan Guru Sejarah Kebudayaan Islam di Luar Jam Pembelajaran (strategi lapangan)

Pada hakikatnya, strategi ini merupakan pengejawantahan atau bentuk pengaplikasian pengetahuan yang telah dipelajari peserta didik melalui proses pembelajaran di kelas, dituangkan dalam bentuk sifat, sikap, serta perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegitan ini, guru Madrasah Tsanawiyah Cina senantiasa memberi keteladanan, motivasi maupun himbauan kepada peserta didik, agar berusaha mengamalkan dan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya di tengah-tengah masyarakat. Seperti mencontohi dan meneladani sikap, sifat, serta perilaku nabi, sahabat, dan tokoh-tokoh muslim lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Strategi ini dimaksudkan agar peserta didik memiliki kebiasaan dan pengalaman untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang kelak diharapkan menjadi kepribadian dalam kehidupannya.

(18)

Firdaus mengatakan;

Sebelum menekankan kepada peserta didik untuk mencontoh, meniru, dan meneladani sifat dan perilaku baik tokoh-tokoh muslim, kami sebagi guru terlebih dahulu memperlihatkan sifat, perilaku, serta akhlak baik dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, bagaimana mungkin peserta didik dapat berprilaku dan berakhlak baik, kalau gurunya sendiri tidak mencontohkan.

Oleh karena itu, ilmu pengetahuan tidak hanya diketahui, tetapi berusaha diamalkan dalam bentuk perbuatan.

Sementara itu, Abdul Rahman mengemukakan pendapat berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan guru di luar jam pembelajaran tersebut dengan mengatakan;

Keteladanan, himbauan, dan dorongan motivasi yang diberikan guru kepada kami sebagai peserta didik, sangat berpengaruh terhadap sifat, sikap, dan perilaku kami di lingkungan madrasah dan masyarakat. Karena pesan dan himbauan tersebut, seakan-akan terngiang-terngiang di hati saya apabila saya melakukan kesalahan atau pelanggaran.

Berkaitan dengan strategi tersebut, dalam rangka membentuk integritas diri peserta didik, maka prinsip pendidikan yang harus diperhatikan adalah;

1. Peneladanan; yaitu nilai-nilai akhlak, sikap, serta perbuatan baik lainnya, dapat berkembang dan tertanam dalam diri setiap peserta didik melalui dengan keteladanan.

2. Pendidikan berbasis pengalaman; pengetahuan yang didapat oleh peserta didik melalui pengalaman langsung, biasanya lebih bermakna dan berkesan.

3. Mengembangkan pembiasaan; pengetahuan dalam berbentuk teori perlu dikembangkan oleh peserta didik melalui pembiasaan dengan praktek-praktek dalam kehidupan sehari-hari.

4. Pendidikan diberikan secara dialogis-interaktif; dalam rangka menanamkan pengetahuan yang dapat mengantar terbentuknya sikap, sifat, serta perilaku

(19)

bagi peserta didik, maka proses pendidikan seharusnya dilakukan melalaui hubungan dua arah.

Prinsip-prinsip pendidikan sebagaimana dikutip tersebut, oleh guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina betul-betul mereka perhatikan dan dituangkan dalam setiap proses pembelajaran. Prinsip keteladanan merupakan hal penting dalam pendidikan, oleh karena peserta didik merupakan “peniru ulung”

dalam kesehariannya. Prinsip pendidikan berbasis pengalaman juga penting, karena dengan pengalaman langsung, akan menimbulkan suatu kesan mendalam terhadap diri peserta didik. Sikap, sifat, perilaku, serta emosi peserta didik dapat berkembang menjadi kepribadian, dan pada akhirnya membentuk sebuah integritas diri. Semua diawali melalui proses pembiasaan. Oleh karena itu, prinsip mengembangkan pembiasaan dalam pendidikan sangat diperlukan.

Di Madrasah Tsanawiyah Cina, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Madrasah dikatakan bahwa;

Pembentukan integitas diri peserta didik diawali dengan pembekalan ilmu pengetahuan yang memadai. Tanpa ilmu, maka integritas diri tidak mungkin akan tercipta. Berawal dari ilmu itulah, maka sedikit demi sedikit akan membentuk sikap dan sifat seseorang, yang pada akhirnya akan membentuk integritas diri. Oleh karena itu, guru sebagai pendidik tidak hanya bertanggung jawab mentransferkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, akan tetapi juga pembentukan akhlak, karakter, dan integritas diri. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka faktor keteladanan, pembiasaan, pengalaman, serta faktor-faktor lainnya terlebih dahulu dicontohkan oleh guru sebelum menerapkannya kepada peserta didik.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone, telah diupayakan dengan sungguh-sungguh oleh guru Sejarah Kebudayaan Islam. Adapun strategi yang dilakukan dalam proses pembelajaran melalui tiga tahapan, yakni; strategi pembelajaran yang dilakukan guru sebelum dan

(20)

ketika proses pembelajaran sedang berlangsung; strategi yang diterapkan guru di akhir jam pembelajaran; dan strategi yang diterapkan guru diluar jam pembelajaran (strategi lapangan).

Strategi yang diterapkan sebelum dan ketika proses pembelajaran berlangsung, lebih menekankan untuk membentuk aspek kognisi peserta didik.

Sementara strategi di akhir jam pembelajaran, selain membentuk aspek kognisi, juga untuk merangsang sikap, emosi, perasaan (aspek afektif) peserta didik.

Sedangkan, strategi di luar jam pembelajaran (strategi lapangan), untuk membentuk dan melatih aspek motorik peserta didik. Dengan demikian, melalui kombinasi strategi yang dilakukan guru Sejarah Kebudayaan Islam tersebut, mengantar terbentuknya integritas diri peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone.

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembentukan Integritas Diri Peserta Didik di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone

a. Faktor Pendukung

Keberhasilan dan kegagalan sebuah program, sangat bergantung terhadap faktor yang mendukungnya. Dalam dunia pendidikan, keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan, banyak dipengaruhi oleh faktor pendukung seperti guru, keadaan peserta didik, sarana-prasarana, dan bagaimana memanfaatkan faktor pendukung tersebut sebaik dan seoptimal mungkin. Begitupun dalam membentuk integritas diri peserta didik, maka faktor pendukung merupakan hal yang sangat krusial terhadap pencapaian tujuan yang dikehendaki.

Di Madrasah Tsanawiyah Cina, terdapat faktor pendukung yang berpengaruh terhadap upaya pembentukan integritas diri peserta didik, yaitu;

(21)

1. Faktor materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa, integritas diri seseorang terbentuk melalui sebuah proses. Proses pembentukan integritas diri dalam dunia pendidikan, diawali dengan proses menanamkan ilmu pengetahuan yang mendalam terhadap diri peserta didik. Kegiatan tersebut, dilakukan melalui proses kegiatan pembelajaran di Madrasah. Bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam, selain memiliki muatan ilmu pengetahuan, juga mengandung materi pelajaran yang dapat membentuk integritas diri peserta didik.

Hasmawati menjelaskan bahwa;

Apabila diteliti secara seksama materi yang terdapat dalam bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam, maka kita akan mendapatkan banyak pengetahuan, kisah, serta sejarah yang dapat dijadikan sebagai motivasi untuk membangkitkan minat dan semangat peserta didik, agar memiliki sifat, sikap, serta perilaku terpuji lainnya (integritas diri) dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Identifikasi materi pelajaran sejarah Kebudayaan Islam yang menjadi faktor pendukung membentuk integritas diri peserta didik, adalah terdapat pada tabel berikut;

Tabel II

Identifikasi Materi Sejarah Kebudayaan Islam (kelas VII) sebagai Faktor Pendukung Membentuk Integritas Diri Peserta Didik

No Materi Pokok Pembelajaran

Identifikasi Faktor Pendukung Pembentuk Integritas Diri 1. Sejarah Kebudayaan Islam;

pengetian,tujuan, mamfaat,

-Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang

(22)

bentuk, dan wujud kebudayaan islam.

pengertian, tujuan, mamfaat, bentuk, dan wujud kebudayaan Islam.

2. Dakwah Nabi Muhammad saw., di Mekah.

-Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang dakwah Islam.

-Meneladani sifat, sikap, serta perilaku nabi dalam berdakwah di Mekah (membentuk aspek afektif).

-Motivasi untuk mencontoh dan meneladani sifat, sikap, serta perilaku nabi dalam berdakwah di Mekah (membentuk aspek motorik).

3. Dakwah Nabi Muhammad saw., di Madinah.

-Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang dakwah Islam di Madinah.

-Meneladani sifat, sikap, serta perilaku nabi dalam berdakwah di Madinah (membentuk aspek afektif).

-Motivasi untuk mencontoh sifat, sikap, serta perilaku nabi terhadap penduduk masyarakat Madinah yang plural dan majemuk (membentuk aspek motorik).

4. Khulafa<ur Ra<syidi<n. -Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang sejarah kepemimpinan Kh{ulafa<ur

Ra<syidin.

-Mengambil ibrah dari prestasi yang dicapai oleh Kh{ulafa<ur Ra<syidin (aspek afektif).

-Meneladani sifat, sikap, serta perilaku baik Kh{ulafa<ur Ra<syidi<n (aspek afektif).

-Motivasi untuk mencontoh sifat, sikap, perilaku baik, serta prestasi yang dicapai Kh{ulafa<ur Ra<syidi<n (aspek motorik) 5 Dinasti Umayyah -Mengembangkan aspek intelektualitas dan

pengetahuan (kognisi) peseta didik tentang sejarah berdiri, berkembang, sebab

keruntuhan Dinasti Umayyah.

-Mengambil ibrah dan hikmah terhadap sejarah terbentuk, perkembangan, dan keruntuhan Dinasti Umayyah (membentuk aspek afektif).

-Meneladani sifat, sikap, dan perilaku baik dari para Kh{alifah Dinasti Umayyah (membentuk aspek afektif).

-Motivasi untuk mencontoh dan meneladani

(23)

sifat, sikap, dan perjuangan Kh{alifah Dinasti Umayyah seperti ‘Umar bin ‘Abdul

‘Az{i<s (membentuk asfek motorik)

Tabel tersebut di atas, menunjukkan bahwa materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (kelas VII), selain terdapat aspek ilmu pengetahuan yang dapat menambah wawasan dan mengembangkan aspek kognisi peserta didik, juga mengandung nilai-nilai moral, akhlak, etika, sifat, dan sikap yang dapat dijadikan sebagai inspirator dan motivator dalam membentuk integritas diri peserta didik.

Sehingga dengan demikian, pengembangan dan pembentukan aspek kognisi, afektif, dan psikomotorik peserta didik, terdapat dalam muatan materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.

Tabel III

Identifikasi Materi Sejarah Kebudayaan Islam (kelas VIII) Sebagai Faktor Pendukung Membentuk Integritas Diri Peserta Didik

No Materi Pokok Pembelajaran Identifikasi Faktor Pendukung Pembentuk Integritas Diri

1. Dinasti Bani Abbasiyah -Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang sejarah berdiri, kejayaan, dan sebab-sebab kerunthan Dinasti Abbasiyah.

2. Kebudayaan dan Peradaban Islm pada masa Dinasti Abbasiyah.

-Mengembangkan aspek intelektulitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang faktor pendukung perkembangan dan kemajuan peradaban Islam masa Dinasti Abbasiyah.

-Mencontoh dan meneladani sifat, sikap, serta perilaku tokoh-tokoh Dinasti Abbasiyah dalam mengmbangkan dan memajukan politik, militer, serta kebudayaan dan peradaban Islam (membenuk aspek afektif dan motorik).

3. Kebudayaan dan peradaban Islam pada masa Dinasti Abbasiyah.

-Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang faktor pendukung perkembangan ilmu filsafat, kedokteran, astronomi, dan

(24)

ilmu-ilmu kealaman lainnya pada masa Dinasti Abbasiyah.

-Mengembangkan aspek ntelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang faktor pendukung perkembangan ilmu hadis, tafsir, fikh, tasawuf, dan ilmu-ilmu ke-Islaman lainnya pada masa Dinasti Abbasiyah.

-Menjadi motivasi untuk mencontoh sifat, sikap, pengorbanan, serta perjuangan ilmuan-ilmuan muslim pada masa Dinasti Abbasiyah (membentuk aspek afektif dan motorik)

4. Kebudayaan dan peradaban Islam pada masa Dinasti Ayyubiyah.

-Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengeatahuan (kognisi) peserta didik tentang sejarah terbentuk, perkembangan, serta kemunduran/kehancuran Dinasti Ayyubiyah.

5. Tokoh ilmuwan muslim pada masa Dinasti Ayyubiyah.

-Meneladani sifat, sikap, dan perjuangan para Sultan pada masa Dinasti Ayyubiyah (membentuk aspek afektif).

-Motivasi untuk mencontoh dan

mengaplikasikan sifat, sikap, dan perilaku baik para sultan pada masa Dinasti Ayyubiyah (membentuk aspek afektif dan motorik).

6. Sejarah hidup Salahuddin al-Ayyubi.

-Menjadi motivasi dan contoh untuk meneladani sifat, sikap,dan jiwa

keperwiraan Salahuddin al-Ayyubi dalam kehidupan sehari-hari (membentuk aspek afektif dan motorik).

Seperti halnya pada materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas VII, materi pelajaran kelas VIII pun juga mengandung banyak aspek yang dapat dijadikan tonggak dalam upaya membentuk integritas diri peserta didik.

Sebagaimana tercermin pada tabel di atas, teridentifikasi materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, yang apabila guru mampu mengelola pembelajaran dengan baik (pendekatan, strategi, teknik, dan taktik yang tepat), memperbesar kemungkinan peserta didik mencontoh dan meneladani apa yang terdapat dalam materi tersebut.

(25)

Tabel IV

Identifikasi Materi Sejarah Kebudayaan Islam (kelas IX) Sebagai Faktor Pendukung Membentuk Integritas diri Peserta Didik

No Materi Pokok Pembelajaran Identifikasi Faktor Pendukung Pembentukan Integritas Diri 1. Proses masuknya Islam di

Indonesia.

-Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang proses, cara, perkembangan, dan masuknya Islam di Indonesia.

2. Sejarah kerajaan Islam di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

-Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang sejarah berdiri, berkembang, dan keruntuhan kerajaan Islam di Jawa, sumatera, Sulawesi, serta pulau-pulau lainnya di Indonesia.

-Mencontoh dan meneladani sifat, sikap, serta perjuangan tokoh dan ulama dalam mengembangkan Islam di Indonesia (membentuk aspek afktif).

-Menjadi motivasi untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sikap, sifat, serta perilaku baik para tokoh dan ulama dalam menyiarkan Islam di Indonesia (membentuk aspek afektif dan motorik).

3. Sejarah hidup tokoh-tokoh Islam di Indonesia.

-Mengembangkan aspek intelektualitas dan pengetahuan (kognisi) tentang sejarah hidup tokoh-tokoh dan ulama Islam di Indonesa.

-Meneladani sifat, sikap, perilaku, dan perjuangan Abdul Rauf Singkel, wali Songo, dan ulama-ulama lain di Indonesia (membentuk aspek afektif).

-Menjadi motivasi untuk mencontoh dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sifat, sikap, perilaku dan perjuangan ‘Abdul Rauf Singkel, Wali songo, serta ulama-ulama lainnya di Indonesia (membentuk aspek afektif dan motorik).

(26)

4. Tradisi Islam di Nusantara -Mengembangkan aspek ntelektualitas dan pengetahuan (kognisi) peserta didik tentang tradisi dan adat-istiadat yang bernafaskan Islam di Nusantara.

-Menjaga, mengembangkan, serta

melestarikan tradisi dan adat istiadat Islam dalam kehidupan sehari-hari (membntuk aspek afektif dan motorik).

Memperhatikan ketiga tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam, terdapat aspek ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan dasar dan pegangan bagi guru untuk mengembangkan aspek kognisi, afektif, dan motorik peserta didik. Apabila dikaitkan dengan upaya membentuk integritas diri peserta didik, maka materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam menjadi alat inspirasi dan motivasi bagi guru dalam mendorong peserta didik untuk mencontoh dan meneladani sifat, sikap, dan perilaku baik tokoh-tokoh muslim. Memberikan semangat kepada peserta didik agar mereka berusaha mewujudkan dan mengimplementasikan sifat, sikap, dan perilaku baik tersebut dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga, berdampak terhadap terbentuknya integritas diri peserta didik kelak.

2. Faktor tenaga guru yang profesional

UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada Bab II Pasal 6 dijelaskan bahwa;

Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Undang-Undang di atas, di dalamnya terdapat tiga hal yang perlu digaris bawahi yakni tenaga profesional, Sistem Pendidikan Nasional, dan Tujuan

(27)

Pendidikan Nasional. Profesionalitas merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap guru, oleh karena gurulah yang akan mengimplementasikan Sistem Pendidikan Nasional agar mencapai Tujuan Pendidikan Nasional. Salah satu syarat formal menjadi tenaga guru profesional adalah melalui kualifikasi pendidikan.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan selama di lokasi Madrasah Tsanawiyah Cina, apabila keprofesionalan guru diukur dari tingkat kualifikasi pendidikan yang telah ditempuh, maka dapat dikatakan, guru-guru di Madrasah Tsanawiyah Cina rata-rata telah profesional. Hal tersebut dibuktikan dengan tingkat pendidikan yang telah dilalui guru di Madrasah Tsanawiyah Cina, sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

Tabel V

Daftar Nama dan Jenjang Pendidikan Guru Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone TahunPelajaran 2010/2011

No NAMA Jenjang

Pendidikan MA/

SMA

S1 S2

Keterangan

1. Muh. Agus - Ya - Kep. Madrasah/guru bid.

Studi

2. Hj. Nurhadiyah Daud - Ya - Wakep. Madrasah bag.

Kurikulum/guru bid. studi

3. Hasmawati - Ya - Wakep. Madrasah bag.

Kesiswaan/guru bid. Studi

4. Firdaus - Ya - Guru bid. studi

5. Sinar Anda - Ya - Guru bid. Studi

6. Jumardi Ahmad - Ya - Guru bid. studi

7. St. Ramlah - Ya - Guru bid. studi

(28)

8. Muh. Ridwan - Ya - Guru bid. studi

9. Rustam effendi - Ya - Guru bid. studi

10. Nurmayanti Ya - - Tahap penyelesaian studi

S1/guru bid. Studi

11. Sriyanti - Ya - Guru bid. studi

12. Hamriani - Ya - Guru bid. studi

13. Muh. Yunus - Ya - Guru bid. studi

14. St. Naimah - Ya - Guru bid. studi

15. Ahmad Takwim - Ya - Guru bid. studi

16. Masnira - Ya - Guru bid. Studi

17. Agus Budiyono Ya - - Tahap penyelesaian studi S1/guru bid. Studi

18. Rusniwati - Ya - Guru bid. studi

19. Astiana - Ya - Guru bid. studi

20. Nur fitri - Ya - Guru bid. studi

21. Herlina - Ya - Guru bid. studi

22. Jusriadi Ya - - Tata usaha

23. Ana Amriana Ya - - Tahap penyelesaian studi

S1/guru bid. Studi

24. Syamsuriani Ya - - Tata usaha

Pada tabel tersebut, terdapat informasi bahwa, tingkat kualifikasi pendidikan yang dimiliki guru di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone, rata-rata telah menyelesaikan kualifikasi pendidikan tingkat sarjana (S1). Ketika tingkat kualifikasi pendidikan yang menjadi acuan untuk menilai tingkat keprofesionalan guru, maka dapat dikatakan bahwa guru-guru tersebut sudah

(29)

profesional. Faktor keprofesionalan inilah yang menjadi pendukung untuk membentuk integritas diri peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Cina. Karena, dengan sikap profesional yang dimiliki guru, mereka akan menyadari bahwa tugas dan tanggung jawab mereka, tidak terbatas pada usaha mencerdaskan intlektualitas peserta didik semata, akan tetapi, juga usaha untuk mengembangkan potensi, sikap, sifat, serta kepribadian peserta didik ke arah yang lebih baik.

Keberadaan tenaga guru profesional yang dimiliki Madrasah Tsanawiyah Cina, sangat besar peranannya dalam membantu peserta didik membentuk integritas diri. Hal tersebut diakui oleh Kepala Madrasah sebagaimana termaktub pada wawancara berikut;

Dari sisi tenaga guru, kami sangat bersyukur karena rata-rata guru yang mengabdi di sekolah ini pada umumnya telah menyelesaikan pendidikan ditingkat sarjana. Keadaan seperti ini, sangat membantu kami dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional. Terkait dengan pembentukan integritas diri peserta didik, keberadaan tenaga guru yang profesional tersebut, sangat besar peran dan kontribusinya.

Selanjutnya, dalam redaksi yang sedikit berbeda, Wakil Kepala Madrasah bagian kurikulum Hj. Nurhadiah Daud mengatakan bahwa;

Di Madrasah ini, saya selaku Wakil Kepala Madrasah senantiasa menghimbau dan mendukung kepada seluruh guru agar menjaga kekompakan, memberikan contoh yang baik kepada peserta didik. Apabila muncul suatu permasalahan, maka kami secara bersama-sama mencari solusi untuk menyelesaikan, karena bila dibiarkan berlarut-larut akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran di sekolah. Akibatnya, peserta didik menjadi korban. Begitu pula terhadap peserta didik, kami senantiasa memberikan motivasi agar menjaga kekompakan dan bersikap saling menghargai diantara sesama.

Kedua keterangan yang dilontarkan oleh Kepala Madrasah dan Wakil Kepala Madrasah tersebut, menjadi bukti bahwa, keprofesionalan seorang guru baik dalam mengajar, maupun dalam berinteraksi dengan sesama guru dan peserta didik, sangat berpengaruh besar terhadap usaha membentuk integritas diri peserta

(30)

didik.

3. Faktor internal dan eksternal peserta didik

Dilihat dari dimensi peserta didik, maka terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembentukan integritas diri yakni, faktor internal dan faktor eksternal peserta didik. Faktor internal yang dimaksudkan dalam hal tersebut adalah hubungan sosial-psikologis ketika peserta didik berada dalam lingkungan madrasah seperti hubungan sesama peserta didik, antara peserta didik dengan guru, maupun antara peserta didik dengan pimpinan sekolah (kepala sekolah). Sedang faktor eksternalnya adalah keharmonisan hubungan antara peserta didik dengan pihak luar madrasah, seperti hubungan peserta didik dengan orang tua, hubungan peserta didik dengan lingkungan sekitar, hubungan peserta didik dengan warga masyarakat, kerabat, dan teman.

Peserta didik yang mempunyai hubungan yang baik secara internal, ditunjukkan oleh hubungan harmonis sesama peserta didik, saling menghargai dan saling membantu di antara sesama, memungkinkan iklim pembelajaran menjadi sejuk dan tenang sehingga akan berdampak terhadap motivasi, sikap, dan perilaku peserta didik. Sebaliknya, manakala hubungan tidak harmonis, iklim belajar akan penuh ketegangan dan ketidak nyamanan, juga akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku peserta didik. Demikian juga, peserta didik yang memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap sikap, sifat, serta perilaku peserta didik, sehingga upaya dalam membentuk integritas diri peserta didik akan tercapai secara maksimal.

Di Madrasah Tsanawiyah Cina, iklim internal peserta didik cukup kondusif baik di antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan komponen

(31)

madrasah lainnya.

Muh. Yunus, guru bidang studi bahasa Inggris mengemukakan bahwa;

Alhamdulillah, saya sebagai salah seorang guru di madrasah ini merasa sangat senang dan bahagia melihat sikap dan perilaku peserta didik. Di antara sesama mereka, anda (maksudnya peneliti) bisa melihat sendiri dengan mata kepala begitu harmonis dan rukunnya hubungan mereka sesama peserta didik. Terhadap guru, mereka santun dan sopan. Kepada tata tertib, mereka taat dan disiplin.

Sementara hubungan peserta didik dengan lingkungan eksternalnya (keluarga dan masyarakat), juga terjaga dengan baik. Berikut penuturan salah seorang peserta didik mengatakan;

Di antara sesama siswa kami senantiasa dihimbau oleh semua guru agar menjaga kekompokan, saling hormat dan menghargai. Kalau dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, saya selalu patuh serta menjaga nama baik, apalagi saya bersekolah di sekolah agama. Saya selalu berusaha mengamalkan apa yang telah diajarkan oleh guru kami di sekolah.

Penuturan dan pengakuan yang hampir sama di kemukakan oleh Berliani Hamzah yang mengatakan;

Saya kalau pulang dari madrasah, berusaha menjaga nama baik sekolah saya.

Semua pesan dan motivasi guru, saya berusaha mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua saya juga member contoh yang baik kepada anak-anaknya agar menjaga hubungan yang baik terhadap tetangga, sahabat, dan orang lain.

Keterangan di atas, mengindikasikan bahwa faktor materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, guru yang profesional, serta lingkungan yang kondusif, merupakan faktor pendukung pembentukan integritas diri peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone.

b. Faktor Penghambat

Sesuatu yang alami apabila dalam upaya merealisasikan sebuah program terdapat hambatan dan rintangan yang dihadapi. Begitu pula dalam usaha

(32)

membentuk integritas diri peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Cina, terdapat hambatan yang dialami oleh guru Sejarah Kebudayaan Islam, yaitu;

1. Faktor karakteristik peserta didik

Karakteristik masing-masing peserta didik berhubungan dengan aspek-aspek yang melekat pada diri peserta didik itu sendiri. Seperti motivasi, bakat, minat, kemampuan awal, gaya belajar, dan kepribadian.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa, peserta didik merupakan sekumpulan pribadi yang unik, masing-masing memiliki sifat, sikap, dan karakter yang berbeda. Perbedaan tersebut, disebabkan karena latar belakang kondisi keluarga, keadaan ekonomi, pembawaan, dan lingkungan.

Mengenai masalah karakteristik peserta didik tersebut, salah seorang guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina mengungkapkan;

Salah satu faktor penghambat pembentukan integritas diri peserta didik di sekolah ini adalah, faktor kepribadian peserta didik yang berbeda-beda. Ada peserta didik apabila merasa dirinya bersalah, tanpa harus diminta, mereka akan memohon maaf dengan sendirinya. Tetapi ada pula yang secara terang-terangan telah melakukan kesalahan, mereka tidak berusaha memohon maaf, bahkan merasa diri tidak bersalah. Itulah salah satu penghambat pembentukan integritas diri peserta didik di sekolah ini.

Sementara itu, guru bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam lainnya mengungkapkan bahwa;

Perbedaan karakteristik peserta didik dalam suatu lembaga pendidikan, merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Perbedaan karakteristik tersebut dapat disebabkab dari berbagai hal, seperti faktor keturunan, kondisi lingkungan keluarga, kondisi ekonomi, serta pengaruh-pengaruh lainnya.

Perbedaan-perbedaan tersebut, menjadi dinamika dan tantangan bagi guru di madrasah ini dalam upaya membentuk integritas diri peserta didik agar menjadi pribadi yang paripurna dalam kehidupannya kelak.

(33)

Keterangan di atas, mengindikasikan bahwa, pada dasarnya salah satu faktor penghambat terhadap upaya pembentukan integritas diri peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Cina yang dihadapi oleh guru, adalah perbedaan karakteristik pribadi dari masing-masing peserta didik. Walaupun pada dasarnya masalah seperti ini adalah sesuatu yang lumrah dalam dunia pendidikan, akan tetapi bagi guru di Madrasah Tsanawiyah Cina memandang hal tersebut sangat berpengaruh terhadap upaya pembentukan integritas diri peserta didik.

2. Faktor sarana dan prasarana pembelajaran

Sarana dan prasarana merupakan “instrument” alat yang digunakan dalam merealisasikan suatu program yang akan diwujudkan. Sarana yang lengkap, akan memperbesar peluang untuk mewujudkan suatu tujuan yang diharapkan.

Sebaliknya, sarana yang minim (tidak lengkap), juga bisa menjadi penyebab kurang optimalnya pencapaian tujuan yang dikehendaki.

Berdasarkan hasil observasi (pengamatan) selama di lokasi Madrasah Tsanawiyah Cina, apabila dibandingkan sarana dan prasarana pembelajaran yang dimiliki sekolah negeri atau sekolah unggulan lainnya, maka Madrasah Tsanawiyah Cina masih terasa tertinggal. Ketertinggalan tersebut terlihat dari minimnya media pembelajaran yang dimiliki, terutama media pembelajaran elektronik, buku-buku referensi, dan sarana tempat ibadah (mush{alla).

Meskipun media elektronik seperti laptop, komputer, dan kamera fhoto dapat menimbulkan efek negatif, akan tetapi, apabila dimanfaatkan untuk sebuah kebaikan, maka media tersebut mengandung manfaat yang teramat besar. Dalam dunia pendidikan, pemanfaatan sebuah media dalam proses pembelajaran, sangat membantu guru dalam menyampaikan pesan dan tujuan dari materi pelajaran yang

(34)

sedang diajarkan.

Guru Sejarah Kebudayaan Islam dapat memanfaatkan media elektronik dalam menyampaikan sebuah materi pelajaran kepada peserta didiknya.

Pemanfaatan media elektronik dalam menyampaikan sebuah materi pelajaran, secara tidak langsung membentuk pengalaman (kognitif), keterampilan (psikomotorik), serta nilai dan sikap (afektif) peserta didik.

Minimnya media elektronik yang dimiliki oleh Madrasah Tsanawiyah Cina, menjadi kendala tersendiri bagi guru Sejarah Kebudayaan Islam dalam upaya merancang strategi pembelajaran yang dapat mengantar terbentuknya integritas diri peserta didik. Kendala tersebut dirasakan oleh guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina yang mengatakan;

Dalam rangka membentuk integritas diri peserta didik di madrasah ini, kami selaku guru masih terkendala dengan minimnya media pembelajaran, terutama media elektronik. Padahal media tersebut bisa sangat membantu kami dalam merancang strategi pembelajaran, sehingga upaya membentuk integritas diri peserta didik dapat tercapai secara maksimal.

Selain media elektronik, minimnya buku-buku referensi dan buku rujukan yang tersedia di perpustakaan, juga merupakan faktor kendala. Padahal, buku merupakan sumber utama dan pertama dalam proses pembelajaran. Sehingga, pengadaan buku referensi atau rujukan merupakan keniscayaan yang tidak dapat diremehkan.

Walaupun pada dasarnya setiap guru bahkan peserta didik telah memiliki buku paket bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam, akan tetapi, terbatasnya buku rujukan/referensi di perpustakaan madrasah, berakibat terbatas pula informasi dan pengetahuan yang bisa kami berikan kepada peserta didik.

Mencermati pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa, keterbatasan buku referensi/rujukan, menjadi faktor kendala bagi guru Sejarah Kebudayaan Islam dalam proses pembelajaran di madrasah. Hal tersebut tentu berimplikasi

(35)

terhadap semangat dan minat peserta didik dalam belajar. Padahal, secara teoritis semakin banyak informasi pengetahuan tentang kisah serta sejarah heroik yang diketahui oleh peserta didik, yang dapat menggugah dan merangsang emosi mereka, maka semakin besar pula peluang untuk mencontoh dan meneladaninya.

Selain terbatasnya media pembelajaran elektronik dan minimnya buku referensi atau rujukan Sejarah Kebudayaan Islam di perpustakaan Madrasah Tsanawiyah Cina, tidak adanya tempat ibadah (Mush{alla atau Mesjid) di lokasi madrasah, juga merupakan faktor kendala tersendiri dalam upaya pembentukan integritas diri peserta didik di madrasah tersebut. Mush{alla/Mesjid sebagaimana diketahui, bukan hanya sebagai tempat ibadah semata, akan tetapi, juga sebagai tempat belajar mengajar serta kegiatan positif lainnya. Seperti yang dilakukan oleh nabi, sahabat, serta para ulama. Sehingga, keberadaan Mush{alla atau Mesjid dalam lokasi sebuah lembaga pendidikan (apalagi lembaga pendidikan agama) menjadi penting. Sebagai sarana pendukung dalam membentuk integritas peserta didik.

Kepala Madrasah Tsanawiyah Cina mengungkapkan;

Di madrasah ini memang belum ada mush{alla ataupun mesjid. Tetapi itu bukan karena faktor kesengajaan dan ketidak seriusan untuk membangun.

Melainkan adanya beberapa pertimbangan; pertama, lokasi tanah madrasah yang sempit; kedua, terbatasnya dana yang dimiliki madrasah; ketiga, kurang lebih seratus (100) meter dari lokasi madrasah, terdapat sebuah mesjid yang telah dibangun oleh masyarakat setempat. Jadi, untuk urusan beribadah seperti shalat Dz{uhur, kami arahkan seluruh peserta didik ke mesjid tersebut. Begitu juga, ketika ada materi pelajaran praktek shalat, maka mesjid tersebut bisa kami mamfaatkan. Walaupun demikian, akan menjadi lebih baik lagi apabila madrasah memiliki mush{alla atau mesjid tersendiri.

Pengakuan yang diungkapkan oleh kepala Madrasah Tsanawiyah Cina tersebut, secara tersirat mengandung makna bahwa, belum adanya sarana dan tempat ibadah yang dimiliki oleh madrasah, merupakan salah satu faktor

(36)

penghambat pembentukan integritas diri peserta didik di madrasah tersebut.

3. Faktor sosial dan lingkungan madrasah

Letak lokasi Madrasah Tsanawiyah Cina berada di tengah-tengah perkampungan warga masyarakat setempat. Posisi yang demikian itu, tidak dapat menghindarkan peserta didik dari pengaruh lingkungan masyarakat sekitar.

Meskipun pengaruh tersebut tidak semuanya negatif, akan tetapi, sedikit banyak tentu berdampak terhadap proses pembentukan sikap, sifat, serta tingkah laku peserta didik. Hal tersebut diakui oleh Wakil Kepala Madrasah Bagian Kesiswaan yang mengatakan;

Posisi madrasah yang berada di tengah-tengah perkampungan warga masyarakat sekitar, mempunyai efek negatif terhadap proses pembelajaran di madrasah. Disamping suara bising yang dapat mengganggu konsentrasi belajar peserta didik, kadangkala juga terdapat orang iseng (pemuda-pemuda pengangguran) yang biasa datang mengganggu. Hal seperti ini tentu berdampak buruk terhadap peserta didik.

Pernyataan yang dilontarkan oleh Wakil Kepala Madrasah tersebut, secara tegas mengakui bahwa faktor sosial dan lingkungan, menjadi masalah serius yang dihadapi oleh guru di Madrasah Tsanawiyah Cina dalam upaya membentuk integritas diri peserta didiknya.

4. Upaya Guru Sejarah Kebudayaan Islam dalam Membentuk Integritas Diri Peserta Didik di Madrasah Tsanawiyah Cina Kabupaten Bone

Dalam rangka mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2005, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, diperlukan suatu upaya serius dan

(37)

berkesinambungan. Tanpa adanya usaha, maka cita-cita luhur tersebut, mustahil akan terwujud.

Di Madrasah Tsanawiyah Cina, dengan segenap komponen yang dimiliki oleh madrasah, telah menempuh upaya dalam rangka membentuk integritas diri peserta didik, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang. Upaya yang dimaksud, dapat diklasifikasikan dalam dua (2) bagian kegiatan, yaitu; pertama, upaya atau kegiatan yang dilakukan guru melalui jalur pendidikan formal. Kedua, upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh guru melalui jalur non-formal.

a. Upaya atau kegiatan yang dilakukan guru melalui jalur formal

Yang dimaksudkan dalam kegiatan ini adalah, upaya yang dilakukan oleh guru Sejarah Kebudayaan Islam dan didukung oleh Kepala Madrasah, serta tenaga edukasi lainnya, pada saat proses pembelajaran di madrasah. Kegiatan ini meliputi;

upaya meningkatkan kreativitas dan inovasi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam; upaya menambah dan memperluas wawasan pengetahuan tentang sejarah Kebudayaan Islam; upaya memberi contoh dan teladan baik terhadap peserta didik;

upaya mendorong dan memotivasi peserta didik agar mencontoh dan meneladani sifat, sikap, serta perilaku baik para tokoh-tokoh muslim.

1. Upaya Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa, dalam proses pembelajaran, terdapat faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Faktor tersebut adalah faktor tujuan dan bahan pelajaran, faktor peserta didik, faktor lingkungan belajar, faktor alat dan sumber belajar, serta faktor kesiapan guru. Keanekaragaman faktor yang mempengaruhi pembelajaran tersebut,

(38)

maka seorang guru (khususnya guru Sejarah Kebudayaan Islam) dituntut untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam pembelajaran.

Kepala Madrasah Tsanawiyah Cina mengungkapkan;

Aktivitas belajar mengajar merupakan sesuatu yang kompleks dan banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Oleh karena itu, sebagai Kepala Madrasah, saya senantiasa mendorong kepada semua guru, termasuk guru Sejarah Kebudayaan Islam, agar meningkatkan kreativitas dan inovasi pembelajarannya, supaya kegiatan pembelajaran yang mereka lakukan dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik.

Pernyataan yang hampir senada dengan Kepala Madrasah, juga dilontarkan oleh Jumardi Ahmad, guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina yang mengatakan;

Secara sadar tanpa instruksi dan perintah dari Kepala Madrasah, semestinya bagi setiap guru bertanggung jawab untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi mengajarnya. Itulah yang saya lakukan sebagai guru, karena ini semua merupakan amanah yang harus dipertanggung jawabkan.

Upaya meningkatkan kreativitas dan inovasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru di Madrasah Tsanawiyah Cina tersebut, dilakukan dengan berbagai cara seperti mengikuti pelatihan, seminar, dan simposium. Selain itu, membaca buku-buku tentang pendidikan atau pengajaran untuk menambah pengetahuan tentang strategi dan perencanaan pembelajaran.

Firdaus mengatakan;

Untuk meningkatkan kreativitas dan inovasifitas pembelajaran Sejarah kebudayaan Islam, sebagai guru, kami selalu di utus oleh Kepala Madrasah setiap ada pelatihan, seminar, dan lokakarya. Baik yang diadakan di kota Watampone, maupun di kecamatan atau di sekolah-sekolah. Selain itu, membaca buku-buku pelajaran dan pendidikan tentu sangat membantu memberi pengetahuan kepada kami tentang strategi, metode, dan inovasi pembelajaran.

2. Upaya Menambah dan Memperluas Wawasan tentang Sejarah (khususnya Sejarah Kebudayaan Islam)

(39)

Membicarakan tentang Islam, maka banyak aspek yang terkandung di dalamnya. Ada ajaran, budaya, hukum, serta banyak lagi aspek-aspek lainnya.

Sehingga, tidak mengherankan apabila buku-buku yang berbicara tentang Islam, banyak ditulis baik dari kalangan umat muslim, maupun dari kalangan non-muslim (orientalis).

Bagi seorang guru (apalagi guru Sejarah Kebudayaan Islam), salah satu tugas dan tanggung jawab mereka adalah mentransfer, memperkenalkan, serta memberikan informasi pengetahuan yang benar tentang Islam kepada peserta didik.

Pekerjaan tersebut, merupakan tugas suci dan mulia karena akan mengantarkan peserta didik menjadi manusia-manusia unggul, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, sikap, emosi, serta tingkah laku.

Akan tetapi, tugas suci dan mulia tersebut, tidak akan berhasil secara optimal, apabila guru sebagai pendidik, memiliki wawasan yang sempit terhadap Sejarah Kebudayaan Islam itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan usaha agar guru senantiasa belajar dan membaca buku-buku yang berkaitan dengan sejarah Kebudayaan Islam.

Berkaitan dengan masalah tersebut di atas, Hasmawati, guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah Cina mengatakan;

Tanggung jawab membentuk integritas diri peserta didik di madrasah, merupakan tanggung jawab semua komponen yang terlibat dalam madrasah itu sendiri. Tidak terkecuali bagi guru Sejarah Kebudayaan Islam itu sendiri.

Karena buku-buku sejarah (khususnya sejarah Kebudayaan Islam) yang ada di perpustakaan sekolah kami sangat terbatas, maka kami selaku guru berusaha sendiri untuk mencari buku-buku referensi lain, agar wawasan dan pengetahuan kami tentang sejarah Kebudayaan Islam menjadi memadai.

Pernyataan tersebut di atas, menjadi bukti bahwa guru-guru di Madrasah Tsanawiyah Cina (khususnya guru Sejarah Kebudayaan Islam), telah berusaha

Gambar

Tabel di atas menunjukkan bahwa, sejak jabatan Kepala Madrasah dipegang oleh  Muh.  Agus,  terjadi  peningkatan  jumlah  peserta  didik
Tabel  tersebut  di  atas,  menunjukkan  bahwa  materi  pelajaran  Sejarah Kebudayaan Islam (kelas VII), selain terdapat aspek ilmu pengetahuan yang dapat menambah  wawasan  dan  mengembangkan  aspek  kognisi  peserta  didik,  juga mengandung  nilai-nilai
Tabel IV

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka pemetaan mutu pendidikan pada masa pandemi Covid-19, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah telah merilis

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. Gangguan pertukaran

Dengan adanya analisa mengenai kecelakaan lalu lintas pada ruas jalan Kota Tebing Tinggi diharapkan dapat mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas yang terjadi melalui

Setiap sampel diukur panjang total (cm), berat total (g). Sedangkan jenis kelamin setiap individu ikan ditentukan dengan cara memeriksa setiap spesimen secara visual

Berkaitan dengan waktu, biaya dan tenaga yang dimiliki oleh penulis, maka penelitian tidak akan mengungkap semua faktor yang mempengaruhi kompetensi guru dalam

Lembaran plastik yang reject digiling sendiri-sendiri dan tidak digabung dengan skeleton (aval) atau produk gelas plastik reject agar pada proses mixing mudah untuk

Pendidikan multikultural mengajarkan satu kesetaraan ketuhanan, atau dalam bahasa yang lain banyak agama tapi satu Tuhan. Bila demikian berarti pendidikan model

Analisis yang relevan dengan tujuan penelitian yaitu untuk memperoleh hasil kajian mengenai model yang ditawarkan dalam mengatasi permasalahan pada kinerja