• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perburuhan ditengarai muncul pertama kali di Eropa sebagai reaksi atas perubahan-perubahan yang dimunculkan Revolusi Industri. Penemuan mesin (tenaga) uap di Inggris sekitar 1750, membuka peluang untuk memproduksi barang/jasa dalam skala besar39

Revolusi Prancis (1795) menjadi simbol tuntutan dari kelompok baru masyarakat modern yang mulai muncul: diproklamirkan keniscayaan persamaan derajat bagi setiap warga Negara dan kebebasan berdagang (bergiat dalam lalu lintas perdagangan). Hukum pada tataran Negara-bangsa dikodifikasikan ke dalam

. Sebelum itu, secara tradisional, pekerjaan di bidang agrikultur diselenggarakan mengikuti sistem feodalistik, pekerja atau buruh tani mengerjakan tanah milik tuan tanah dan menghidupi diri mereka dari hasil olahan ladang yang mereka kerjakan sendiri. Sejak abad pertengahan, di perkotaan, kerja terlokasir di pusat-pusat kerja kecil dan diselenggarakan oleh kelompok-kelompok pekerja dengan keahlian tertentu (gilda) yang memonopoli dan mengatur ragam bidang-bidang pekerjaan tertentu. Sekalipun demikian, kelas wirausaha (entrepreneur) baru yang bermunculan menuntut kebebasan dalam rangka memperluas cakupan dan jangkauan aktivits mereka.

39

Agusmidah, Bab-bab tentang hukum perburuhan Indonesia–Denpasar: Pustaka Larasan; Jakarta: Universitas Indonesia; Universitas Leiden, Universitas Groningen, 2012

kitab undang-undang yang dilandaskan pada prinsip-prinsip baru seperti kebebasan berkontrak dan kemutlakan hak milik atas kebendaan. Perserikatan kerja yang dianggap merupakan peninggalan asosiasi pekerja ke dalam gilda-gilda dihapuskan.

Napoleon menyebarkan ide baru tentang sistem demikian ke seluruh benua Eropa. Meskipun demikian, selama kurun abad ke-19 tampaknya kebebasan-kebebasan baru tersebut di atas hanya dapat dinikmati sekelompok kecil masyarakat elite yang kemudian muncul. Mayoritas masyarakat pekerja/buruh kasar tidak lagi dapat menikmati cara hidup tradisional mereka (yang dahulu berbasis agrikultur) dan terpaksa mencari penghidupan sebagai buruh pabrik. Kebebasan-kebebasan di atas (berkenaan dengan kebebasan berkontrak dan hak milik absolut) secara dramatis memaksakan gaya hidup yang sama sekali berbeda pada mayoritas masyarakat pencari kerja (usia produktif). Mereka terpaksa menerima kondisi kerja yang ditetapkan secara sepihak oleh kelompok kecil majikan penyedia kerja. Kemiskinan memaksa mereka, termasuk keluarga dan anak-anak kecil, bekerja dengan waktu kerja yang sangat panjang. Kondisi kerja yang ada juga mengancam kesehatan mereka semua. Gerakan sosialis yang kemudian muncul, namun juga kritikan dari pemerintah, gereja dan militer, kemudian berhasil mendorong diterimanya legislasi perburuhan yang pertama. Di banyak Negara Eropa, buruh anak dihapuskan. Tidak berapa lama berselang penghapusan ini diikuti oleh kebijakan-kebijakan lain berkenaan dengan jam kerja buruh perempuan di bidang industri. Baru kemudian aturan yang sama muncul untuk buruh laki-laki.

Sekitar tahun 1900-an, beberapa Negara Eropa memodernisasi sitem perburuhan mereka perihal kontrak atau perjanjian kerja, yang sebelumnya dilandaskan pada konsep-konsep dari Hukum Romawi. Satu prinsip baru diperkenalkan, yaitu bahwa buruh atau pekerja adalah pihak yang lebih lemah dan sebab itu memerlukan perlindungan. Buruh mulai mengorganisir diri mereka sendiri dalam serikat-serikat pekerja (trade unions). Secara kolektif mereka dapat

bernegosiasi dengan majikan dalam kedudukan kurang lebih setara dan dengan demikian juga untuk pertama kalinya diperkenalkan konsep perjanjian/kesepakatan kerja bersama (collective agreement). Hugo Sinzheimer, guru besar hukum dari Jerman adalah yang pertama kali mengembangkan konsep kesepakatan kerja bersama dan mendorong legalisasinya. Konsep yang ia kembangkan di Jerman pada era Weimar dicakupkan ke dalam perundang-undangan dan langkah ini menginspirasi banyak Negara lain untuk mengadopsi konsep yang sama.

Di Jerman pula diperkenalkan pertama kali konsep dewan kerja (works council) yang juga menyebar ke banyak Negara di Eropa pada abad ke-20. Asuransi/jaminan sosial sudah berkembang di Jerman pada akhir abad ke-19 dan menyebar ke seluruh Eropa sejak awal abad ke-20. Pada tataran berbeda, juga dikembangkan kesepakatan-kesepakatan internasional yang dibuat dengan tujuan mencegah persaingan antar negara dengan dampak buruk (penurunan standard perlindungan buruh; race to the bottom). Pada akhir Perang Dunia Pertama, revolusi sosial di Russia dan Jerman menyadarkan banyak pemerintah bahwa diperlukan pengembangan kebijakan sosial yang bersifat khusus. Dalam perjanjian perdamaian (pengakhiran perang dunia pertama; the Peace Treaty of Versailles) pada 1919 dibentuklah the International Labour Organisation (ILO).

Pendirian Organisasi Perburuhan Internasional ini dilandaskan kepercayaan bahwa perdamaian yang lebih langgeng harus dibangun berdasarkan keadilan sosial. Berkembangnya legislasi bidang perburuhan di banyak negara juga terdorong oleh krisis ekonomi (malaise, 1930-an) dan pengabaian hukum secara massif oleh pemerintahan Nazi-Jerman. Presiden Amerika Serikat, Roosevelt, pada akhir Perang Dunia ke-2 mendeklarasikan four freedoms (empat kebebasan) yang terkenal, dalam hal mana kebebasan ke-empat, freedom from want (kebebasan dari kemiskinan) merujuk pada keadilan sosial. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights; 1948) dengan tegas menyatakan bahwa

hak-hak sosial adalah bagian dari hak asasi manusia. Negara-negara Eropa mengembangkan Negara kesejahteraan di mana warga-negara dilindungi oleh pemerintah dari sejak lahir sampai mati (from the cradle to the grave).

ILO terus menambah jumlah konvensi dan mengembangkan satu International Labour Code yang mencakup semua persoalan yang terkait dengan perburuhan. Sekalipun demikian, selama dan pasca krisis minyak bumi di 1970-an, hukum perburuhan dan jaminan sosial tampaknya telah mencapai puncak perkembangannya. Pada masa itu pula ditengarai adanya sisi lain dari perkembangan sistem perburuhan : perlindungan yang terlalu ketat kiranya menyebabkan berkurangnya daya saing industri dan kelesuan pekerja.

Pada 1990-an, kejatuhan dan kehancuran sosialis di Negara-negara Eropa Timur mendorong gerakan liberalisasi. Dalam konteks menanggapi tuntutan globalisasi dikembangkanlah Undang-undang Perburuhan Eropa. ILO memperbaharui konvensi-konvensi yang ada dan menekankan pentingnya sejumlah hak-hak buruh yang terpenting (core labour rights). Sekalipun undang-undang perburuhan Eropa merupakan satu contoh nyata yang mencerahkan bagi banyak Negara berkembang, ihtiar perbaikan atau pemajuan standard sosial di Negara-negara tersebut masih berjalan sangat lambat. Sejak 1970-an, Bank Dunia maupun PBB lebih memperhatikan pemajuan hak-hak sosial dan ILO mendorong dan mendukung perkembangan sosial di Negara-negara berkembang.

Sejarah Gerakan Buruh Di Indonesia

Zaman Kolonial Belanda

Abad ke 19 merupakan abad paling revolusioner dan penuh sejarah di negeri kepulauan yang dikenal Indonesia. Di awal abad itu Konsep negara dipersiapkan oleh Herman Willem Daendels (1808-1811). Pada abad ini pula pola sistem sosial kapitalistik terbentuk di Indonesia. lembaga keuangan seperti NHM dan Javasche Bank didirikan dalam upaya menghancurkan hegemoni komersil Inggris. Pada zaman ini tampil pengusaha-pengusaha Eropa mengelola SDA

Industri perkebunan dan pabrik, dimana kaum bumiputera disiapkan jadi buruh, ini lah pertamakalinya kemunculan buruh di Indonesia.

Sejarah gerakan buruh di Indonesia dimulai sejak zaman kolonial hindia belanda moment pentingnya adalah 1830-1870 dimana produk hukum kolonial belanda dikecetuskan cultuurstelsel. Sementara tahun 1870 dirancangnyaAgrarische wet. Sementara pada zaman liberalisme sampai ke zaman Reformasi adalah periode yang sangat panjang, tiap-tiap masanya mempunyai perbedaan walau pada esensinya buruh selalu mengalami ketertindasan, namun hal inilah yang membuat betapa pentingnya untuk mengkaji ulang bagaimana sejarah gerakan di Indonesia40

Pada masa ini telah ada industrial kapitalistik (hubungan modal antara buruh dengan pengusaha) untuk memproduksi barang secara masal sejak tahun 1830

.

41

40

Edi Cahyono dan Soegiri. Gerakan Serikat Buruh. Hasta Mitra. 2003.

41

ibid, hlm 106

. Pada tahun 1842 terjadi rotasi penanaman tebu di kabupaten Batang keresidenan Pekalongan dan menjalankan politik perluasan penanaman tebu. Sehingga pada saat itu memerlukan tenaga kerja yang banyak. Sejumlah masyarakat desa tersebut melakukan kerja. Tetapi tenaga kerja yang membuka dan mengelola lahan itu tidak dibayar dengan alasan karena belum cukup melunasi pajak natura tebu yang ada dalam kontrak kerja. Oleh karena itu planter (penanam tebu) tidak mau melunasi dan bahkan para planter melakukan tuntutan untuk kenaikan upah. Sementara di Yogjakarta pada tahun 1882 terjadi mogok buruh yang berturut-turut. Pertama tahun bulan juli 1882 sasaran 4 pabrik, kedua agustus 1882 5 pabrik dan perkebunan ketiga oktober 1882, melanda 21 perkebunan. Isi tuntutan buruh tersebut adalah kenaikan Upah, kerja yang berat, kerja jaga tiap hari 1 hari dalam 7 hari, upah tanam yang tidak sering dibayar, harga bambu dari petani terlalu murah serta pegawas belanda memukuli buruh. Pada abad ke 19 cenderung tulisan-tulisan ilmiah mengangkat persoalan proses petani.

Sementara petani hindia belanda adalah petani yang dikategorikan buruh tani atau miskin. Konsep tentang kepemilikan tanah akan mempengaruhi perkembangan buruh di hindia/Indonesia. Van des bosch adalah pranata pribumi. Dalam mengelolah tanah digunakan ikatan adat. Artinya tuan-tuan tanah di desa-desa dijadikan alat untuk melanggengkan perampasan tanah rakyat. Penghidupan rakyat semakin sengsara akibat dari sistem tanam paksa yang diterapkan Van Des Bosch, ia memadukan antara perkebunan dan pertanian. Tetapi perlu diingat bahwa STP tidaklah mempunyai keinginan membangun industri nasional. Mereka hanya membangun komoditi-komoditi yang dibawa dari luar untuk dikelola pribumi secara paksa.

Kenyataannya jauh lebih menindas daripada hukumnya sendiri yang mengesahkan penindasan tersebut. Tanah yang diserahkan oleh petani pada kenyataannya tidaklah 1/5 melainkan 2/3 bahkan terkadang seluruhnya; bekerja wajib tidak 66 hari melainkan paling minimal tiga bulan dan tanpa dibayar. Mereka hanya diberi makan dan tempat tinggal diatas perkebunan yang menyerupai kandang kambing, sehingga banyak yang mati karena menderita kelaparan dan terjangkit berbagai jenis penyakit. Sementara di sektor perkebunan, dikeluarkan apa yang disebut Poenale Sanctie, sebuah peraturan yang sangat menindas para buruh yaitu keharusan bagi pekerja untuk tidak meninggalkan pekerjaan sebelum habis kontrak. Mobilisasi tenaga kerja besar-besaran dengan cara paksa ini telah melahirkan golongan baru dalam masyarakat Indonesia yaitu klas buruh yang lahir dari pembukaan perkebunan besar dan pabrik-pabrik manufaktur yang ada di jawa-sumatera-kalimantan-sulawesi. Dari hari ke hari klas buruh bertambah jumlah dan kualitasnya seiring dengan semakin banyaknya petani kehilangan tanah, kerja paksa dan rendahnya pendapatan dari hasil pertanian. Demikian pula dengan pembangunan tranportasi modern seperti kereta api telah melahirkan buruh kereta api.

Berdirinya bengkel mesin telah melahirkan buruh bengkel, bertambahnya buruh-buruh pelabuhan, buruh angkut dan lain sebagainya. Hal ini sebenarnya

telah berlangsung sejak zaman Daendels dan Raffles. Inilah yang dinamakan dengan proletarisasi besar-besaran untuk kepentingan kolonial Belanda. Bedanya proletar yang tercipta, bukan dari hubungan produksi kapitalisme, tapi feodalisme Indonesia yang dimanfaatkan oleh kolonialisme Belanda. Ini ditandai dengan adanya penggunaan tuan tanah lokal dalam pelaksnaaan Sistem Tanam Paksa.

Setelah 1870 perkembangan industri semakin pesat. Zaman dikenal sebagai zaman liberal ini mendorong swasta eropa untuk datang ke Indonesia. Sebagian perdagangan swasta mengambil ahli peran yang selama ini dilakukan Oleh NHM. Dalam hal ini investasi tidak hanya di jawa tetapi telah meluas ke sumatera. Hal ini berbeda dengan di jawa. Dimana di jawa ada proses mentranformasikan stuktur feodal/kerajaan ke stuktur birokrasi kolonial.

Sementara di sumatera tidak perlu. Hal ini dikarenakan di daerah deli oleh jacobus nienhuys mendatangkan buruh dari semenanjung melayu. Tetapi pada perkembangannya, karena buruh melayu mahal maka buruh didatangkan dari Jawa. Serikat-serikat buruh orang-orang eropa di hindia belanda berdiri sejak abd ke-19. Berturut-turut lahir seperti nedelandsch-indish onderwijzers genotschap (NIOG) tahun 1897, SS bond di jawa, suikerbond (1960), Cultuurbond, Vereeninging voor spooren tramweg personel in Ned-idie di semarang 1908. Suikerbond tahun 1909 di surabaya, Duanebond tahun 1911, postbond tahun 1912, pandhuisbond 1913. Faktor utama berdirinya pertumbuhan organisasi buruh adalah dimana di nederland sedang mengalami pertumbuhan gerakan buruh. Ciri-ciri organisasi buruh pada masa itu adalah tidak diperbolehkan mendirikan organisasi buruh di luar ijin dari kolonial belanda (pasal 111 regeling reglement).

Memasuki pada tahun 1900, kolonial belanda menerapkan sistem politik etis di Indonesia. Politik ini seolah-olah dilahirkan sebagai balas budi terhadap pribumi. Tetapi berdasarkan praktiknya, politik etis dibuat untuk mendukung kegiatan-kegiatan belanda di hindia belanda. Politik etis ini mempengaruhi dinamika gerakan buruh di Indonesia dimana politik ini turut melahirkan kalangan

baru di Indonesia, yaitu kaum intelektual. Damapaknya banyak organisasi buruh yang dibentuk oleh bumipoetra. PBP (1911), PGB (1912),PGIB (1912), PPPB (1914), ORB dan VIPBOUW (1916) serta PFB (1917). Sementara pada kalangan tinghoa dibentuknya Tiong Hoa Sie Gie yang kemudian mengalami pergantian nama menjadi Kaum Boeroeh Bond (FPB) tahun 1917.

Perhimpoenan Kaoem Tani Boeroeh (PKBT) didirikan pada tanggal 1917 di lingkungan industri gula.organisasi ini dikembangkan oleh Porojitno yang dibentuk oleh SI dan ISDV Surabaya tahun 1916. Kemudia PKBT dipecah menjadi PKT dan PKBO. PKBO kemudian melebur PFB yang dibentuk oleh Soerjopranoto. Pada tahapan berikutnya, VSTP (14 Nov 1908) di semarang oleh 63 ribu buruh imfor dari eropa yang bekerja pad 3 jalur kereta api. Sedangkan terobosan baru serikat buruh dipelopori agar bersatu pada sebuah Organisasi.

Pada tahun 1919 Persatoean Pergerakan Kaoem Boereo (PPKB) digagas oleh Sosrokardono yang kemudian Semaoen terpilih menjadi ketua dan Soejopranto sebagai wakil ketua. Jelaslah bahwa lahirnya PPKB di tengah-tengah masyarkat, bagi gerakan buruh bangsa Indonesia Umumnya, berarti setingkat kemajuan dalam usaha pedoman-pedoman yang terpimpin. PPKB ini merupakan induk pertama dari Orgnisasi buruh di Indonesia. Maksud dan tujuan dari didirikannya PPKB jelas dalam anggaran dasarnya pasal 2 yang berbunyi : Ia bermaksud mengajak dan mengadakan persatuan antara sederajat kaum buruh supaya dapat suatu kekuasaan. Kekuasaan itu akan dipergunakan umumnya buat memperhatian keperluannya kaum buruh dalam pekaranya lahir dan batin, yang pertama keperluannya yang sudah bersatu dalam PPKB. Dalam rencana perjuangan yang disusun, menggambarkan sesuatu yang diinginkan buruh untuk menjamin kesejahteraan. Sementara program yang lain seperti jam kerja 8 jam untuk siang, malam 6 jam untuk malam serta selama 14 hari libur setahu dengan mendapat bayaran. Disamping dari itu kecuali ketentuan-ketentuan jaminan sosial seperti upah,pensiun,perawatan harus menjadi tanggung jawab pengusaha, yang

terpenting adalah dalam politik. Dalam Pasal (a) gerakan Umum PPKB antar lain meliputi (Sandra, 2007, hlm 16)42

1. Majelis rakyat yang anggota dipilih oleh rakyat :

2. Kemerdekaan dalam dalam bersura dan mengutarakan pendapat. 3. Dikuasainya bank-bank, transportasi, pabrik oleh negara.

Pergeseran pandangan politik antara SI dengan ISDV sudah mulai menunjukkan pertentangan. Pokok persoalannya adalah selisih yang terletak pada paham politik dimana SI beraliran keislaman sementara ISDV beraliran Komunis. Di dalam kongres SI yang ke V dan VI mengambil keputusan bahwasannya membersihkan aliran politik di luar islam dari keanggotaan SI, disebit partij discipline. Perselisihan-perselisihan di tubuh pimpinan PPKB mempengaruhi perkembangan organisasi.perbedaan pandangan politik akan melahirkan 2 aliran yang saling berkotradiksi. Saat kongres I di Semarang telah terjadi bibit perpecahaan di tubuh PPKB, tinggal menunggu saatnya. Pertentangan yang semakin mendalam puncaknyaketika di Yokjakarta Juni 1921 koferensi dari segala organisasi-organisasi yang berkesudahan pecahnya PPKB.

Dengan terjadinya perpecahan di Internal PPKB, maka pihak yang mengundurkan diri menyusun suatu kesatuan diantara mereka yang disebut Revolutation Vakcentral43

Masa revolusi 1945 sampai ke “demokrasi terpimpin” pergerakan buruh banyak perkembangannya, dimana organisasi buruh banyak berafiliasi dengan partai, Partai Buruh Indonesia (PBI) yang kemudian melakukan fusi dengan partai rakyat sosialisnya Sutan Sjahrir dan berubah menjadi Partai Sosialis. Melihat . Sebagai ketuannya Semaoen, pengurus dari VSTP. VSTP menjadi keanggotaan yang paling banyak. Sementara anggota yang lain terdiri dari perserikatakan-perserikatan kecil di Semarang.

42

Sandra. Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia.TURC. 2007

43

situasi demikian, Moeso beranggapan bahwa kedudukan PKI sebagai partai klas buruh dapelopor revolusi telah mengecil. Ada tiga Partai Klas Buruh yaitu PKI oleh Joesoef, PBI dan Partai Sosialis, yang mengakui Marxisme-Leninisme dan tergabung dalam Front Demokrasi Rakjat (FDR) dibentuk 28 juni 194844

44

Edi Cahyono dan Soegiri, 2003 Op cit hlm 134

. Serikat Buruh dianggap sebagai sekolah untuk komunisme. Seiring dengan perkembangan dinamika organisasi buruh yang tidak terlepas dari dinamika kepartaian aliran kiri, sehingga jalan yang dipilih adalah mengadakan hanya 1 kepartaian yang legal dari klas buruh. PKI yang didirikan oleh Moeso digantikan dengan PKI baru. Itu dibangun oleh Moeso, Pamudji, Sukajat, Abdul Azis, Abdul Rachim, Amir Sjarifuddiin dkk.

FDR/PKI melakukan Proklamasi madiun pada 18 september 1948 yang berakibat pembataian terhadap organisasi ini oleh pemerintahan RI. Pun demikian angota-anggota yang selamat dari pembantian di awal 1950 menjalankan lagi tugasnya kembali PKI di bawah pimpinan D.N aidit. Pada tanggal 15 september 1945, Barisan Buruh Indonesia (BBI) di dirikan di jakarta. Dalam pidato pendiriannya mengatakan bahwa perlunya persatuan barisan kaum buruh supaya nantinya mempermudah pekerjaan-pekerjaan serikat buruh dan Partai buruh. BBI kongres di Solo pada tanggal 7 november 1945. Resolusi kongres adalah peleburan BBI ke Partai Buruh Indonesia (PBI) dengan kedudukan di Surabaya. Tetapi berdasarkan rapat selanjutnya BBI dihidupkan. Melihat perkembangan organisasi buruh dan partai buruh semakin pesat, tentara Inggris dan Belanda membentuk Buruh Indonesia sebagai tandingan Buruh progesif yang berflat kuning. Pada tahun 1946 BBI diganti dengan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GASBI). Sebagaian dari PBI memisahkan diri dan mendirikan Partai Buruh Merdeka (PBM). Sewaktu ketika PBI bergabung dengan PKI. Kemudian PBM berubah nama menjadi Partai Murba.

Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dibentuk pada tanggal 29 november 1946 merupakan gabungan dari organisasi buruh GASBI dan GSBV. Dalam perkembangannya, SOBSI Organisasi Buruh yang Paling besar yang beranggotakan 2,5 juta (1950-an). Pasca dari perjanjian linggar jati SOBSI mengalami perpecahan. Sehingga membentuk Gabungan Serikat Buruh revolusioner Indonesia (GASBRI). Organisasi keislaman juga ikut serta di dalam pembentukan Organisasi Buruh yaitu Serikat Buruh Islam Indonesia (SBII) yang dibentuk oleh masjumi. Prinsip perjuangannya bahwa perjuangan buruh berbeda dengan perjuangan politik. Organisasi ini menegakkan Agar buruh dan Majikan berkompromi walau kehidupan buruh masih sekarat. Pada intinya Serikat ini Menginginkan kontrol dan menghancurkan Serikat yang berpolitik.

Kebijakan Perburuhan Di Zaman Kolonial Belanda

Dari bernagai macam literatur yang ada dijelaskan bahwa sistem perburuhan Indonesia dimulai dengan zaman perbudakan, rodi dan poenale sactie. Pada zaman perbudakan orang yang melakukan pekerjaan pada orang lain, yaitu budak tidak memiliki hak apapun. Para budak hanya mempunyai kewajiban untuk melakukan segala pekerjaan dan melakukan segala perintah tanpa sekalipun boleh menentangnya, sedangkan sang majikan sebagai pihak yang berkuasa betul-betul mempunyai hak penuh, bukan saja terhadap perekonomiannya namun juga terhadap hidup matinya para budak itu sendiri45

1. Pasal 114 berisi larangan jual beli budak dari luar Indonesia (Hindia Belanda)

. Melihat kondisi tersebut diatas terdapat suatu usaha penghapusan perbudakan yang dilakukan oleh Raffles. Usaha ini membuahhkan lahirnya S.1817 Nomor : 42 yang bersisi larangan untuk memasukan budak-budak ke pulau jawa. Kemudian Tahun 1818 ditetapkan pula undang-Undang Dasar Hindia Belanda yaitu RR (Regeling Reglement) 1818 yang beberapa pasalnya menyatakan sebagai berikut :

45

2. Pasal 115 berisi perintah untuk mengadakan peraturan-peraturan mengenai perlakukan terhadap keluarga budak.

Pelaksanaan peraturan tersebut diatas diatur dalam beberapa peraturan pelaksana, salah satunya adalah S.1825 Nomor 44. Selanjutanya pengaturan tersebut diubah yaitu pada Tahun 1836 dengan dikeluarkannya RR 1836 selanjutnya RR 1854 yang didalam pasal 115-117 tegas-tegas menghendaki agar perbudakan segera dihapuskan paling lambat 1 januari 186046

Zaman rodi (kerja paksa) sendiri mulai terjadi bersamaan dengan zaman perbudakan, dan resminya berakhir untuk jawa dan Madura tangaal 1 Februari 1938

.

Selain dari budak pada zaman ini dikenal juga peluruhan dan perhambaan. Peluruhan adalah ketidakbebasan sesorang karena terikatnya pada suatu kebun tertentu. Orang-orang ini bersama dengan orang-orang cina dan para budak diharuskan menanam pala yang harus dijual kepada VOC, dengan harga yang telah ditentukan. Sedangkan perhambaan adaalah bekerjanya sesorang pada orang lain (tanpa upah) karena orang lain itu pernah meminjam uang kepada orang lain tersebut dan tidak mampu membayarnya maka ia bekerja kepada orang tersebut sebagai usaha mengansur pengembalian utangnya.

Pada tahun 1616 VOC melakukan pelarangan mengenai perhambaan ini, pada tahun 1808 Daendels mempartegas, larangan ini berlanjut dengan adanya RR 1818, samapi akhirnya pada tahun 1822 lahir Staatsblaad Nomor 10. Yang kemudian staatsblaad ini diperteguh pada tahun 1854 di daerah jawa dan Madura dengan adanya pasal 118 RR 1854 yang kemudian menjadi pasal 172 Indische Staatsregeling 1926. 47 46 Ibid., hal 13 47

Imana Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja Perlindungan Buruh, Cet.V, Jakarta : Pradya Paramita, 1983., hal.15

. Kerja rodi ini dimasudkan untuk kepentingan penguasa dimana penguasa memaksa rakyat untuk bekerja tanpa mengenal prikemanusiaan. Kerja rodi ini

dijalankan di bidang perkebunan, bangunan-bangunan untuk kepentingan penguasa, pembuatan pabrik-pabrik, pengangkutan benda-benda berat untuk kepentingaan militer dan lain-lain.

Pada zaman penjajahan ini terdapat juga Poenale Sanctie. Yaitu suatu peraturan perburuhan yang didalamnya mengatur adanya ancaman pidana. Ponale Sanctie ini diatur dalam Algemene Politie Strafreglement 1872 Nomor 111, yang menentukan : seorang tiada alasan yang dapat diterima meninggalkan atau

Dokumen terkait