PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI
TESIS
Oleh
HENDRA HERIANTO S. 117017014/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013 SE
K O L A
H
P
A
S C
A S A R JA N
ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PEJABAT
PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
HENDRA HERIANTO S. 117017014/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PEJABAT PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI
Nama Mahasiswa : Hendra Herianto S.
N I M : 117017014
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Prof. Erlina, SE, MSi, Ph.D,Ak)
Ketua Anggota
(Drs. Idhar Yahya, MBA,Ak)
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA, CPA) (Prof. Dr. Erman Munir, MSc)
Telah Diuji pada Tanggal : 17 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak Anggota : 1. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak
PERNYATAAN
“ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PEJABAT
PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI”
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Sains pada Program Studi Akuntansi
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumtera Utara adalah benar merupakan hasil
karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma kaidah, dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PEJABAT
PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terhadap Kinerja Manajerial Pejabat Pemerintah kota Tebing Tinggi. Populasi penelitian ini adalah Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Respondennya adalah Pejabat Eselon II dan III. Jenis penelitian ini merupakan causal research. Data dalam penelitian ini merupakan data primer dan metode pengumpulan data menggunakan data kuesioner. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas data dan uji asumsi klasik. Sampel terdiri dari 57 responden dari 132 populasi berdasarkan rumus Slovin dan penarikan sampel dilakukan dengan teknik starified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan secara simultan, lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan mempunyai berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Sedangkan secara parsial, lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan mempunyai tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial
THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF THE GOVERNMENT INTERNAL CONTROL SYSTEM ON THE MANAGERIAL
PERFORMANCE OF THE OFFICIALS OF THE CITY GOVERNMENT OF TEBING TINGGI
ABSTRACT
The purpose of this causal study was to test the influence of the Government Internal Control System on the Managerial Performance of the Officials of the City Government of Tebing Tinggi. The population of this study was the 132 officials of Local Work Apparatus Unit in the City Government of Tebing Tinggi and, based on Slovin formula, 57 of those officials of Echelon III and IV were selected to be the respondents for this study through stratified random sampling technique. The data for this study were the primary data obtained through questionnaire distribution. Before the hypothesis was tested using multiple regression analysis, the quality of the data obtained were tested through classic assumption test. The result of this study showed that simultaneously control environment, risk assessment, control activities, information and communication, and monitoring had influence on managerial performance, while partially, control environment, risk assessment, control activities, information and communication, and monitoring did not have any influence on managerial performance.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang menolong dan memberikan kekuatan dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini dengan judul “Analisis Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kinerja Manajerial Pejabat Pemerintah Kota Tebing Tinggi.”
Tesis ini merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc, (CTM), SpA(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA selaku Ketua Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Dosen pembanding yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.
4. Ibu Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D,Ak selaku Pembimbing I yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran bagi peneliti dati awal hingga selesainya tesis ini.
5. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA,Ak selaku Pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran bagi peneliti dati awal hingga selesainya tesis ini.
6. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, MSi,Ak dan Ibu Dra. Sri Mulyani, MBA,Ak selaku Dosen pembanding yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.
8. Bapak Walikota beserta pejabat Eselon II dan III pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi yang telah banyak memberikan bantuan selama proses penelitian.
9. Kedua orang tuaku beserta abang dan adik-adikku yang memberikan doa serta dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini
10.Teman-teman seperjuangan Angkatan XXIII Program Magister Akuntansi Pemerintahan Elfrida C. Dora, Dhian Purnamasari, Tri Diani Fitri, Eny Priyanti, Dudi Iskandar dan Monetaris Butar-butar atas persahabatan dan sumbangan pikiran selama perkuliahan.
11.Semua pihak yang telah memberikan masukan dan dorongan guna penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, namun harapan penulis tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi rahmat dan berkah kepada kita semua. Amin.
Medan, Juli 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP
1. NAMA : HENDRA HERIANTO S.
2. TEMPAT/TGL.LAHIR : MEDAN/07 NOPEMBER 1984
3. AGAMA : KRISTEN PROTESTAN
4. ORANG TUA
a. AYAH : ST. M. SIMAMORA
b. IBU : ALM. R. Br.SITORUS/T. br.SIMBOLON
5. ALAMAT : JL. KESEHATAN GG. ERA BARU NO.12 MEDAN
6. PENDIDIKAN
a. SD : ST. ANTONIUS VI MEDAN
b. SMP : TRI SAKTI I MEDAN
c. SMU : NEGERI 14 MEDAN
d. S1 : UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 7
1.3Tujuan Penelitian ... 7
1.4Manfaat Penelitian ... 7
1.5Originalitas ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Landasan Teori ... 9
2.1.1 Pengertian dan Tujuan Sistem Pengendalian Intern ... 9
2.1.2 Komponen Pengendalian Intern dan Fungsi Pengendalian Intern ... 11
2.1.2.1 Lingkungan Pengendalian ... 11
2.1.2.2 Penilaian Risiko ... 12
2.1.2.3 Kegiatan Pengendalian ... 12
2.1.2.4 Informasi dan Komunikasi ... 12
2.1.2.5 Pemantauan ... 13
2.1.3 Prinsip Umum Penyelenggaraan SPIP di Indonesia dan di Beberapa Negara ... 14
2.1.5. Kinerja Manajerial ... 20
2.2 Review Peneliti Terdahulu ... 25
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 27
3.1. Kerangka Konsep ... 27
3.2. Hipotesis ... 31
BAB IV METODE PENELITIAN ... 32
4.1. Jenis Penelitian ... 32
4.2 .Lokasi Penelitian ... 32
4.3. Populasi dan Sampel ... 32
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 34
4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35
4.5.1. Kinerja Manajerial ... 35
4.5.2. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ... 36
4.6. Metode Analisis Data ... 39
4.6.1.Uji Kualitas Data ... 39
4.6.2.Uji Asumsi Klasik ... 40
4.6.3.Model Pengujian Hipotesis ... 42
BAB V HASIL ANALISIS DN PEMBAHASAN ... 46
5.1. Deskriptif Data ... 46
5.1.1. Deskripsi Lokasi ... 46
5.1.2. Deskriptif Statistik Data Penelitian ... 47
5.1.3. Karakteristik Responden ... 49
5.2. Analisis Data ... 52
5.2.1. Uji Kualitas Data ... 52
5.2.1.1 Uji Validitas ... 52
5.2.1.2 Uji Reliabilitas ... 54
5.3. Uji Asumsi Klasik ... 54
5.3.1. Uji Normalitas ... 55
5.3.3. Uji Heteroskedastisitas ... 57
5.4. Pengujian Hipotesis ... 58
5.4.1. Uji Statistik F ... 59
5.4.2. Uji Statistik t ... 60
5.4.3. Koefisien Determinasi ... 62
5.5. Pembahasan ... 63
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
6.1. Kesimpulan ... 67
6.2. Keterbatasan Penelitian ... 68
6.3. Saran ... 68
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Theoritical Mapping... 26
4.1. Daftar Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
4.2. Definisi Operasional & Pengukuran Variabel. ... 38
5.1. Data Hasil Kuesioner ... 46
5.2. Deskriptif Statistik ... 47
5.3. Demografi Responden ... 50
5.4 Hasil Pengujian Validitas ... 53
5.5 Uji Reliabilitas Variabel ... 54
5.6 Uji Asumsi Klasik ... 55
5.7 Uji Multikolinearitas ... 57
5.8 Nilai F Hitung ... 59
5.9 Nilai t Hitung ... 60
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 72
2. Data hasil Kuesioner... 77
3. Uji Validitas dan Realibilitas ... 80
4. Hasil Uji Statistik Diskriptif ... 86
5. Pengujian Normalitas ... 88
6. Pengujian Multikolinearitas ... 89
7. Pengujian Heteroskedastisitas... 89
8. Pengujian Hipotesis ... 90
9. Koefisien Determinasi ... 90
ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PEJABAT
PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terhadap Kinerja Manajerial Pejabat Pemerintah kota Tebing Tinggi. Populasi penelitian ini adalah Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Respondennya adalah Pejabat Eselon II dan III. Jenis penelitian ini merupakan causal research. Data dalam penelitian ini merupakan data primer dan metode pengumpulan data menggunakan data kuesioner. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas data dan uji asumsi klasik. Sampel terdiri dari 57 responden dari 132 populasi berdasarkan rumus Slovin dan penarikan sampel dilakukan dengan teknik starified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan secara simultan, lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan mempunyai berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Sedangkan secara parsial, lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan mempunyai tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial
THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF THE GOVERNMENT INTERNAL CONTROL SYSTEM ON THE MANAGERIAL
PERFORMANCE OF THE OFFICIALS OF THE CITY GOVERNMENT OF TEBING TINGGI
ABSTRACT
The purpose of this causal study was to test the influence of the Government Internal Control System on the Managerial Performance of the Officials of the City Government of Tebing Tinggi. The population of this study was the 132 officials of Local Work Apparatus Unit in the City Government of Tebing Tinggi and, based on Slovin formula, 57 of those officials of Echelon III and IV were selected to be the respondents for this study through stratified random sampling technique. The data for this study were the primary data obtained through questionnaire distribution. Before the hypothesis was tested using multiple regression analysis, the quality of the data obtained were tested through classic assumption test. The result of this study showed that simultaneously control environment, risk assessment, control activities, information and communication, and monitoring had influence on managerial performance, while partially, control environment, risk assessment, control activities, information and communication, and monitoring did not have any influence on managerial performance.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Awal dari reformasi sistem penyelenggaraan pemerintahan negara
dilakukan sejak adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
Reformasi sistem penyelenggaraan pemerintahan negara tersebut merupakan dasar
dan referensi bagi bangsa Indonesia, mencakup proses demokratisasi, penegakan
hukum, otonomi dan desentralisasi, serta penciptaan penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik. Upaya dalam penciptaan kepemerintahan yang baik
tersebut, antara lain adalah dengan penyempurnaan kebijakan pengelolaan
keuangan negara yang meliputi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara dan PP Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Negara. Sejumlah peraturan
perundang-undangan di bidang keuangan negara tersebut mengindikasikan perlunya sistem
pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan dalam
menjalankan pemerintahan.
Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
mengamanatkan keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. Serta upaya
Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara mengamanatkan, Presiden mengatur dan
menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah secara menyeluruh
dalam rangka pengelolaan keuangan Negara secara akuntabel dan transparan.
Namun kenyataannya, amanat ini belum dapat terealisasi karena belum
adanya persepsi yang sama terhadap konfigurasi Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) secara keseluruhan yang masih bersifat parsial ditingkat
kementrian dan ditingkat pemerintah daerah. Belum terdapat Sistem Pengendalian
Intern secara nasional yang mengurusi masalah pengawasan strategik dalam skala
nasional (Widayati, 2007).
Lebih lanjut isu tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
mendapat perhatian yang cukup besar belakangan ini. Sebagai auditor eksternal,
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senantiasa menguji “kekuatan” SPI ini di
setiap pemeriksaan yang dilakukannya dalam penentuan luas lingkup (scope)
pengujian yang akan dilaksanakannya. Beberapa lembaga pemantau (watch) juga
mengkritisi lemahnya SPI yang diterapkan di pemerintahan baik pusat maupun
daerah, sehingga membuka peluang yang sangat besar bagi terjadinya
penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran (APBN/APBD). Sebagai tindak
lanjut dari hal tersebut, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).
Sistem Pengendalian Intern ini didasari pada konsep pemikiran bahwa
Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dan dipengaruhi oleh
sumber daya manusia, serta harus dapat memberikan keyakinan yang memadai.
pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan
demikian, maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban,
harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif.
Selain itu, Sistem Pengendalian Intern memiliki arti yang sangat penting
dalam penentuan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan
kebijakan yang telah ditetapkan. Pengendalian internal yang melekat pada fungsi
manajerial ditujukan untuk memastikan dan menjamin bahwa visi, misi, tujuan,
sasaran, program serta kegiatan dapat terlaksana dan mencapai hasil dengan baik.
Penerapan sistem pengendalian internal pada hakekatnya adalah segala upaya
yang dilakukan dalam suatu organisasi untuk mengarahkan seluruh kegiatan agar
tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif, efisien dan ekonomis, segala
sumber daya dimanfaatkan dan dilindungi, data dan informasi serta laporan dapat
dipercaya dan disajikan secara wajar, serta ditaatinya segala ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Marsono, 2009).
Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlu
adanya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan
sehingga dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa
penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai
tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara
secara andal, pengamanan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sistem ini dikenal sebagai Sistem
kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah tersebut.
PP 60 Tahun 2008 ini merupakan implementasi dari Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) tentang Perbendaharaan
Negara memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan mengenai Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah secara menyeluruh dengan Peraturan Pemerintah.
Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada
pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan,
dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang
memadai, bukan keyakinan mutlak. PP 60 tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) juga mempertegas komitmen dari
pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme pada
berbagai aspek dalam pelaksanaan tugas umum pemerintah.
Sistem Pengendalian Intern dalam PP 60 tahun 2008 merupakan suatu
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien (operating), keandalan pelaporan keuangan (financial reporting),
pengamanan aset negara (safeguarding) dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan (compliance). Tujuan dari penetapan PP 60 tahun 2008 ini
adalah untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan dan akuntabel.
Peningkatan kualitas akuntabilitas keuangan daerah terhadap pemerintah
keuangan pemerintah daerah setiap tahunnya. Dengan dilaksanakannya kegiatan
SPIP, diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan opini yang
diperolehnya, yang sebelumnya disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian
(WDP) ataupun mendapatkan opini yang tertinggi yaitu Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP).
Secara umum pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern di Pemerintah Kota
Tebing Tinggi masih belum optimal. Gambaran ini dapat dilihat dari opini yang
diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap hasil pemeriksaan atas
laporan keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi, selama tiga tahun belakangan
ini mendapat Opini Wajar Dengan Pengecualian. Salah satu hal yang menjadi
pokok pertimbangan adalah kelemahan Sistem Pengendalian Intern dalam
penyusunan laporan keuangan, antara lain dalam penatausahaan dan pengelolaan
kas pada beberapa SKPD yang tidak sesuai ketentuan, dan penatausahaan aset
tetap pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum tertib dan nilai aset yang
disajikan pada neraca masih belum diyakini kewajarannya.
Kelemahan dari Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) daerah
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya kualitas laporan
keuangan pemerintah daerah. Hal ini tercermin dari salah satu unsur-unsur utama
kualifikasi dalam pemberian opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan
Keuangan yang disusun oleh pemerintah kabupaten/kota yaitu:
1. Kelemahan di dalam pengelolaan aset dan persediaan
2. Kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah
3. Kebijakan akuntansi pemerintah daerah yang belum dijalankan secara
4. Pengelolaan penerimaan dan penggunaan dana yang belum akuntabel
5. Akuntabilitas penyertaan dan penempatan modal pemerintah daerah yang
belum tertib
6. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
Penerapan seluruh unsur-unsur yang ada dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sampai
saat ini belum terlaksana sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Hal ini dapat dilihat
hasil laporan yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan yang salah satu point
nya menyoroti tentang lemahnya penerapan Sistem Pengendalian Intern oleh
pemerintah daerah setempat. Indikator bahwa pengelolaan keuangan negara sudah
transparan dan akuntabel adalah opini BPK atas laporan keuangan pemerintah
pusat dan daerah.
SPIP itu sendiri berfungsi dalam memberikan arah yang jelas dalam
mencapai tujuan organisasi, yaitu dengan membangun lima unsur yang ada dalam
SPIP tersebut, antara lain Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Kegiatan
Pengendalian, Informasi dan Komunikasi serta Pemantauan.
Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Ramandei (2009) yang
menyimpulkan bahwa karakteristik sasaran anggaran (partisipasi anggaran,
kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran dan evaluasi anggaran) tidak
berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Sedangkan Sistem Pengendalian Intern
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial.
Berdasarkan hal diatas, penulis ingin melakukan penelitian yang lebih
fokus terhadap unsur-unsur dari Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sebagai
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) berpengaruh terhadap kinerja manajerial
pejabat Pemerintah Kota Tebing Tinggi?
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut, maka penulis ingin menguji pengaruh
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap kinerja manajerial pejabat
dengan rumusan masalah yaitu : “Apakah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja manajerial
pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi?”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka, tujuan penelitian ini dilakukan
untuk: Menganalisis pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
terhadap kinerja manajerial pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Tebing
Tinggi.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain adalah:
1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan peneliti untuk memperdalam
wawasan dan pengetahuan dalam hal Sistem Pengendalian Intern pada
umumnya.
2. Bagi pemerintah daerah, diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
implementasi Sistem Pengendalian Intern di lingkungan Pemerintah Kota
3. Bagi akademis, penelitian ini dapat digunakan dalam pengembangan
dalam pemahaman akan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang
dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan referensi untuk penelitian
sejenis oleh calon peneliti berikutmya di masa yang akan datang.
1.5 Originalitas
Penelitian ini merupakan replika dari penelitian Ramandei (2009) yang
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Karakteristik Sasaran Anggaran
Dan Sistem Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Manajerial Aparat Pemerintah
Daerah (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura)”.
Adapun perbedaan penelitian ini adalah terletak pada lokasi daerah yang
sebelumnya di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura
sedangkan penelitian ini dilakukan di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi.
Variabel independen pada penelitian ini adalah Sistem Pengendalian Intern
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Bab ini akan membahas lebih jauh mengenai pengaruh Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terhadap kinerja manajerial. Menjabarkan
teori-teori yang melandasi penelitian ini dengan referensi atau keterangan
tambahan yang dikumpulkan selama penelitian.
2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Sistem Pengendalian Intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang
dirancang untuk memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahaan
telah mencapai tujuan dan sasarannya. Kebijakan dan prosedur ini sering disebut
pengendalian, dan secara kolektif membentuk pengendalian internal entitas
(Arens, dkk 2008).
Pengendalian internal yang dikeluarkan COSO terdiri dari 5 (lima)
komponen, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas
pengendalian dan informasi dan komunikasi serta pemantauan. Pelaksanaan
sistem pengendalian intern seharusnya bertumpu pada penguatan sistem
pengendalian yang sudah terbangun dan dilaksanakan oleh seluruh aktor dalam
organisasi mulai dari adanya kebijakan, pembentukan organisasi, penyiapan
anggaran, sarana dan prasarana, penetapan personil yang melaksanakan,
penetapan prosedur dan review pada seluruh tahapan pembangunan.
Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60 Tahun 2008
dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan
aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pengertian SPIP tersebut mengarah pada empat tujuan yang ingin dicapai
dengan dibangunnya SPIP, yaitu:
1. Kegiatan yang efektif dan efisien
Kegiatan instansi pemerintah dikatakan efektif bila telah ditangani sesuai
dengan rencana dan hasilnya telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan. Sedangkan, efisien biasanya dikaitkan dengan
pemanfaatan aset untuk mendapatkan hasil. Kegiatan Instansi Pemerintah
dikatakan efisien bila mampu menghasilkan produksi yang berkualitas
tinggi (pelayanan prima), dengan bahan baku (sumber daya) yang sesuai
dengan standar.
2. Laporan keuangan yang dapat diandalkan
Tujuan ini didasarkan pada pemikiran utama bahwa informasi sangat
penting untuk pengambilan keputusan. Agar keputusan yang diambil tepat
sesuai dengan kebutuhan, maka informasi yang disajikan harus
handal/layak dipercaya, dan menggambarkan keadaaan yang sebenarnya.
Karena jika laporan yang tersaji tidak memadai dan tidak benar, maka
akan menyesatkan dan dapat mengakibatkan keputusan yang salah serta
merugikan organisasi.
Aset diperoleh dengan membelanjakan uang yang berasal dari masyarakat,
terutama dari penerimaan pajak dan bukan pajak, yang harus dimanfaatkan
untuk kepentingan negara/daerah. Pengamanan aset merupakan isu penting
yang mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat. Hal ini
disebabkan karena kelalaian dalam pengamanan aset akan berakibat
mudahnya terjadi pencurian, penggelapan, dan bentuk manipulasi lainnya.
4. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
Setiap kegiatan dan transaksi merupakan suatu perbuatan hukum. Oleh
karena itu, pelaksanaan transaksi atau kegiatan harus taat terhadap
kebijakan, prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelanggaran terhadap aspek hukum dapat mengakibatkan tindakan pidana
maupun perdata berupa kerugian.
2.1.2 Komponen Pengendalian Intern dan Fungsi Pengendalian Intern
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang SPIP
disebutkan Pengendalian Intern terdiri dari 5 (lima) komponen yang berhubungan,
yaitu:
2.1.2.1Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan
mempengaruhi kesadaran pengendalian pihak yang terdapat dalam organisasi
tersebut. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen
pengendalian intern yang lain, menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan
pengendalian meliputi penegakan integritas dan nilai etika, komitmen terhadap
kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang
penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya
manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif,
dan hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
2.1.2.2Penilaian Risiko
Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi
Pemerintah yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada
tingkat kegiatan. Selanjutnya Instansi Pemerintah mengidentifikasi secara efisien
dan efektif risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik yang
bersumber dari dalam maupun dari luar instansi. Terhadap risiko yang telah
diidentifikasi, dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian
tujuan. Pimpinan Instansi Pemerintah merumuskan pendekatan manajemen risiko
dan kegiatan pengendalian risiko yang diperlukan untuk memperkecil risiko.
2.1.2.3Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang
membantu memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan Instansi Pemerintah
untuk mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian risiko.
Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu Instansi Pemerintah
dapat berbeda dengan yang diterapkan pada Instansi Pemerintah lain. Perbedaan
penerapan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan visi, misi dan tujuan,
lingkungan dan cara beroperasi, tingkat kerumitan organisasi, sejarah dan latar
belakang serta budaya, serta risiko yang dihadapi.
2.1.2.4Informasi dan Komunikasi
Informasi yang berhubungan perlu diidentifikasi, ditangkap dan
pihak memahami tanggung jawab. Sistem informasi menghasilkan laporan,
kegiatan usaha, keuangan dan informasi yang cukup untuk memungkinkan
pelaksanaan dan pengawasan kegiatan Instansi Pemerintah. Informasi yang
dibutuhkan tidak hanya internal namun juga eksternal. Komunikasi yang efektif
harus meluas di seluruh jajaran organisasi dimana seluruh pihak harus menerima
pesan yang jelas dari manajemen puncak yang bertanggung jawab pada
pengawasan. Semua pegawai harus paham peran mereka dalam Sistem
Pengendalian Intern seperti juga hubungan kerja antar individu. Mereka harus
memiliki alat yang menyebarluaskan informasi penting.
2.1.2.5Monitoring/Pemantauan
Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan
berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan
review lainnya. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan
pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi dan tindakan lain yang
terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui
penilaian sendiri, review, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern
yang dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak
eksternal pemerintah dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern.
Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan review lainnya harus segera
diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian
2.1.3 Prinsip Umum Penyelengaraan SPIP di Indonesia dan di Beberapa
Negara
Istilah pengendalian internal baru dipergunakan pada Undang-Undang No
17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun, belum dibahas secara mendetail
tentang tata cara pelaksanaan pengendalian internal. Perkembangan pengendalian
intern di Indonesia mulai ditandai dengan terbitnya PP No 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Terbitnya PP No 60 Tahun 2008
ini merupakan amanat Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara. Inti dari PP No 60 tahun 2008 adalah
menciptakan suatu Sistem Pengendalian Intern yang dapat mewujudkan praktik
good governance dalam pemerintahan.
Sejalan dengan perkembangan, PP 60 mengadopsi pendekatan COSO
dengan beberapa modifikasi. Pertimbangan pemilihan pendekatan COSO ini
disebabkan Sistem Pengendalian Intern yang baik dalam rangka memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi, tidak cukup hanya
menekankan pada prosedur dan kegiatan saja, tetapi juga menempatkan manusia
sebagai faktor yang dapat membuat pengendalian tersebut berfungsi.
Konsep dasar pengendalian memandang bahwa Sistem Pengendalian
Intern bukan suatu kejadian atau keadaan yang terjadi sesaat dan mandiri, akan
tetapi merupakan suatu rangkaian tindakan yang mencakup seluruh kegiatan
instansi yang dilakukan untuk mendapatkan keyakinan yang wajar bahwa tujuan
akan dicapai. Konsep ini memberikan prinsip umum yang harus diperhatikan
1. Sistem Pengendalian Intern sebagai proses yang integral dan menyatu
dengan instansi atau kegiatan secara terus menerus
Sistem Pengendalian Intern akan efektif apabila dibangun ke dalam
infrastruktur suatu instansi dengan menjadi bagian dari organisasi yang
dikenal dengan istilah ”built-in”. Pengertian built-in adalah suatu proses
yang terintegrasi dengan kegiatan, dan akan menyatu dengan pelaksanaan
fungsi manajemen, mulai dari perencanaan sampai evaluasi.
2. Sistem Pengendalian Intern dipengaruhi oleh manusia
Efektivitas Sistem Pengendalian Inten sangat bergantung pada manusia
yang melaksanakannya. Manajemen menetapkan tujuan, merancang dan
melaksanakan mekanisme pengendalian, memantau serta mengevaluasi
pengendalian. Selanjutnya, seluruh pegawai dalam instansi memegang
peranan penting untuk melaksanakan Sistem Pengendalian Intern secara
efektif.
3. Sistem Pengendalian Intern memberikan keyakinan yang memadai, bukan
keyakinan yang mutlak
Betapapun baiknya perancangan dan pengoperasian Sistem Pengendalian
Intern dalam suatu instansi, tidak dapat memberikan jaminan keyakinan
yang mutlak bahwa tujuan instansi dapat tercapai. Hal ini disebabkan
kemungkinan pencapaian tujuan tetap dipengaruhi oleh keterbatasan yang
melekat dalam seluruh Sistem Pengendalian Intern, seperti kesalahan
manusia, pertimbangan yang keliru, dan adanya kolusi.
4. Sistem Pengendalian Intern diterapkan sesuai dengan kebutuhan ukuran,
Bentuk, luasan dan kedalaman pengendalian akan tergantung pada tujuan
dan ukuran instansi, serta sesuai dengan kebutuhan dan ciri kegiatan serta
lingkungan yang melingkupinya, karakter operasi dan lingkungan dimana
kegiatan instansi dilaksanakan. Dengan konsep ini, tidak ada
pengendalian yang dimiliki suatu instansi yang langsung dapat ditiru dan
diterapkan pada instansi lain.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), antara lain (Wibisono, 2010):
1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia adalah merupakan modal utama dan penggerak
dalam suatu organisasi, dan merupakan soft control dalam penerapan SPIP
ini. Sumber daya manusia yang dimaksudkan adalah SDM yang memiliki
integritas dan mentaati nilai etika. Sumber daya manusia yang mempunyai
integritas dan mentaati etika adalah merupakan komponen penting dalam
mendorong agar organisasi dapat berjalan pada relnya.
2. Komitmen
Komitmen merupakan keterikatan untuk melaksanakan suatu kegiatan
(Usman, 2010). Keberhasilan dan kunci sukses tercapainya tujuan
organisasi sangat dipengaruhi oleh komitmen dari seluruh pimpinan dan
pegawai dalam menjalankan organisasi. Dalam penerapan SPIP, komitmen
pimpinan sangat diharapkan sehingga apapun keputusan maupun
kebijakan yang akan diambil terkait dengan perbaikan terhadap
pengendalian intern, prosedur dan aturan yang akan dilaksanakan
3. Keteladanan dari Pimpinan
Lingkungan pekerjaan sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan
budaya kerja dalam suatu organisasi. Dalam suatu kondisi lingkungan
yang kondusif, dengan pimpinan yang selalu memberikan contoh perilaku
yang positif, selalu mendorong bawahan untuk terbiasa bersikap terbuka,
jujur dan disiplin akan memudahkan organisasi dalam pencapaian
tujuannya. Keteladan pimpinan dalam bersikap dan bertingkah laku akan
dapat mendorong terciptanya budaya kerja yang selalu mengedepankan
nilai-nilai kejujuran, etika dan disiplin.
4. Ketersediaan Infrastruktur
Keberadaan infrastruktur mencakup antara lain: pedoman, kebijakan, dan
prosedur yang terintegrasi dengan unsur-unsur SPIP lainnya, sesuai
dengan proses bisnis dan karakteristik suatu Instansi Pemerintah terkait
dengan penyelenggaraan SPIP. Keberadaan infrastruktur harus didukung
oleh implementasi dari infrastruktur SPIP tersebut.
Sedangkan perkembangan Sistem Pengendalian Intern di beberapa negara
telah berkembang dengan pesat dan mapan yang terbukti menjadi suatu perangkat
yang efektif untuk pengendalian internal pemerintah.
Di negara China, perkembangan audit internal perusahaan didorong oleh
meningkatnya pertumbuhan makroekonomi bersama dengan penerapan kebijakan
administratif pemerintah (Jou, 1997). Audit internal diakui sebagai salah satu
fungsi penting dari pengendalian internal dalam kegiatan operasional perusahaan.
Dalam pelaksanaannya, unit audit internal pada perusahaan milik pemerintah
29 pada National Auditing Law mengatur tentang tata cara pembentukan unit
audit internal pada perusahaan milik pemerintah yang harus dipandu dan diawasi
oleh pemerintah lokal yang pengawasannya dari pemimpin departemen mereka
sendiri maupun dari pemerintah dalam hal ini diwakili departemen audit negara
(Jou 1997; Cai dan 1997).
Salah satu negara bagian Amerika Serikat yaitu New York juga memilki
perkembangan yang pesat dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Komponen Sistem Pengendalian Intern yang terdiri dari lingkungan pengendalian,
penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta
pemantauan juga telah berkembang yang dilengkapi dengan aktivitas pendukung
lainnya seperti evaluasi, rencana strategis dan audit internal.
Revisi Standards For Internal Control In New York state Government di
tahun 2005 menyatakan bahwa pengendalian internal bukan hanya satu set
prosedur yang ditujukan untuk pengamanan aset, tapi lebih jauh memiliki fungsi
dalam mengidentifikasi, memonitor dan manajemen risiko (sumber:
2.1.4 Sistem Pengendalian Intern dan Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah pada dasarnya merupakan asersi
atau pernyataan dari pihak manajemen pemerintah daerah yang menginformasikan
kepada pihak lain yaitu pemegang kepentingan yang ada tentang kondisi
pengguna laporan keuangan, maka diperlukan pihak ketiga yaitu auditor
independen dalam menilai kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.
Agar suatu laporan keuangan dapat memberikan keyakinan kepada
penggunannya dan dipergunakan dalam proses pengambilan keputusan,
diperlukan adanya pernyataan kualitas atas laporan keuangan (opini) yang
diberikan oleh auditor ekstern. Sesuai dengan pasal 23 UUD 1945, yang
berwenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara
Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan yang
bertujuan untuk memberikan keyakinan memadai (reasonable assurance) bahwa
laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material,
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Peningkatan akuntabilitas keuangan negara yang tercermin dari opini yang
diberikan oleh BPK, sangat terkait dengan efektifivitas pengendalian intern yang
dilakukan oleh pemerintah daerah. Keluarnya PP 60 tahun 2008 menunjukkan
adanya komitmen dari pemerintah untuk untuk membangun Sistem Pengendalian
Intern yang memadai untuk menjamin tercapainya tujuan pemerintah secara
efektif dan efisien.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, pasal 55 ayat (4) menyatakan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan bahwa
pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern
yang memadai dan akuntansi keuangan yang diselenggarakan sesuai dengan
Selanjutnya, pasal 58 ayat (1) dan (2) undang-undang tersebut juga
menyatakan dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur
dan menyelenggaran Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pemerintah secara
menyeluruh.
Dalam suatu Sistem Pengendalian Intern yang efektif diperlukan adanya
fungsi internal audit yang berperan sebagai “mata dan telinga” dari pimpinan
tertinggi organisasi. Secara berkala, internal auditor akan menyampaikan laporan
hasil audit yang berisi rekomendasi perbaikan terhadap kelemahan atau
penyimpangan yang ditemui dalam pemeriksaan. Laporan yang diterbitkan oleh
Association of Certified Fraud Examiners pada tahun 2002 menunjukkan bahwa
pengendalian intern yang kuat merupakan faktor yang paling efektif dalam upaya
mengatasi korupsi dibandingkan dengan kamera pengintai (surveillance camera)
sebagai faktor yang paling kurang efektif (Indreswari, 2010).
Keberhasilan penerapan SPIP pada suatu daerah tidak terlepas dari
kesamaan persepsi dan dukungan dari seluruh jajaran yang dilingkungannya untuk
berkomitmen menerapkan unsur-unsur dan sub unsur-sub unsur yang termuat di
dalam PP 60 tahun 2008 tentang SPIP. Untuk itu, setiap Instansi Pemerintah
diharapkan sudah memahami tahapan dan langkah-langkah yang harus ditempuh
untuk mensukseskan penerapan SPIP di daerahnya.
2.1.5 Kinerja Manajerial
Kinerja manajerial merupakan kemampuan atau prestasi kerja yang telah
melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawab mereka dalam menjalankan
operasional perusahaan.
Kinerja manajerial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja
individu dalam kegiatan manajerial yang mencakup perencanaan, investigasi,
koordinasi, evaluasi, pengawasan, pemilihan staff, negosiasi dan perwakilan.
Perencanaan merupakan penentuan kebijakan sekumpulan kegiatan untuk
selanjutnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi waktu sekarang dan
yang akan datang. Perencanaan bertujuan untuk memberikan pedoman dan tata
cara pelaksanaan tujuan, kebijakan, prosedur, penganggaran dan program kerja
sehingga terlaksana sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Investigasi
merupakan kegiatan untuk melakukan pemeriksaan melalui pengumpulan dan
penyampaian informasi sebagai bahan pencatatan, pembuatan laporan, sehingga
mempermudah dilaksanakannya pengukuran hasil dan analisis terhadap pekerjaan
yang telah dilakukan. Pengkoordinasian merupakan proses jalinan kerjasama
dengan bagian-bagian lain dalam organisasi melalui tukar-menukar informasi
yang dikaitkan dengan penyesuaian program-program kerja. Evaluasi adalah
penilaian yang dilakukan oleh manajer terhadap rencana yang telah dibuat, dan
ditujukan untuk menilai pegawai dan catatan hasil kerja sehingga dari hsil
penilaian tersebut dapat diambil keputusan yang diperlukan. Pengawasan
merupakan penilaian untuk mendapatkan keyakinan bahwa perencanaan,
pengkoordinasian, penyusunan personalia dan pengarahan telah berjalan secara
efektkif.
Pemilihan staf (staffing) yang disebut sebagai penyusunan personalia
penempatan, pemberian latihan kepada pegawai, mempromosikan pegawai dan
melakukan mutasi terhadap pegawai yang sudah tentu memperhatikan
ketrampilan pegawai dan kebutuhan perusahaan. Proses penyusunan personalia
dapat dipandang sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan
terus-menerus untuk menjaga pemenuhan kebutuhan personalia perusahaan agar setiap
bagian ditempatkan oleh personil yang tepat dan pada saat yang tepat. Negoisasi
dalam hal ini berkaitan dengan pengambilan keputusan baik dalam satu bagian
maupun secara keseluruhan dalam perusahaan dengan menyelaraskan kebutuhan
perusahaan dengan kebutuhan karyawan terlebih khusus dalam proses penyusunan
dan pencapaian target anggaran. Sedangkan perwakilan dalam hal ini
dimaksudkan dengan kegiatan manajer dalam hal menghadiri
pertemuan-pertemuan dengan perusahaan lain, perkumpulan bisnis, acara kemasyarakatan
dan pendekatan-pendekatan ke masyarakat untuk mempromosikan tujuan umum
perusahaan.
Sebagai bahan masukan kinerja manajerial aparat pemerintah daerah
didapati beberapa pengalaman beberapa negara maju dalam melakukan
pembenahan kinerja SDM aparat. Di Pemerintah Inggris, peningkatan kapasitas
dan kinerja kepemimpinan dilakukan melalui beberapa strategi diantaranya dalam
menentukan tipikal kepemimpinan apa yang paling dibutuhkan, penetapan
program pembangunan (pelayanan publik) yang lebih efektif dan tertarget dengan
baik dan penciptaan pelayanan publik yang lebih terbuka dan luas. Upaya
pembenahan SDM aparat di Inggris tersebut dilakukan oleh British Cabinet Office
yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Melalui Cabinet
dengan menyusun kerangka kerja untuk penempatan staf serta memberikan
pertimbangan dalam hal rekrutmen, pemberian kesempatan yang sama, gaji,
pensiun serta pelatihan dan pengembangan (sumber:
Pemerintah Australia sendiri melakukan penerapan sistem kerja dan
kondisi lainnya pada sektor swasta ke dalam sektor publik dalam peningkatan
kinerja aparat melalui perbaikan gaji dan kondisi kerja. Melalui penerapan
tersebut terdapat perubahan yang mendasar antara lain terjadinya perubahan
budaya kerja secara signifikan yang menghasilkan peningkatan produktivitas serta
pelayanan yag semakin optimal. Gaji maupun insentif yang didaasarkan pada
kinerja atau produktivitas telah semakin meningkatkan kesadaran aparat akan
pentingnya pencapaian yang optimal. Diaamping hal itu, terjadi pula perubahan
lain yang signifikan berupa hadirnya proses manajemen berbasis nilai yang dilihat
sebagai bagian esensial bagi pencapaian visi pemerintah, yang berkaitan dengan
peningkatan kinerja aparatnya (Ellison, 1999).
Sedangkan di Selandia Baru melalui State Sector Act (SSC) bertanggung
jawab dalam pembenahan kinerja SDM aparat dalam peningkatan kinerja
manajerial aparat dengan melaksanakan beberapa hal seperti meninjau kinerja
semua badan pemerintah, memberikan input kepada setiap departemen tentang
sistem manajemen, struktur dan organisasi. SSC juga mempromosikan dan
mengembangkan kebijakan dan program personil, menegoisasikan kondisi
pekerjaan sektor publik serta memberikan nasihat untuk pelatihan dan
pengembangan staf. Hasil yang dicapai dari pelaksanaan ini adalah terjadinya
kesulitan dalam implementasi kebijakan yang dilakukan berupa kurangnya aparat
yang benar-benar berkualitas dalam menjalankan peran sebagai manajer yang
dibebani tanggung jawab untuk mengadopsi mekanisme kerja pasar.
Selain ketiga negara maju tersebut, terdapat juga negara lain khususnya di
Asia Tenggara kinerja manajerial yang aparat pemerintah nya sudah baik.
Misalnya Pemerintah Malaysia, yang sudah mengadopsi beberapa nilai etis ke
dalam manajemen SDM aparat di pemerintahannya. Melalui Management
Integrity Committees (MIC), negara tersebut berusaha menciptakan sistem
administrasi dan aparat pemerintah yang efisien dan disiplin dengan tingkat
integritas yang tinggi melalui praktek-praktek yang beretika serta mengatasi
berbagai masalah dan kelemahan yang berhubungan dengan korupsi,
penyalahgunaan kekuasaan, dan sebagainya.
Tujuan utama penilaian kinerja adalah memotivasi karyawan dalam
mencapai sasaran perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya agar mencapai
hasil yang diinginkan. Penilaian kinerja juga memberikan pendalaman yang
penting pada manajemen mengenai segala segi efiensi operasional dan
mengungkapkan masalah perilaku yang penting karena inefisiensi maupun
efisiensi perorangan (Welsch, dkk, 2000:475). Penilaian kinerja dilakukan untuk
menekan perilaku yang tidak semestinya dan sekaligus mendorong untuk
menegakkan perilaku yang semestinya melalui umpan balik hasil kinerja pada
2.2 Review Peneliti Terdahulu (Theoretical Mapping)
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain oleh Harefa (2008)
mengenai Analisis Pengaruh Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran terhadap
Kinerja Manajerial dengan Komunikasi sebagai Variabel Moderating pada PT
BNI Tbk Medan hasil yang didapat partisipasi manajer dalam penganggaran
berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial dan komunikasi.
Primastuti (2008) meneliti mengenai Penilaian terhadap Sistem
Pengendalian Intern Dalam Pengelolaan Aset Tetap Pada Pemerintah Kota Depok,
hasil yang diperoleh pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern dalam pengelolaan
aset tetap pada Pemerintah Kota Depok belum efektif.
Ramandei (2009) meneliti mengenai Pengaruh Karakteristik Sasaran
Anggaran dan Sistem Pengendalian Intern terhadap Kinerja Manajerial Aparat
Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota
Jayapura) hasil yang diperoleh Karakteristik Sasaran Anggaran tidak berpengaruh
terhadap Kinerja Manajerial sedangkan Sistem Pengendalian Intern berpengaruh
signifikan terhadap Kinerja Manajerial.
Lalia (2009) meneliti Analisis Penyelenggaraan PP 60 Tahun 2008
Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pada Dua Pemda di Sumatera
Barat hasil yang diperoleh penyelenggaraan SPIP tidak mempengaruhi opini yang
diperoleh atas Laporan Keuangan.
Damanik (2011) meneliti Pengaruh Budgetary Goal Characteristics
dan Keadilan Prosedural terhadap Kinerja Manajerial (Pada Pejabat Eselon III dan
Characteristics (BGC) dan Keadilan Prosedural baik secara simultan maupun
secara parsial berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial.
Tabel 2.1 Review Peneliti Terdahulu
Tahun Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
Kornelius Moderating pada PT BNI Tbk Medan Pada Dua Pemda di Sumatera Barat
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan perhatian pada hubungan
variabel Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dengan kinerja manajerial.
Berikut ini merupakan kerangka konsep yang disajikan sebagai berikut:
Kegiatan Pengendalian X3
Salah satu tujuan Sistem Pengendalian Intern adalah tercapainya tujuan
kegiatan operasional seperti kinerja. Dalam rangka meningkatkan kinerja,
pemerintah mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern di
lingkungan pemerintah secara menyeluruh. Lima komponen (unsur-unsur) Sistem
Pengendalian Intern yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya
diharapkan dapat meningkatkan kinerja.
Kerangka konseptual tersebut menggambarkan analisis pengaruh lima
komponen Sistem Pengendalian Intern yaitu: lingkungan pengendalian, penilaian
risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan
terhadap kinerja manajerial.
Pengendalian internal yang dikeluarkan COSO terdiri dari 5 (lima)
komponen, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas
pengendalian dan informasi dan komunikasi serta pemantauan. Pelaksanaan
Sistem Pengendalian Intern seharusnya bertumpu pada penguatan sistem
pengendalian yang sudah terbangun dan dilaksanakan oleh seluruh aktor dalam
organisasi mulai dari adanya kebijakan, pembentukan organisasi, penyiapan
anggaran, sarana dan prasarana, penetapan personil yang melaksanakan,
penetapan prosedur dan reviuw pada seluruh tahapan pembangunan.
Selanjutnya dalam penjelasan PP 60 tahun 2008 disebutkan bahwa unsur
Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada unsur
Sistem Pengendalian Intern yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan
di berbagai negara, yang meliputi: Lingkungan pengendalian yang menjelaskan
pimpinan instansi pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan
memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku
penilaian risiko mencerminkan sejauhmana pengendalian intern harus
memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar
maupun dari dalam, kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan
pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan dan harus efisien dan efektif dalam
pencapaian tujuan organisasi, informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada
pimpinan Instansi Pemerintah dan pihak lain yang ditentukan untuk disajikan
dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan
pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan pengendalian dan tanggung
jawabnya dan pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke
waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat
segera ditindaklanjuti. Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas
penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern dilakukan pengawasan intern dan
pembinaan penyelenggaraan SPIP.
Lingkungan pengendalian dibentuk oleh perilaku dari orang-orang di
dalam organisasi yang mendukung pengendalian internal dan mempengaruhi
kesadaran mereka akan pentingnya pengendalian dalam mencapai tujuan
organisasi. Proses pengendalian lingkungan dilakukan melalui para pimpinan
(manajer) dengan penentuan tujuan dan strategi, pelaksanaan dan pengukuran
serta analisis kinerja dan penghargaan, Muslimin (2007).
Penilaian risiko terdiri atas identifikasi risiko dan analisis risiko. Dalam
rangka penilaian risikonya, pimpinan Instansi Pemerintah (manajer) menetapkan
tujuan pada tingkat kegiatan dengan berpedoman pada peraturan
selanjutnya dianalisis untuk mengatahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan
yaitu kinerja dari pimpinan (manajer) itu sendiri.
Kegiatan pengendalian merupakan tindakan yang diperlukan untuk
mengatasi risiko, penetapan dan pelaksanaan kebijakan serta prosedur, untuk
memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.
Diharapkan dengan dilakukannya kegiatan pengendalian dapat menilai
perbandingan antara kinerja Instansi Pemerintah dengan tolak ukur kinerja yang
ditetapkan. Melalui kegiatan pengendalian ini dapat dinilai kinerja pimpinan
(manajer) dalam menjalankan tugas.
Informasi dan komunikasi merupakan suatu proses pengumpulan dan
pertukaran informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan, mengelola dan
mengendalikan kegiatan instansi. Informasi yang diperoleh dari sumber internal
dan eksternal disampaikan kepada pimpinan Instansi Pemerintah sebagai bagian
dari laporan kinerja operasional pimpinan (manajer) terhadap tujuan Instansi
Pemerintah yang telah ditetapkan.
Pemantauan adalah proses penilaian atas mutu kinerja yang dilakukan
dalam satu periode tertentu. Pemantauan pengendalian intern berkaitan erat
dengan upaya pencapaian misi organisasi yang telah ditetapkan dalam
perencanaan strategis dan dijabarkan dalam perencanaan kinerja. Pemantauan
dilakukan untuk memastikan apakah pengendalian intern telah berfungsi seperti
yang diharapkan dalam pelaksanaan kegiatan terhadap pencapaian tujuan
organisasi dan penilaian kinerja dari aparat pemerintah.
Soeseno (2009), dalam penelitiannya menyatakan dengan adanya
pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap organisasi dalam rangka
memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai
dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisiensi untuk
kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Oleh
karena itu diharapkan dengan Sistem Pengendalian Intern yang efektif akan
berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah daerah.
3.2 Hipotesis
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, tinjauan pustaka dan kerangka
konsep pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap kinerja pejabat
dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja manajerial
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kausal (Causal Research) yang
bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan sebab akibat antara berbagai variabel.
Penelitian kausal bertujuan untuk menguji hipotesis dan merupakan penelitian
yang menjelaskan fenomena dalam bentuk hubungan antar variabel (Erlina, 2008).
Tujuan penelitian adalah menguji hipotesis yang berkaitan dengan
responden yang diteliti. Hasil pengujian digunakan sebagai dasar untuk menarik
kesimpulan penelitian, mendukung atau menolak hipotesis yang dikembangkan
dari telaah teoritis. Penelitian ini akan mengidentifikasi bagaimana variabel
independen mempengaruhi variabel dependen. Dalam hal ini variabel yang
diteliti adalah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap kinerja manajerial.
4.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi.
Objek penelitian adalah para pejabat eselon II dan III pada tiap Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD).
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pejabat eselon II dan
III di Kota Tebing Tinggi yang berjumlah 132 orang dari 27 Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) yang terdiri dari pejabat eselon II berjumlah 21 orang
Tabel 4.1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian 8 Dinas Kebersihan dan Pertamanan 6 orang 3 orang 9 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 6 orang 2 orang 10 Kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB 1 orang 1 orang 11 Dinas Sosial dan Tenaga Kerja 6 orang 2 orang 12 Diskouperindag 6 orang 3 orang 13 Disporabudpar 6 orang 2 orang 14 Kesbang Linmas 6 orang 3 orang 15 Kantor Satuan Polisi Pamong Praja 1 orang 1 orang
16 BPBD 1 orang 1 orang 23 Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu 1 orang 1 orang 24 Kantor Ketahanan Pangan 1 orang 1 orang
25 BPMK 6 orang 2 orang
26 Kantor Perpustakaan Umum 1 orang 1 orang 27 Dinas Pertanian 6 orang 2 orang
Jumlah 132 orang 57 orang
Pengambilan pejabat eselon II dan III dikarenakan rata-rata pejabat terkait
adalah pejabat level atas dan tengah yang bertanggung jawab pada setiap unit
kerjanya pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Penelitian ini
sebanyak 57 orang dari 132 orang berdasarkan kriteria kecukupan sampel menurut
rumus Slovin yaitu:
n = N
1 + N(e)2
n = 132
1 + 132(0.1)2 = 57
Estimasi sampel = Populasi eselon di tiap SKPD Jumlah seluruh populasi
x 57
4.4 Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kualitatif yang
terdiri dari data primer. Data primer menurut Indrianto dan Supomo (1999) “data
merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung sesuai asli (tidak melalui
media perantara)”. Data primer pada penelitian ini, berasal dari hasil kuesioner
yang diisi oleh pejabat eselon II dan III di setiap bagian, dinas, badan, dan kantor
di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi.
Tehnik pengumpulan data ini adalah mengunakan kuesioner seperti yang
di ungkapkan oleh Sugiono (1999) bahwa “ kuesioner adalah tehnik pengumpulan
data yang dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan
tertulis kepada responden untuk di jawabnya”. Pertanyaan pada kuesioner
bersumber dari Daftar Uji Pelaksanaan SPI Pemerintah (PP 60/2008) yang
diadaptasi dari The Commitee of Sponsoring of The Treadway Commision
(COSO). Penilaian efektivitas dari pelaksanaan sistem pengendalian internal
dilakukan responden dengan memberikan jawaban positif atau negatif mengenai
Sedangkan untuk kuesioner kinerja manajerial diambil dari penelitian
Mahoney, Jerdee dan Caroll (1963) dan diadaptasi sesuai dengan Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006. Kuesioner terdiri dari pertanyaan-pertanyaan dengan
konotasi positif dan negatif dengan skor 1 sampai 5 untuk variabel kinerja
manajerial yang diberi skor 1 sampai 5, untuk pertanyaan dalam proses
pengolahan data skor tersebut akan dibalik.
4.5 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Definisi operasional dari masing-masing varibel merupakan definisi yang
dijadikan sebagai dasar untuk menentukan besarnya nilai dari masing-masing
variabel tersebut.
4.5.1 Kinerja Manajerial (Variabel Dependen) (Y)
Kinerja manajerial adalah tingkat keberhasilan para pejabat terkait yang
mencakup tingkat kecakapan dalam melaksanakan aktivitas manajemen meliputi
perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, pengawasan, pengaturan staf,
negosiasi dan perwakilan. Variabel ini diukur dengan menggunakan instrumen
sembilan item kuesioner yang dikembangkan oleh Mahoney et al (1963). Skala
pengukurannya adalah interval dengan skor 1 sampai 5. dimana skor 5 (SS=sangat
setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (N=netral), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1
(STS=sangat tidak setuju). Menurut Bastian (2006), secara umum kinerja
merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mencapai
4.5.2 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Variabel Independen)
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai
untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan
aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah Sistem Pengendalian Intern yang
diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Unsur Sistem Pengendalian Intern meliputi:
1. Lingkungan pengendalian (X1). Pengukuran variabel ini menggunakan
instrumen kuesioner dengan 9 butir pertanyaan untuk mengukur variabel
lingkungan penelitian yaitu mengenai:
(1) Struktur organisasi
(2) Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab
(3) Komitmen terhadap kompetensi
(4) Kebijakan dan praktek sumber daya manusia
(5) Nilai integritas dan etika
(6) Filosofi dan gaya operasi manajemen
(7) Komite audit
2. Penilaian risiko (X2). Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen
kuesioner dengan 5 butir pertanyaan untuk mengukur variabel penilaian
risiko yaitu mengenai:
(1) Proses perencanaan
(3) Analisis risiko
3. Kegiatan pengendalian (X3). Pengukuran variabel ini menggunakan
instrumen kuesioner dengan 6 butir pertanyaan untuk mengukur variabel
kegiatan pengendalian yaitu mengenai:
(1) Kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi
Pemerintah
(2) Prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang
ditetapkan secara tertulis
(3) Proses pengelolaan, pengamanan dan pengendalian fisik atas aset
(4) Pencatatan atas setiap transaksi yang terjadi
4. Informasi dan komunikasi (X4). Pengukuran variabel ini menggunakan
instrumen kuesioner dengan 5 butir pertanyaan untuk mengukur variabel
informasi dan komunikasi yaitu mengenai:
(1) Proses identifikasi, pencatatan dan pengkomunikasian informasi dalam
bentuk dan waktu yang tepat
(2) Penyediaan dan pemanfaatan berbagai bentuk dan sarana komunikasi
(3) Pengelolaan adn pengembangan sistem informasi
5. Pemantauan (X5). Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen
kuesioner dengan 5 butir pertanyaan untuk mengukur variabel pemantauan
yaitu mengenai:
(1) Kegiatan pemantauan
(2) Proses evaluasi
Skala pengukuran kelima variabel independen diatas adalah interval
(N=netral), skor 2 (K=kurang) dan skor 1 (KS=kurang sekali). Definisi
operasional dan skala pengukuran secara singkat dijelaskan pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Parameter Skala
Kinerja
Variabel ini diukur dengan sembilan indikator yaitu perencanaan,
Lingkungan Merupakan kondisi yang dibangun dan diciptakan dalam kebijakan dan praktek sumber daya manusia, nilai integritas dan etika, Filosofi dan gaya operasi manajemen, komite audit.
Variabel ini meliputi proses perencanaan, identifikasi resiko, prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis, proses pengelolaan, pengamanan dan pengendalian fisik atas aset, pencatatan atas setiap transaksi yang terjadi. dalam bentuk dan waktu yang tepat
Variabel ini meliputi proses identifikasi, pencatatan dan
pengkomunikasian informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat,