PENCATATAN KELAHIRAN DI KABUPATEN DAIRI
DALAM RANGKA PELAKSANAAN ADMINISTRASI
KEPENDUDUKAN MENURUT UNDANG – UNDANG
NOMOR 23 TAHUN 2006 DITINJAU DARI HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA
NAMA: IGNASIA TINAMBUNAN
NIM : 100 200 203
FAKULTAS HUKUM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan karena atas rahmat dan
karunia bagi masa, kesehatan, dan pikiran yang Tuhan berikan kepada penulis-lah sehingga
penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Adapun penulisan skripsi yang berjudul
PENCATATAN KELAHIRAN DI KABUPATEN DAIRI DALAM RANGKA
PELAKSANAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN MENURUT UNDANG – UNDANG
NOMOR 23 TAHUN 2006 DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
adalah karya tulis yang diajukan sebagai pemenuhan syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara atas kepemimpinan serta dukungan yang besar terhadap
seluruh mahasiswa/i di dalam lingkungan Kampus Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
5. Ibu Suria Ningsih S.H, M. Hum selaku Ketua dan Ibu Mariati Zendrato, SH, M. Kn
selaku Sekretaris Departemen Hukum Administrasi Negara. Terima kasih atas waktu dan
kesempatan yang telah Ibu berikan hingga skripsi ini dapat selesai sebagaimana mestinya.
6. Ibu Suria Ningsih, SH, M. Hum selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Dosen mata
kuliah Kependudukan yang telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih atas ilmu dan nasihat-nasihatnya di sela-sela perkuliahan, semoga banyak
hal yang Ibu ajarkan dapat saya amalkan dengan baik.
7. Ibu Dr. Agusmidah, SH, M. Hum selaku Dosen Pembimbing II, terima kasih telah
meringankan kesulitan saya dalam penyelesaian skripsi ini dan selalu menyambut baik
setiap pertemuan dengan penulis.
8. Ibu Dr. Utary Maharany Barus selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing persoalan akademik penulis selama berada di Fakultas Hukum USU, yang
telah menjadi “Ibu” bagi kami para mahasiswa bimbingannya. Penulis mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya juga atas pengetahuan dan segala bantuannya yang sangat
bermanfaat bagi Penulis.
9. Terima kasih kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Dairi, terutama
kepada Bapak R. Situmorang, SH dan Ibu Marlina Saragih yang bersedia memberikan
data- data yang dibutuhkan dan juga atas kesediaannya untuk diwawancarai oleh penulis.
10.Secara khusus Penulis menempatkan ucapan terimakasih teristimewa kepada Ayahanda
S. Tinambunan, SH, M.Pd, Ibunda dr. N. S br Sianturi, MHA, dan Abanganda dr. Paulus
Mario Tinambunan yang dengan kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan kasih
sayang, perhatian, ilmu, dan bekal keimanan yang menjadi bekal dan inspirasi Penulis
11.Kepada Nicyla Stevia Susan, S. Ked, terima kasih untuk semangat dan dukungan yang
diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12.Kepada Ika Pratiwi Simbolon, SE, MM, Mayasari Sianturi, S.Psi, Elisabeth Sianturi,
semua sepupu- sepupu saya dan kepada seluruh keluarga besar SPC, terima kasih banyak
atas dukungan, nasihat yang diberikan kepada penulis.
13.Kepada Syaravina Lubis, Puput Astria, Derry Chandra yang dariawal kuliahselalu ada
menjadi sahabat terbaik penulis, penulis ucapkan banyak terima kasih sudah memberi
dukungan saat penulis merasa jenuh saat kuliah dan saat penulisan skripsi ini, sangat
senang bisa bertemu kalian semua.
14. Kepada semua teman serta sahabat yang ada di dalam maupun di luar Fakultas Hukum
USU, terima kasih .
15.Kepada seluruh teman-teman stambuk 2010, terima kasih atas tahun-tahun yang penuh
kenangan dan kebersamaan dalam menimba ilmu di Fakultas Hukum USU. Terima kasih
atas persahabatan dan bantuannya selama ini.
16.Kepada seluruh senioren dan adik-adik junioren Fakultas Hukum USU, terima kasih atas
bimbingan, pengalaman, dan persahabatan yang terjalin selama ini, semoga tetap
membekas di hati kita masing-masing.
17.Kepada semua pihak baik keluarga, teman, pegawai Fakultas Hukum USU, dan siapa
saja yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima
kasih atas nasihat, kepedulian dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa tulisan yang ada dihadapan pembaca saat ini masih sangat jauh
dari sempurna, maka itu penulis sangat mengharapkan kerendahan hati para pembaca untuk
memberi kritik agar tulisan ini sempurna.
Penulis,
DAFTAR ISI C. 1 TujuanPenelitan ……… 6
C. 2 ManfaatPenelitian ………7
D. KeaslianPenulisan ……… 7
E. TinjauanKepustakaan E.1 HakekatPencatatanKelahiran ………... 8
E.2 FungsiAktaKelahiran ………. 9
E.3 PelayananPublik ………. 14
F. MetodePenelitian……….. 16
G. SistematikaPenulisan ………... 19
BAB II. KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH DALAM PENCATATAN KELAHIRAN A. PengertianUmum ……… 22
B. SejarahPencatatanSipil Di Indonesia ……….. 23
B. 2 PencatatanKelahiranPadaMasaOrdeBaruHinggaSekarang ……….. 30
C. HakIdentitasBerdasarkanKonvensiHakAnakDalamUndang- Undang Nomor 23 Tahun 2006 VersiKomisiPerlindunganAnak ……….. 31
D. PencatatanKelahiran Di Indonesia ……….. 32
E. SyaratPencatatanKelahiran Di Indonesia E.1 PencatatanKelahiran Yang Terjadi Di Indonesia ………... 33
E. 2 PencatatanKelahiran Yang Tejadi Di Luar Indonesia ……… 33
E. 3 PencatatanKelahiran Yang Terjadi Di KapalLautAtau Di PesawatTerbang …… 35
E.4 PencatatanKelahiran Yang Melampaui Batas Waktu ………... 36
F. PutusanMahkamahKonstitusiTentangPendaftaranKelahiran Yang Melampaui Batas Waktu ………38
BAB III. PERATURAN SERTA MEKANISME PENCATATAN KELAHIRAN DI KABUPATEN DAIRI A. PengertianUmum ……… 42
B. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom ……… 42
C. GambaranUmumKabupatenDairi ………. 46
D. GambaranPelayananPencatatanKelahiran Di KabupatenDairi ……… 47
F .2 PencatatanKelahiran Di Luar Wilayah Indonesia ………... 51
F. 3 PencatatanKelahiran Yang Melampaui Batas Waktu ……….. 53
F. 4 PencatatanLahirMati ………... 54
F. PencatatanKelahiran Dan Retribusi Daerah ………... 55
BAB IV.UPAYA HUKUM PEMERINTAH DAIRI DALAM PENCATATAN KELAHIRAN A. KewenanganPemerintahSebagaiPenyelenggaraPelayananPublik ………. 61
B. FaktorPenghambatDalamPencatatanKelahiran Di KabupatenDairi ……….. 63
C. UpayaHukumPemerintahKabupatenDairiDalamPencatatanKelahiran ………. 65
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 69
B. Saran ……….. . 70
Lampiran – Lampiran……….. 71
DaftarPustaka………... 75
ABSTRAK
Pencatatan Kelahiran Di Kabupaten Dairi Dalam Rangka Pelaksanaan Administrasi Kependudukan Menurut Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2006 Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara * Ignasia Tinambunan
** Suria Ningsih *** Agusmidah
Masalah kependudukan tidak pernah terlepas dengan peristiwa kelahiran karena peristiwa kelahiran merupakan faktor terbesar yang menyebabkan pertambahan penduduk yang sangat pesat, namun sayangnya kelahiran yang terjadi banyak yang tidak dicatatkan oleh orangtuanya ke kantor pencatatan sipil sehingga banyak anak yang tidak mendapatkan haknya sebagai manusia, hak untuk mendapat pengakuan kewarganegaraan dan perlindungan dari Negara sebagai warga Negara tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa hambatan yang membuat masyarakat tidak mencatatkan kelahirannya adalah sebagai berikut: karena biaya yang mahal, jauhnya perjalanan untuk mengurus, tidak tahu bahwa kelahiran harus dicatatkan, tidak tahu cara mengurusnya, masyarakat merasa bahwa pencatatan kelahiran itu tidak perlu. Disamping itu pencatatan kelahiran kurang mendapat prioritas pemerintah atau masyarakat secara umum,birokrasinya berkelit-kelit dan sistem yang tersentralisir serta banyaknya oknum yang mengambil keuntungan dalam pengurusan pembuatan akta kelahiran. Adapun usaha yang dapat dilakukan oleh lembaga pencatatan sipil adalah dengan melakukan pendekatan,diantaranya yaitu: dengan melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang pentingnya pencatatan kelahiran, mengadakan kunjungan kerja ke desa-desa, menetapkan sistem jemput bola, menganjurkan ke semua lembaga pendidikan dan lembaga pengurusan surat berharga lainnya agar mengutamakan adanya akta kelahiran apabila berurusan dengan lembaga-lembaga tersebut.
Menurut penulis, agar pencatatan penduduk terutama pencatatan kelahiran semakin mudah bagi masyarakat maka hendaknya isi dari pasal 27 dan pasal 32 Undang- undang 2006 tentang administrasi kependudukan hendaknya direvisi dan hendaknya pemerintah Kabupaten Dairi tetap melakukan kunjungan kerja ke desa-desa.
Kata Kunci: Pencatatan Kelahiran ;
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 ; Hukum Administrasi Negara.
*Mahasiswa Fakultas Hukum USU ( NIM: 100 200 203 )
**Dosen Pembimbing I, Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara USU *** Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum USU
ABSTRAK
Pencatatan Kelahiran Di Kabupaten Dairi Dalam Rangka Pelaksanaan Administrasi Kependudukan Menurut Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2006 Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara * Ignasia Tinambunan
** Suria Ningsih *** Agusmidah
Masalah kependudukan tidak pernah terlepas dengan peristiwa kelahiran karena peristiwa kelahiran merupakan faktor terbesar yang menyebabkan pertambahan penduduk yang sangat pesat, namun sayangnya kelahiran yang terjadi banyak yang tidak dicatatkan oleh orangtuanya ke kantor pencatatan sipil sehingga banyak anak yang tidak mendapatkan haknya sebagai manusia, hak untuk mendapat pengakuan kewarganegaraan dan perlindungan dari Negara sebagai warga Negara tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa hambatan yang membuat masyarakat tidak mencatatkan kelahirannya adalah sebagai berikut: karena biaya yang mahal, jauhnya perjalanan untuk mengurus, tidak tahu bahwa kelahiran harus dicatatkan, tidak tahu cara mengurusnya, masyarakat merasa bahwa pencatatan kelahiran itu tidak perlu. Disamping itu pencatatan kelahiran kurang mendapat prioritas pemerintah atau masyarakat secara umum,birokrasinya berkelit-kelit dan sistem yang tersentralisir serta banyaknya oknum yang mengambil keuntungan dalam pengurusan pembuatan akta kelahiran. Adapun usaha yang dapat dilakukan oleh lembaga pencatatan sipil adalah dengan melakukan pendekatan,diantaranya yaitu: dengan melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang pentingnya pencatatan kelahiran, mengadakan kunjungan kerja ke desa-desa, menetapkan sistem jemput bola, menganjurkan ke semua lembaga pendidikan dan lembaga pengurusan surat berharga lainnya agar mengutamakan adanya akta kelahiran apabila berurusan dengan lembaga-lembaga tersebut.
Menurut penulis, agar pencatatan penduduk terutama pencatatan kelahiran semakin mudah bagi masyarakat maka hendaknya isi dari pasal 27 dan pasal 32 Undang- undang 2006 tentang administrasi kependudukan hendaknya direvisi dan hendaknya pemerintah Kabupaten Dairi tetap melakukan kunjungan kerja ke desa-desa.
Kata Kunci: Pencatatan Kelahiran ;
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 ; Hukum Administrasi Negara.
*Mahasiswa Fakultas Hukum USU ( NIM: 100 200 203 )
**Dosen Pembimbing I, Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara USU *** Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum USU
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penduduk adalah orang-orang yang berdiam atau tinggal pada suatu tempat tertentu.1
Indonesia adalah Negara yang mempunyai penduduk terbanyak ke- 4 setelah Amerika Serikat.
Pada tahun 2010 jumlah Penduduk Indonesia meningkat menjadi 242.968.342 jiwa. Pertambahan
penduduk tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya.2
Pertama, Faktor Religius yaitu adanya sebahagian agama yang meyakini bahwa Tuhan
telah berfirman bahwa seluruh umatnya berketurunan sebanyak-banyaknya dan Tuhan sudah
menentukan rejeki bagi setiap anak yang dilahirkan. Kedua, Faktor Ekonomi yaitu adanya
beberapa orangtua yang menjadikan anak mereka sebagai tenaga kerja untuk menambah
pendapatan keluarga. Ketiga, Faktor Tradisional yaitu adanya sebagian suku yang menganggap Salah satu penyebab terbesar pertambahan penduduk adalah peristiwa kelahiran yang
meningkat setiap tahunnya karena setiap keluarga yang baru menikah pasti ingin memiliki
keturunan yang banyak. Kurangnya keinginan masyarakat untuk membatasi jumlah anak dalam
keluarga disebabkan oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah:
1
Undang- Undang Dasar Republik Indonesia pasal 26 Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk.
bahwa banyak anak banyak rejeki karena setiap anak akan mendapatkan bagiannya
masing-masing. Keempat, Faktor Psikologis yaitu adanya perasaan aman dihari tua jika memiliki banyak
anak.3
Dalam pasal 27 Undang- Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Tertib Administrasi
Kependudukan, bahwa peristiwa kelahiran anak wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi
Penyelenggara Pelayanan Publik ditempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam Kelahiran adalah suatu peristiwa hadirnya seorang anak ke dunia dari hasil perkawinan.
Kelahiran ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana pada dasarnya kedudukan hukum
seseorang itu dimulai sejak dia dilahirkan dan berakhir pada saat dia meninggal maka sangatlah
penting bagi pemerintah untuk membuat suatu peraturan yang tegas, jelas dan tertulis mengenai
kelahiran sehingga masyarakat dapat memperoleh suatu tanda bukti diri dalam kedudukan
hukumnya supaya mudah mendapat kepastian-kepastian hukumnya.
Pencatatan kelahiran merupakan hal yang sangat penting bagi orang yang bersangkutan
maupun negara, karena dengan adanya pencatatan kelahiran yang teratur maka berbagai
persoalan dapat diselesaikan yaitu misalnya dapat diketahui jumlah pertambahan penduduk. Hal
ini dapat membantu pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang berhubungan dengan masalah
kependudukan.
3
puluh) hari sejak peristiwa kelahiran terjadi dimana yang dimaksud disini adalah pencatatan
dilakukan langsung oleh orangtua dari si anak yang baru lahir di tempat dimana anak tersebut
dilahirkan. Pencatatan kelahiran langsung pada saat terjadinya ternyata menimbulkan kendala di
masyarakat terutama bagi anak yang tidak diketahui asal-usul keluarganya. Maka berdasarkan
pasal 28 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 yang menyatakan bahwa anak yang lahir dan
tidak diketahui asal-usulnya atau keberadaan orangtuanya, pencatatan kelahirannya dilakukan
berdasarkan pada laporan orang yang menemukan dilengkapi dengan berita acara pemeriksaan
dan kepolisian.
Identitas anak yang diperoleh melalui akta kelahiran merupakan salah satu hak sipil anak
menurut Konvensi Hak-Hak Anak. Hak anak ini semakin dikuatkan dengan pembuatan akta
kelahiran yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dan untuk mendapatkan akta kelahiran
atau surat-surat lainnya mengenai pertambahan penduduk, maka penduduk tersebut harus
melaporkan peristiwa kelahiran atau perpindahannya ke Lembaga Pencatatan Sipil.
Selain pencatatan kelahiran, peristiwa kependudukan yang harus dicatatkan di
Kependudukan dan Catatan Sipil antara lain adalah: pencatatan perkawinan, pencatatan
pembatalan perkawinan, pencatatan perceraian, pencatatan pembatalan perceraian, pencatatan
kematian, pencatatan pengangkatan anak, pengakuan anak dan pengesahan anak, pencatatan
kependudukan lainnya. Dengan mencatatkan peristiwa-peristiwa kependudukan diatas maka
Lembaga Pencatatan Sipil akan mengeluarkan suatu surat resmi sebagai bukti bahwa seseorang
tersebut adalah penduduk dari daerah tersebut.
Dalam hal pencatatan kelahiran, akta sangat diperlukan karena peristiwa kelahiran juga
peristiwa hukum dan agar anak yang baru dilahirkan mendapatkan identitas yang pasti dan sah.
Ketentuan dalam pasal 55 ayat 1 Undang- Undang Nomor 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa
asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan
oleh Instansi yang berwenang. Dalam pasal 261 ayat 1 KUHPerdata dikatakan bahwa keturunan
anak-anak yang sah dapat dibuktikan dengan akta kelahiran mereka, sekadar telah dibukukan
dalam Register Catatan Sipil. Terdapat sejumlah manfaat atau arti penting dari kepemilikan akta
kelahiran, yakni: Pertama, menjadi bukti bahwa negara mengakui atas identitas seseorang yang
menjadi warganya. Kedua, sebagai alat dan data dasar bagi pemerintah untuk menyusun
anggaran nasional dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan perlindungan anak. Ketiga,
merupakan bukti awal kewarganegaraan dan identitas diri pertama yang dimiliki anak. Keempat,
menjadi bukti yang sangat kuat bagi anak untuk mendapatkan hak waris dari orangtuanya.
Kelima, mencegah pemalsuan umur, perkawinan di bawah umur, tindak kekerasan terhadap
anak, perdagangan anak, adopsi ilegal dan eksploitasi seksual, anak secara yuridis berhak untuk
warga negara. Keenam, masuk sekolah dari taman kanak – kanak (TK) sampai ke perguruan
tinggi. Ketujuh, pengurusan surat - surat penting.
Dairi adalah salah satu kabupaten yang terdapat dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Dairi memiliki 15 (lima belas) kecamatan dan lebih dari 30 (tiga puluh) desa atau kelurahan.
Banyak potensi yang dihasilkan di Kabupaten Dairi yang juga merupakan mata pencaharian oleh
sebahagian besar penduduknya. Kabupaten Dairi terkenal dengan penghasil kopi.4
Masalah yang menjadi penyebab masyarakat tidak mencatatkan kelahiran anaknya adalah
karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga pelayanan publik di bidang
kependudukan dan pencatatan sipil kepada masyarakat dan jauhnya tempat untuk mengurus
pencatatan tersebut bagi masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan sehingga masyarakat Kelahiran banyak terjadi juga di Kabupaten Dairi, namun banyak anak yang kelahirannya
tidak dicatatkan oleh orang tua mereka namun kondisi ini semakin lama semakin berubah karena
setiap tahun pencatatan kelahiran sudah semakin sering dilakukan di Kabupaten Dairi. Hal ini
dapat dilihat dari data bahwa pada tahun 2009 pencatatan kelahiran di Kabupaten Dairi adalah
sebanyak 3.661 jiwa , pada tahun 2010 sebanyak 3.698 jiwa, pada tahun 2011 sebanyak 5.378
jiwa, pada tahun 2012 sebanyak 15.084 jiwa, pada tahun 2013 sebanyak17.950 jiwa.
4
mengkhawatirkan banyaknya biaya yang akan dikeluarkan hanya untuk pengurusan pencatatan
kelahiran tersebut.
Dalam tulisan ini, penulis memfokuskan untuk membahas tentang Pencatatan Kelahiran
di Kabupaten Dairi Dalam Rangka Pelaksanaan Administrasi Kependudukan Menurut UU
Nomor 23 tahun 2006.
B.PERMASALAHAN
Bertitik tolak dari pemikiran sebagaimana diuraikan dalam latar belakang, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Kebijakan Hukum Pemerintah Indonesia dalam Pencatatan Kelahiran?
2. Bagaimana Pengaturan dan Mekanisme Pencatatan Kelahiran di Kabupaten Dairi?
3. Apa Upaya Hukum yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Dairi agar masyarakat
Kabupaten Dairi mencatatkan Peristiwa Kelahiran?
C.TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah untuk
dapat menemukan, mengembangkan serta menguji kebenaran ilmu pengetahuan. Oleh
a. Mengetahui dan memahami kebijakan hukum di Negara Indonesia dalam hal pencatatan
kelahiran sejak orde lama sampai orde baru.
b. Mengetahui bagaimana pengaturan dan mekanisme pencatatan kelahiran di Kabupaten
Dairi.
c. Mengetahui apa saja usaha yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Dairi agar
masyarakatnya mau mencatatkan peristiwa kelahiran.
2. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat daalam penelitian ini adalah :
a. Secara teoritis
Diharapkan agar hasil penelitian nantinya dapat memberikan ataupun menambah
pengetahuan terutama dalam Hukum Administrasi Negara mengenai masalah-masalah
yang berkaitan dengan Kependuduk an terutama dalam hal Pencatatan Kelahiran.
b. Secara Praktis
Bagi masyarakat Kabupaten Dairi diharapkan agar penelitian ini dapat menambah
pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pencatatan kelahiran dan bagi pemerintah
supaya dapat dengan mudah mendapat data berapa jumlah penduduk yang terdapat di
D. KEASLIAN PENULISAN
Berdasarkan penelusuran penulis di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan di
perpustakaan Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara, penulis tidak menemukan adanya
judul skripsi mengenai “Pencatatan Kelahiran di Kabupaten Dairi Dalam Rangka Pelaksanaan
Administrasi Kependudukan Menurut Undang - Undang Nomor 23 tahun 2006” Sehingga
penulis dapat menjamin keaslian penulisan yang dilakukan oleh penulis.
E.TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Hakekat Pencatatan Kelahiran terhadap Administrasi Kependudukan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban untuk memberikan
perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status hukum setiap peristiwa kependudukan
dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk yang berada di dalam dan/ atau di Luar
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peristiwa kependudukan yang antara lain adalah
perubahan alamat, pindah datang untuk menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status orang
asing tinggal terbatas menjadi tinggal tetap dan peristiwa kependudukan lainnya harus
dilaporkan karena membawa implikasi perubahan data identitas atau surat keterangan
kependudukan. Untuk itu, setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting memerlukan
undang. Administrasi kependudukan diarahkan untuk: Pertama, memenuhi hak asasi setiap orang
di bidang administrasi kependudukan tanpa diskriminasi dengan pelayanan publik yang
professional. Kedua, meningkatkan kesadaran penduduk akan kewajibannya untuk berperan serta
dalam pelaksanaan administrasi kependudukan. Ketiga, memenuhi data statistik secara nasional
mengenai peristiwa penting kependudukan dan peristiwa penting lainnya. Keempat, mendukung
perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan secara nasional, regional serta lokal.
Kelima, mendukung pembangunan sistem administrasi kependudukan.5
2. Fungsi Akta Kelahiran
Istilah / perkataan “ akta” yang dalam bahasa belanda disebut “ acte” / “akte” dan yang
dalam Bahasa Inggris disebut “ act”/ “deed”, pada umumnya (menurut pandangan umum)
mempunyai dua arti yaitu :
1. Perbuatan (handeling)/ perbuatan hukum (rechtsandeling);
2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai/digunakan sebagai bukti perbuatan hukum
tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian sesuatu.
5
S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya, “ Rechstage Leerd Handwoorddenboek”, kata
akta berasal dari bahasa latin yaitu “acta” yang berarti geschrift atau surat.6
Menurut R. Subekti dan Tjitrosoebidio dalam bukunya Kamus Hukum, bahwa kata “acta”
merupakan bentuk jamak dari kata “atum” yang berasal dari bahasa latin dan berarti
perbuatan-perbuatan.
7
A. Pitlo, mengartikan akta itu sebagai “surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai
sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu diperbuat.
8
R. Subekti dalam bukunya Pokok- Pokok Hukum Perdata9
Sehubungan dengan adanya dualisme dalam peraturan perundang- undangan kita, maka
penulis maksudkan dengan akta dalam pembahasan ini adalah akta dalam arti surat yang sengaja
dibuat dan diperuntukkan sebagai alat bukti. Kemudian menurut Sudikno Mertokusumo bahwa
Akta adalah Surat yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa- peristiwa yang menjadi , kata akta dalam pasal 108
KUHPerdata harus diartikan dengan perbuatan hukum, berasal dari kata “acte” yang dalam
bahasa prancis berarti perbuatan.
6
Fockema, S. J Andreae, dalam Eka Subrata Gantara, Studi Kasus tentang Penerbitan Akta Catatan Sipil oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan berdasarkan Undang- Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, skripsi, Fakultas Hukum USU, hlm. 18.
7
R. Subekti dan R. Tjitrosoebidio, Kamus Hukum, (Jakarta, Pradnya Paramita, 1980), hlm. 9.
8
A. Pitlo, dalam Eka Subrata, Op.cit, hlm. 19.
9
dasar dari pada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dan sengaja untuk
pembuktian.10
Disamping itu, akta kelahiran merupakan bukti kewarganegaraan dan identitas diri awal
anak dilahirkan dan diakui oleh negara. Dengan adanya akta kelahiran ini, anak secara yuridis
berhak mendapatkan perlindungan hak-hak kewarganegaraannya seperti hak atas pendidikan,
hak atas kesehatan, hak atas pemukiman, dan hak atas sistem perlindungan sosial dan Diketahui bahwa Surat Kelahiran adalah suatu syarat untuk mendapatkan akta kelahiran
yang dikeluarkan oleh Dinas Pencatatan Sipil, dengan demikian akta kelahiran menjadi sangat
penting sebagai sebuah identitas awal yang wajib dimiliki oleh setiap Warga Negara Indonesia
(WNI). Pembuatan akta kelahiran menjadi salah satu kewajiban negara untuk melindungi dan
menyejahterakan seluruh penduduknya.
Akta kelahiran merupakan suatu bentuk akta yang wujudnya berupa selembar kertas yang
diterbitkan oleh Catatan Sipil yang berisi informasi mengenai identitas anak yang dilahirkan
yaitu nama, tanggal lahir, nama orangtua, dan tanda tangan pejabat yang berwenang. Dengan
memiliki akta kelahiran ini, setiap orang dapat menunjukkan hubungan hukum dengan kedua
orangtuanya. Meskipun si anak lahir diluar perkawinan, akta kelahiran tetap harus diurus
walaupun secara hukum si anak hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya.
10
sebagainya. Sebelum berlakunya Undang- undang nomor 23 tahun 2006, dikenal tiga jenis akta
kelahiran yaitu:
1. Akta Kelahiran Umum yaitu akta yang dibuat berdasarkan laporan kelahiran yang
diperoleh sebelum lewat batas waktu pelaporan peristiwa kelahiran. Batas waktu
pelaporan adalah 60 hari kerja sejak peristiwa kelahiran, kecuali Warga Negara Asing
(WNA) adalah 10 hari kerja sejak peristiwa kelahiran. Ketentuan hukum yang
mengatur hal ini adalah :
a. Staatsblaad 1917 Nomor 13 Jo. 1919 Nomor 81 untuk WNI keturunan, jangka waktu
pendaftaran 60 hari kerja dan WNA Cina jangka waktu pendaftaran 10 hari kerja.
b. Staatsblaad 1920 Nomor 751 Jo. 1927 Nomor 564 untuk WNI pribumi non nasrani,
jangka waktu pendaftarannya 60 hari kerja.
c. Staatsblaad 1933 Nomor 750 Jo. 1936 Nomor 607 untuk WNI pribumi nasrani,
jangka waktu pendaftarannya adalah 60 hari kerja.
d. Staatsblaad 1984 Nomr 25 untuk WNI keturunan Eropa, jangka waktu
pendaftarannya 60 hari kerja dan WNA Eropa jangka waktu pendaftarannya 10 hari
kerja.
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 tahun 2005 tentang Pedoman
2. Akta Kelahiran Istimewa yaitu akta yang diterbitkan khusus bagi orang-orang yang
memang sudah diwajibkan membuat Akta- Akta Catatan Sipil, tetapi sampai saat ini
terlambat pencatatannya (sudah melewati batas waktu yang ditentukan) yaitu bagi
WNI keturunan asing (kecuali keturunan India dan Arab) dan WNI itu sendiri.
Penerbitan Akta Kelahiran harus melalui sidang Pengadilan Negeri. Berdasarkan
penetapan pengadilan tersebut, diterbitkanlah Akta Kelahiran istimewa oleh Dinas
Catatan Sipil. Ketentuan hukum yang mengatur hal ini adalah:
a. Staatsblaad 1920 Nomor 751 Jo. 1927 Nomor 564 untuk WNI pribumi non
nasrani, jangka waktu pendaftarannya 60 hari kerja sampai dengan kelahiran 1
Januari 1986.
b. Staatsblaad 1933 Nomor 750 Jo. 1936 Nomor 607 untuk WNI pribumi nasrani,
untuk kelahiran yang didaftarkan lewat 60 hari kerja, dan seterusnya (Dasar
hukum Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 474.1-781 tanggal 14 Oktober
1989 tentang Penerbitan Akta Kelahiran bagi yang terlambat pencatatannya dan
tidak berlaku untuk Staatsblaad. 1917 dan Staatsblaad 1949)
c. Akta Kelahiran Dispensasi yaitu akta Kelahiran yang diperoleh melalui dispensasi
oleh Menteri Dalam Negeri. Yang dimaksud dengan dispensasi disini adalah
penyelesaian Akta Kelahiran yang terlambat bagi WNI asli yang lahir dan belum
yang mengatur hal ini adalah: “Staatsblaad 1920 Nomor 751 Jo. 1927 Nomor 564
untuk WNI pribumi non nasrani untuk kelahiran minimal 31 Desember 1985
(Staatsblaad lainnya tidak berlaku) dan keterangan dasar hukum Keputusan
Menteri dalam Negeri Nomor 474.1-311 tanggal 5 April 1988 tentang
Pelaksanaan Dispensasi Akta Kelahiran.
Dalam administrasi kependudukan, yang berwenang menyelenggarakan register dan
penerbitan kutipan akta- akta pencatatan sipil adalah instansi pelaksana yang dalam hal ini
adalah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. register pencatatan sipil ini berisikan daftar
pencatatan sipil yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, sedangkan akta
catatan (pencatatan) sipil adalah suatu surat autentik yang dibuat dan ditandatangani oleh
pegawai luar biasa catatan (pencatatan) sipil yang memuat keterangan-keterangan yang
berhubungan dengan peristiwa kelahiran, perkawinan, perceraian, pengakuan dan pengesahan
anak, serta kematian. Akta-akta pencatatan sipil ini melekat atau menjadi bagian dari register
pencatatan sipilnya, kepada yang berkepentingan biasanya diberikan kutipan atau salinan akta
catatan (pencatatan) sipil. Akta-akta yang terdapat dalam pencatatan kependudukan adalah: akta
kelahiran, akta pemberitahuan perkawinan, akta izin perkawinan, akta perkawinan dan
perceraian, akta kematian.11
11
3. Pelayanan Publik
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang- undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang, jasa dan/ atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.12
Hukum Administrasi Negara adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan
antara administrasi negara dengan warga masyarakat, dimana administrasi negara diberi
wewenang untuk melakukan tindakan hukumnya sebagai implementasi dari policy suatu
pemerintahan.
dan penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut
penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang
dibentuk berdasarkan undang- undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum yang
dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
13
12
Undang- undang nomor 25 tahun 2009, Tambahan lembaran Negara nomor 5038 tentang Pelayanan Publik.
13
Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, (Bogor, Ghalia Indonesia,) hlm. 4.
Hukum administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum pidana.
Hukum pidana berisi norma-norma yang begitu penting (esensial) bagi kehidupan masyarakat
sehingga penegakan norma-norma tersebut tidak serahkan pada pihak partikiler tetapi harus
dilakukan oleh pengusaha sedangkan dalam hukum privat berisi norma-norma yang
terletaklah hukum administrasi sehingga dapat dikatakan bahwa hukum administrasi sebagai
hukum antara.14
Dalam pelayanan publik, negara memiliki begitu banyak fungsi yang harus mereka
jalankan sebagai abdi masyarakat di dalam pemerintahan. Fungsi tersebut diantaranya adalah:
Pertama, memimpin penyelenggaraan dan bertanggung jawab sepenuhnya atas jalannya
pemerintahan baik dalam bidang otonomi maupun tugas pembantuan. Kedua, mewakili daerah di
dalam dan di luar Pengadilan. Ketiga, menetapkan peraturan daerah dengan persetujuan DPRD.
15
Dalam pencatatan kelahiran pemerintah berperan untuk: Pertama, mendaftarkan peristiwa
kependudukan dan mencatatat peristiwa penting. Kedua, memberikan pelayanan yang sama dan
professional kepada setiap penduduk atas pelaporan peristiwa Kependudukan dan peristiwa
penting. Ketiga, menerbitkan dokumen kependudukan. Keempat, mendokumentasikan penduduk
dan pencatatan sipil. Kelima, menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas peristiwa
kependudukan dan peristiwa penting. Keenam, melakukan verifikasi dan validasi data dan
informasi yang disampaikan oleh penduduk dalam pelayanan pendaftaran penduduk dan
pencatatan sipil.
Philipus M Hadjion, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Bandung, Gajah Mada University Press, 2008) hlm. 45.
15
Ibid, hlm 114.
16
F. METODE PENELITIAN
Untuk menulis atau menyusun skripsi ini digunakan data baik primer maupun sekunder.
Guna memperoleh data tersebut perlu diadakan penelitian atau research, yaitu kegiatan mencari
atau mengumpulkan keterangan, data yang masih tersimpan dan pengetahuan baru yang lebih
mendekati kebenaran. Adapun cara penelitian yang dilakukan penulis adalah dengan berbagai
cara, yaitu:
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian berguna untuk menjadi pendoman dalam pelaksanaan penelitian,
mencakup cara pengumpulan data, alat yang digunakan dan cara analisis data. Dalam penulisan
skripsi ini, penulis menggunakan metode yuridis normatif.
Metode Yuridis Normatif yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan perundang- undangan.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan banyak peraturan perundang- undangan yang
berkaitan dengan administrasi kependudukan khususnya pencatatan kelahiran.
2. Data yang dibutuhkan
Guna kepentingan penulisan skripsi, penulis menggunakan data sebagai berikut :
Pada penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan sebahagian bahan dari
wawancara dengan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Dairi.
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan cara penelusuran kepustakaan
baik yang ada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan
Sumatera Utara dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Dairi
berupa dokumen- dokumen tertulis yang termuat dalam arsip.
3. Tehnik Pengumpulan Data
a. Library Research (Riset Kepustakaan )
Dalam hal ini, penulis melakukan suatu penelitian melalui buku-buku, Litelatur,
majalah-majalah maupun bahan-bahan yang diperoleh dari perkuliahan serta data
ilmiah yang berhubungan dengan objek penelitian.
b. Field Research(Riset Lapangan)
Dalam penelitian lapangan ini penulis melakukan suatu penelitian dengan cara
observasi atau peninjauan secara langsung kepada objek penelitian, disamping itu
penulis juga melakukan wawancara dengan Kepala Dinas dan staf pegawai di
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kabupaten Dairi dan pihak-pihak
penelitian, penulis langsung meneliti pada objek penelitian dan berusaha
mendapatkan data yang bersifat objektif dengan cara:
1. Observasi yaitu pengamatan yang dilakukan tanpa mengajukan pertanyaan
atau pencatatan tidak tergantung kepada responden.
2. Pencatatan yaitu pengumpulan data dengan cara mengutip data dari
Kepala Dinas dan staf terkait dengan penelitian ini.
3. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara wawancara, dengan
meminta keterangan melalui pertanyaan yang telah disiapkan penulis
kepada staf yang bersangkutan.
4. Analisa Data
Dalam menganalisis data yang berkaitan dengan skripsi ini maka penulis menggunakan
metode kualitatif, yang dimana data yang diperoleh untuk melengkapi skripsi ini dalam
menjawab semua pertanyaan yang timbul adalah data berupa tulisan yang akan diuraikan secara
G.SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana bab-bab tersebut disesuaikan dengan isi
dan maksud dari tulisan ini, secara garis besar pembahasannya dibagi lagi dalam sub-sub bab
sesuai dengan penulisan skripsi.
Adapun kelima bab tersebut dapat dilihat dari gambaran sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan. Pada bab ini diuraikan tentang materi dasar mengenai masalah dan uraian pembahasannya yang berisikan tentang penegasan dan pengertian judul, alasan pemilihan judul,
permasalahan, tujuan penelitian, metode penulisan, metode penelitian, dan gambaran isi.
BAB II berjudul Peraturan-peraturan Hukum yang terdapat di Indonesia dalam pencatatan kelahiran. Pada bab ini penulis menjelaskan tentang pengertian umum tentang pendaftaran penduduk, sumber-sumber data kependudukan, tentang sejarah lahirnya pencatatan
sipil di Indonesia, pencatatan kelahiran pada masa ode lama, pencatatan kelahiran dari masa orde
baru sampai sekarang, Hak Identitas Berdasarkan Undang-Undang No. 23 /2002 Versi Komisi
Perlindungan Anak, Pencatatan kelahiran di Indonesia, Syarat pencatatan kelahiran di Indonesia,
Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu, Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 6
tahun 2012 tentang pedoman pencatatan kelahiran yang melampaui batas, keputusan Mahkamah
BAB III berjudul Gambaran Umum mengenai Keadaan pencatatan Kelahiran di Kabupaten Dairi dan Peraturan serta mekanisme pencatatan kelahiran yang terdapat di Kabupaten Dairi. Pada bab ini berisikan tentang pengertian umum, tentang otonomi daerah, tentang administrasi daerah, tentang administrasi wilayah, tentang gambaran kabupaten Dairi,
gambaran tentang Dinas kependudukan dan catatan sipil di Kabupaten Dairi, gambaran
pencatatan kelahiran di Kabupaten Dairi, membahas syarat pencatatan dan pembuatan akta
kelahiran di Kabupaten Dairi sesuai dengan Perda Nomor 8 tahun 2009 tentang Administrasi
kependudukan dan Perda Nomor 3 tahun 2010 tentang pedoman dan tata cara penyelenggaraan
pemdaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Kabupaten Dairi , serta membahas tentang
retribusi pengurusan akta kelahiran dalam Perda Kab.Dairi N0.7 tahun 2011.
BAB IV berjudul Upaya Hukum yang dilakukan oleh Pemerintah khususnya Pemerintah Lembaga kependudukan dan catatan sipil agar masyarakat mau mencatatkan peristiwa kelahiran. Pada bab ini berisikan tentang faktor-faktor penghambat masyarakat tidak mencatatkan kelahiran, Perananan Bupati, Peranan Kepala Dinas Kependudukan dan catatan
sipil dalam upaya penertiban administrasi dan upaya hukum yang dilakukan oleh Pemerintah
Kantor catatan sipil dalam upaya peningkatan pelayanan publik agar masyarakat mencatatkan
BAB V berjudul Kesimpulan dan Saran. Sebagai bab terakhir, disini penulis akan menguraikan tentang kesimpulan dan saran kemudian diakhiri dengan daftar pustaka dan
BAB II
KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN
A. Pengertian Umum
Pencatatan sipil merupakan hak dari setiap Warga Negara Indonesia dalam arti hak
memperoleh akta autentik dari pejabat negara. Masih jarang penduduk menyadari betapa
pentingnya sebuah akta bagi dirinya dalam menopang perjalanannya dalam "mencari
kehidupan". Segala hal yang terjadi berkaitan dengan kependudukan ini harus dicatatkan ke
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil seperti masalah perkawinan, kematian, status
anak, kelahiran, dan lainnya. Dalam hal kelahiran, akta ini sangat diperlukan karena anak
yang lahir tanpa akta kelahiran ia akan memperoleh kesulitan pada saat ia memasuki
pendidikan.
Pengertian pendaftaran penduduk sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pendaftaran Penduduk, disebut bahwa pendaftaran penduduk adalah kegiatan pendaftaran
dan/ atau pencatatan data penduduk beserta perubahannya, Perkawinan, Perceraian,
Kematian, dan Mutasi Penduduk, Penerbitan Nomor Induk Kependudukan, Nomor Induk
Kependudukan Sementara, Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan Akta Pencatatan
B. Sejarah Pencatatan Sipil di Indonesia
Menurut sejarah, Lembaga Catatan Sipil di Indonesia merupakan peninggalan dari
Pemerintah Penjajah Belanda yang dikenal dengan nama “Burgerlijke Stana” atau yang dikenal
dengan singkatan BS yang berarti: “suatu lembaga yang ditugasi untuk memelihara daftar-daftar
atau catatan-catatan guna pembuktian status atau peristiwa penting bagi para warga Negara
sepertikelahiran, perkawinan dan kematian.33
1) Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana serta Hukum Perdata) harus
diletakkan dalam Kitab Undang- Undang yang dikodifikasikan;
Setiap peristiwa tersebut dicatatakan sebagai bukti mengenai yang dapat digunakan baik
bagi yang berkepentingan maupun pihak ketiga. Burgerlijke Stand yang ada di Negara Belanda
sendiri sebenarnya berasal dari Perancis. Hal ini terbukti bahwa pada awal 18, Belanda pernah
menjadi Negara jajahan Perancis dan lembaga semacam ini telah ada sejak Revolusi Perancis.
Dalam pasal 131 Indische Staatsregeling, yang dalam pokoknya adalah sebagai berikut:
2) Untuk golongan bangsa Eropa dianut Perundang- Undangan yang berlaku di Negara
Belanda ( Asas Konkordansi);
3) Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing ( Tionghoa, Arab dan
sebagainya), jika ternyata” kebutuhan kemasyarakatan” mereka menghendakinya,
dapatlah peraturan- peraturan untuk Bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka baik
33
seutuhnya maupun dengan perubahan- perubahan dan juga diperbolehkan membuat
peraturan baru bersama, untuk itu harus diindahkan aturan-aturan yang berlaku di
kalangan mereka dan boleh diadakan penyimpangan jika diminta untuk kepentingan
umum atau kebutuhan masyarakat mereka ( ayat 2);
4) Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing sepanjang mereka belum ditentukan
dibawah suatu peraturan bersama dengan Bangsa Eropa diperbolehkan menundukkan diri
(Onderwepen) pada hukum yang berlaku untuk Bangsa Eropa. Penundukan diri ini boleh
dilakukan baik secara umum maupun dalam perbuatan tertentu saja ( ayat 4);
5) Sebelum Hukum untuk Bangsa Indonesia ditulis dalam Undang- Undang, bagi mereka itu
akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka yaitu Hukum Adat (ayat
6).34
Selanjutnya mengenai Pembagian Penduduk dibagi kedalam tiga golongan, yaitu
Golongan Eropa, Timur Asing dan pribumi (Indonesia asli) yang diatur dalam pasal 163 Indische
Staatsregeling. Penggolongan itu menghasilkan peraturan yang membedakan penduduk.
Pembedaannya tidak terbatas pada penggolongan etnik saja, tetapi termasuk dalam bidang
kependuduk an yang mana pencatatan kelahiran dibedakan baik dari sisi administrasi maupun
agama.
34
Selanjutnya setelah Indonesia merdeka, kelembagaan Dinas Catatan Sipil tersebut berada
di bawah otoritas Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Lalu pada tahun 1966,
pemerintah mengeluarkan Instruksi Presidium Kabinet No. 31/U/IN/12/1966 ditujukan kepada
Menteri Kehakiman dan Dinas Catatan Sipil yang bersifat nasional, tidak menggunakan
Penggolongan Penduduk berdasarkan Pasal 131 dan Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) pada
kantor Catatan Sipil di seluruh Indonesia dan untuk selanjutnya Dinas Catatan Sipil di Indonesia
terbuka bagi seluruh Penduduk Indonesia dan hanya antara Warga Negara Indonesia dan Orang
Asing.35
Dengan terbukanya Kantor Catatan Sipil bagi seluruh penduduk Indonesia, sesuai dengan
Surat Edaran bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kehakiman Nomor Pemdes 51/1/3 dan
nomor J.A.2/2/5 tanggal 28 Januari 1967, untuk daerah-daerah yang belum berlaku Pencatatan
Sipil bagi seluruh lapisan masyarakat dinyatakan berlaku ketentuan-ketentuan Pencatatan Sipil Berdasarkan Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor 31/U/IN/12/1966 telah
ditetapkan penghapusan pembedaan Golongan Penduduk Indonesia atas Eropa, Timur Asing,
dan Bumi Putera dengan pertimbangan bahwa demi tercapainya pembinaan Kesatuan Bangsa
Indonesia yang bulat dan homogeny, serta adanya perasaan persamaan nasib di antara sesama
Bangsa Indonesia, oleh karena itu perlu segera menghapuskan praktik-praktik yang didasarkan
pada penggolongan penduduk tersebut.
35
yang terdapat dalam Peraturan Pencatatan Sipil, yang dipublikasikan dalam Staatsblad tahun
1920 Nomor 751 junto Staatsblad tahun 1927 Nomor 564 atau staatblad tahun 1933 Nomor 75
junto Staatsblaad tahun 1936 Nomor 607 dengan ketentuan perbedaan-perbedaan yang ada tidak
dipakai lagi.36
a. Menyelenggarakan Pencatatan dan Penerbitan Kutipan- Kutipan:
Selanjutnya pada tahun 1983 diadakan penataan dan peningkatan Pembinaan
penyelenggaraan catatan sipil dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat, pemberian
kepastian hukum dan keamanan serta ketertiban untuk terwujudnya keutuhan dan kesatuan
Bangsa Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1983
tentang Penataan dan Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan Sipil. Berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1983, maka secara fungsional Menteri Dalam Negeri sesuai
dengan Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku, yang dalam kesehariannya ditangani oleh
Direktur Jenderal Pemerintah Umum dan Otonomi Daerah.
Adapun kewenangan dan tanggung jawab di bidang Catatan Sipil dimaksud, sesuai dengan
ketentuan pasal 1 ayat 2 Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1983, meliputi :
o Akta Kelahiran;
o Akta Kematian;
o Akta Perkawinan dan Perceraian bagi mereka yang bukan beragama Islam, dan
36
o Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak.
b. Melakukan penyuluhan dan pengemban kegiatan Catatan Sipil.
c. Penyediaan bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan di Bidang Kependudukan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa urusan pencatatan sipil, menjadi urusan
kewenangan dan tanggung jawab Menteri Dalam Negeri, yang dalam pelaksanaannya terbuka
untuk seluruh Warga Negara Indonesia.
Sebagai negara yang pernah mengalami masa penjajahan maka pengaturan tentang pencatatan
sipil di Indonesia sebelum UU Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) diberlakukan pada
tahun 2006 masih menggunakan aturan kolonial Belanda. Sejak Indonesia merdeka, belum
pernah mengalami peninjauan kembali untuk diubah/disesuaikan dengan perkembangan hukum
di dalam masyarakat. Peraturan Perundang- Undangan mengenai Catatan Sipil pada Zaman
Hindia Belanda masih bersifat pluralistis sehingga membagi penduduk menjadi 3 golongan besar
yang meliputi :
a. Golongan Eropa
b. Golongan Indonesia Asli
c. Golongan Timur Asing
Sedangkan golongan Timur itu sendiri dibedakan lagi menjadi Timur Asing Cina dan bukan
Cina. Pasal 163 jo pasal 131 Indische Staatblad rejeling merupakan dasar hukum daripada aneka
Secara garis besar aturan tentang Catatan Sipil dapat dibagi kedalam dua periode yaitu masa
Sebelum Kemerdekaan dan masa Setelah Kemerdekaan.
1. Pencatatan Kelahiran Pada Masa Orde Lama
Deklarasi universal tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948 menyatakan bahwa setiap
manusia mempunyai hak untuk diakui sebagai manusia di manapun di depan hukum. Secara
lebih tegas Konvensi Hak Anak pada tahun 1989 pasal 7 menyatakan bahwa anak akan dicatat
segera setelah kelahirannya (oleh negara) dan sejak dilahirkan ia berhak untuk memperoleh nama
dan kewarganegaraan dan sejauh dimungkinkan untuk mengetahui dan diasuh oleh orang tuanya.
Dengan demikian, pencatatan kelahiran merupakan pengakuan negara atas eksistensi dan hak
sipil seorang anak yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, asal-usul keluarga dan
kewarganegaraannya. Pencatatan kelahiran merupakan awal personalitas hukum dan status
keperdataan seseorang secara universal dan juga merupakan hal yang sangat penting untuk
melindungi identitas pribadi yang sah serta hak-hak lainnya.
Pencatatan kelahiran juga sangat berguna bagi pemerintah. Manfaat pencatatan kelahiran
bagi Pemerintah adalah: Pertama, Pemerintah mempunyai data demografi akurat untuk
perencanaan pembangunan. Kedua, Pemerintah dapat melaksanakan tertib Administrasi
Kependudukan. Ketiga, Pemerintah dapat mengalokasikan Dana dan Sumber Daya Manusia
Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dengan tegas dalam pasal 28 menyebutkan bahwa pembuatan akta kelahiran
menjadi tanggung jawab pemerintah, agar setiap keluarga yang memerlukannya mudah
mengurus pembuatan akta, pemerintah harus memberikan pelayanan sampai ke tingkat Desa.
Pada masa sebelum Indonesia mereka berlaku aturan Kolonial Belanda, yang
membagi penduduk ke dalam 3 golongan yaitu37
• Reglement Catatan Sipil bagi Bangsa Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan
Golongan Eropa, diatur dalam Staatsblad 1849 No. 25 yang diundangkan tanggal 10
Mei 1849.
:
• Reglement Catatan Sipil bagi Bangsa Tionghoa dan keturunannya diatur menurut
Staatsblad 1917 No. 130 jo Staatsblaad 1919 No. 81 dan perubahan- perubahannya
yang diundangkan tanggal 1 Mei 1919.
• Reglement Catatan Sipil bagi Bangsa Indonesia, diatur menurut Staatsblad 1920
No.751 jo Staatsblad 1927 No.564 yang diundangkan tanggal 15 Oktober 1920.
• Reglement Catatan Sipil bagi Bangsa Indonesia yang beragama Kristen yang tinggal
di wilayah Jawa, Madura, Minahasa, Ambon, Saparua, dan Banda kecuali Pulau
Teun, Nila dan Serupa yang diatur dalam Staatsblad 1933 No.75 jo Staatsblad 1936
No.607.
37
2. Pencatatan Kelahiran Pada Masa Orde Baru Sampai Sekarang
Pada masa setelah Indonesia Merdeka sampai dengan masa sekarang berlaku peraturan
sebagai berikut38
a. Instruksi Presidium Kabinet No.341/4/IN/12/1966;
:
b. Undang- Undang No.4 tahun 1961 tentang perubahan nama keluarga;
c. Keputusan Presidium Kabinet No. 127/4/Kep/12/1966 tentang ganti nama WNI ynag
memakai nama Cina;
d. Undang- Undang Administrasi Kependudukan.
Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, maka baru pada tahun 2006 negara
mempunyai aturan pencatatan sipil yang bersifat nasional. Dengan demikian sebelum tahun
2006, Indonesia masih memakai aturan Kolonial Belanda. Padahal sesuai dengan pertimbangan
yang terdapat instruksi Presidium Kabinet No. 314/4/IN/12/1966, sudah direncanakan
pengaturan tentang pencatatan sipil di dalam perundang- undangan.
38
C. Hak Identitas Berdasarkan Konvensi Hak Anak dan Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Akta Kelahiran merupakan hak identitas seseorang sebagai perwujudan Konvensi Hak
Anak (KHA) dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Akta
kelahiran bersifat universal, karena hal ini terkait dengan pengakuan Negara atas status
keperdataan seseorang.
Latar belakang dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak ( UUPA) adalah karena Indonesia menjamin kesejahteraan tiap- tiap warga
Negara Indonesia, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan Hak Asasi
Manusia seperti yang termuat dalam Undang- Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hak Anak. Undang- Undang ini menegaskan bahwa
pertanggungjawaban orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak.
Sehingga, jika seorang anak manusia yang lahir kemudian identitasnya tidak terdaftar
maka kelak akan menghadapi berbagai masalah yang akan berakibat pada Negara, Pemerintah
dan Masyarakat. Dalam perspektif Konvensi Hak Anak, Negara harus memberikan pemenuhan
hak dasar kepada setiap anak, dan terjaminnya perlindungan atas keberlangsungan, tumbuh
kembang anak.39
39
Posisi seorang anak sebagai Warga Negara Indonesia diatur dalam Konstitusi UUD 1945,
terdapat dalam pasal 28 B ayat 2 yaitu bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Selain
itu dalam Undang- Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Republik
Indonesia tepatnya dalam pasal 5 dikatakan bahwa setiap anak berhak atas suatu nama sebagai
identitas diri dan status kewarganegaraan.
Hak-hak Anak di berbagai Undang-Undang, antara lain UU No. 39/1999 tentang Hak
Asasi Manusia maupun UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, jelas menyatakan akta
kelahiran menjadi hak anak dan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhinya.
D. Pencatatan Kelahiran di Indonesia
Dalam Undang – Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
tepatnya pasal 27 dikatakan bahwa :
1. Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana di
tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari
sejak kelahiran.
2. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pejabat pencatatan
sipil mencatatkan pada register akta kelahiran dan menerbitkan kutipan akta
E. Syarat Pencatatan Kelahiran
1. Pencatatan Kelahiran yang terjadi di Indonesia
Dalam pasal 51 Undang- Undang Nomor 25 tahun 2008 tentang Persyaratan Dan
Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil dikatakan bahwa setiap pencatatan
kelahiran yang terjadi di Indonesia dicatatkan kepada instansi pelaksana dimana tempat
terjadinya kelahiran, pencatatan kelahiran yang dimaksud dengan memperhatikan:
a. Tempat domisili ibunya bagi penduduk Warga Negara Indonesia;
b. Diluar tempat domisili ibunya bagi penduduk Warga Negara Indonesia
c. Tempat domisili ibunya bagi Penduduk Orang Asing;
d. Diluar tempat domisili ibunya bagi Penduduk Orang Asing;
e. Orang Asing pemegang Izin Kunjungan;
f. Anak yang tidak diketahui asal- usulnya atau keberadaan orangtuanya.
2. Pencatatan Kelahiran di Luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dalam pasal 59 Undang- Undang Nomor 25 tahun 2008 dikatakan bahwa
kelahiran warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia
dicatatkan pada instansi yang berwenang di Negara setempat. Kelahiran Warga Negara
Indonesia yang telah dicatatkan, dilaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia
dengan memenuhi syarat:
b. Fotokopi Paspor Republik Indonesia orangtua; dan
c. Kutipan Akta Perkawinan/ Buku Nikah atau bukti tertulis Perkawinan
Orangtua.
Pencatatan kelahiran dilakukan dengan cara:
a. Warga Negara Indonesia mengisi formulir pelaporan Kelahiran dengan
menyerahkan dan/ atau menunjukkan persyaratan kepada Pejabat Konsuler;
b. Pejabat konsuler mencatat laporan kelahiran Warga Negara Indonesia dalam
daftar Kelahiran Warga Negara Indonesia dan memberikan surat bukti
Pencatatan Kelahiran dari Negara setempat.
Dalam hal Negara setempat tidak menyelenggarakan Pencatatan Kelahiran bagi
orang asing, Pencatatan Kelahiran Warga Negara Indonesia dilakukan pada Perwakilan
Republik Indonesia. Pencatatan Kelahiran dilakukan dengan memenuhi syarat berupa :
a. Surat Keterangan Lahir dari penolong kelahiran;
b. Fotokopi Paspor Republik Indonesia orangtua;
c. Kutipan Akta Perkawinan/ buku nikah atau bukti tertulis perkawinan
orangtua.
a. Warga Negara Indonesia mengisi formulir Pencatatan Kelahiran dengan
menyerahkan dan/ atau menunjukkan persyaratan- persyaratan yang tertera
kepada Pejabat Konsuler;
b. Pejabat Konsuler mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan
Kutipan Akta Kelahiran.
Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban menyampaikan data kelahiran kepada
Instansi Pelaksana melalui departemen yang bidang tugasnya meliputi urusan Pemerintahan
dalam Negeri. Instansi pelaksana yang menerima data kelahiran mencatat dan merekam ke dalam
Database Kependudukan.
Warga Negara Indonesia setelah kembali ke Indonesia melapor kepada Instansi Pelaksana
atau UTPD Instansi Pelaksana di tempat domisili dengan membawa alat bukti pelaporan/
pencatatan kelahiran dari Luar Negeri.
3. Pencatatan Kelahiran di atas Kapal Laut atau Pesawat Terbang
Dalam pasal 63 paragraf 3 Undang- Undang Nomor 25 tahun 2008 dikatakan bahwa
kelahiran anak warga Negara Indonesia diatas kapal laut atau pesawat terbang di dalam atau di
luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diberikan Surat Keterangan Kelahiran oleh
4. Pencatatan Kelahiran yang melampaui Batas Waktu
Untuk masyarakat Eropa masa tenggang waktu pencatatan kelahiran diatur dalam pasal
37 dan pasal 38 Reglemen Pencatatan Sipil dikatakan bahwa tenggang waktu pencatatan
kelahiran apabila pencatatan sipilnya terpisah oleh laut atau jaraknya lebih dari sepuluh pal dan
dalam pasal 38a Reglemen dikatakan bahwa apabila pencatatan kelahiran lewat dari tenggang
waktu yang sudah ditetapkan maka hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan Pengadilan
Negeri dari tempat pemohon. Untuk masyarakat Tionghoa tetapi dalam waktu Pencatatan
Kelahiran yang jaraknya lebih dari sepuluh pal sama dengan peraturan yang ditetapkan untuk
golongan Eropa, namun pada peraturan untuk golongan Tionghoa diatur dalam pasal 50
Reglemen.40
Mengenai Pencatatan Kelahiran yang melampaui batas waktu diatur juga dalam Undang-
Undang Nomor 25 tahun 2008 tepatnya pasal 64 dan pasal 65.41
40
Rahmadi Usman, op.cit hlm. 207
41
Undang- Undang Nomor 25 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
Dalam pasal 64 dikatakan bahwa Pencatatan Pelaporan Kelahiran yang melampaui batas waktu
60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (Satu) tahun sejak tanggal kelahiran, dilakukan sesuai
dengan ketentuan mengenai persyaratan pencatatan kelahiran setelah mendapatkan persetujuan
Hal ini maksudnya adalah bahwa pencatatan kelahiran yang terlambat untuk Peristiwa
Kelahiran yang terjadi tidak dapat dilakukan secara langsung tetapi harus melaporkan dulu ke
Instansi Pelaksana yang dalam hal ini adalah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bahwa telah
terjadi peristiwa kelahiran beberapa tahun yang lalu.
Pelapor harus menyertakan alasan - alasan yang menyebabkan kelahiran tersebut tidak
didaftarkan dan apabila alasan tersebut dapat diterima oleh Kepala Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil barulah dapat dilaksanakan pendaftaran Peristiwa Kependudukan dan Akta dapat
dikeluarkan.
Dalam pasal 65 dikatakan bahwa pencatatan pelaporan kelahiran yang melampaui batas waktu 1
(satu) tahun sejak tanggal kelahiran, dilakukan dengan ketentuan mengenai Persyaratan
Pencatatan Kelahiran setelah mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri.
Dalam pasal ini jelas dikatakan bahwa pencatatan kelahiran yang terjadi lewat batas waktu yang
telah ditetapkan maka penduduk tersebut harus melapor ke Pengadilan untuk mendapatkan
keputusan apakah pendaftaran peristiwa kelahiran tersebut masih dapat dilakukan atau tidak,
namun sejalan dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XI/2013
tentang Akta Kelahiran, maka Pasal 65 tidak lagi digunakan dan pendaftaran kependudukan bagi
yang melampaui batas waktu dapat dilakukan hanya dengan keputusan Kepala Instansi
F. Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Pendaftaran Kelahiran Yang Melampaui Batas Waktu
Awalnya pendaftaran kelahiran harus dilakukan 60 hari sejak terjadinya proses
Kelahiran, namun dengan berbagai pertimbangan maka Mahkamah Konstitusi mengeluarkan
peraturan bahwa pengurusan akta kelahiran tidak lagi harus melalui pengadilan. Masyarakat
tidak perlu lagi mengurus akta kelahiran ke pengadilan walaupun mengalami keterlambatan.
Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan gugatan UU Administrasi
Kependudukan terkait pengurusan akta kelahiran apabila mengalami keterlambatan lebih dari 60
hari.42
1. Pelaporan Kelahiran sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) yang
melampaui batas waktu 60 ( enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat.
Pasal 32 ayat 2 Undang- Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan yang berisikan:
2. Pencatatan Kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana
dimaksud pada ayat 1, dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Persyaratan dan Tata Cara Pencatatan Kelahiran
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur dalam Peraturan Presiden.
42
Dalam Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XI/2013 secara singkat dijelaskan
mengenai pertentangan antara Pasal 32 Undang- Undang Tahun 2006 dengan Undang- Undang
Republik Indonesia 1946 yang diantaranya adalah sebagai berikut:43
1. Pasal 32 ayat 2 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependuduk an bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Kata 'persetujuan' dalam pasal tersebut bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
tidak dimaknai sebagai 'keputusan'.”
2. Frasa “sampai dengan satu tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
3. Pasal 32 ayat (2) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
4. Frasa “ dan ayat (2)” dalam pasal 32 ayat 3 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Hal itu terjadi karena ketidaksiapan untuk menghadapi terjadinya transformasi nilai yang
berdimensi luas serta menimbulkan dampak terjadinya berbagai masalah pembangunan yang
kompleks. Dengan menimbang Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 yang
menyatakan bahwa pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang
43
menyaksikan dan / atau membantu proses kelahiran dan pasal 27 ayat 4 Undang-Undang nomor
23 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak
diketahui dan orangtuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran anak
tersebut dibuat berdasarkan keterangan orang yang menemukannya.”44
44
Undang- Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 28 ayat 1 Undang- Undang nomor 23 Tahun 2002 menyatakan bahwa pembuatan
akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam pelaksanaannya diselenggarakan
serendah-rendahnya pada tingkat kelurahan atau desa. Berdasarkan ketentuan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa pelayanan akta kelahiran merupakan kewajiban pemerintah di bidang
Administrasi kependudukan yang diselenggarakan dengan sederhana dan terjangkau. Pada sisi
lain, setiap penduduk wajib melaporkan setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa yang
dialaminya termasuk kelahirannya
Menurut Mahkamah Konstitusi, keterlambatan melaporkan kelahiran yang lebih dari satu
tahun harus dengan penetapan pengadilan akan memberatkan masyarakat. Keberatan tersebut
bukan saja bagi mereka yang tinggal jauh didaerah pelosok tetapi juga bagi mereka yang tinggal
di daerah perkotaan.
Lagipula, sebagaimana telah dipertimbangkan diatas, proses di pengadilan bukanlah proses yang
mudah bagi masyarakat awam sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya hak-hak
Dalam pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan berbunyi pencatatan kelahiran yang melampaui batas
Atas berbagai pertimbangan matang, Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus pasal itu, kini
pengurusan akta sepenuhnya ditangan pemerintah lewat petugas catatan sipil. Ketua Mahkamah
Agung (MA) menindaklanjuti kebijakan dari MK tersebut dengan mencabut Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 6 tahun 2012 terkait pedoman pencatatan akta kelahiran.
Maka itu, bagi masyarakat ataupun orangtua yang terlambat mengurus akta kelahiran (usia diatas
1 tahun), mulai tanggal 1 Mei 2013 tidak perlu lagi mengurus hingga ke Pengadilan Negeri,
tetapi cukup langsung urus saja di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
waktu 1 tahun
dilaksanakan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri.
45
45
BAB III
GAMBARAN UMUM MENGENAI KEADAAN PENCATATAN KELAHIRAN DI KABUPATEN DAIRI DAN PERATURAN SERTA MEKANISME PENCATATAN
KELAHIRAN YANG TERDAPAT DI KABUPATEN DAIRI
A. Pengertian Umum
Maksud dari keadaan pencatatan kelahiran di Kabupaten Dairi adalah bahwa semua
kelahiran bayi di Kabupaten Dairi wajib dilaporkan agar dicatatkan di Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil untuk mendapatkan akta kelahiran. Adapun maksud dari peraturan serta
mekanisme pencatatan kelahiran yang terdapat di Kabupaten Dairi adalah bahwa untuk
mendapatkan akta kelahiran diatas berlaku peraturan dan mekanisme pencatatan kelahiran
yang tertuang dalam Peraturan Bupati Dairi Nomor 3 tahun 2010 tentang Pedoman dan Tata
Cara Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk yang merupakan penjelasan lebih lanjut dari
Peraturan Daerah Kabupaten Dairi Nomor 8 tahun 2009.
B. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang- undangan. 59
Menurut Nihin, Otonomi Daerah adalah kewenangan dari daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan pengaturan Perundang – Undangan.60
59
Selain Otonomi Daerah ada juga yang disebut dengan Daerah Otonom atau yang
selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
daetah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.61
a. Kewenangan Otonomi Luas
Pelaksanaan otonomi daerah disamping harus sesuai dengan konstitusi negara
sehingga tetap menjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah
juga harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah
kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Dengan undang- undang ini sangat
menuntut keutuhan daerah sebagai daerah otonom, sehingga kawasan- kawasan khusus yang
dibina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan dan lainnya
berlaku ketentuan peraturan daerah otonom.
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan
legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada
prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
Kewenangan Otonomi Luas adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan
kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan,
60
Haji A. Dj. Nihin, Paradigma Baru Pemerintahan Daerah Menyongsong Millennium Ketiga, (Palangkaraya, PT. Mardi Mulyo, 1999), hlm. 25.
61