• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V berjudul Kesimpulan dan Saran. Sebagai bab terakhir, disini penulis akan menguraikan tentang kesimpulan dan saran kemudian diakhiri dengan daftar pustaka dan

KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN

B. Sejarah Pencatatan Sipil di Indonesia

Menurut sejarah, Lembaga Catatan Sipil di Indonesia merupakan peninggalan dari

Pemerintah Penjajah Belanda yang dikenal dengan nama “Burgerlijke Stana” atau yang dikenal

dengan singkatan BS yang berarti: “suatu lembaga yang ditugasi untuk memelihara daftar-daftar

atau catatan-catatan guna pembuktian status atau peristiwa penting bagi para warga Negara

sepertikelahiran, perkawinan dan kematian.33

1) Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana serta Hukum Perdata) harus

diletakkan dalam Kitab Undang- Undang yang dikodifikasikan;

Setiap peristiwa tersebut dicatatakan sebagai bukti mengenai yang dapat digunakan baik

bagi yang berkepentingan maupun pihak ketiga. Burgerlijke Stand yang ada di Negara Belanda

sendiri sebenarnya berasal dari Perancis. Hal ini terbukti bahwa pada awal 18, Belanda pernah

menjadi Negara jajahan Perancis dan lembaga semacam ini telah ada sejak Revolusi Perancis.

Dalam pasal 131 Indische Staatsregeling, yang dalam pokoknya adalah sebagai berikut:

2) Untuk golongan bangsa Eropa dianut Perundang- Undangan yang berlaku di Negara

Belanda ( Asas Konkordansi);

3) Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing ( Tionghoa, Arab dan

sebagainya), jika ternyata” kebutuhan kemasyarakatan” mereka menghendakinya,

dapatlah peraturan- peraturan untuk Bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka baik

33

seutuhnya maupun dengan perubahan- perubahan dan juga diperbolehkan membuat

peraturan baru bersama, untuk itu harus diindahkan aturan-aturan yang berlaku di

kalangan mereka dan boleh diadakan penyimpangan jika diminta untuk kepentingan

umum atau kebutuhan masyarakat mereka ( ayat 2);

4) Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing sepanjang mereka belum ditentukan

dibawah suatu peraturan bersama dengan Bangsa Eropa diperbolehkan menundukkan diri

(Onderwepen) pada hukum yang berlaku untuk Bangsa Eropa. Penundukan diri ini boleh

dilakukan baik secara umum maupun dalam perbuatan tertentu saja ( ayat 4);

5) Sebelum Hukum untuk Bangsa Indonesia ditulis dalam Undang- Undang, bagi mereka itu

akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka yaitu Hukum Adat (ayat

6).34

Selanjutnya mengenai Pembagian Penduduk dibagi kedalam tiga golongan, yaitu

Golongan Eropa, Timur Asing dan pribumi (Indonesia asli) yang diatur dalam pasal 163 Indische

Staatsregeling. Penggolongan itu menghasilkan peraturan yang membedakan penduduk.

Pembedaannya tidak terbatas pada penggolongan etnik saja, tetapi termasuk dalam bidang

kependuduk an yang mana pencatatan kelahiran dibedakan baik dari sisi administrasi maupun

agama.

34

Selanjutnya setelah Indonesia merdeka, kelembagaan Dinas Catatan Sipil tersebut berada

di bawah otoritas Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Lalu pada tahun 1966,

pemerintah mengeluarkan Instruksi Presidium Kabinet No. 31/U/IN/12/1966 ditujukan kepada

Menteri Kehakiman dan Dinas Catatan Sipil yang bersifat nasional, tidak menggunakan

Penggolongan Penduduk berdasarkan Pasal 131 dan Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) pada

kantor Catatan Sipil di seluruh Indonesia dan untuk selanjutnya Dinas Catatan Sipil di Indonesia

terbuka bagi seluruh Penduduk Indonesia dan hanya antara Warga Negara Indonesia dan Orang

Asing.35

Dengan terbukanya Kantor Catatan Sipil bagi seluruh penduduk Indonesia, sesuai dengan

Surat Edaran bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kehakiman Nomor Pemdes 51/1/3 dan

nomor J.A.2/2/5 tanggal 28 Januari 1967, untuk daerah-daerah yang belum berlaku Pencatatan

Sipil bagi seluruh lapisan masyarakat dinyatakan berlaku ketentuan-ketentuan Pencatatan Sipil Berdasarkan Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor 31/U/IN/12/1966 telah

ditetapkan penghapusan pembedaan Golongan Penduduk Indonesia atas Eropa, Timur Asing,

dan Bumi Putera dengan pertimbangan bahwa demi tercapainya pembinaan Kesatuan Bangsa

Indonesia yang bulat dan homogeny, serta adanya perasaan persamaan nasib di antara sesama

Bangsa Indonesia, oleh karena itu perlu segera menghapuskan praktik-praktik yang didasarkan

pada penggolongan penduduk tersebut.

35

yang terdapat dalam Peraturan Pencatatan Sipil, yang dipublikasikan dalam Staatsblad tahun

1920 Nomor 751 junto Staatsblad tahun 1927 Nomor 564 atau staatblad tahun 1933 Nomor 75

junto Staatsblaad tahun 1936 Nomor 607 dengan ketentuan perbedaan-perbedaan yang ada tidak

dipakai lagi.36

a. Menyelenggarakan Pencatatan dan Penerbitan Kutipan- Kutipan:

Selanjutnya pada tahun 1983 diadakan penataan dan peningkatan Pembinaan

penyelenggaraan catatan sipil dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat, pemberian

kepastian hukum dan keamanan serta ketertiban untuk terwujudnya keutuhan dan kesatuan

Bangsa Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1983

tentang Penataan dan Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan Sipil. Berdasarkan

Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1983, maka secara fungsional Menteri Dalam Negeri sesuai

dengan Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku, yang dalam kesehariannya ditangani oleh

Direktur Jenderal Pemerintah Umum dan Otonomi Daerah.

Adapun kewenangan dan tanggung jawab di bidang Catatan Sipil dimaksud, sesuai dengan

ketentuan pasal 1 ayat 2 Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1983, meliputi :

o Akta Kelahiran;

o Akta Kematian;

o Akta Perkawinan dan Perceraian bagi mereka yang bukan beragama Islam, dan

36

o Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak.

b. Melakukan penyuluhan dan pengemban kegiatan Catatan Sipil.

c. Penyediaan bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan di Bidang Kependudukan.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa urusan pencatatan sipil, menjadi urusan

kewenangan dan tanggung jawab Menteri Dalam Negeri, yang dalam pelaksanaannya terbuka

untuk seluruh Warga Negara Indonesia.

Sebagai negara yang pernah mengalami masa penjajahan maka pengaturan tentang pencatatan

sipil di Indonesia sebelum UU Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) diberlakukan pada

tahun 2006 masih menggunakan aturan kolonial Belanda. Sejak Indonesia merdeka, belum

pernah mengalami peninjauan kembali untuk diubah/disesuaikan dengan perkembangan hukum

di dalam masyarakat. Peraturan Perundang- Undangan mengenai Catatan Sipil pada Zaman

Hindia Belanda masih bersifat pluralistis sehingga membagi penduduk menjadi 3 golongan besar

yang meliputi :

a. Golongan Eropa

b. Golongan Indonesia Asli

c. Golongan Timur Asing

Sedangkan golongan Timur itu sendiri dibedakan lagi menjadi Timur Asing Cina dan bukan

Cina. Pasal 163 jo pasal 131 Indische Staatblad rejeling merupakan dasar hukum daripada aneka

Secara garis besar aturan tentang Catatan Sipil dapat dibagi kedalam dua periode yaitu masa

Sebelum Kemerdekaan dan masa Setelah Kemerdekaan.

1. Pencatatan Kelahiran Pada Masa Orde Lama

Deklarasi universal tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948 menyatakan bahwa setiap

manusia mempunyai hak untuk diakui sebagai manusia di manapun di depan hukum. Secara

lebih tegas Konvensi Hak Anak pada tahun 1989 pasal 7 menyatakan bahwa anak akan dicatat

segera setelah kelahirannya (oleh negara) dan sejak dilahirkan ia berhak untuk memperoleh nama

dan kewarganegaraan dan sejauh dimungkinkan untuk mengetahui dan diasuh oleh orang tuanya.

Dengan demikian, pencatatan kelahiran merupakan pengakuan negara atas eksistensi dan hak

sipil seorang anak yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, asal-usul keluarga dan

kewarganegaraannya. Pencatatan kelahiran merupakan awal personalitas hukum dan status

keperdataan seseorang secara universal dan juga merupakan hal yang sangat penting untuk

melindungi identitas pribadi yang sah serta hak-hak lainnya.

Pencatatan kelahiran juga sangat berguna bagi pemerintah. Manfaat pencatatan kelahiran

bagi Pemerintah adalah: Pertama, Pemerintah mempunyai data demografi akurat untuk

perencanaan pembangunan. Kedua, Pemerintah dapat melaksanakan tertib Administrasi

Kependudukan. Ketiga, Pemerintah dapat mengalokasikan Dana dan Sumber Daya Manusia

Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak dengan tegas dalam pasal 28 menyebutkan bahwa pembuatan akta kelahiran

menjadi tanggung jawab pemerintah, agar setiap keluarga yang memerlukannya mudah

mengurus pembuatan akta, pemerintah harus memberikan pelayanan sampai ke tingkat Desa.

Pada masa sebelum Indonesia mereka berlaku aturan Kolonial Belanda, yang

membagi penduduk ke dalam 3 golongan yaitu37

Reglement Catatan Sipil bagi Bangsa Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan

Golongan Eropa, diatur dalam Staatsblad 1849 No. 25 yang diundangkan tanggal 10

Mei 1849.

:

Reglement Catatan Sipil bagi Bangsa Tionghoa dan keturunannya diatur menurut

Staatsblad 1917 No. 130 jo Staatsblaad 1919 No. 81 dan perubahan- perubahannya

yang diundangkan tanggal 1 Mei 1919.

Reglement Catatan Sipil bagi Bangsa Indonesia, diatur menurut Staatsblad 1920

No.751 jo Staatsblad 1927 No.564 yang diundangkan tanggal 15 Oktober 1920.

Reglement Catatan Sipil bagi Bangsa Indonesia yang beragama Kristen yang tinggal

di wilayah Jawa, Madura, Minahasa, Ambon, Saparua, dan Banda kecuali Pulau

Teun, Nila dan Serupa yang diatur dalam Staatsblad 1933 No.75 jo Staatsblad 1936

No.607.

37

Instruksi Presidium Kabinet No. 314/4/IN/12/1966 tentang penghapusan penggolongan penduduk dan Kantor Catatan sipil terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia;

2. Pencatatan Kelahiran Pada Masa Orde Baru Sampai Sekarang

Pada masa setelah Indonesia Merdeka sampai dengan masa sekarang berlaku peraturan

sebagai berikut38

a. Instruksi Presidium Kabinet No.341/4/IN/12/1966;

:

b. Undang- Undang No.4 tahun 1961 tentang perubahan nama keluarga;

c. Keputusan Presidium Kabinet No. 127/4/Kep/12/1966 tentang ganti nama WNI ynag

memakai nama Cina;

d. Undang- Undang Administrasi Kependudukan.

Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, maka baru pada tahun 2006 negara

mempunyai aturan pencatatan sipil yang bersifat nasional. Dengan demikian sebelum tahun

2006, Indonesia masih memakai aturan Kolonial Belanda. Padahal sesuai dengan pertimbangan

yang terdapat instruksi Presidium Kabinet No. 314/4/IN/12/1966, sudah direncanakan

pengaturan tentang pencatatan sipil di dalam perundang- undangan.

38

Instruksi Presidium Kabinet No. 314/4/IN/12/1966 tentang penghapusan penggolongan penduduk dan Kantor Catatan sipil terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia.

C. Hak Identitas Berdasarkan Konvensi Hak Anak dan Undang- Undang No. 23

Dokumen terkait