• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Sejarah “ Marine Cadastre ”: Munculnya Filosof

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kadaster adalah kantor tempat pendaftaran hak milik (Badudu dan Zain, 2001). Selanjutnya dalam pengertian modern, kadaster dikenal sebagai suatu sistem informasi pertanahan publik. Bab Pendahuluan telah menguraikan perihal asal mula dikenalnya kadaster, yaitu kembali ke tahun 2.000 S.M. di tepian sungai Nil, Mesir, di mana dalam sejarah tercatat pernah dilaksanakan kegiatan rekonstruksi batas-batas kepemilikan tanah akibat banjir besar yang melanda tempat permukiman dan daerah pertanian penduduk. Sejak peristiwa di sekitar sungai Nil inilah, yaitu diselenggarakannya pengukuran, pemetan dan pencatatan serta pendaftaran kembali tanah-tanah pertanian yang kemudian dikenal dengan nama “kadaster”. Demikian pula selanjutnya dikenal konsep “the boundary of tenure” atau “the boundary of use” sebagai dasar filosofi kadaster.

Sejarah kadaster kemudian berkembang seiring dengan perkembangan ilmu, khususnya matematika. Dalam sejarah dicatat pula bahwa pada tahun 1.500 SM di Mesir mulai dikenal pengukuran sudut secara matematis dengan cara

33

mengamati lintasan sinar matahari pada permukaan batu ukur (stone tablet) dengan menggunakan mistar vertikal (Gnomon) di atasnya. Namun alat ukur sudut yang pertama dikenal adalah instrumen yang mereka kembangkan kemudian yang disebut Groma, yaitu empat butir batu yang tergantung oleh tali pada ke- empat ujung batang kayu yang terikat saling tegak lurus. Alat ini dipakai selama ribuan tahun termasuk untuk pembangunan piramid dan bangunan-bangunan kekaisaran Romawi. Sejak itu pula dikenal seorang yang bernama Lucius Aebutius Faustus sebagai “Agremèntor” atau juru ukur tanah yang pertama (Wallis, 2005).

Periode berikutnya, Eratosthenes (275-195 SM) dikenal sebagai “bapak” konsep geometri (Lelgemann, 2005), yang kemudian digunakan pula sebagai dasar pemodelan (pengukuran dan pemetaan) batas tanah. Sedangkan alat ukur sudut pertama yang merupakan cikal bakal theodolite yang dikenal sekarang adalah Dioptra, yang dalam bahawa Yunani artinya instrumen untuk melihat dengan jelas, dibuat sekitar tahun 150 SM (Wallis, 2005).

The mile stone” sejarah kadaster berikutnya adalah program Napoleon Bonaparte (1789–1821) untuk mendaftarkan seluruh bidang tanah di Perancis guna mengatur perekonomian dan membiayai perangnya melalui pungutan pajak tanah dan hasil bumi serta kekayaan penduduk. Napoleon berhasil membangun kadaster di Perancis dalam masa pemerintahannya, bahkan ia sempat mengeluarkan “fatwa” yang cukup terkenal, yaitu: “Barang siapa dapat membangun suatu kadaster yang baik, sungguh layak dibuatkan patung baginya”.

Pengenalan istilah kadaster di Indonesia pertama kali dilakukan oleh pemerintah jajahan Belanda ketika membentuk Kadastrale Dienst (Dinas Kadaster) pada tahun 1823, yaitu sebuah dinas di bawah Departemen Kehakiman. Pemerintah pendudukan Jepang merubah nama dinas ini menjadi Jawatan Pendaftaran Tanah dan Kantor Pendaftaran Tanah. Setelah kemerdekaan, Pemerintah Indonesia membentuk Kementerian Agraria berdasarkan Keppres Nomor 55 Tahun 1955, namun baru dua tahun kemudian, yaitu melalui Keppres Nomor 190 Tahun 1957, Jawatan Pendaftaran Tanah yang semula di bawah Departemen Kehakiman dialihkan dalam lingkungan tugas Kementerian Agraria.

34

Sedikitnya ada delapan tonggak sejarah batas laut dan delapan periode konsep awal sejarah batas laut dan konsep awal “marine cadastre” sebagaimana disarikan dalam Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Sejarah Batas Laut dan Konsep Awal “Marine Cadastre” (dari berbagai sumber utamanya Soebroto et al., 1983 dan BPN-LPPM ITB, 2003)

Sejarah Batas Laut Konsep Awal “Marine Cadastre

Tahun Peristiwa Tahun Peristiwa

1945

1957

1958

1960

Pemerintah Amerika Serikat

mengumumkan yuridiksinya atas kekayaan sumberdaya alam yang berada di dasar laut dan tanah di bawahnya di sepanjang landas kontinen yang mengelilingi pantainya. Pengumuman ini menggugah negara-negara pantai lainnya untuk berbuat yang sama.

Deklarasi Djuanda: Pengumunan Pemerintah tentang Perairan Indonesia dalam suatu Konsep Wawasan Nusantara sebagai konsekuensi logis dan geografis bagi sebuah negara kepulauan (archipelagic state). Deklarasi yang dikeluarkan pada tanggal 13 Desember 1957 ini sekaligus merupakan “kontra” undang-undang pemerintah kolonial Belanda: “Territoriale Zee- en Maritiem Kringen Ordonantie 1939” (Ordonansi Laut Wilayah dan Lingkungan Maritim). Konferensi PBB tentang Hukum Laut ke I digelar di Geneva.

Digelar Konferensi PBB tentang Hukum Laut ke II di Geneva;

Pada tahun yang sama, terbit Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) Nomor 4 Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia yang sekaligus merupakan “pengukuhan” Deklarasi Djuanda 1957. 1982 1989 1991 1999 2000

Lahirnya UNCLOS 1982 merupakan “tonggak sejarah” yang melahirkan konsep “Marine Cadastre” berangkat dari filsofi dan isu “the boundary of use”.

Sue Nichols, Kandidat Ph.D. di Universitas New Brunswick, Kanada menulis tentang “Water Boundaries – Coastal” dan ide awal konsep “Marine Cadastre”.

Konferensi Pacem in Maribus di Lisbon menetapkan tema “Ocean Governance” yang merupakan ‘cikal bakal’ pula dari

berkembangnya konsep “Marine Cadastre”. Konsep ini mulai ramai dibicarakan dalam seminar, workshop, dan juga dalam proyek- proyek penelitian, antara lain:

Canadian Center for Marine Communication

menerbitkan Draft MGDI: Marine Geospatial Data Infrastructure;

•Sue Nichols dan David Monahan menulis tentang: Fuzzy Boundaries of the Sea; •Sue Nichols, David Monahan, dan Michel

Sutherland menulis tentang menawarkan konsep Good Ocean Governance; •Terminologi “Marine Cadastre” mulai

dikenalkan, antara lain Sue Nichols, Hoogsteden dan Robertson, serta Grant; Sebuah proyek “Marine Cadastre” dilaksanakan di Kanada oleh beberapa peneliti, yaitu Sam Ng’ang’a, Sue Nichols, Michel Sutherland, dan Sarah Cockburn;

35

Sejarah Batas Laut Konsep Awal “Marine Cadastre”

Tahun Peristiwa Tahun Peristiwa

1969 1973 1980 1982 1983 1985 1996 1999 2004

Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Februari 1969 menerbitkan Pernyataan atau Pengumuman tentang Landas Kontinen dalam perairan laut Indonesia. Terbit UU Nomor 1 Tahun 1973 Tanggal 6 Januari 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia;

Dalam tahun yang sama mulai digelar Konferensi PBB tentang Hukum Laut ke III digelar di New York; Sidang ini berlangsung bertahap selama 9 (sembilan) tahun hingga sidang yang ke 12 pada tahun 1982.

Pengumuman Pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980 tentang Zona Ekonomi Eksklusif

Ditandatanganinya United Nations Convention on the Law of the Sea

(UNCLOS) oleh 119 negara di dunia pada tanggal 7 Oktober 1982. Terbit UU Nomor 5 Tahun 1983 tanggal 18 Oktober 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif.

Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU Nomor 17 Tahun 1985 tanggal 31 Desember 1985.

Terbit UU Nomor 16 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia sebagai pengganti dan penyempurnaan PERPU Nomor 4 Tahun 1960.

Terbit UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah khususnya yang mengatur batas wilayah laut provinsi dan kabupaten/kota.

Terbit UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU Nomor 22 Tahun 1999. 2001 2002 2003 2004 2005

Kelompok Kerja 2 PCGIAP – FIG

mengeluarkan Resolusi No. 6 tentang “Marine Cadastre” diawali dari PCGIAP Meeting 7th di

Tsukuba, Jepang (24 – 27 April 2001) dan pertemuan lanjutan di Penang, Malaysia (11 – 12 September 2001). Dalam kedua pertemuan ini Williamson dan Widodo menyampaikan pula presentasi perihal konsep “Marine Cadastre”. Tercatat banyak seminar, workshop maupun penelitian mendalami konsep “Marine Cadastre”, bahkan US DOC-NOAA telah menetapkan kebijakan tentang “US Marine Cadastre”; Beberapa penulis telah pula secara intensif membahas konsep ini, misalnya: • Collier, Leahly, dan Williamson mengusulkan

konsep “Australian Marine Cadastre”; • Jacub Rais menawarkan konsep “Marine

Cadastre” untuk Indonesia;

• Beberapa “statement” dalam surat khabar juga menyoroti perihal “Marine Cadastre”, antara lain: Budi Sulistyo dan Sarwono Kusumaatmadja dalam harian KOMPAS; LPPM ITB Bandung berkerjasama dengan BPN menghasilkan dokumen “Studi Pengembangan Kadaster Kelautan di Indonesia”;

Sementara itu Widodo menyampaikan makalah tentang “Spatial Data Infrastructure and Marine Cadastre” dalam sebuah FIG Weekly Meeting di Paris;

• Secara berurutan Tamtomo dan Widodo menyampaikan makalah tentang “Marine Cadastre” dalam 3rd FIG Regional

Conference di Jakarta;

• Telah terbit buku “Menata Ruang Laut” terbitan Pradnya Paramita ditulis oleh Rais

et al. termasuk perihal “Marine Cadastre”; • Telah diselenggarakan sebuah seminar oleh

FT UGM “Kadaster Laut dan Peran Geodesi-Geomatika Untuk Masyarakat” di Yogyakarta;

• Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat mencanang-kan “Implementation Plan for a Multipurpose Marine Cadastre” (US DOI – MMS, 2004)

Jacub Rais dan J.P.Tamtomo menulis tentang kasus Blok Ambalat: “Make Marine Cadastre Not War” (KOMPAS, 11-04-2005)

36

Dokumen terkait