• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORI

B. Sejarah Pendidikan Humanis

Secara historis humanisme untuk pertama kalinya mengalami masa pasang surut di Italia pada abad ke-14 pada saat sastra dan seni Romawi dan Yunani yang pra-Kristiani ditemukan kembali dan dijunjung tinggi, antara lain oleh para Paus. Kekhasan humanisme itu adalah sikap religius yang inklusif.20 Latar belakang timbulnya humanisme sebenarnya disebabkan oleh tekanan-tekanan atas kebebasan manusia yang dilakukan oleh para penguasa dan pemuka agama pada abad-abad pertengahan di Eropa. Pada abad-abad pertengahan (Abad V-XV), ketika gereja dan golongan aristrokat berkuasa, masyarakat umum sering diperlakukan secara tidak manusiawi dengan adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan pihak penguasa yang menekan dan pada umumnya direstui para pemuka agama.21

Istilah humanisme baru dipakai pada abad ke-19 dalam sebuah buku berbahasa Jerman yang diterbitkan pada tahun 1808. Sementara dalam bahasa inggris baru dapat diterima secara umum kurang lebih pada tahun 1860. Kata “humanis” jauh lebih tua dari humanisme. Humanis dimaksudkan dengan

19 Musthofa, Pemikiran Pendidikan Humanistik Dalam Islam, Jurnal Kajian Islam,

Volume 3 Nomor 2, Agustus 2011. IAIN Walisongo Semarang,, hlm.169. 20

Magnis-suseno, F., 05-06, ke 51, Agama Humanisme dan Masa Depan Tuhan (Yogyakarta: Basis, 2002), hlm.37.)

21 Herlianto, Humanisme dan Gerakan Zaman Baru (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1990), hlm.24.

sarjana-sarjana dari zaman Renaissance mulai abad ke-14 sampai pada abad ke-16, yang mencari inspirasi dalam kebudayaan Romawi dan Yunani.22

Ilmu-ilmu dalam Studia Humanitatis (Artes Liberales) yang terdiri dari tata bahasa, retorika, sejarah, sastra dan filsafat saat itu dianggap sebagai ilmu-ilmu yang paling mampu mengembangkan kapasitas manusia untuk berfikir dan bertindak secara bebas dan mandiri. Beranjak dari sistem ini pendidikan humanisme kemudian meluas menjadi kultural yang mendominasi seluruh Eropa abad ke-14. Sejarah humanisme dari masa ke masa dimulai dari humanisme masa Yunani, masa pertengahan, humanisme Renaissance, humanisme zaman modern dan humanisme kontemporer. 23

Humanisme dalam ranah psikologi berkembang sebagai pemberontakan terhadap yang dianggap sebagian ahli psikologi sebagai keterbatasan psikologi perilaku dan psikodinamika. Pada 1930-an dan 1940-an, para ahli teori perilaku membatasi semua tingkah laku manusia menjadi serangkaian respons yang dikondisikan, sementara ahli teori psikodinamika selalu memikirkan teori-teori kompleks mengenai pikiran bawah sadar. Aliran humanistik bertujuan memulihkan keseimbangan dalam psikologi dengan berfokus pada kebutuhan-kebutuhan manusia dan pengalaman manusia biasa lewat sesesdikit mungkin teori. Karena itulah, meskipun pengaruhnya dalam psikologi kontemporer tidak sedasyat nama-nama besar lainnya, pendekatan humanistik sering disebut “kekuatan ketiga” dalam psikologi.24

22 Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1979), hlm.30.

23

Miftahul Munir, “Filsafat Kahlil Gibran Humanisme Teistik”, hlm.4.

24 Matt Jarvis, Teori-Teori Psikologi: Pendekatan Modern Untuk Memahami Perilaku,

Perasaan dan Pikiran Manusia, Penerjemah: SPA-teamwork (Bandung: Nusa Media, 2010),

Secara historis, humanisme merupakan gerakan para kaum umanisti (para penerjemah literatur klasik dan guru-guru/profesor) untuk kembali kepada kesadaran intelektual dengan kembali bersandar pada visi humanisme Yunani Klasik yakni paideia. Paideia merupakan usaha membingkai segala maksud dan usaha manusia dalam rangka merengkuh cita-cita manusia ideal sebagai makhluk individual dan sosial.25

Faktor terpenting munculnya humanisme adalah:

1. Ciri agama dan sistem gereja, seperti lemahnya prinsip-prinsip teologi dan sistem nlai Kristen, keharusan mendahulukan keimanan (hati) atas pemahaman (rasio) agama, penyimpangan sebagian ajaran Kristen seperti dosa turunan, jual-beli Surga, penentangan terhadap ilmu dan akal, serta paksaan gereja yang tidak logis terhadap hasil-hasil ilmiah dan rasional, telah menciptakan faktor dan kondisi keterasingan dari sistem agama yang berkuasa dan yang menguasai zaman itu, yaitu Kristen, serta mendorong kebanyakan mereka untuk berkiblat pada Romawi dan Yunani Kuno yang lebih menghargai manusia dan intelektualitasnya.

2. Dari sisi lain, kebanyakan humanis yang memiliki hubungan dengan pusat-pusat kekuasaan serta memandang agama sebagai penghalang cukup serius bagi segenap kepentiingan dirinya, bermaksud mencari jalan bagi tegaknya kepemimpinan kelompok-kelompok terdahulu. Mereka memberikan penjelasan rasional mengenai perkembangan politik dan modernisme, serta dalih-dalih bagi efek-efek negatifnya. Mereka selalu berusaha merusak pandangan masyarakat terhadap agama dan Ulama, sehingga masyarakat

25 Mumpuniarti, Perspektif Humanis Religius dalam Pendidikan Inklusif, Jurnal

Pendidikan Khusus Volume 7. Nomor 2. Nopember 2010, Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP

menerima keniscayaan terhadap keterpisahan agama dari politik dan sosial.26

Aliran humanistik muncul pada tahun 1940-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini boleh dikatakan relatif masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang pengkajian psikologi yang sangat menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri dan hal-hal yang bersifat positif tentang manusia.27

Sedangkan teori pendidikan humanistik yang muncul pada tahun 1970-an bertolak dari tiga teori filsafat, yaitu: pragmatisme, progresivisme dan eksistensialisme. Ide utama pragmatisme dalam pendidikan adalah memelihara keberlangsungan pengetahuan dengan aktivitas yang dengan sengaja mengubah lingkungan. Pendidikan (sekolah) merupakan kehidupan dan lingkungan belajar yang demokratis yang menjadikan semua orang berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan sesuai realitas masyarakat. Pragmatisme memandang pendidikan (sekolah) seharusnya merupakan kehidupan dan lingkungan belajar yang demokratis yang menjadikan semua orang berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan sesuai realitas masyarakat. Pengaruh pemikiran ini sangat dirasakan, bahkan menjadi faktor utama munculnya teori/pemikiran humanisme dan progresivisme. Inti pragmatisme dalam pendidikan adalah: a) Peserta didik (siswa) adalah subjek

26 Mahmud Rajabi, Horizon Manusia. Penerjemah: Yusuf Anas (Jakarta: Al-Huda, 2006), hlm.33.

27 Ratna Syifa’a Rachmahana, Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan,

Jurnal Pendidikan Islam “EL-TARBAWI”, Volume 1, Nomor 1, 2008. Fakultas Psokologi dan

yang memiliki pengalaman. b) Guru bukan orang yang tahu kebutuhan siswa untuk masa depannya. c) Materi/kurikulum harus sesuai kebutuhan siswa yang menekankan proses daripada materi. d) Metode pembelajaran harus memberikan kebebasan kepada siswa untuk mencari pengalaman belajar yang berguna. e) Kebijakan pendidikan mengikuti arus perubahan sosial.28

Adapun ide progresivisme yang sangat dipengaruhi oleh pragmatisme itu sangat menekankan adanya kebebasan aktualisasi diri bagi peserta didik supaya kreatif. Faham ini menekankan terpenuhi kebutuhan dan kepentingan anak. Anak harus aktif membangun pengalaman kehidupan. Belajar tidak hanya dari buku dan guru, tetapi juga dari pengalaman kehidupan. Dasar orientasi teori progresivisme adalah perhatiannya terhadap anak sebagai peserta didik dalam pendidikan. Sebagai sebuah teori pendidikan, progresivisme menekankan kebebasan aktualisasi diri supaya kreatif sehingga menuntut lingkungan belajar yang demokratis dalam menentukan kebijakannya. Kalangan progresivisme berjuang untuk mewujudkan pendidikan yang lebih bermakna bagi kelompok sosial. Progresivisme menekankan terpenuhi kebutuhan dan kepentingan anak. Anak harus aktif membangun pengalaman kehidupan. Belajar tidak hanya dari buku dan guru, tetapi juga dari pengalaman kehidupan. Ide progresivisme ini selanjutnya diperbaharui dalam pendidikan humanistik.29

Pengaruh terakhir munculnya pendidikan humanistik adalah eksistensialisme yang pilar utamanya adalah individualisme. Psikologi humanisme disebut juga sebagai psikologi Eksistensial. Karena munculnya

28 Musthofa, “Pemikiran Pendidikan Humanistik dalam Islam”, hlm.162.

psikologi humanisme berdasarkan pada gerakan filasafat fenomenologi eksistensial. Para filosof yang sering disebut sebagai pelopor itu antara lain adalah: Soren Kierkegaard (1229-1272 H/1813-1855 M), Friedrich Nietzshe (1260-1318 H/1844-1900 M), Jean Paul Sastre (1323-1401 H/1905-1980 M), Ludwig Binswanger (1299-1386 H/1881-1966 M). Perkembangan sains yang positivistik sehingga melecehkan martabat dan harkat manusia, pada saat itu menurut mereka menyebabkan gerakan filsafat ini memperoleh pengaruh yang luas. Pandangan yang menjunjung tinggi harkat manusia tersebut memberikan inspirasi bagi tokoh-tokoh psikolog untuk membangun teori psikologinya, kemudian lahirlah nama-nama besar dengan teori-teori psikologi humanisme.30

Teori eksistensialisme lebih menekankan keunikan anak secara individual dari pada progresivisme yang cenderung memahami anak dalam unit sosial. Anak sebagai individu yang unik. Pandangan tentang keunikan individu ini mengantarkan kalangan humanis untuk menekankan pendidikan sebagai upaya pencarian makna personal dalam eksistensi manusia. Pendidikan berfungsi untuk membantu kedirian individu supaya menjadi manusia merupakan tekanan para eksistensialis. Dengan kebebasan tersebut peserta didik akan dapat mengaktualisasikan potensinya secara maksimal. Bagi kaum eksistensialis, perhatian utama pendidikan adalah membantu kedirian peserta didik untuk sampai pada realisasi yang lebih utuh sebagai individu yang memiliki kebebasan, bertanggung jawab dan memiliki hak

30 Baharudin, Paradigma Psikologi Islami Studi Tentang Elemen Psikologi dari

memilih. Aliran ini memberikan semangat dan sikap yang bisa diterapkan dalam kegiatan pendidikan.31

Konsep ini menjadi penopang terbentuknya pemikiran pendidikan humanistik. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa eksistensialisme adalah suatu humanistik, sehingga konsep ini menjadi penopang terbentuknya pemikiran pendidikan humanistik.32

Dokumen terkait