• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA

Dalam dokumen PENGANTAR HUKUM TATA NEGARA (Halaman 29-37)

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Adapun arti dari proklamasi itu dalam garis besarnya ialah: 1. Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia

2. Puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan, setelah berjuan berpuluh-puluh tahun sejak 20 Mei 1908.

3. Titik tolak dari pelaksanaan Amanta Penderitaan Rakyat. Sejarah pemerintahan Indonesia bermula semenjak bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Pada tanggal 29 April 1945 pemerintah Jepang membentuk Badan Penyelidik usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) dan dibubarkan setelah menyusun RUUD Indonesia Merdeka. Pada tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 disaksikan oleh PPKi. Keesokan harinya PPKI mengadakan sidang dan menetapkan:

a. UUD 1945

b. Memilih Ir. Sukarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wkil Presiden RI .

c. Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

Dengan terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden atas dasar UUD 1945 itu maka secara formal sempurnalah Negara RI. Sejak saat itu semua syarat yang lazim diperlukan oleh setiap organisasi negara telah ada, yaitu : adanya rakyat negara tertentu, adanya wilayah negara tertentu , adanya kedaulatan, adanya pemerintahan dan tujuan tertentu yakni:

1) Rakyat negara Indonesia, yaitu bangsa Indonesia

2) Wilayah negara Indonesia , yaitu tanah air Indonesia yang terdiri dari 13.677 buah pulau besar dan kecil.

3) Kedaulatan negara Indonesia telah ada semenjak pengucapan Proklamasi Kemerdekaa Indonesia

4) Pemerintah negara Indonesia telah ada semenjak terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden atas dasar UUD 1945 sebagai pucuk pimpinan pemerintahan dalam negara.

5) Tujuan negara ialah mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

6) Bentuk negara Indonesia menurut pasal 1 ayat 1 UUD 1945 ialah negara Kesatuan.

Pembukaan UUD 1945 terdiri dari empat alinea dan mengandung pokok-pokok pikiran yang terpenting di dalamnya, antara lain:

a. Negara Indonesia haruslah suatu negar yang berdasarkan aliran pengertian negara kesatuan (paham untarasisme)

b. Dasar negara Indonesia yang terkenal dengan Pancasila.

Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari UUD negara Indonesia. UUD menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.

Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam UUD, beserta penjelasannya adalah:

a. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum

b. Sistem Konstitusional, yang berarti bahwa pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar); jadi tidak bersifat kekuasaan yang tidak terbatas

c. Kekuasaan negara yang tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawratn Rakyat (MPR).

d. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi di bawah MPR

e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR

f. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas, karena kepala negara harus bertanggung jawab kepada MPR dan kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR

g. DPR tidak dapat dibubarkan oleh presiden.

Dinamika Sejarah Perkembangan Ketatanegaran Indonesia

1) Sejarah Perkembanngan Ketatanegaraan Indonesia Periode 17 Agustus 1945-27 Desember 1949

Dengan dikumandangkannya Proklamasi Kemerdekaan 1945, dilihat dari segi hukum tata negara, berarti bangsa Indonesia telah memutuskan ikatan dengan tatanan hukum sebelumnya, baik tatanan Hindia Belanda maupun tatanan hukum pendudukan Jepang. Dengan perkataan lain, Bangsa Indonesia mulai saat itu telah mendirikan tatanan hukum yang baru, yaitu tatanan hukum Indonesia, yang berisikan hukum Indonesia, yang ditentukan dan dilaksanakan sendiri oleh bangsa Indonesia (Joeniarto, 2001:20)

Sehari setelah proklamasi dikumandangkan, para pemimpin bekerja keras membentuk lembaga kepemerintahan sebagaimana layaknya suatu negara merdeka. Dalam kesempatan ini, PPKI menyelenggarakan rapat pada tanggal 17 Agustus 1945, sebagai rapat yang pertama setelah proklamasi kemerdekaan. Atas inisiatif Soekarno dan Hatta, mereka merencanakan menambah 9 orang sebagai anggota baru yang terdiri dari para pemuda seperti Chairul Saleh dan Sukarni. Namun, karena para pemuda menganggap bahwa PPKI bentukan Jepang, akhirnya para pemuda meninggalkan tempat.

Rapat pertama PPKI dilaksanakan di Pejambon, Jakarta. Sebelumnya, Soekarno dan Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wachid Hasjim, Mr. Kasman Singodimedjo, Mr. Teuku Mohammad Hassan, untuk mengkaji perihal rancangan pembukaan UUD sebagaimana tercantum dalam Piagam Jakarta yang dibuat oleh BPUPKI pada tanggal 22 Juni 1945, khususnya berkaitan dengan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya”. Hal ini perlu dikaji karena pemeluk agama lain merasa keberatan jika kalimat itu dimasukkan dalam UUD. Akhirnya, setelah dilakukan pembicaraan yang dipimpin oleh Hatta, dicapai kata sepakat bahwa kalimat tersebut dihilangkan dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Rapat pleno kemudian dimulai pada pukul 11.30 di bawah pimpinan Soekarno dan Hatta. Dalam membicarakan UUD ini rapat berlangsung lancar, yakni sekitar dua jam rapat telah berhasil menyepakati bersama rancangan Pembukaan dan UUD Negara Republik Indonesia. Rancangan yang dimaksud adalah Piagam Jakarta yang dibuat oleh BPUPKI, dan dengan sedikit perubahan disahkan menjadi UUD yang terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh yang terdiri dari 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Ayat Aturan Tambahan disertai dengan penjelasan. Dengan demikian, Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dalam hidup bernegara dengan menentukan arahnya sendiri.

2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

Dalam rapat untuk memilih presiden dan wakil presiden, tampil Otto Iskandardinata yang mengusulkan bahwa pemilihan dilakukan secara mufakat. Ia sendiri mengajukan Soekarno dan Hatta masing-masing sebagai presiden dan wakil presiden. Tentunya hal ini sesuai dengan UUD yang baru saja disahkan. Dalam musyawarah untuk mufakat, secara aklamasi peserta sidang menyetujui dan menetapkan Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden pertama Republik Indonesia, diiringi dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dengan demikian, secara konstitusi Negara Republik Indonesia, Soekarno resmi sebagai Presiden Republik Indonesia Pertama.

Kesan munculnya “Totaliterisme baru” jelas tidak menguntungkan citra Republik Indonesia di mata negara-negara Sekutu pemenang Perang Dunia II,

itu, maka Wakil Presiden mengeluarkan Maklumat Nomor X, tanggal 16 Oktober 1945 yang mencakup dua hal, yakni: Pertama, izin pembentukan partai-partai. Negara State Party yang merupakan partai tunggal akhirnya dibatalkan.

Kedua, yang menjadi tujuan dari Maklumat Wakil Presiden itu adalah pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai pengganti MPR. Tujuannya adalah “division of power” sehingga DPR dan MPR tidak lagi dirangkap Presiden. Kemudian, mulai tanggal 1 November 1945, kabinet bertanggung jawab kepada Badan Pekeja KNIP sehingga dalam praktiknya yang terjadi adalah sistem parlementer di mana BP KNIP berperan sebagai Parlemen. (Burhan D.Magenda dalam Gloria Juris vol.7.;2007:119)

Tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis, Sutan Sjahrir dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda. Terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia (dari sistem Presidensiil menjadi sistem Parlementer) memungkinkan perundingan antara pihak RI dan Belanda. Dalam pandangan Inggris dan Belanda, Sutan Sjahrir dinilai sebagai seorang moderat, seorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang. Sementara Pihak Republik Indonesia memiliki alasan politis untuk mengubah sistem pemerintahan dari Presidensiil menjadi Parlementer, karena seminggu sebelum perubahan pemerintahan itu, Den Haag mengumumkan dasar rencananya, akan tetapi Ir Soekarno menolak hal ini. Sebaliknya, Sjahrir mengumumkan pada tanggal 4 Desember 1945 bahwa pemerintahnya menerima tawaran ini dengan syarat pengakuan Belanda atas Republik Indonesia. Alasan lain dengan perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil ke parlementer karena Indonesia ingin menunjukkan pada negara lain bahwa Indonesia adalah negara merdeka yang demokratis. Negara demokrasi menurut negara-negara barat pada masa itu selalu identik dengan multipartai dan sistem parlementer. Ini adalah strategi yang sengaja dimunculkan oleh tokoh-tokoh pada saat itu agar kemerdekaan Indonesia segera mendapat pengakuan dari negara-negara barat.

Berlangsungnya sistem Parlementarisme dalam konteks UUD 1945 yang Presidensial itu memang menimbulkan instabilitas karena nasib kabinet

ditentukan oleh BP KNIP dan bukan oleh Presiden. Presiden hanyalah menjadi Kepala Negara dan bukan kepala eksekutif, yang justru dijabat oleh Perdana Menteri. Sampai saat pembentukan Republik Indonesia Serikat Desember 1949, ada tiga Perdana Menteri, yakni Sutan Sjahrir, Amir Sjarifuddin, dan Hatta. Sutan Sjahrir dan Amir Sjarifuddin masing-masing dua kali menjadi Perdana Menteri sedang Hatta memimpin kabinet Presidensial, tapi yang tetap bertanggung jawab kepada BP KNIP.

2) Sejarah Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia Periode 27 Desember 1949-17 Agustus 1950

Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda, serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok, yaitu: 1. Didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat;

2. Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan 3. Didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.

Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar. Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran.

Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi.” Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian

bagiannya. Negara-negara bagian itu adalah: Negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan.

Secara khusus isistem pemerintahan Indonesia disebutkan dalam pasal 118 ayat 2 yang menyatakan :

Tanggung jawab kebijaksanaan pemeritahan berada di tangan menteri, tetapi apabia kebijaksanaan meteri/para menteri ternyata tidak dapat dibenarkan oleh DPR, aka menteri –menteri itu harus mengundurkan diri. Atau DPR dapat membubarkan menteri-menteri (kabinet) tersebut dengan lasan mosi tidak percaya.

Berdasarkan ketentuan diatas dapat disimpulkan: pertama, yang dimaksud pemerintah adalah presiden dengan seorang atau beberapa menteri. Presiden di dalam menyelenggarakan pemerintahan negara tidak dapat diganggu gugat. Yang bertanggung jawab untuk kebijaksanaan pemerintahan di tangan menteri-menteri. Kedua, dari segi pertanggungjawaban menteri-menteri, maka sistem pemerintahan berdasarkan konstitusi RIS menganut sistem pemerintahan parlemen, yaitu menteri-menteri baik secara bersama-sama sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).

3) Sejarah Perkembangan Ketatanegaran Indonesia Periode 17 agustus 1950-5 juli 191950-59

Menurut Dasril Radjab : Sistem ketatanegaraan berdasarkan Konstitusi RIS tidak beruur panjang. Hal ini disebabkan isi konstitusi itu tidak mengakar dari kehendak rakyat dan bukan pula merupakan keputusna politik dari rayat indonesia akan tetapi merupakan rekayasa dari luar pihak baik pihak belanda maupun PBB.

Pemberlakuan UUD 1950 ini menggunakan pasal 190, pasal 127 a, dan pasa 191 ayat 2 UUD RIS. Secara formal UU no.7 tahun 1950 hanya sebagai perubahan dari konstitusi RIS, bukan suatu pergantian konstitusi sehingga negara yang berdiri atas dasar perubahan konstitusi ini dapat dinyatakan sebagai lanjutan dari negara RIS. Seolah-olah lahir suatu UUD di dalam bungkusan UU No. 7 Tahun 1950 termuat dalam suatu UUDS 1950 yang lengkapdan sempurna dengan

pembukaan dan batang tubuhnya yang baru dengan berdasarkan prinsip-prinsip yang baru pula.

Dari ketentuan pasal 131 ayat 1 UUDS 1950 disimpulkan bahwa pada UUDS 1950 telah diatur dasar dan mekanisme dari desentralisasi daerah, yaitu dengan memberikan hak enuh (otonom) kepada daerah untuk mengatur wilayahnya sendiri.

Memerhatikan sistem pemeritahan berdasarkan UUDS 1950 terlihat bahwa sistem pemerintahan berdasarkan UUDS 1950 adalah sistem parlementer. Tugas-tugas eksekutif dipertanggungjawabkan kepada menteri-menteri baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Kepala negara sebagai pucuk pimpinan pemeriintahan tidak dapat diganggu gugat, karena kepala negara dianggap tidak pernah bersalah (the king can do no wrong).

Berkaitan dengan Dekrit Presiden 5 juli 1959, wirjono djodikoro mengatakan:

Tindakan mendekritkan kembali ke UUD 1945 (staats noodrech). Ini berarti bahwa dalam keadaan ketatanegaraan tertentu, kita dapat terpaksa mengadakan tindakan yang menyimpang dari peraturan-peraturan ketatanegaraan yang memaksa ini, dianggap oleh presiden/ panglima tertinggi angkatan perang ada dalam negara kita. Dan berdasarkan atas inilah Dekrit Presiden /Panglima Tertinggi Angkatan Perang tenang kembali ke UUD 1945 dikeluarkan.

Berdasarkan pendapat tersebut semakin jelaslah bahwa keberadaab Dekrit 5 juli 1959 sebagai hal yang menyimpang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ketatanegaraan adalah sah berdasarkan ketentuan hukum darurat negara.

4) Sejarah Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia Periode 5 Juli 1959 Sampai Sekarang

a. Masa 5 Juli 1959-11 Maret 1966

Dengan berlakunya kembali UUD 1945, presiden yang sebelumnya hanya berlaku sebagai kepala negara selanjutnya juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri tersebut sebagai pembantu presiden, diangkat dan diberhentikan oleh presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR, melainkan kepada

Hasil amandemen konstitusi mempertegas deklarasi negara hukum, dari semula hanya ada di dalam penjelasan, menjadi bagian dari batang tubuh UUD 1945. Konsep pemisahan kekuasaan negara ditugaskan. MPR tidak lagi memegang kekuasaan membentuk UU tetapi hanya berhak mengajukan dan membahas RUU. Kekuasaan diserahkan kembali kepada lembaga yang berhak yaitu DPR.

Akuntabilitas politik melalui proses rekruitmen angota parlemen dan presiden yang langsung, diperkuat lagi dengan sistem pemberhentian mereka jika melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan konstitusi. Dalam hal perlindugan HAM, amandemen UUD 1945 memberikan jaminan yang jauh lebih komprehensif dibandingkan dengan aturan sebelum amandemen.

Dengan demikian, secara umum hasil amandemen UUD 1945 lebih memberikan dasar konstitusi bagi lahir dan tumbuhnya negara hukum indonesia dalam kelangsungan sistem ketatanegaraan ke depan.

Dalam dokumen PENGANTAR HUKUM TATA NEGARA (Halaman 29-37)

Dokumen terkait