• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SEJARAH, PLATFORM, VISI DAN MISI, PARTAI

B. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

1. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

Berdirinya Partai Keadilan bisa dikatakan berbeda dengan partai lainnya baik partai yang berbasis ideologi maupun yang non ideologis. Kelahiran Partai Keadilan berangkat dari musyawarah yang cukup panjang, yang membahas tentang penyikapan terhadap era reformasi yang membuka keran kebebasan untuk berekspresi, diantaranya mendirikan partai politik. 18

Terbatasnya ruang untuk mengembangkan wacana politik ke-Islam-an khususnya dan politik keseluruhan pada umumnya pada masa Orde Baru, telah mendorong dan para pemikir dan aktivis Islam untuk mencari alternatif yang memungkinkan. Adapula yang mengembangkan gagasan mengenai diversivikasi makna politik Islam. Akan tetapi, sebagian besar justru menoleh pada strategi jangka panjang, yaitu dengan meningkatkan kajian terhadap Islam dalam spektrum yang lebih dalam dan luas. Dalam konteks ini kampus, masjid,

17

Tim Ltbang Kompas, Partai-Partai Politik, h. 400 18

Aay Muhammad Furqan, Partai Keadilan Sejahtera Ideologis dan Praktis Politik kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer, cet. I, Jakarta: 2004, h. 150

forum studi menjadi alternatif yang dinilai strategis. Disitulah kajian demi kajian dilakukan. Lebih penting daripada sekedar keinginan untuk menambah pengetahuan mengenai Islam adalah pendalaman aqidah dan praktik keagamaan yang empirik. Di samping itu, tali silaturahmi, rasa ukhuwah islamiyah, serta jaring-jaring komunikasi juga dirajut. Jaringan ini semakin panjang dan kompleks jika unsur-unsur diluar kampus dilibatkan. Kehadiran lembaga-lembaga kajian, seperti Lembaga Studi Agama dan Filsafat, Paramadina dan lain sebagainya, semakin menjadikan pikiran-pikiran ke-Islam-an accessible bagi public.

Awal tahun 1980 gerakan-gerakan keislaman yang mengambil masjid-masjid sebagai basis operasional, struktural partai ini mulai bersemi, gerakan dakwah dengan cara membangun ukhuwah (persaudaraan) di antara kehidupan masyarakat yang cenderung indivisualistik ini semakin membesar dan mengental. Mereka juga membangun ruh-ruh keislaman melalui media tabligh, seminar aktivitas sosial, ekonomi juga pendidikan, meskipun pada saat itu berada dalam bayang-bayang kekuasaan Orde Baru yang demikian ketat mengawasi aktivitas keagamaan. 19

Lengsernya Soeharto pada 21 Mei 2008 dirasakan membuka iklim kebebasan yang semakin luas. Musyawarah kemudian dilakukan oleh para aktivis dakwah Islam, yang melahirkan kesimpulan perlunya iklim yang berkembang untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi upaya peraihan cita-cita mereka, yaitu apa yang mereka maksudkan sebagai upaya mewujudkan bangsa dan negara

19

yang diridhoi Allah SWT . Pendirian partai politik yang berorientasi pada ajaran Islam perlu dilakukan guna mencapai tujuan dakwah Islam dengan cara-cara demokratis yang bisa diterima banyak orang. Maka merekapun sepakat untuk membentuk partai politik. Sebelumnya, dilakukan sebuah survei yang melingkupi cakupan luas dari para aktivis dakwah terutama yang tersebar di masjid-masjid kampus di Indonesia, untuk melihat respon umum dari kondisi politik yang berkembang di Indonesia. 20

Adapun pertanyaan survei lebih difokuskan untuk mengetahui sejauh mana keinginan para aktivis dakwah ini dalam menyikapi arus perubahan reformasi. Satu di antaranya yang dipertanyakan adalah perlu tidaknya mendirikan sebuah partai. Pertanyaan yang disebarkan sebanyak 6000 orang/responden pada sebuah komponen aktivis dakwah, sebanyak 5800 pertanyaan kembali. Dari 5800 responden 86% lebih menginginkan untuk mendirikan partai politik. Dan 27% sisanya menginginkan untuk mendirikan organisasi masyarakat, dan sisanya menginginkan mempertahankan habitat semula yaitu dalam bentuk yayasan, LSM, kampus pesantren dan berbagai lembaga lainnya. 21

Atas dasar hasil yang didapatkan itu kemudian berkumpullah beberapa orang yang mewakili berbagai kalangan untuk membahas hasil jajak pendapat

20

Tim Ltbang Kompas, Partai-Partai Politik Indonesia, h. 301

21

Ali Said, Fenomena Partai Keadilan Refleksi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia,

tersebut. Setidaknya ada 52 orang yang mewakili, yang terdiri dari latar belakang yang berbeda pendidikan, gender, suku bangsa, profesi dan lain sebagainya. Beberapa diantaranya 5 orang adalah perempuan, 8 orang doktor (S-3), lulusan Barat maupun Timur Tengah, bahkan ada yang Tionghoa, profesipun beragam mulai dari dosen di berbagai kampus umum maupun agama, pengusaha, pimpinan pesantren, mantan pimpinan mahasiswa, sampai yang pernah menjadi bintang film. Akan tetapi semuanya memiliki latar belakang yang sama dalam hal keterlibatan mereka dalam aktivitas dakwah. Mereka yang berkumpul dalam musyawarah yang diketua oleh Dr. H.M.Hidayat Nur Wahid, MA dan sekretaris H. Lutfi Hasan Ishaq, MA, 52 orang tersebut adalah :

1. Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, MA 2. H. Lutfi Ishaaq, MA

3. Dr. H. Salim Segaf al-Jufri, MA 4. Dr. Mulyanto, MEng

5. Dr. Ir. H. Nurmahmudi Ismail, M.Sc 6. Drs. H. Abu Ridho, A.S

7. H. Mutammimul Ula, SH 8. K.H. Abdul Hasib Hasan, Lc 9. Fahri Hamzah, SE

10.Dr. H. Daud Rasyid Sitorus, MA 11.Drs. H. Mukhlis Abdi

13.Igo Ilham, Ak

14.Chin Kun Min (al-Hafidz) 15.Drs. Arifinto

16.Nursanita Nasution, SE, MS 17.H. Rahmad Abdullah

18.Dr. H. Ahmad Satori Ismail 19.Ir. H. Untung Wahono 20.Mashadi

21.H. Maddu Mallu, SE, MBA 22.H. M. Nasir Zein, MA 23.K.H. Acep Abdul Syukur

24.Dr. H. Ahzami Samiun Jazuli, MA 25.K.H. Yusuf Supendi, Lc

26.Hj. Yoyoh Yusroh 27.H.M. Anis Matta, Lc 28.Dra. Zirliyosa Jamil 29.Drs. H. Suharna S., MT

30.H.M. Ihsan Arlansyah Tanjung 31.Syamsul Balda, SE. MM

32.H. Habib Aboe Bakar al-Habsyi 33.Sunmanjaya Rukmandis

35.Drs. Erlangga Masdiana, MSi 36.Didik Ahmadi, Ak, MComm 37.Ir. H. Suswono

38.Ahmad Zainuddin, Lc 39.K.H. Abdur Raqib, Lc

40.H. Abdullah Said Baharmus, Lc 41.H. Ahmad Hatta, MA, Ph.D 42.H. Makmur Hasanuddin, MA 43.Dra. Hj. Siti Zainab

44.Dra. Sri Utami

45.Nurmansyah Lubis, SE, Ak, MM 46.dr. H. Naharus Surur

47.Drs. Muhroni 48.H. Aus Hidayat

49.Ir. H. Tifatul Sembiring 50.Drs. Almuzammil Yusuf 51.H.M. Tizar Zein

52.H. Fahmi Alaydrus, S. Psy22

Partai Keadilan akhirnya resmi didirikan pada 20 Juli 1998 di Jakarta. Dalam deklarasi yang dilakukan di lapangan mesjid al-Azhar, Kebayoran Baru,

22

pada 9 Agustus 1998, para dewan pendiri inilah yang berdiri dan berbaris di panggung dihadapan sekitar 50.000 para simpatisan dan dan pendukungnya.23

Secara ringkas pendirian Partai Keadilan digambarkan dalam kalimat resmi yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan, Yakni :

“Partai Keadilan didirikan bukan atas inisiatif seseorang atau beberapa orang aktifisnya, namun merupakan perwujudan dari kesepakatan yang diambil dari musyawarah yang aspiratif dan demokratis. Sebuah survei yang melingkupi cakupan luas dari para aktifis dakwah, terutama yang tersebar di masjid-masjid kampus di Indonesia dilakukan beberapa bulan sebelumnya untuk melihat respon umum dari kondisi politik yang berkembang di Indonesia. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar mereka menyatakan bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk meneguhkan aktivitas dakwah dalam bentuk kepartaian dalam konteks formalitas politik yang ada sekarang. Survey ini mencerminkan tumbuhnya kesamaan sikap dikalangan sebagian besar aktivis dakwah yang dapat menjadi sebuah pola dinamis bagi pengendalian partai dikemudian hari. Terbukti setelah tekad mendirikan sebuah partai diputuskan maka kesatuan sikap secara menyeluruh menjadi kenyataan. 24

Dalam Pemilu 1999, Partai Keadilan mendapatkan 7 kursi di DPR RI, 21 kursi DPRD tingkat I, dan sekitar 160 DPRD tingkat II. Dengan hasil perolehan 1.436.565 suara. Partai Keadilan menduduki peringkat ke-7 diantara 48 partai politik peserta Pemilu 1999. Bahkan di Kota Jakarta Partai Keadilan berhasil menduduki peringkat ke-lima. Namun, sayangnya hasil ini tidak mencukupi untuk mencapai ketentuan electoral threshold, sehingga tidak bisa mengikuti Pemilu 2004 kecuali berganti nama dan lambang.

23

Ali Said, Fenomena Partai, h. 232

24Sekilas Partai Keadilan

Pasca Pemilu 1999, sambil berusaha agar ketentuan electoral threshold dibatalkan, yang kemudian ini menghadapi jalan buntu, karena dihadang oleh sebagian kekuatan partai-partai besar yang khawatir akan rivalitas dari kekuatan yang baru tumbuh, Partai Keadilan juga menyiapkan sebuah partai lain untuk mengantisipasi hal ini. Maka pada tanggal 20 April 2002, sebuah partai baru yang akan menjadi wadah bagi kelanjutan kiprah politik dakwah warga Partai Keadilan yaitu Partai Keadilan Sejahtera atau disingkat dengan PKS yang dipimpin oleh Almuzammil Yusuf. Setelah resmi berdiri lewat akta notaris, untuk mengukuhkan pendiriannya, pada tanggal 18 Mei 2003 Partai Keadilan Sejahtera melakukan pendaftaran sebagai partai politik yang berbadan hukum ke Departemen Hukum dan HAM. Sejak saat itu, terdapat dua partai yang berjalan dan melakukan berbagai aktifitas secara bersamaan. Seringkali mereka terlibat dalam sebuah kegiatan bersama, terutama dalam aksi-aksi demonstrasi.

Kemudian, dalam musyawarah Majelis Syoro XIII Partai Keadilan yang berlangsung tanggal 17 April 2003 di Wisma Haji Bekasi, Jawa Barat, direkomendasikan agar Partai Keadilan bergabung dengan PKS. Namun penggabungan itu baru resmi dilakukan pada tanggal 3 Juli 2003. dengan penggabungan itu, seluruh hak milik Partai Keadilan menjadi milik PKS, termasuk anggota dewan dan para kadernya.

Sementara itu, PKS yang sudah mendaftarkan secara resmi ke Departemen Hukum dan HAM pada 27 Mei 2003, akhirnya dapat disahkan sebagai partai

politik yang berbadan hukum pada 17 Juli 2003. setelah dilakukan perombakan pengurus, hingga akhirnya pada 18 September 2003 pengurus DPP PKS masa bakti 2003-2008 dikukuhkan. Dalam kepengurusan yang baru, Hidayat Nur Wahid yang semula menjabat sebagai presiden Partai Keadilan, lalu menggantikan posisi Almuzammil Yusuf sebagai Presiden PKS.

Dokumen terkait