• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Komik di Indonesia

Dalam dokumen 2. ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI (Halaman 37-43)

Cikal bakal komik Indonesia (cergam) berawal dari bentuk relief candi, wayang beber, dan wayang kulit. Tiga bentuk tersebut sudah ada sebelum perkembangan komik Amerika (Rina 20).

Dimulai dari era prasejarah, cergam kerap diidentikkan sebagai buku atau kertas yang diberi gambar-gambar dan jalinan cerita. Marcellm Bonneff dalam disertasinya mengenai cergam yang ditulis tahun 1972 (Kepustakaan Populer Gramedia; 1998) menjabarkan bahwa cikal bakal dan sejarah cergam jika dirunut lebih jauh, ternyata sudah ada sejak zaman prasejarah, yaitu dari relief candi Prambanan dan Borobudur. Meskipun tidak menyerupai cergam saat ini, relief-relief yang ada di dinding candi sebetulnya sudah berbicara dengan gambar. Begitu pula dengan wayang beber yang bercerita lewat gamba r di atas permukaan

47

gulungan kain. Bukti pertama cikal bakal cergam sudah terdapat pada monumen-monumen keagamaan yang terbuat dari batu (Rina 20).

Gambar 2.27. Relief Candi Prambanan

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Relief_Candi_Prambanan.JPG

Gambar 2.28. Contoh Wayang Beber

Sumber : http://wayang.wordpress.com/2010/07/23/wayang-beber-2/

Pada tahun 1930, munculnya cergam strip Put On karya Kho Wang Gie dalam surat kabar Sin-Po merupakan tonggak cergam modern Indonesia. Cergam

Put On diterbitkan pada tahun 1931. Selain Sin-Po, muncul cergam lainnya seperti Si Tolol (Star Magazine, 1939-1942), cergam Oh Koen, cergam strip legenda kuno dari Sumatra berjudul Mentjari Poetri Hidjaoe karya Nasroen A.S (Rina 20).

Tahun 1940 hingga 1950-an saat masa pendudukan Jepang di Indonesia, industri pers dimanfaatkan untuk keperluan propaganda Asia Timur Raya (1942), namun cergam masih tetap muncul seperti cergam Pak Leloer (1942) dan legenda Roro Mendoet yang digambar oleh B.Margono. Dan pada tahun 1953, cergam mulai menapaki masa awal keemasanya dengan lahirnya cergam Sri Asih karya R.A. Kosasih dan Nina Pu tri Rimba karya Djoni Lukman (Johnlo). Pada era tersebut banyak bermunculan cergam-cergam yang mengikuti gaya gaya komik Barat. Begitu kuatnya pengaruh pengaruh komik Barat, sehingga hampir semua cergam Indonesia bercerita sosok jagoan pembela keadilan dengan kekuatannya (Rina 20).

Cergam wayang pun bermunculan, dengan adanya tema pendidikan. Cergam wayang cukup sukses menggempur pasaran lokal dan mampu menggeser dominasi komik Barat. Tahun 1963-1965 dimana Indonesia berada di bawah pimpinan Soekarno dan sedang berjuang melawan kolonialisme, banyak cergam yang mengangkat tema mengenai nasionalisme dan pahlawan seperti cergam berjudul Trunodjojo atau Pattimura. Setelah tahun 1965, arah dunia cergam makin tak jelas karena tak ada lagi professional sejati begit u juga kalangan cergamis kala itu tidak memiliki kelompok yang terorganisir. Keadaan kian memburuk lantaran muncul cergam-cergam yang dipolitisasi tanpa nama cergamis. Para cergamis pun khawatir karena mereka mulai diinterogasi dan dicurigai. Polisi dan de monstran muda mulai menyita cergam-cergam yang diduga melanggar moral dan bertentangan dengan Pancasila. Pada masa tersebut cergamis mulai sadar untuk membela kepentingan dirinya. Akhirnya dibentuklah Ikasti (Ikatan Seniman Tjergamis Indonesia) (Rina 21).

Setelah tahun 1971, cergam mulai bebas dari pengawasan ketat. Para cergamis ternyata masih berupaya untuk konsisten untuk berusaha lepas dari pengaruh Barat dan menonjolkan budaya sendiri. Aneka genre cergam pun bermunculan seperti roman, fiksi ilimiah, horror atau cerita detektif. Begitu juga

49

Universitas Kristen Petra cergamis yang berusaha kembali ke cergam wayang atau legenda. Salah satu fenomena yang muncul yaitu terbitnya majalah cerga baru bulanan berjudul Eres (September 1969). Majalah tersebut mampu bertahan karena adanya pasokan teratur dari para cergamis, adanya cerita pendek, wawancara dengan orang-orang terkenal, dan sebagainya. Komik -komik Indonesia dengan beragam genre tersebut memiliki ukuran 13,5 x 17,5 cm, jumlah halaman 56-64 halaman, warna hitam putih, serta hanya dua panel atas-bawah. Bentuk tersebut dianggap efisien, murah, dan mudah pula pengerjaannya, maka kemudian dijadikan standar industri cergam di Indonesia hingga tahun 1980-an (Rina 22).

Salah satu tokoh cergam Indonesia yang paling terkenal yaitu R.A. Kosasih, beliau dikenal sebagai Bapak Komik Indonesia. Debut pertamanya sebagai cergamis dilakoni secara professional pada tahun 1953. Awalnya penerbit memaksanya meniru komik Amerika, namun kemudian mengarahkannya ke komik wayang. Karya pertamanya yang terbit adalah Sri Asih. Kemudian beliau aktif meneliti dokumen dan mulai mencipta komik epos besar yang berasal dari India, yaitu Mahabarata dan Ramayana . Beliau tak hanya dianggap perintis, namun juga inspirator bagi cergamis dari generasi ke generasi. Karena itulah namanya kemudian diabadikan sebagai nama award untuk cergam oleh Konde. Hingga saat ini, puluhan karyanya selalu dicetak ulang. Beliau berhenti membuat cergam di tahun 1993 karena faktor usia (Rina 25). Komik Indonesia sekali lagi menghembus nafas pada tahun 1994 dengan munculnya Rama-Shinta : Legenda Masa Depan dan komik. Imperium Majapahit oleh Jan Mintaraga.

Gambar 2.29. Komik Ramayana karya R.A. Kosasih Sumber : www.multiply.com

Selain R.A. Kosasih, yaitu Ganes TH sebagai salah satu tonggak kejayaan komik Indonesia, juga menciptakan cergam berjudul Si Buta Dari Gua Hantu , yang dimunculkan dalam cergam petualangan sejak tahun 1968, dan sempat difilmkan pada tahun 1971. Cergamis tersebut sempat kuliah di ASRI, Yogyakarta, lalu kembali ke Jakarta untuk meneruskan kegemarannya, yaitu melukis dan membuat ilustrasi pesanan (terutama karikatur). Ganes adalah salah satu cergamis yang diorbitkan oleh penerbit Eres (Rina 24).

51

Universitas Kristen Petra Gambar 2.30. Komik Si Buta Dari Gua Hantu karya Ganes TH

Sumber : www.komikdancersilantik.blogspot.com

Di Indonesia, komik underground juga beredar di kalangan tertentu (disebut cergam indie ) mulai tahun 1985. Komik indie merupakan gagasan mainstream namun diproduksi dan di-publish sendiri. Sebagian orang menyebut gagasan tersebut dengan istilah Self Publish Comic. Contoh komik indie yang dikemas sebaik mainstream adalah Knight of Apocalpyse karya Is Yuniarto, John G Reinhart, dan Aswin Agastya.

Gambar 2.31. Komik Knight of Apocalypse karya Is Yuniarto Sumber : www.singaliar.blogspot.com

Perkembangan indie yang lumayan revolusioner, terjadi media online. Selain menjadi ajang pameran dan pembelian, media online juga menjadi ruang komunikasi yang efektif forum mailing list). Salah satu contoh yang berhasil adalah serial Gibug dan Oncom yang awalnya hanya hanya dapat dilihat di alamat http://gibug.com secara gratis, namun kini terbit dalam bentuk buku serial dan dapat di-akses melalui mobile phone (Rahadian 30).

Gambar 2.32. Komik Gibug dan Oncom Sumber : www. showcase.indonesiakreatif.net

Pada tahun 2003, penerbit lokal M&C menerbitkan 3 komik lokal dan salah satunya adalah Caroq oleh Thoriq yang mengawali aktifnya komik Indonesia pada tahun 1990 (dikutip dalam Guntur Christiawan 9).

Dalam dokumen 2. ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI (Halaman 37-43)

Dokumen terkait