BAB II
KEADAAN UMUM PENGUPAHAN DI INDONESIA
2.1 Upah
Upah memberikan peranan penting dan memberikan ciri khas suatu
hubungan yang disebut dengan hubungan kerja, bahkan upah merupakan tujuan
utama dari seorang pekerja melakukan pekerjaan pada orang atau badan hukum
lain.
Padadasarnyapengertianupahmenganutpadaapayangtermuatdalam
konvensiInternational Larbour Organisation
(ILO)mengenaiperlindunganupahatauProtectionofwage.Indonesia juga mengikuti
acuan tersebut dengan sedikit penyesuaian. Pengertian upah
yangdianutolehIndonesiasesuaidenganPeraturanPemerintahNo.08tahun
1981mengenaiperlindungan upah yaitusuatu penerimaan
sebagaiimbalandaripengusahakepadaburuhuntuksuatupekerjaanataujasayangtelah
atauakandilakukan,dinyatakanataudinilaidalambentukuangyangditetapkanmenurut
suatupersetujuanatauperaturan-perundang-undangan,dandibayarkan atas dasar
suatu perjanjian kerjaantara pengusaha dengan buruh, termasuk
tunjanganbaikuntukburuhsendirimaupunkeluarganya34
34
Suwanti, Hubungan Indostrial dalam Praktek, Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia 2003 hal 188
.
Dengan pengertianupah diatas, maka upah di satu sisi adalah merupakan
hak pekerja/buruhdankewajiban pengusaha, di sisilain pekerja/buruh
berkewajiban memberikan waktu, tenaga dan pikiran
untukbekerjaataumemberikanjasa.Disampingitunegarakitajugamenganutbahwaupa
hjugamemiliki sifatsosial,
Undang-undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan,mengaturdengantegasdanjelasmengenaipengupahanyangdiaturpa
dabagiankedua“pengupahan”tepatnyaPasal88sebagaiberikut:
Pasal 88 ayat (1) : “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh
penghasilanyangmemenuhipenghidupanyanglayakbagikemanusiaan”.(2).
“Untukmewujudkanpenghasilanyangmemenuhipenghidupanyanglayakbagi
kemanusiaansebagaimanadimaksudpadaayat(1).Pemerintah
menetapkankebijakanpengupahanyangmelindungipekerja/buruh”.
(3).“Kebijakan
pengupahanyangmelindungipekerja/buruhsebagaimanadimaksudpadaayat(2
)meliputi:
1. Upahminimum
2. Upahkerjalembur
3. Upahtidakmasukkerjakarenaberhalangan
4. Upah tidakmasuk
kerjakarenamelakukankegiatanlaindiluarpekerjaannya,
5. Upahkarenamenjalankanhakwaktuistirahatkerjanya
6. Dendadanpotonganupah
7. Hal-halyangdapatdiperhitungkandenganupah
8. Strukturdanskalapengupahanyangproporsional
9. Upahuntukpembayaranpesangon,dan
10.Upahuntukperhitunganpajakpenghasilan
MenurutUUNo. 22tahun1999tentangPemerintahanDaerahdan Peraturan
minimummerupakankewenanganpemerintahpropinsisebagaidaerahotonom.
Makapemerintah propinsi perlu memilikipengawasuntukpenegakan
hukumketentuanupahminimum,dengankatalaindipemerintahpropinsi
perlumemiliki tenaga pengawas spesialis/khusus untuk mengawasi
pelaksanaanupahminimum. Pemerintah pusat berwenang
menetapkanpedomanpenentuankebutuhanfisikminimum.Besarnya upah minimum
tidak lagi ditetapkan oleh pemerintah pusat,pemerintah daerahmelakukan berbagai
kajian khususnya mengenai
tingkathargadidaerahsebagaiacuanutamauntukmenetapkanupahminimumatas
dasar kebutuhanfisikminimum.
Diatur juga bahwa dalam pengupahan ada 2 (dua) jenis upah yang
ditetapkan oleh pemerintahan daerah otonom yaitu ;
1. UpahMinimumPropinsi(UMP)
UMPiniadalahmerupakantingkatupahterendahbagikabupaten/kotayang
berada di wilayah propinsi yang bersangkutan tanpa mempertimbangkan
sektortertentu.Apabilakabupaten/kotabermaksudmengaturbesarnyaupahmi
nimum untukdaerahyang bersangkutan(UMK),maka UMKyang
bersangkutanharuslebihtinggidariUMP.ApabilaUMKyangdimaksudsama
atau lebih rendah dariUMP, maka tidak perlu pemerintahkabupaten/kota
mengatursendiri,tetapimenggunakanstandaryangtelahditetapkanolehUMP.
2. UpahMinimumSektoral
Upah minimum sektoral adalah upahminimum bagi sektoryang
bersangkutandanharuslebihtinggidariUMPmaupunUMK.Olehkarenaitu
upahminimum sektoral hanya diberlakukan terhadap
sektor-sektortertentuyangmemilikikemampuanlebihbaik. Sektorlain yang
kemampuannya rendahtidakperludiaturupahminimumsektoralnya,tetapi
diberlakukan untuk tingkat propinsi sehingga menjadi Upah Minimum
sektoralpropinsi(UMSP),tingkatkabupaten/kotasehinggamenjadiupahmini
mum sektoral kabupaten/kota(UMSK)ataubahkantingkatnasional.
2.1.1 Sejarah KebijakanUpah Minimum Provinsi di Indonesia
KebijakanupahminimumdiIndonesiapertamakalidiperkenalkanpadaawaltahu
n1970an, meskipunsudahmemilikisejarahyangcukup
panjang,implementasidarikebijakanupahminimuminitidakbegitutegaspadaawal-awalpelaksanaan35
Kebijakanupahminimummulaidigunakansebagaiinstrumentyangpentingbagi
kebijakan
pasartenagakerjaolehpemerintahIndonesiapadaakhirtahun1980an.Haliniberawaldar
i adanya tekanan
internasionalsehubungandenganpelanggaranterhadapstandartkerja
InternasionaldiIndonesiapadasaatitu,secarakhususpadasector-sektorusahayangberorientasi ekspor.Secaralebihspesifik,sebuahperusahaan
multinasionalterkenalmilikAmerikaSerikatyangberoperasidiIndonesiapadawaktuitud
iprotes olehsebuahorganisasipersatuan
perdaganganAmerikaSerikat(AFL-CIO)danjugaoleh
beberapaaktivishakasasimanusiainternasionalakibatpenetapanupahyangrendahdank
ondisi kerjayangburuk.Dalamkasusini,tekanan internasionaltelahmemaksakan
untuk
terciptanyasebuahklausasosialyangdisebutjugadenganGeneralSchemePreferences( .
Dalamperiodetersebutupahminimumditetapkanjauhberadadibawahtingkatkeseimba
ngan
upahmenunjukkanbahwaupahminimumtidakmengikatbagisebagianbesarpekerja.Up
ahminimumdiIndonesiarelatiftidakdipaksakandandigunakanhanyasebagaitujuanyan
gbersifat simbolis.
35
GSP)
yangmanaberisipenolakanatasprodukdarinegarayangsedangberkembang,termasukI
ndonesia,
dimanastandarkerjanyamasihberadadibawahstandaryangdiakuisecarainternasional.
Dalamprakteknya,kondisiinimemaksapemerintahIndonesiauntukmautidakma
umenjadi
lebihperhatianterhadapkebijakanketenagakerjaanmereka,termasukdidalamnyakebij
akan upahminimum.Halinidilakukandengan
caramenaikkanupahminimumtigakalilipatsecara
nominal(atauduakalilipatsecarariil)padaakhirtahun1980anagarsejalandenganbiaya
kebutuhanfisikminimum
(KFM).KFMsendiridiukurolehbiayadaripaketkonsumsimini-mum,termasukdidalamnyamakanan,perumahan,pakaian,danbeberapajenisbarangya
nglain untukpekerja lajangdalamsatu bulan(Sukatrilaksana,2002).
Adapunkebutuhanfisikminimumseorangpekerjadihitungdarikebutuhanminim
umpekerja
untukkalori,protein,vitamindanminerallainnya.DengankatalainKFMadalahkebutuh
an minimumpekerjayangdibutuhkanselamasatubulanberkaitandengankondisi
fisiknyadalam melakukanpekerjaan.Secararincikebutuhan
fisikminimumpekerjaadalahsebagaiberikut:
1. KFMuntukPekerjaLajang, yaitu2600 kaloriperhari.
2. KFM(K-0)untuk Pekerjadengan istritanpaanak,yaitu4800kaloriperhari.
3. KFM(K-1)untukPekerjadenganistridan
satuoranganakyaitu6700kaloriperhari.
4.
KFM(K-2)untukPekerjadenganistridanduaoranganakyaitu8100kaloriperhari.
5. KFM(K-3)untukPekerjadenganistridantigaorang
DalamperkembangannyapengukuranKFMsendirikemudiandirevisipada199
6oleh
dewanpengupahannasionaldenganmembuatsebuahpaketkonsumsiyanglebihluasbaik
secarakualitasmaupunkuantitasdandikenaldengankebutuhanhidupminimum(KHM)d
alam rangkauntukmeningkatkanstandarhiduppekerja.Beberapa
komponenjugaditambahkanseperti komponenpendidikan danrekreasi.Berdasarkan
kebijakanMenteriTenagaKerjaNo61/1995,
KHMdiukurolehpaketkonsumsiyangdetailyangterdiridari43jenisbarang,dimanaterm
asuk
didalamnya11jenisbarangdalamkelompokmakanan,19jenisdalamkelompokperumah
an,8
jenisdalamkelompokpakaian,5jenistermasukdalamkelompokyanglain,yangmanamen
ingkat15%sampai20%lebih dariKFMdalamrupiah.
SecaraumumtingkatupahminimumdiIndonesiaditetapkanpada
levelpropinsi.Sebelum otonomidaerah pemerintah pusat
(dalamhaliniKementrianTenagaKerja dan Transmigrasi)menetapkan tingkat
upahminimumsetiap propinsididasarkanpadarekomendasidaripemerintahdaerah
(propinsi), sedangkansetelahotonomidaerah,pemerintah daerahmemilikikebebasan
dalammenentukan tingkatupahminimumnya. Sebelumotonomidaerah,
propinsisecaraumum hanyamemilikisatu
tingkatupahminimumdanberlakuuntukseluruh wilayahkota/kabupaten,
sedangkansetelahotonomidaerah,setiapkota/kabupatendiberikebebasanuntukmenen
tukan tingkatupahminimumnyasepanjang tidakberadadi bawahtingkatupah
minimumpropinsi.
Sebagaibagian dariperubahan regimpolitikdarisentralisasimenjadi
desentralisasi,kewenanganpenetapantingkatupahminimumjugadipindahkankepadati
ngkat propinsidankota/kabupaten yang manabekerjasamadengan
komisiupahpadatingkatdaerah.
kilan serikatpekerjadanbeberapapenasehatahlidariperguruantinggi. Adapun
tujuanutamadarikebijakandesentralisasiini
adalahuntukmeningkatkanefektivitasekonomi,
efisiensi,danpersamaanaksesterhadappublicservices(SugiyartodanEndriga,2008),S
MERU
(2003)jugaberpendapatbahwadesentralisasikewenangankelevelpemertintahanyangl
ebih
rendahdalampenetapanUMRjugabertujuanuntukmembagiresikodalambernegosiasi
dengan
serikatpekerjadisetiapdaerah,sepertimisalnyademonstrasibesarketikaupahminimum
naikatauberubah.Lebihlanjut,pemerintahdaerahjugadianggaplebihmengertitentang
masalah
dankondisiketenagakerjaandaerahnyadibandingkanpemerintahpusatsehinggadesentr
alisasi adalahmutlakuntukharusdilakukan.
Berdasarkanperaturanpemerintah,pemerintahdaerahpadatingkatpropinsime
netapkan
upahminimumuntuksetiapwilayahdaerahnya,sedangkankota/kabupatenmemilikipilih
anuntuk
mengikutiataumenetapkanupahminimumdiatastingkatupahminimumpropinsitetapiti
dak beradadibawahupahminimumpropinsi(UMP).Namun
pelaksanaannyacukupbervariasiantarpropinsi.BeberapapropinsisepertiDKIJakarta,
Sumatera utaradan banyak propinsidi luarJawa tetapmenggunakan UMP untuk
upah minimumdaerahnya. Disisi
yanglainbeberapapropinsisepertiJawaBarat,JawaTengah,JawaTimurdanBalimemili
h untukmemilikiupahminimumpadatingkatkota/kabupaten.
Berdasarkanperaturanpemerintah,dalammenentukantingkatupahminimumb
eberapa komponen pertimbangannyaadalah :
2. Indekshargakonsumen(IHK)
3. Kemampuan,pertumbuhandankeberlangsungandariperusahaan
4. Tingkatupahminimumantardaerah
5. Kondisipasarkerja
6. Pertumbuhanekonomidanpendapatanperkapita
SebagaipelaksanaanPasal89ayat(4)Undang-undangNomor13tahun
2003tentangKetenagakerjaanmakaPenetapan
Komponenkebutuhanhidupminimum(KHM)sebagaimanadiaturdalamKeputusanM
enteriTenagaKerja Nomor:
81/MEN/1995tanggal29Mei1995telahdiubahdandisesuaikan
melaluiPeraturanMenteriTenagaKerjadanTransmigrasiRepublikIndonesia
Nomor:PER-17/MEN/VIII/2005tentangKomponendanPelaksanaanTahapan
PencapaianKebutuhanHidupLayak.DalamperaturanMenteriKetenagakerjaandanTr
ansmigrasiRepublik
IndonesiaNomor:PER-17/MEN/VIII/2005yangdimaksuddenganKebutuhan
HidupLayak(KHL)adalahstandarkebutuhanyangharusdipenuhiolehseorang
pekerja/buruh
lajanguntukdapathiduplayakbaiksecarafisik,nonfisikdansosial,untukkebutuhan1(s
atu)bulan, terhitung tanggal 10 juli 2012 maka PER-17/MEN/VIII/2005 direvisi
untuk penyesuaian karena dinilai sudah tidak lagi relevan dengan kondisi di
lapangan maka di susunlah permen no 13 tahun 2012 yang esensinya malah lebih
buruk daripada permen no 17 tahun 2005 bisa dilihat dalam permen no 13 tahun
2012 KHL di artikan sebagai Kebutuhan hidup layak yang selanjutnya disingkat
KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup
layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Dapat disimpulkan dari
pengertian KHL di tiap permen berbeda secara substansial permen no 13 tahun
2012 justru memangkas kebutuhan buruh, karena tidak lagi ditanggung kebutuhan
KHL sebagai dasar dalam penetapan upah minimum merupakan
peningkatandarikebutuhanhidupminimum(KHM)yangbesarnyadiperolehmelalui
surveiharga.Surveihargadilakukanolehtimyangterdiridariunsurtripartit
yangdibentuk oleh ketua dewan pengupahan propinsi dan/atau
kabupaten/kota.Dewanpengupahanpropinsiataukabupaten/kotaadalahsuatu
lembaganonstrukturalyangbersifattripartit,dibentukolehGubernur/Bupati/Walikota
dan bertugas memberikan saranserta
pertimbangankepadaGubernur/Bupati/Walikotadalampenetapanupahminimum.Ya
ng kemudian pedomansurveyhargapenetapannilaikebutuhanhiduplayak(KHL)
dilakukan penyesuaian dengan perkembangan kebutuhan buruh dengan
menambahkan 14 komponen menjadi 60 komponen yaknisebagaiberikut:
Komponen Kebutuhan Hidup Layak Untuk Pekerja Lajang
Dalam Sebulan Dengan 3.000 K Kalori Per Hari36
NO
I. MAKANAN DAN MINUMAN
1 Beras Sedang 10.00 Kg
2 Sumber Protein :
a. Daging Sedang 0.75 Kg
b. Ikan Segar Baik 1.20 Kg
c. Telur ayam Telur ayam ras 1.00 Kg
3 Kacang-kacangan :
Tempe/tahu Baik 4.50 Kg
4 Susu bubuk Sedang 0.90 Kg
5 Gula pasir Sedang 3.00 Kg
6 Minyak goreng Curah 2.00 Kg
7 Sayuran Baik 7.20 Kg
8 Buah-buahan (setara pisang/pepaya) Baik 7.50 Kg
9 Karbohidrat lain (setara tepung terigu) Sedang 3.00 Kg
36
10 Teh atau Celup 1.00 Dus isi 25
Kopi Sachet 4.00 75 gr
11 Bumbu-bumbuan (nilai 1 s/d 10) 15.00 %
JUMLAH
II. SANDANG
12 Celana panjang/rok/Pakaian Muslim katun Sedang 6/12 Potong
13 Celana pendek katun sedang 2/12 potong
18 Sarung/kain panjang Sedang 3/24 Helai
19 Sepatu kulit sintetis 2/12 Pasang
20 Kaos Kaki Katun,Polyester, 4/12 Pasang
Polos, Sedang 21 Perlengkapan pembersih sepatu :
a. Semir Sepatu Sedang 6/12 Buah
b. Sikat Sepatu Sedang 1/12 Buah
22 Sandal jepit Karet 2/12 Pasang
23 Handuk mandi 100 cm x 60 cm 1/12 Potong
24 Perlengkapan Ibadah :
a. Sajadah Sedang 1/12 Potong
27 Perlengkapan tidur :
a. Kasur Busa Busa 1/48 Buah
b. Bantal Busa Busa 2/36 Buah
29 Meja dan kursi 1 meja/4 kursi 1/48 Set
30 Lemari pakaian Kayu Sedang 1/48 Buah
31 Sapu Ijuk Sedang 2/12 Buah
32 Perlengkapan makan :
a. Piring makan Polos 3/12 Buah
b. Gelas minum Polos 3/12 Buah
c. Sendok dan garpu Sedang 3/12 Pasang
33 Ceret almunium ukuran 25cm 1/24 Buah
34 Wajan almunium ukuran 32cm 1/24 Buah
35 Panci almunium ukuran 32cm 2/12 Buah
36 Sendok masak almunium 1/12 Buah
37 Rice Cooker ukuran 1/2 liter 350 watt 1/48 Buah
38 Kompor dan Perlengkapannya :
a. Kompor Gas 1 tungku SNI 1/24 Buah
b. Selang dan regulator SNI 1/24 Set
c. Tabung Gas 3 kg Pertamina 1/60 Buah
39 Gas Elpiji @ 3 kg 2.00 tabung
40 Ember plastik isi 20 liter 2/12 Buah
41 Gayung Plastik Sedang 1/12 Buah
42 Listrik 900 watt 1.00 Bulan
43 Bola Lampu hemat energi 14 watt 3/12 Buah
44 Air bersih standar PAM 2.00
Meter Kubik
45 Sabun cuci pakaian cream/ 1.50 Kg
Deterjen
46 Sabun cuci piring (colek) 500 gr 1.00 buah
47 Seterika 250 Watt 1/48 buah
48 Rak Piring Portable plastik Sedang 1/24 buah
49 Pisau dapur Sedang 1/36 buah
50 Cermin 30 x 50 cm 1/36 Buah
JUMLAH
51 Bacaan/ Tabloid/ 4 atau Eks atau
Radio 4 band 1/48 buah
52 Ballpoint/pensil Sedang 6/12 buah
JUMLAH
V. KESEHATAN
53 Sarana kesehatan :
a. Pasta gigi 80 gram 1.00 Tube
b. Sabun mandi 80 gram 2.00 Buah
c. Sikat gigi produk lokal 3/12 Buah
d. Shampoo produk lokal 1.00 Botol 100
ml
e. Pembalut atau isi 10 1.00 Dus
alat cukur 1.00 set
54 Deodorant 100 ml/g 6/12 Botol
55 Obat anti nyamuk Bakar 3.00 Dus
56 Potong rambut ditukang 6/12 Kali
cukur/salon
57 Sisir Biasa 2/12 Buah
JUMLAH
VI. TRANSPORTASI
58 Transport kerja dan lainnya Angkutan Umum 30 Hari (PP)
JUMLAH
VII. REKREASI DAN TABUNGAN
59 Rekreasi daerah sekitar 2/12 Kali
60 Tabungan (2% dari nilai 1 s.d 59) 2 %
JUMLAH
JUMLAH (I + II + III + IV + V + VI + VII)
Sejarah Upah Di Indonesia Adalah Retorika Sejarah
Dasar pijakan pengupahan di Indonesia terus berkembang dari
waktukewaktu, istilah penentuan upah juga terus berkembang tetapi esendinya
tetap sama saja mulai dari kebutuhan fisik minumum (KFM), kebutuhan hidup
(KHL). Untuk memahami tentang penetapan upah di Indonesia dapat kita telusuri
di dalam perkembangan dasar penentuan upah yang bisa dilihat dari istilahnya,
sudah sangat jelas bahwa penentuan upah di Indonesia adalah semangat dari
politik upah murah yang sangat menempatkan upah sebagai kebijakan yang
murah. Hal ini dapat dilihat dan nyata dari semangatnya yaitu upah berdasarkan
kebutuhan fisik minimum (KFM) dan upah berdasarkan kebutuhan hidup
minimum (KHM) artinya bahwa buruh Indonesia hanya diperbolehkan hidup
minimum untuk mempertahankan kehidupannya agar bisa bekerja, meskipun
perkembangan berikutnya dasar penentuan upah ini menjadi kebutuhan hidup
layak (KHL) tetapi pertanyaannya apakah kemudian dapat serta merta
memberikan perubahan mendasar dari sistem kebijakan pengupahan di Indonesia
dalam meningkatkan kesejahteraan buruh.Meskipun sudah berdasarkan KHL
namun perubahan tersebut tidak menyentuh substansi, tetapi hanya bersifat
formal,hanya sekedar berubah nama saja upah buruh tetaplah murah,Dalam sistem
pengupahan yang digariskan oleh kebijakan dari sistem pengupahan tersebut
diatas bahwa perhitungan atas upah di Indonesia adalah standar kebutuhan hidup
untuk kebutuhan hidup lajang, meskipun sudah ditentukan untuk kebutuhan hidup
lajang masih terus dimanipulasi pada pelaksanaan teknis dalam penentuan upah.
Lebih lanjut pemerintah memang dengan sangat terang melakukan kampanye
politik upah murah melalui kebijakan ini hal ini dapat dilihat pada daftar barang
dan jasa yang menjadi panduan survei untuk menentukan upah yang diatur dalam
pencapaian kebutuhan hidup layak. Meskipun dalam Permen 13 tahun 2012 ini
terdapat perbedaan dari peraturan sebelumnya dengan adanya penambahan yang
diatur dalam peraturan sebelumnya dari 46 komponen menjadi 60 komponen ini
artinya ada 14 komponen yang ditambahkan. Tapi salah satu hal yang tidak
pernah berubah adalah standar barang dan jasanya tidak pernah berubah
kualitasnya sehingga peraturan ini dengan sangat jelas mengatakan bahwa buruh
Indonesia, tidak boleh berkeluarga, buruh Indonesia tidak boleh tinggal ditempat
sebagainya semua barang dan jasa yang menjadi dasar perhitungan adalah barang
dan jasa kelas 3 atau dalam lampiran tersebut disebutkan kualitas sedang.
Meskipun upah telah ditentukan oleh pemerintah dalam hal ini oleh
Gubernur tetapi penolakan upah terus berkembang dengan mengajukan
penangguhan upah sebagaimana dengan Peraturan Menteri Tenagakerja No. 1
tahun 1999 tentang penangguhan pelaksanaan upah yang dilakukan oleh
pengusaha sampai pada pengingkaran dengan sangat terang dipabrik-pabrik
dimana para pengusaha tidak melaksanakan pembayaran upah berdasarkan
ketentuan yang telah ditentukan oleh Gubernur dengan berbagai alasan, belum
lagi dengan tidak berjalanya aparat pemerintah dalam menjalankan fungsinya
(pengawasan) diberbagai daerah dan tempat dalam memastikan bahwa pengusaha
menjalankan kebijakan pengupahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah disisi
lain.
Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Sumatera Utara
Penetapan upah minimum provinsi (UMP) di daerah otonom
menempatkan kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan terbesar dalam
memutuskan yaitu Gubernur untuk tingkatan provinsi. Meskipun begitu dalam
prakteknya politik yang dibangun pengusaha maupun serikat buruh mampu
memberikan tekanan politis buat gubernur dalam membuat keputusan tahunan ini,
banyak tekanan politik yang dapat dijumpai dalam penetapan UMP tahun 2013
melalui media ataupun tuntutan langsung ke pemerintah, para pengusaha yang
jumblahnya tidak banyak dalam hal ini tentu saja mengandalkan kelebihan
itelektualitasnya dengan membangun isu-isu yang menjadi refrensi pemerintah
atau pun kritik langsung terhadap pemerintah. Sementara serikat buruh akan
mengandalkan basis massa yang kuat dan luas dalam menekan gubernur secara
Indonesia sebagai negara demokratis tentu saja ini adalah sangat penting
bagaimana dapat memenangkan demokrasi melalui mayoritas tunduk pada
minoritas. Dalam menggelontorkan isu tentu saja adalah upaya pengusaha dalam
menarik simpatik masyarakat luas tentang kondisi perindustrian Indonesia,
tentang peningkatan ekonomi Indonesia dalam kaitannya kemampuan pengusaha
dalam membayarkan upah buruh, seperti membangun isu gulung tikarnya
perusahaan, kalah bersaingnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM),
meningkatnya inflasi, menurunnya minat investor, ancaman PHK dan sebagainya.
Misalkan artikel yang berjudul “Apindo Keluhkan UMP”37 yang menjelaskan
dalam MUNAS IX APINDO Sofjan Wanandi mengeluhkan tuntutan UMP oleh
buruh di berbagai daerah yang terlalu tinggi, hal ini dinilai tidak memperhatikan
pertumbuhan iklim perekonomian Indonesia, Apindo menilai buruh mengada-ada
soal tuntutan UMP bahkan banyak ancaman yang diberikan pengusaha terhadap
pemerintah ataupun buruh secara langsung dalam medial, karena pengusaha
menilai buruh Indonesia yang kurang produktif dan tidak terampil belum sesui
untuk dapat diberikan upah setinggi itu, misalkan saja ancaman pengusaha
melalui media yang akan mengganti tenaga buruh dengan mesin dan ancaman
pengusaha terhadapa pemerintah tentang keengganan investor dating ke
Indonesia38
, beberapa tekanan politik pengusaha sedikit membuahkan hasil, di
Sumut sendiri tuntutan buruh yang awalnaya 2 juta rupiah dapat di turunkan 1,375
juta rupiah, ini adalah salah satu bentuk kemenangan pengusaha dalam
membangun isu penuntutan UMP oleh buruh, berbagai tekanan politik dengan
membangun isu serta analisis, membuat keluhan pengusaha menjadi bahan
pertimbangan buat Gubernur Sumatera utara dalam menetapkan UMP Sumatera
utara.
38
Keterangan pengusaha tentang ancaman terhadap buruh diakses melalui situs :
Sementara buruh sendiri terus melakukan tekanan perbaikan upah terhadap
Gubernur Sumatera utara, dalam melancarkan tekanan politis buruh lebih memilih
melalui gerakan social atau aksi massa, jumblah buruh yang lebih mayoritas
ketimbang pengusaha tentu akan menjadi bahan pertimbangan dalam demokrasi
Insonesia, tercatat di sumatera utara sudah sejak lama ada aksi buruh dalam
menuntut upah minimum regional (UMR) namun pada prakteknya masih jauh dari
harapan buruh, bahkan dalam prakteknya di tingkat pabrik masih banyak pabrik
yang memberikan upah di bawah UMR, tahun 1997 buruh PT Raksobudi Adijaya
menuntut pembayaran upah sesui UMR gerakan buruh hanya dibangun hanya di
tingkatan pabrik dan yang meenjadi sasaran aksi adalah pihak pabrik, begitu juga
dengan upaya perbaikan upah di pabrik lain masih bergerak di tingkatan pabrik
belum terbangun kesadaran yang luas diantara serikat buruh dalam menuntut
perbaikan upah. Pada maret 1998 aksi massa buruh yang luas terbangun 900
massa aksi dari 3 perusahaan berbeda di intan group melakukan aksi perbaikan
upah buruh tetapi sasaran aksi nmasih dalam tingkatan pabrik. Oktober 1999 baru
terbentuk kesadaran luas buruh sumatera utara dengan membentuk Dewan Buruh
Sumatera Utara (DBSU) yang menuntut pengusutan PT GSS di kantor gubernur
sumatera utara, pada bulan yang sama juga terbentuk forum buruh mabar belawan
independent, forum buruh zona sunggal dan STM PETARAS.
Penuntutan perbaikan upah yang luas dan melibatkan berbagai elemen
perburuhan pertama kali dimulai tahun 2001 yang mana forum NGO-SB sebagai
aliansi yang melangsungkan aksi di depan kantor gubernur sumatera utara dengan
membacakan pernyataan menolak UMP 2002, sementara untuk UMP 2013 pada
tahun 2012 aksi massa buruh berlangsung hingga 3 kali, buruh terus menerus
melakukan tekanan politik terhadap gubernur sumatera utara agar lebih
memperhatikan kehidupan buruh, terbukti di awal aksi buruh yang beraliansi
dengan nama Dewan Buruh Sumatera Utara (DBSU) dengan ribuan massa aksi
menuju gerbang tol tanjung morawa yang hasilnya menaikkan UMP yang
kembali melakukan aksi massa yang lebih luas dengan melibatkan gerakan buruh
yang lebih banyak dan merubah aliansi menjadi Pekerja Buruh Melawan (PBM)
dan berhasil menaikkan UMP menjadi Rp1.375.000, PBM yang menuntut UMP
sebesar Rp2.000.000 merasa nilai 1,375 juta rupiah belum mampu mensjahterakan
buruh malahan dinilai hanya sebagai upaya pemerintah dalam menyesuaikan
penghasilan buruh dengan kenaikan harga-harga di pasar, bukan dalam upaya
mensejahterakan buruh maka dari itu PBM kembali melakukan aksi satu kali lagi.
Menurut Marx selama masih adanya penguasaan alat produksi maka akan
tetap ada pertentangan kelas, dalam masyarakat industry akan menciptakan kelas
pengusaha dan kelas buruh, perjuangan kelas adalah pertentangan yang
kontradiktif dan tidak terdamaikan, buruh hanya bergantung pada upah dalam
melanjutkan hidupnya sementara pengusaha yang berorientasi keuntungan yang
berlipatganda akan terus mengintensifkan penghisapannya terhadap buruh, karena
harga komoditas dan capital yang tidak dapat ditekan maka upah buruh adalah
solusinya, buruh dan pengusaha tidak akan pernah menjadi mitra bekerja tetapi
kelas yang menguasai alat produksi akan terus menghisap kelas yang lain dengan
cara berkolaborasi bersama birokrasi, kanaikan upah buruh akan kembali
dirampas melalui kenaikan harga-harga (inflasi), pajak penghasilan, iuran jaminan
kesehatan, iuran jaminan keselamatan kerja dll.
2.1.2 Dewan Pengupahan Daerah
Berdirinya Dewan pengupahan daerah adalah wujud implementasi dari
Kepres Republik Indonesia No.107 tahun 2004, dewan pengupahan daerah
bertugas untuk menetapkan kebutuhan hidup layak (KHL) atau standar kebutuhan
seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk
kebutuhan 1 (satu) bulan dengan melakukan survey tentang harga-harga
kebutuhan pokok. Dewan pengupahan terdiri dari dewan pengupahan Tk I
provinsi dan dewan pengupahan Tk II kabupaten/kota, dewan pengupahan
provinsi adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk dan
pertimbangan kepada Gubernur dalam rangka penetapan upah minimum dan
penerapan sistem pengupahan ditingkat provinsi serta menyiapkan bahan
perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional dan dewan pengupahan
kabupaten/kota adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit,
dibentuk dan anggotanya diangkat oleh Bupati/Walikota yang bertugas
memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati/Walikota dalam rangka
pengusulan upah minimum dan penerapan sistem pengupahan di tingkat
Kabupaten/Kota serta menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem
pengupahan nasional.
Dewan pengupahan daerah menentukan nilai masing-masing komponen
dan jenis KHL diperoleh melalui survei harga yang dilakukan secara berkala.
Kualitas dan spesifikasi teknis masing-masing komponen dan jenis KHL
disepakati sebelum survei dilaksanakan dan ditetapkan oleh ketua dewan
pengupahan provinsi atau ketua dewan pengupahan kabupaten/kota. Survei
dilakukan oleh dewan pengupahan provinsi atau dewan pengupahan
kabupaten/kota dengan membentuk tim yang keanggotaannya terdiri dari anggota
dewan pengupahan dari :
1. Unsur tripartit,
2. Unsur perguruan tinggi/pakar,dan
3. Badan pusat statistik setempat.
Hasil survei ditetapkan sebagai nilai khl oleh dewan pengupahan provinsi
dan/atau kabupaten/kota. survei komponen dan jenis khl dilakukan dengan
menggunakan pedoman peraturan menteri no 13 tahun 2012 tentang pedoman
survey KHL, sementara apabila di Kabupaten/Kota belum terbentuk Dewan
Pengupahan, maka survei dilakukan oleh Tim Survei yang dibentuk oleh
Bupati/Walikota, tim keanggotaannya secara tripartit dan dengan
Nilai KHL yang ditetapkan oleh dewan pengupahan kabupaten/kota atau
bupati/walikota disampaikan kepada gubernur secara berkala, penetapan upah
minimum oleh gubernur berdasarkan KHL dan dengan memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, dalam penetapan upah minimum
gubernur harus membahas secara simultan dan mempertimbangkan faktor-faktor
sebagai berikut :
1. Nilai KHL yang diperoleh dan ditetapkan dari hasil survei;
2. Produktivitas makro yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja
pada periode yang sama;
3. Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan nilai PDRB;
4. Kondisi pasar kerja merupakan perbandingan jumlah kesempatan kerja
dengan jumlah pencari kerja di daerah tertentu pada periode yang sama;
5. Kondisi usaha yang paling tidak mampu (marginal) yang ditunjukkan oleh
perkembangan keberadaan jumlah usaha marginal di daerah tertentu pada
periode tertentu.
6. Saran dan pertimbangan Dewan Pengupahan Provinsi dan rekomendasi
Bupati/Walikota.
Upah minimum provinsi yang ditetapkan gubernur didasarkan pada nilai
KHL kabupaten/kota terendah di provinsi yang bersangkutan dengan
mempertimbangkan produktivitas, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja dan
usaha yang paling tidak mampu (marginal) dan yang terpenting upah minimum
yang ditetapkan oleh gubernur berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja
kurang dari 1 (satu) tahun. Pencapaian KHL dalam penetapan upah minimum
merupakan perbandingan besarnya upah minimum terhadap nilai KHL pada
periode yang sama. Penetapan upah minimum diarahkan kepada pencapaian KHL,
pencapaian KHL diwujudkan secara bertahap dalam penetapan upah minimum
Dewan Pengupahan Sebagai Alat Kelas Penguasa
Hadirnya dewan pengupahan seperti memberi angin segar kepada buruh
karena masuknya buruh dalam komposisi penentu besaran upah yang akan di
rekomendasikan ke kepala daerah, padahal dewan pengupahan ini sesungguhnya
tidak memiliki daya tawar apapun khususnya wakil dari buruh karena perpaduan
antara pengusaha dan perwakilan pemerintah bergitu kental, seperti kata marx
negara adalah alat kelas untuk menindas kelas yang lain, teori kelas muncul dalam
analisis marx tetang sistem kapitalisme dimana kelas yang memonopoli alat
produksi menciptakan negara dan segala regulasinya untuk menindas kelas yang
lain yang tidak memiliki alat produksi, menurut marx sejarah perkembangan
masyarakat adalah sejarah pertentangan kelas, maka dalam perjalanannya kelas
yang menguasai alat produksi terus memperbaharui sistem penghisapanya seperti
kebijakan UMP yang memecah perjuangan buruh tentang upah dan dewan
pengupahan yang seolah-olah menempatkan buruh dan pengusaha sebagai mitra.
Selanjutnya meskipun komposisi dari Dewan pengupahan adalah terdiri
dari tiga pihak atau yang biasa disebut tripartite yaitu perwakilan dari pemerintah,
pengusaha dan buruh tetapi tetap saja yang paling menentukan didalam penentuan
upah minimum provinsi adalah Kepala daerah Gubernur untuk tingkat propinsi,
sedangkan kedudukan dewan pengupahan hanya bersifat usulan berdasarkan hasil
survei yang syarat manipulasi. Sementara wewenang untuk menentukan upah
tetap menjadi hak Gubernur Propinsi. Kemudian penentuan upah ini juga hanya
menggunakan dasar hasil survei pasar padahal tersedia banyak metode dalam
penentuan upah seperti survei kebutuhan buruh yang belum pernah dilaksanakan.
Pengusaha dapat mempelopori kemajuan kehidupan kaum buruh.
Pengusaha sangat berkepentingan karena jika kesejahteraan buruh meningkat
upahnya layak dan iklim kerjasama dapat diciptakan maka produktivitas buruh
dapat ditingkatkan.Peningkatan ini akan memberikan kontribusi yang besar bagi
diuntungkan oleh sistem initidakberpikir demikian, karena wajah sistem ekonomi
yangselama ini terkesan mengagumkan ternyata juga menyimpan sisi lain
yangmengerikan yang kemudian tampakadalahmanusia-manusia yang saling
bersaingdanberusaha mengeksploitasi manusia lainnya untuk kemakmuran dirinya
sendiri.
2.2 Buruh
Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain
karenaadanyapekerjaanyangharusdilakukandimanaadaunsurperintah,upah
danwaktu.
2.2.1 Sejarah Lahirnya Buruh dan Gerakan Buruh di Indonesia
Sejarah Lahirnya Buruh
Perburuhan ditengarai muncul pertama kali di Eropa sebagai reaksi atas
perubahan-perubahan yang dimunculkan Revolusi Industri. Penemuan mesin
(tenaga) uap di Inggris sekitar 1750, membuka peluang untuk memproduksi
barang/jasa dalam skala besar39
Revolusi Prancis (1795) menjadi simbol tuntutan dari kelompok baru
masyarakat modern yang mulai muncul: diproklamirkan keniscayaan persamaan
derajat bagi setiap warga Negara dan kebebasan berdagang (bergiat dalam lalu
lintas perdagangan). Hukum pada tataran Negara-bangsa dikodifikasikan ke dalam . Sebelum itu, secara tradisional, pekerjaan di
bidang agrikultur diselenggarakan mengikuti sistem feodalistik, pekerja atau
buruh tani mengerjakan tanah milik tuan tanah dan menghidupi diri mereka dari
hasil olahan ladang yang mereka kerjakan sendiri. Sejak abad pertengahan, di
perkotaan, kerja terlokasir di pusat-pusat kerja kecil dan diselenggarakan oleh
kelompok-kelompok pekerja dengan keahlian tertentu (gilda) yang memonopoli
dan mengatur ragam bidang-bidang pekerjaan tertentu. Sekalipun demikian, kelas
wirausaha (entrepreneur) baru yang bermunculan menuntut kebebasan dalam
rangka memperluas cakupan dan jangkauan aktivits mereka.
39
kitab undang-undang yang dilandaskan pada prinsip-prinsip baru seperti
kebebasan berkontrak dan kemutlakan hak milik atas kebendaan. Perserikatan
kerja yang dianggap merupakan peninggalan asosiasi pekerja ke dalam gilda-gilda
dihapuskan.
Napoleon menyebarkan ide baru tentang sistem demikian ke seluruh benua
Eropa. Meskipun demikian, selama kurun abad ke-19 tampaknya
kebebasan-kebebasan baru tersebut di atas hanya dapat dinikmati sekelompok kecil
masyarakat elite yang kemudian muncul. Mayoritas masyarakat pekerja/buruh
kasar tidak lagi dapat menikmati cara hidup tradisional mereka (yang dahulu
berbasis agrikultur) dan terpaksa mencari penghidupan sebagai buruh pabrik.
Kebebasan-kebebasan di atas (berkenaan dengan kebebasan berkontrak dan hak
milik absolut) secara dramatis memaksakan gaya hidup yang sama sekali berbeda
pada mayoritas masyarakat pencari kerja (usia produktif). Mereka terpaksa
menerima kondisi kerja yang ditetapkan secara sepihak oleh kelompok kecil
majikan penyedia kerja. Kemiskinan memaksa mereka, termasuk keluarga dan
anak-anak kecil, bekerja dengan waktu kerja yang sangat panjang. Kondisi kerja
yang ada juga mengancam kesehatan mereka semua. Gerakan sosialis yang
kemudian muncul, namun juga kritikan dari pemerintah, gereja dan militer,
kemudian berhasil mendorong diterimanya legislasi perburuhan yang pertama. Di
banyak Negara Eropa, buruh anak dihapuskan. Tidak berapa lama berselang
penghapusan ini diikuti oleh kebijakan-kebijakan lain berkenaan dengan jam kerja
buruh perempuan di bidang industri. Baru kemudian aturan yang sama muncul
untuk buruh laki-laki.
Sekitar tahun 1900-an, beberapa Negara Eropa memodernisasi sitem
perburuhan mereka perihal kontrak atau perjanjian kerja, yang sebelumnya
dilandaskan pada konsep-konsep dari Hukum Romawi. Satu prinsip baru
diperkenalkan, yaitu bahwa buruh atau pekerja adalah pihak yang lebih lemah dan
sebab itu memerlukan perlindungan. Buruh mulai mengorganisir diri mereka
bernegosiasi dengan majikan dalam kedudukan kurang lebih setara dan dengan
demikian juga untuk pertama kalinya diperkenalkan konsep
perjanjian/kesepakatan kerja bersama (collective agreement). Hugo Sinzheimer,
guru besar hukum dari Jerman adalah yang pertama kali mengembangkan konsep
kesepakatan kerja bersama dan mendorong legalisasinya. Konsep yang ia
kembangkan di Jerman pada era Weimar dicakupkan ke dalam
perundang-undangan dan langkah ini menginspirasi banyak Negara lain untuk mengadopsi
konsep yang sama.
Di Jerman pula diperkenalkan pertama kali konsep dewan kerja (works
council) yang juga menyebar ke banyak Negara di Eropa pada abad ke-20.
Asuransi/jaminan sosial sudah berkembang di Jerman pada akhir abad ke-19 dan
menyebar ke seluruh Eropa sejak awal abad ke-20. Pada tataran berbeda, juga
dikembangkan kesepakatan-kesepakatan internasional yang dibuat dengan tujuan
mencegah persaingan antar negara dengan dampak buruk (penurunan standard
perlindungan buruh; race to the bottom). Pada akhir Perang Dunia Pertama,
revolusi sosial di Russia dan Jerman menyadarkan banyak pemerintah bahwa
diperlukan pengembangan kebijakan sosial yang bersifat khusus. Dalam
perjanjian perdamaian (pengakhiran perang dunia pertama; the Peace Treaty of
Versailles) pada 1919 dibentuklah the International Labour Organisation (ILO).
Pendirian Organisasi Perburuhan Internasional ini dilandaskan
kepercayaan bahwa perdamaian yang lebih langgeng harus dibangun berdasarkan
keadilan sosial. Berkembangnya legislasi bidang perburuhan di banyak negara
juga terdorong oleh krisis ekonomi (malaise, 1930-an) dan pengabaian hukum
secara massif oleh pemerintahan Nazi-Jerman. Presiden Amerika Serikat,
Roosevelt, pada akhir Perang Dunia ke-2 mendeklarasikan four freedoms (empat
kebebasan) yang terkenal, dalam hal mana kebebasan ke-empat, freedom from
want (kebebasan dari kemiskinan) merujuk pada keadilan sosial. Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia
hak-hak sosial adalah bagian dari hak asasi manusia. Negara-negara Eropa
mengembangkan Negara kesejahteraan di mana warga-negara dilindungi oleh
pemerintah dari sejak lahir sampai mati (from the cradle to the grave).
ILO terus menambah jumlah konvensi dan mengembangkan satu
International Labour Code yang mencakup semua persoalan yang terkait dengan
perburuhan. Sekalipun demikian, selama dan pasca krisis minyak bumi di
1970-an, hukum perburuhan dan jaminan sosial tampaknya telah mencapai puncak
perkembangannya. Pada masa itu pula ditengarai adanya sisi lain dari
perkembangan sistem perburuhan : perlindungan yang terlalu ketat kiranya
menyebabkan berkurangnya daya saing industri dan kelesuan pekerja.
Pada 1990-an, kejatuhan dan kehancuran sosialis di Negara-negara Eropa
Timur mendorong gerakan liberalisasi. Dalam konteks menanggapi tuntutan
globalisasi dikembangkanlah Undang-undang Perburuhan Eropa. ILO
memperbaharui konvensi-konvensi yang ada dan menekankan pentingnya
sejumlah hak-hak buruh yang terpenting (core labour rights). Sekalipun
undang-undang perburuhan Eropa merupakan satu contoh nyata yang mencerahkan bagi
banyak Negara berkembang, ihtiar perbaikan atau pemajuan standard sosial di
Negara-negara tersebut masih berjalan sangat lambat. Sejak 1970-an, Bank Dunia
maupun PBB lebih memperhatikan pemajuan hak-hak sosial dan ILO mendorong
dan mendukung perkembangan sosial di Negara-negara berkembang.
Sejarah Gerakan Buruh Di Indonesia
Zaman Kolonial Belanda
Abad ke 19 merupakan abad paling revolusioner dan penuh sejarah di
negeri kepulauan yang dikenal Indonesia. Di awal abad itu Konsep negara
dipersiapkan oleh Herman Willem Daendels (1808-1811). Pada abad ini pula pola
sistem sosial kapitalistik terbentuk di Indonesia. lembaga keuangan seperti NHM
dan Javasche Bank didirikan dalam upaya menghancurkan hegemoni komersil
Industri perkebunan dan pabrik, dimana kaum bumiputera disiapkan jadi buruh,
ini lah pertamakalinya kemunculan buruh di Indonesia.
Sejarah gerakan buruh di Indonesia dimulai sejak zaman kolonial hindia
belanda moment pentingnya adalah 1830-1870 dimana produk hukum kolonial
belanda dikecetuskan cultuurstelsel. Sementara tahun 1870
dirancangnyaAgrarische wet. Sementara pada zaman liberalisme sampai ke
zaman Reformasi adalah periode yang sangat panjang, tiap-tiap masanya
mempunyai perbedaan walau pada esensinya buruh selalu mengalami
ketertindasan, namun hal inilah yang membuat betapa pentingnya untuk mengkaji
ulang bagaimana sejarah gerakan di Indonesia40
Pada masa ini telah ada industrial kapitalistik (hubungan modal antara
buruh dengan pengusaha) untuk memproduksi barang secara masal sejak tahun
1830
.
41
40
Edi Cahyono dan Soegiri. Gerakan Serikat Buruh. Hasta Mitra. 2003.
41
ibid, hlm 106
. Pada tahun 1842 terjadi rotasi penanaman tebu di kabupaten Batang
keresidenan Pekalongan dan menjalankan politik perluasan penanaman tebu.
Sehingga pada saat itu memerlukan tenaga kerja yang banyak. Sejumlah
masyarakat desa tersebut melakukan kerja. Tetapi tenaga kerja yang membuka
dan mengelola lahan itu tidak dibayar dengan alasan karena belum cukup
melunasi pajak natura tebu yang ada dalam kontrak kerja. Oleh karena itu planter
(penanam tebu) tidak mau melunasi dan bahkan para planter melakukan tuntutan
untuk kenaikan upah. Sementara di Yogjakarta pada tahun 1882 terjadi mogok
buruh yang berturut-turut. Pertama tahun bulan juli 1882 sasaran 4 pabrik, kedua
agustus 1882 5 pabrik dan perkebunan ketiga oktober 1882, melanda 21
perkebunan. Isi tuntutan buruh tersebut adalah kenaikan Upah, kerja yang berat,
kerja jaga tiap hari 1 hari dalam 7 hari, upah tanam yang tidak sering dibayar,
harga bambu dari petani terlalu murah serta pegawas belanda memukuli buruh.
Pada abad ke 19 cenderung tulisan-tulisan ilmiah mengangkat persoalan proses
Sementara petani hindia belanda adalah petani yang dikategorikan buruh
tani atau miskin. Konsep tentang kepemilikan tanah akan mempengaruhi
perkembangan buruh di hindia/Indonesia. Van des bosch adalah pranata pribumi.
Dalam mengelolah tanah digunakan ikatan adat. Artinya tuan-tuan tanah di
desa-desa dijadikan alat untuk melanggengkan perampasan tanah rakyat. Penghidupan
rakyat semakin sengsara akibat dari sistem tanam paksa yang diterapkan Van Des
Bosch, ia memadukan antara perkebunan dan pertanian. Tetapi perlu diingat
bahwa STP tidaklah mempunyai keinginan membangun industri nasional. Mereka
hanya membangun komoditi-komoditi yang dibawa dari luar untuk dikelola
pribumi secara paksa.
Kenyataannya jauh lebih menindas daripada hukumnya sendiri yang
mengesahkan penindasan tersebut. Tanah yang diserahkan oleh petani pada
kenyataannya tidaklah 1/5 melainkan 2/3 bahkan terkadang seluruhnya; bekerja
wajib tidak 66 hari melainkan paling minimal tiga bulan dan tanpa dibayar.
Mereka hanya diberi makan dan tempat tinggal diatas perkebunan yang
menyerupai kandang kambing, sehingga banyak yang mati karena menderita
kelaparan dan terjangkit berbagai jenis penyakit. Sementara di sektor perkebunan,
dikeluarkan apa yang disebut Poenale Sanctie, sebuah peraturan yang sangat
menindas para buruh yaitu keharusan bagi pekerja untuk tidak meninggalkan
pekerjaan sebelum habis kontrak. Mobilisasi tenaga kerja besar-besaran dengan
cara paksa ini telah melahirkan golongan baru dalam masyarakat Indonesia yaitu
klas buruh yang lahir dari pembukaan perkebunan besar dan pabrik-pabrik
manufaktur yang ada di jawa-sumatera-kalimantan-sulawesi. Dari hari ke hari klas
buruh bertambah jumlah dan kualitasnya seiring dengan semakin banyaknya
petani kehilangan tanah, kerja paksa dan rendahnya pendapatan dari hasil
pertanian. Demikian pula dengan pembangunan tranportasi modern seperti kereta
api telah melahirkan buruh kereta api.
Berdirinya bengkel mesin telah melahirkan buruh bengkel, bertambahnya
telah berlangsung sejak zaman Daendels dan Raffles. Inilah yang dinamakan
dengan proletarisasi besar-besaran untuk kepentingan kolonial Belanda. Bedanya
proletar yang tercipta, bukan dari hubungan produksi kapitalisme, tapi feodalisme
Indonesia yang dimanfaatkan oleh kolonialisme Belanda. Ini ditandai dengan
adanya penggunaan tuan tanah lokal dalam pelaksnaaan Sistem Tanam Paksa.
Setelah 1870 perkembangan industri semakin pesat. Zaman dikenal
sebagai zaman liberal ini mendorong swasta eropa untuk datang ke Indonesia.
Sebagian perdagangan swasta mengambil ahli peran yang selama ini dilakukan
Oleh NHM. Dalam hal ini investasi tidak hanya di jawa tetapi telah meluas ke
sumatera. Hal ini berbeda dengan di jawa. Dimana di jawa ada proses
mentranformasikan stuktur feodal/kerajaan ke stuktur birokrasi kolonial.
Sementara di sumatera tidak perlu. Hal ini dikarenakan di daerah deli oleh
jacobus nienhuys mendatangkan buruh dari semenanjung melayu. Tetapi pada
perkembangannya, karena buruh melayu mahal maka buruh didatangkan dari
Jawa. Serikat-serikat buruh orang-orang eropa di hindia belanda berdiri sejak abd
ke-19. Berturut-turut lahir seperti nedelandsch-indish onderwijzers genotschap
(NIOG) tahun 1897, SS bond di jawa, suikerbond (1960), Cultuurbond,
Vereeninging voor spooren tramweg personel in Ned-idie di semarang 1908.
Suikerbond tahun 1909 di surabaya, Duanebond tahun 1911, postbond tahun
1912, pandhuisbond 1913. Faktor utama berdirinya pertumbuhan organisasi buruh
adalah dimana di nederland sedang mengalami pertumbuhan gerakan buruh.
Ciri-ciri organisasi buruh pada masa itu adalah tidak diperbolehkan mendirikan
organisasi buruh di luar ijin dari kolonial belanda (pasal 111 regeling reglement).
Memasuki pada tahun 1900, kolonial belanda menerapkan sistem politik
etis di Indonesia. Politik ini seolah-olah dilahirkan sebagai balas budi terhadap
pribumi. Tetapi berdasarkan praktiknya, politik etis dibuat untuk mendukung
kegiatan-kegiatan belanda di hindia belanda. Politik etis ini mempengaruhi
baru di Indonesia, yaitu kaum intelektual. Damapaknya banyak organisasi buruh
yang dibentuk oleh bumipoetra. PBP (1911), PGB (1912),PGIB (1912), PPPB
(1914), ORB dan VIPBOUW (1916) serta PFB (1917). Sementara pada kalangan
tinghoa dibentuknya Tiong Hoa Sie Gie yang kemudian mengalami pergantian
nama menjadi Kaum Boeroeh Bond (FPB) tahun 1917.
Perhimpoenan Kaoem Tani Boeroeh (PKBT) didirikan pada tanggal 1917
di lingkungan industri gula.organisasi ini dikembangkan oleh Porojitno yang
dibentuk oleh SI dan ISDV Surabaya tahun 1916. Kemudia PKBT dipecah
menjadi PKT dan PKBO. PKBO kemudian melebur PFB yang dibentuk oleh
Soerjopranoto. Pada tahapan berikutnya, VSTP (14 Nov 1908) di semarang oleh
63 ribu buruh imfor dari eropa yang bekerja pad 3 jalur kereta api. Sedangkan
terobosan baru serikat buruh dipelopori agar bersatu pada sebuah Organisasi.
Pada tahun 1919 Persatoean Pergerakan Kaoem Boereo (PPKB) digagas
oleh Sosrokardono yang kemudian Semaoen terpilih menjadi ketua dan
Soejopranto sebagai wakil ketua. Jelaslah bahwa lahirnya PPKB di tengah-tengah
masyarkat, bagi gerakan buruh bangsa Indonesia Umumnya, berarti setingkat
kemajuan dalam usaha pedoman-pedoman yang terpimpin. PPKB ini merupakan
induk pertama dari Orgnisasi buruh di Indonesia. Maksud dan tujuan dari
didirikannya PPKB jelas dalam anggaran dasarnya pasal 2 yang berbunyi : Ia
bermaksud mengajak dan mengadakan persatuan antara sederajat kaum buruh
supaya dapat suatu kekuasaan. Kekuasaan itu akan dipergunakan umumnya buat
memperhatian keperluannya kaum buruh dalam pekaranya lahir dan batin, yang
pertama keperluannya yang sudah bersatu dalam PPKB. Dalam rencana
perjuangan yang disusun, menggambarkan sesuatu yang diinginkan buruh untuk
menjamin kesejahteraan. Sementara program yang lain seperti jam kerja 8 jam
untuk siang, malam 6 jam untuk malam serta selama 14 hari libur setahu dengan
mendapat bayaran. Disamping dari itu kecuali ketentuan-ketentuan jaminan sosial
terpenting adalah dalam politik. Dalam Pasal (a) gerakan Umum PPKB antar lain
meliputi (Sandra, 2007, hlm 16)42
1. Majelis rakyat yang anggota dipilih oleh rakyat :
2. Kemerdekaan dalam dalam bersura dan mengutarakan pendapat.
3. Dikuasainya bank-bank, transportasi, pabrik oleh negara.
Pergeseran pandangan politik antara SI dengan ISDV sudah mulai
menunjukkan pertentangan. Pokok persoalannya adalah selisih yang terletak pada
paham politik dimana SI beraliran keislaman sementara ISDV beraliran Komunis.
Di dalam kongres SI yang ke V dan VI mengambil keputusan bahwasannya
membersihkan aliran politik di luar islam dari keanggotaan SI, disebit partij
discipline. Perselisihan-perselisihan di tubuh pimpinan PPKB mempengaruhi
perkembangan organisasi.perbedaan pandangan politik akan melahirkan 2 aliran
yang saling berkotradiksi. Saat kongres I di Semarang telah terjadi bibit
perpecahaan di tubuh PPKB, tinggal menunggu saatnya. Pertentangan yang
semakin mendalam puncaknyaketika di Yokjakarta Juni 1921 koferensi dari
segala organisasi-organisasi yang berkesudahan pecahnya PPKB.
Dengan terjadinya perpecahan di Internal PPKB, maka pihak yang
mengundurkan diri menyusun suatu kesatuan diantara mereka yang disebut
Revolutation Vakcentral43
Masa revolusi 1945 sampai ke “demokrasi terpimpin” pergerakan buruh
banyak perkembangannya, dimana organisasi buruh banyak berafiliasi dengan
partai, Partai Buruh Indonesia (PBI) yang kemudian melakukan fusi dengan partai
rakyat sosialisnya Sutan Sjahrir dan berubah menjadi Partai Sosialis. Melihat . Sebagai ketuannya Semaoen, pengurus dari VSTP.
VSTP menjadi keanggotaan yang paling banyak. Sementara anggota yang lain
terdiri dari perserikatakan-perserikatan kecil di Semarang.
42
Sandra. Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia.TURC. 2007
43
situasi demikian, Moeso beranggapan bahwa kedudukan PKI sebagai partai klas
buruh dapelopor revolusi telah mengecil. Ada tiga Partai Klas Buruh yaitu PKI
oleh Joesoef, PBI dan Partai Sosialis, yang mengakui Marxisme-Leninisme dan
tergabung dalam Front Demokrasi Rakjat (FDR) dibentuk 28 juni 194844
44
Edi Cahyono dan Soegiri, 2003 Op cit hlm 134
. Serikat
Buruh dianggap sebagai sekolah untuk komunisme. Seiring dengan perkembangan
dinamika organisasi buruh yang tidak terlepas dari dinamika kepartaian aliran kiri,
sehingga jalan yang dipilih adalah mengadakan hanya 1 kepartaian yang legal dari
klas buruh. PKI yang didirikan oleh Moeso digantikan dengan PKI baru. Itu
dibangun oleh Moeso, Pamudji, Sukajat, Abdul Azis, Abdul Rachim, Amir
Sjarifuddiin dkk.
FDR/PKI melakukan Proklamasi madiun pada 18 september 1948 yang
berakibat pembataian terhadap organisasi ini oleh pemerintahan RI. Pun demikian
angota-anggota yang selamat dari pembantian di awal 1950 menjalankan lagi
tugasnya kembali PKI di bawah pimpinan D.N aidit. Pada tanggal 15 september
1945, Barisan Buruh Indonesia (BBI) di dirikan di jakarta. Dalam pidato
pendiriannya mengatakan bahwa perlunya persatuan barisan kaum buruh supaya
nantinya mempermudah pekerjaan-pekerjaan serikat buruh dan Partai buruh. BBI
kongres di Solo pada tanggal 7 november 1945. Resolusi kongres adalah
peleburan BBI ke Partai Buruh Indonesia (PBI) dengan kedudukan di Surabaya.
Tetapi berdasarkan rapat selanjutnya BBI dihidupkan. Melihat perkembangan
organisasi buruh dan partai buruh semakin pesat, tentara Inggris dan Belanda
membentuk Buruh Indonesia sebagai tandingan Buruh progesif yang berflat
kuning. Pada tahun 1946 BBI diganti dengan Gabungan Serikat Buruh Indonesia
(GASBI). Sebagaian dari PBI memisahkan diri dan mendirikan Partai Buruh
Merdeka (PBM). Sewaktu ketika PBI bergabung dengan PKI. Kemudian PBM
Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dibentuk pada
tanggal 29 november 1946 merupakan gabungan dari organisasi buruh GASBI
dan GSBV. Dalam perkembangannya, SOBSI Organisasi Buruh yang Paling
besar yang beranggotakan 2,5 juta (1950-an). Pasca dari perjanjian linggar jati
SOBSI mengalami perpecahan. Sehingga membentuk Gabungan Serikat Buruh
revolusioner Indonesia (GASBRI). Organisasi keislaman juga ikut serta di dalam
pembentukan Organisasi Buruh yaitu Serikat Buruh Islam Indonesia (SBII) yang
dibentuk oleh masjumi. Prinsip perjuangannya bahwa perjuangan buruh berbeda
dengan perjuangan politik. Organisasi ini menegakkan Agar buruh dan Majikan
berkompromi walau kehidupan buruh masih sekarat. Pada intinya Serikat ini
Menginginkan kontrol dan menghancurkan Serikat yang berpolitik.
Kebijakan Perburuhan Di Zaman Kolonial Belanda
Dari bernagai macam literatur yang ada dijelaskan bahwa sistem
perburuhan Indonesia dimulai dengan zaman perbudakan, rodi dan poenale sactie.
Pada zaman perbudakan orang yang melakukan pekerjaan pada orang lain, yaitu
budak tidak memiliki hak apapun. Para budak hanya mempunyai kewajiban untuk
melakukan segala pekerjaan dan melakukan segala perintah tanpa sekalipun boleh
menentangnya, sedangkan sang majikan sebagai pihak yang berkuasa betul-betul
mempunyai hak penuh, bukan saja terhadap perekonomiannya namun juga
terhadap hidup matinya para budak itu sendiri45
1. Pasal 114 berisi larangan jual beli budak dari luar Indonesia (Hindia
Belanda)
. Melihat kondisi tersebut diatas
terdapat suatu usaha penghapusan perbudakan yang dilakukan oleh Raffles. Usaha
ini membuahhkan lahirnya S.1817 Nomor : 42 yang bersisi larangan untuk
memasukan budak-budak ke pulau jawa. Kemudian Tahun 1818 ditetapkan pula
undang-Undang Dasar Hindia Belanda yaitu RR (Regeling Reglement) 1818 yang
beberapa pasalnya menyatakan sebagai berikut :
45
2. Pasal 115 berisi perintah untuk mengadakan peraturan-peraturan mengenai
perlakukan terhadap keluarga budak.
Pelaksanaan peraturan tersebut diatas diatur dalam beberapa peraturan
pelaksana, salah satunya adalah S.1825 Nomor 44. Selanjutanya pengaturan
tersebut diubah yaitu pada Tahun 1836 dengan dikeluarkannya RR 1836
selanjutnya RR 1854 yang didalam pasal 115-117 tegas-tegas menghendaki agar
perbudakan segera dihapuskan paling lambat 1 januari 186046
Zaman rodi (kerja paksa) sendiri mulai terjadi bersamaan dengan zaman
perbudakan, dan resminya berakhir untuk jawa dan Madura tangaal 1 Februari
1938
.
Selain dari budak pada zaman ini dikenal juga peluruhan dan perhambaan.
Peluruhan adalah ketidakbebasan sesorang karena terikatnya pada suatu kebun
tertentu. Orang-orang ini bersama dengan orang-orang cina dan para budak
diharuskan menanam pala yang harus dijual kepada VOC, dengan harga yang
telah ditentukan. Sedangkan perhambaan adaalah bekerjanya sesorang pada orang
lain (tanpa upah) karena orang lain itu pernah meminjam uang kepada orang lain
tersebut dan tidak mampu membayarnya maka ia bekerja kepada orang tersebut
sebagai usaha mengansur pengembalian utangnya.
Pada tahun 1616 VOC melakukan pelarangan mengenai perhambaan ini,
pada tahun 1808 Daendels mempartegas, larangan ini berlanjut dengan adanya RR
1818, samapi akhirnya pada tahun 1822 lahir Staatsblaad Nomor 10. Yang
kemudian staatsblaad ini diperteguh pada tahun 1854 di daerah jawa dan Madura
dengan adanya pasal 118 RR 1854 yang kemudian menjadi pasal 172 Indische
Staatsregeling 1926.
47
46
Ibid., hal 13
47
Imana Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja Perlindungan Buruh, Cet.V, Jakarta : Pradya Paramita, 1983., hal.15
. Kerja rodi ini dimasudkan untuk kepentingan penguasa dimana penguasa
dijalankan di bidang perkebunan, bangunan-bangunan untuk kepentingan
penguasa, pembuatan pabrik-pabrik, pengangkutan benda-benda berat untuk
kepentingaan militer dan lain-lain.
Pada zaman penjajahan ini terdapat juga Poenale Sanctie. Yaitu suatu
peraturan perburuhan yang didalamnya mengatur adanya ancaman pidana. Ponale
Sanctie ini diatur dalam Algemene Politie Strafreglement 1872 Nomor 111, yang
menentukan : seorang tiada alasan yang dapat diterima meninggalkan atau
menolak melaksanakan pekerjaannya dapat dipidana dengan denda antara 16
sampai 25 rupiah atau denda rodi 7-12 hari. Peraturan ini lahir untuk menjaga
kepentingan pengusaaha dimana ketika itu perusahaan-perusahaan perkebunan
mengalami kesulitan mendapatkan buruh karena adanya rodi, kemudian atas izin
penguasa pada saat itu pegusaha dapat melakukan perjanjian kerja dengan
penguasa sebagai contoh dengan kepala desa. Akan tetapi perjanjian ini malahan
berkembang dan dijadikan alat penguasa untuk melakukan pemerasaan,
pemaksaan dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak layak bagi kemanusiaan
sampai akhirnya menyebabkan banyaknya buruh-buruh yang melariikan diri dari
tempat kerjanya untuk itulah Poenale Sanctie lahir.
Zaman Kolonial Jepang
Segera setelah kedatangan mereka di Indonesia, para pembesar militer
jepang membubarkan semua jenis organisasi rakyat Indonesia, hanya
organisasi-oraganisasi untuk mendukung usaha perang jepang yang diperkenankan dan
didorong48
Banyak pemimpin serikat buruh yang yakin bahwa pada akhirnya sekutu
akan memenangkan perang tentara jepang akan meninggalkan negeri ini dan . Partai-partai politik dan serikat-serikat buruh sepenuhnya
bertentangan dengan kebijakan jepang,demikianlah selama seluruh periode jepang
gerakan serikat buruh di tindas.
48
Indonesia akan merdeka, mulai menyusun rencana untuk masa depan. Banyak dari
mereka bergabung pada gerakan di bawah tanah yang dipimpin oleh kaum
sosialis, komunis dan sekelompok nasionalis. Orang-orang indonesia ini menolak
bekerjasama dengan jepang. Sebaliknya mereka terlibat dalam suatu kampanye
propaganda ilegal, memberitahukan kepada rakyat bahwa usaha perang jepang
adalah sesuatu yang tiada berpengharapan dan bahwa demokrasi pasti menang
dalam jangka panjang. Tokoh serikat buruh lainnya berpartisipasi dengan kaum
nasionalis di dalam persiapan-persiapan untuk pendirian suatu Indonesia merdeka
menurut pola jepang, tetapi yang disusun oleh Dr soekarno dan Dr moh hatta
dengan cara mereka sendiri.
Zaman Orde Lama
Semangat kemerdekaan untuk melakukan perlindungan kepada rakyat
khususnya kepada buruh tertuang dalam Undang-Undang dasar 1945 pasal 27
ayat (2) “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan” selanjutnya juga tertuang dalam Pasal 28 “Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”.
Semangat mempertahankan kemerdekaan juga dikongkritkan oleh
pemerintah dengan memperhatikan nasib para buruh yaitu dengan
dikeluaarkannya Undang-undang Kerja No.12 Tahun 1948 yang diperkuat dengan
Undang-Undnang No.1 Tahun 1951 dinyatakan berlaku untuk seluruh Indonesia,
Undang-Undang No.23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan yang juga
diperkuat dengan Undang-Undang No.21 Tahun 1954 tentang Perjanjian
Perburuhan antara serikat buruh dengan pengusaha, Undang-Undang No.12 tahun
1954 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta, Undang-Undang
No.14 Ttahun 1969 mengenai ketentuan pokok tenaga kerja, undang-Undang
No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan kerja. Selanjutanya semangat untuk
peraturan-peraturan pelaksana undang-undang tersebut, diantaranya adalah Peraturan
Pemerintah No.7 Tahun 1948 untuk Undang-Undang Kerja Tahun 1948,
Peraturan Pemerintah Noo.13 Tahun 1950 tentang Waktu Kerja dan Istirahat,
Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1954 tentang Istirahat Tahunan bagi Buruh,
Peraturan Pemerintah no.41 Tahun 1953 tentan kewajiaban melaporkan
perusahaan dan Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 1988 untuk Undang-undang
Kecelakaan No.33 Tahun 1947, Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang
pertanggungan sakit, hamil, bersalin dan menginggal dunia, serta Peraturan
Pemerintah No.33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial tenaga Kerja.
Usaha-usaha melakukan perlidungan terhadap buruh ini tidak terhenti
sampai disitu, pemerintah selanjutnya meratifikasi hasil-hasil konferensi ILO,
antara lain konvensi No.98 Tahun 1949 mengenai dasar-dasar hak untuk
berorganisasi dan untuk berunding bersama (Lembaran Negara RI No.42 Tahun
1956). Konvensi No.100 Tahun 1951 tentang pengubahan yang sama bagi buruh
laki-laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama (Lembaran Negara RI No.171
Tahun 1957) Konvensi No.106 Tahun 1957 tentang istirahat, mingguan dalam
perdagangan dan kantor-kantor (Lembaran Negara RI No.14 Tahun 1961).
Konvensi No.1120 Tahun 1964 tentang hygine dalam perniagaan dan
kantor-kantor (Lembaran Negara RI No.14 Tahun 1961)49
Substansi semua undang-undang ini lahir dikarenakan pada saat itu posisi
gerakan buruh cukup dominan secara politis. Selama Orde Lama, banyak
pemimpin serikat buruh duduk di parlemen. Bahkan hingga tahun 1956 terdapat
Fraksi Buruh khusus di Parlemen yang anggotanya terdiri dari para pemimpin
SOBSI. Tercatat Fraksi di DPRS (menurut catatan tahun 1954): Masjumi 43
orang; PNI 42 orang; PIR-Hazairin 19 orang 22 orang; PIR-Wongso 3 orang ; PKI
17 orang; PSI 15 orang; PRN 13 orang; Persatuan Progresif 10 orang; Demokrat 9
orang; Partai Katolik 9 orang; NU 8 orang; Parindra 7 orang; Partai Buruh 6 .
49
orang; Parkindo 5 orang; Partai Murba 4 orang; PSII 4 orang; SKI 4 orang;
SOBSI 2 orang; BTI 1 orang; GPI 1 orang; Perti 1 orang; Tidak berpartai 11
orang, total 235 orang50
Pasca tahun 1965, dimana rezim pemerintahan dimpimpin oleh Soeharto
sistem perburuhan mengalami kemunduran. Kemunduran-kemunduran ini
disebabkan oleh posisi buruh yang terus melemah dan lebih rendah daripada yang
pernah terjadi dalam sejarah sebelumnya. Pada saat itu keterlibatan buruh dalam
lembaga parlemen dihapuskan salah satunya dengan cara membekukan sementara
62 orang anggota DPR-GR eks PKI dan ormas-ormasnya pada tahun 1965-1966
sampai dengan pada tahun 1977 rezim pemerintahan Soeharto membatasi partai .
Dengan komposisi tersebut diatas kepentingan kelas pekerja dapat
tersampaikan dan di akomodir lewat kelahiran-kelahiran produk kebijakan yang
pro buruh akan tetapi, model akomodasi seperti ini tidak sempat menunjukkan
hasil maksimalnya karena secara politis Orde Lama telah ditumbangkan oleh
rejim Soeharto dan karena tak tersedianya birokrasi pendukung yang memadai.
Dan aspek lain yang dapat menjelaskan kegagalan model akomodasi pada zaman
ini adalah karena masalah perburuhan (hubungan industrial) sangat dipolitisasi,
dipandang pertama-tama sebagai soal memenangkan kekuasaan di Parlemen.
Dengan pandangan seperti itu, target serikat buruh waktu itu juga bersifat politis
dalam arti berkolaborasi dengan partai politik dan menguasai proses pembuatan
perundang-undangan di parlemen. Ini terbukti dengan keberhasilan buruh
membentuk Fraksi Buruh di Parlemen. Kelemahan utama asumsi seperti ini
adalah kenyakinan bahwa undang-undang akan menyelesaian hubungan buruh
dan majikan yang pada dasarnya atau terutama berkarakter ekonomis.
Zaman Orde Baru
50
yang dapat mengikuti pemilu hanyalah Partai Golongan Karya (Golkar), Parta
Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai demokrasi Indonesia (PDI)51
Orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto ini berorientasi menggerakan
kembali roda ekonomi yang bertumpu pada pasar, sehingga lebih melindungi para
investor ketimbang buruh. Rezim pemerintahan Soeharto menerapkan strategi
modernisasi sifensif (defensive modernisatiton) dimana penguasa berusaha
mengatur segalanya dan mengontrol oeganisasi buruh untuk mengejar
pertumbuhan ekonnomi52
1. Undang-Undang No.3 Tahun 1969 menyatakan berlakunya konvensi ILO
No.120 tentang Hygine dalam perniagaan dan kantor-kantor
. Agenda utama rejim Orde Baru adalah mencegah
kebangkitan kembali gerakan berbasis massa seperti gerakan buruh yang terlihat
selama Orde Lama/ pada saat kemerdekaan dan pasca kemerdekan 1945. Motif
utama Orde Baru sejak awal adalah melakukann kontrol terhadap semua jenis
organisasi yang berbasis massa, entah partai politik maupun serikat buruh, kontrol
politik penguasa terhadap buruh terutama dimaksudkan untuk menghapuskan
pengaruh aliran kiri dari gerakan buruh dan arena politik secara luas.
Ciri utama akomodasi buruh-majikan-negara selama Orde Baru adalah
kontrol negara yang sangat kuat atas organisasi buruh dan pengingkaran
terus-menerus kelas buruh sebagai kekuatan sosial. Dengan orientasi pemerintahan
rezim Soeharto tersebut diatas maka produk-produk hukum yang dilahirkan
adalah sebagai berikut :
2. UU No.5 Tahun 1969 yang menentapkan Peraturan Presiden No.7 Tahun
1963 tentang Pencegahan pemogokan dan atau Penutupan Perusahaan
(Lock Out) di perusahaan-perusahaan jawatan-jawatan dan badan-badan
yang vital
3. Undang-Undang No.14 Tahun 1969 Tentang Tenaga Kerja
51
http://www.parlemen.net/site/ldetails.php?docid=dpr
52
4. Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
5. Undang-Undang No.8 Tahun 1974 mengenai Pokok-Pokok Kepegawaian
6. Undang-Undangf No.7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketengakerjaan
7. Undang-Undang No.5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
8. Undang-Undang No.11 Tahun 1992 mengenai Dana Pensiun
9. Undang-Udang No. 3 Tahun 1993 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
10.Undang-Undang No.25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan
11.Undang-Undang No.11 Tahun 1998 mengenai Perubahan berlakukanya
Undang-Undang No.25 Tahun 1997
12.Dalam UU No.51 Tahun 1969 tersebut diatas diatur mengenai larangan
mogok atau penutupan perusahaan jawatan, pengaturan ini disertai suatu
sangsi yang cukup berat yaitu denda kurungan selama-lamanya satu tahun,
serta setinggi-tinginya denda lima puluh juta rupiah.
Selain dari peraturan perundang-udangan tersebut diatas masih terdapat 13
Surat Keputusan Menteri yang isinya campur tangan dalam rangka
menghegemoni buruh, membatasi, melarang, dan menekan buruh, diantaranya
adalah Kepmen No.645/Men/1985 tentang Pelaksaan Hubungan Industrial
Pancasila. HIP yang berasal dari Hubungan Perburuhan Pancasila (HPP)
hakekatnya adalah melemahkan gerakan buruh maupun serikat buruh. Dengan
menentang konflik dimana dalam praktek juga menolak hak untuk melakukan aksi
mogok karena dianggap tidak selaras dengan prinsip kekeluargaan yang
melandasi Pancasila. Sedangkan ketentuan lainnya yaitu Kepmen 4/Men/1986
secara tegas menekan dan membatasi hak mogok dan kebebasan membentuk
seikat buruh, Kepmen 342/Men/1986 melegalkan campur tangan aparat keamanan
dalam menangani perselisihan perburuhan (Korem, Kodim, Kores).
Memang secara sekilas terdapat beberapa peraturan yang dilahirkan dalam
rangka perlindungan terhadap buruh, akan tetapi apabila kita telaah lebih dalam
berbagai peraturan tersebut justru mengurangi hak-hak buruh. Salah satu bukti