• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Pengaturan Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

Dalam dokumen Perubahan Makna Pasal 6A ayat 2 UUD NRI (Halaman 32-40)

PEMBAHASAN PERMASALAHAN

A. Latar Belakang Perumusan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1) Sejarah Pengaturan Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

Dalam mengkaji latar belakang perumusan ketentuan pengusulan

calon Presiden dan Wakil Presiden yang secara hukum positif (ius

constitutum) saat ini, yakni berdasarkan ketentuan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak

mungkin dilepaskan dari pendekatan sejarah (historical approach)

terhadap ketentuan-ketentuan sebelumnya. Dalam pokok bahasan ini, diklasifikasikan pengaturan tersebut kedalam 4 (empat) ketentuan undang- undang dasar yang sebelumnya berlaku sebelum amandemen ketiga ditahun 2001 merubah ketentuan terkait.

Pada hakikatnya, undang-undang dasar yang pernah berlaku di Indonesia hanya 3 (tiga), yakni Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang merupakan dampak langsung dari Konfrensi Meja Bundar 1949, dan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 yang pada mulanya dicanangkan menjadi perantara sebelum dibentuknya suatu undang-undang dasar baru hasil konstituante. KhususUndang-Undang Dasar Tahun 1945, terbagi lagi kedalam 3 (tiga) versi, yakni pasca kemerdekaan Indonesia (sidang 18 Agustus 1945), pemberlakuan kembali undang-undang dasar tersebut melalui Dekrit

Presiden Republik Indonesia 5 Juli 1959,41 dan versi terakhir setelah amandemen Undang-Undang Dasar Indonesia yang berlangsung pada tahun 1999-2002, yang secara formal dinamai sebagai Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.42

a) Pengaturan Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Periode 1945-1949) Sebagaimana diketahui, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia, untuk pertama kalinya dilakukan pada 18 Agustus 1945, tepatnya ketika rapat yang mengesahkan Undang-Undang Dasar Tahun

1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.43 Secara

konstitusional, sandaran hukum pemilihan presiden dapat ditemukan pada ketentuan Pasal 6 ayat (2), yakni melalui pemilihan oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat.44

Namun pada masa awal kemerdekaan, kondisi empiris kenegaraan yang „belum‟ mampu mengadakan suatu pemilihan umum untuk

membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat membuat pilihan

penunjukan Soekarno dan Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil

41

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 UUD 1945 periode pertama (18 Agustus 1945 s/d 27 Desember 1949) bersama dengan penjelasan resmi dimuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No.7. UUD 1945, sementara pada Periode kedua (5 Juli 1959 s/d 1999) dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 didasari Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 1959.

42Lihat ketentuan Aturan Tambahan Pasal II UUD NRI 1945 yang menyatakan “Dengan

ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal” yang di sahkan pada 10 Agustus 2002

43

Sejarah ketatanegaraan h. 17

44

Secara utuh, ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berbunyi

Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak.

Presiden dalam rapat pengesahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagaimana diterangkan sebelumnya. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan merupakan sistem yang terbentuk secara normatif di undang-undang dasar tersebut. Namun pada prakteknya, posisi Presiden sebagai kepala pemerintahan didistorsi oleh praktek ketatanegaraan, yakni melalui keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, tertanggal 16 Oktober 1945. Dalam hal ini posisi kepala pemerintahan diserahkan pada

Perdana Menteri.45 Selanjutnya agresi militer yang dilakukan oleh pihak

Belanda memaksakan Indonesia untuk membentuk Negara Federasi yang merupakan akibat langsung Konfrensi Meja Bundar 1949, Negara Federasi ini dibawahi oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS).

b) Pengaturan Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Konstitusi Republik Indonesia Serikat

Kondisi empiris Indonesia pasca kemerdekaan „memaksa‟ terbentuknya Republik Indonesia Serikat. Melalui 2 (dua) kali agresi amiliter yang dilakukan oleh Belanda (Tahun 1947 dan 1948), akhirnya Indonesiamelalui upaya diplomasi yang ditengahi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam forum yang bernama Konfrensi Meja Bundar,

bersama Belanda dan BFO (Byeenkomst voor Federal Overleg).46 Hasil

45

Selain Maklumat Wakil Presiden Nomor X tertanggal 16 Oktober 1945, Maklumat Pemerintah tertanggal 14 November 1945 yang mengesahkan Kabinet St. Syahrir (Perdana Menteri).

46

BFO (Byeenkomst voor Federal Overleg) dalam hal ini merupakan forum perkumpulan negara-negara bentukan Belanda, lebih lanjut dapat dilihat pada : Sejarah Ketatanegaraan Indonesia, h 61-62.

konfrensi yang dilaksanakan pada 2 November 1949 dihasilkan 3 (tiga)

pokok persetujuan, antara lain:47

1. Didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat;

2. Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat;

3. Didirikannya Uni antara Republik Indonesia Serikat dengan

Kerajaan Belanda.

Sementara itu, berkaitan dengan pemulihan kedaulatan terdiri atas 3 (tiga) persetujuan induk, yakni:

1. Piagam Penyerahan kedaulatan;

2. Status Uni;

3. Persetujuan perpindahan.

Berdasarkan perundingan inilah dibentuk Negara Republik Indonesia Serikat, didasari oleh pemberlakuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949, di dalamnya termasuk Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan termasuk Distrik Federal Jakarta, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara

Sumetera Timur, dan Negara Sumatera Selatan.48

Terkait pencalonan Presiden,49 hal ini didasari oleh ketentuan Pasal

69 Konstitusi Republik Indonesia Serikat, yakni melalui pemilihan oleh orang-orang yang dikuasakan oleh pemerintah daerah-daerah bagian yang tersebut pada Pasal 2 Konstitusi tersebut. Persyaratan personal untuk dapat dipilih sebagai Presiden adalah minimal berusia 30 tahun dan memiliki

47ibid, h 62-63 48

Lihat ketentuan Pasal 2 Konstitusi Republik Indonesia Serikat.

49

Pada Konstitusi Republik Indonesia Serikat tidak dikenal adanya Wakil Presiden, karena yang termasuk alat-alat perlengkapan federal Republik Indonesia Serikat ialah a) Presiden, b) Menteri-Menteri, c) Senat, d) Dewan Perwakilan Rakyat, e) Mahkamah Agung Indonesia, f) Dewan Pengawas Keuangan. Lebih lanjut dapat dilihat pada Ketentuan Umum pada BAB III Perlengkapan Republik Indonesia Serikat dalam Konstitusi tersebut.

hak untuk memilih. Menjadi catatan khusus dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, karena pada masa berlakunya Konstusi Republik Indonesia Serikat ini secara bulat dan munfakat Soekarno terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat pada 16 Desember 1949 berdasarkan ketentuan yang ada.

c) Pengaturan Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (1950-1959)

Salah satu dampak berdirinya Negara Repubik Indonesia Serikat adalah diakuinya kedaulatan Indonesia secara utuh oleh pihak Belanda. Namun bentuk negara federal yang ada sangat jauh dari cita-cita awal kemerdekaan Indonesia yang menginginkan suatu negara kesatuan. Keinginan untuk menyatukan diri kembali sebagai suatu negara kesatuan oleh rakyat Indonesia, tergambar melalui kondisi dilapangan, dalam hal ini

negara-negara pada Byeenkomst voor Federal Overleg sontak

menggabungkan dirinya ke Negara Republik Indonesia yang merupakan salah satu negara bagian di Republik Indonesia Serikat.

Pada akhirnya, hanya 3 (tiga) negara bagian saja yang terdapat di Republik Indonesia Serikat, yakni Negara Republik Indonesia, Negara

Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.50 Hal ini berujung pada

permusyawaratan yang dilakukan oleh Negara Republik Indonesia dengan

50

Negara Republik Indonesia Serikat,51 persetujuan bersama yang terjadi pada 19 Mei 1950 menghasilkan kesepakatan untuk melaksanakan negara kesatuan yang telah dicanangkan berdasarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 silam. Hasil dari kesepakatan tersebut berujung pada dibentuknya suatu undang-undang dasar sementara untuk melegalkan negara kesatuan yang disepakati.

Kedua pemerintah, dalam hal melaksanakan persetujuan tersebut membentuk panita bersama, dengan perwakilan dari Pemerintah Negara Republik Indonesia Serikat yang diketuai olehProf. Mr. Soepomo, dan dari

Pemerintah Negara Republik Indonesia diketuai oleh A. Halim.52 Panita

bersama inilah yang membuat rencana undang-undang dasar sementara yang akhirnya disahkan melalui Undang-Undang Negara Federal Nomor 7 Tahun 1950 (Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat Normor 56).

Terkait pemilihan Presiden pada undang-undang dasar sementara ini, secara normatif bersandar pada ketentuan BAB II Alat Perlengkapan Negara, Bagian I Pemerintah, yakni Pasal 45 ayat (3) yang memberikan delegasi pengaturan prosedur pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

kepada suatu undang-undang.53

51

Negara Republik Indonesia Serikat dalam hal ini mewakili Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur

52

Sejarah, Opt Cit, h. 71

53 Secara utuh, bunyi Pasal 45 ayat (3) tersebt adalah “

Presiden dan Wakil-Presiden dipilih menurut aturan jang ditetapkan dengan undang-undang” namun sepanjang pencarian

literatur yang telah dilakukan oleh penulis, undang-undang yang mengatur hal tersebt tidak ditemukan.

d) Pengaturan Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Dasar 1945 (Dekrit Presiden 1959-1999)

Pada dasarnya, pengaturan pemilihan Preiden dan Wakil Presiden pada Undang-Undang Dasar 1945 pasca dikeluarkannya dekrit presiden 5 Juli 1959, secara normatif konstitusi tetap sama dengan periode

sebelumnya,54 dalam hal ini dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat dengan suara terbanyak, pengaturan lebih lanjut terkait hal ini selanjutnya didelegasikan kedalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat/Sementara Republik Indonesia (TAP MPR/S).

Pada periode berlakunya UUD 1945 setelah dekrit presiden, sepat dideklarasikannya Soekarno sebagai Presiden seumur hidup oleh MPRS, yakni melalui TAP MPRS Nomor III/MPRS/1963 Tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno Menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup. Selanjutnya dinamika sosial politik di Indonesia yang begejolak semennjak peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia, melaui gerakan G.30.S/PKI (Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia) yang menyebabkan keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (Supersemar).

MPR sendiri memperkuat posisi supersemar dengan mengeluarkan

TAP MPRS Nomor IX/MPRS/1966 Tentang Surat Perintah

54

Hal ini mengacu pada ketentuan Passal 6 UUD 1945, yang menyatakan bahwa

Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak” namun mengingat pada Praktek sebelum Konstitusi Republik Indonesia Serikat

berlaku, hal ini tidak dapat dilakukan, karena MPR belum terbentuk, dan pemilihan Pasangan Presiden dan Wakil Presiden hanya melalui rapat pengesahan UUD 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 18 Agustus 1945, selain itu, praktek ketatanegaraan dari Presidensial menjadi Parlementer berdasarkan Maklumat Nomor X Wakil Presiden Republik Indonesia.

Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang isinya antara lain memberikan daya laku surat perintah terhadap Soeharto hingga pemilihan umum MPR terlaksana.

Selain memperkuat daya laku supersemar, MPRS juga meniadakan pemilihan Wakil Presiden dan memberikan mandat kepada Soeharto (pemegang supersemar) sebagai pemegang jabatan apabila Presiden berhalangan, dilakukan melalui TAP MPRS No. XV/MPRS/1966 Tentang Pemilihan/Penunjukan Wakil Presiden dan Tata-Cara Pengangkatan Pejabat Presiden. Pada akhirnya, MPRS mengangkat Soeharto menjadi Presiden berdasarkan TAP MPRS Nomor XLIV/MPRS/1968 Tentang Pengangkatan Pengemban Ketetapan MPRSNomor IX/MPRS/1966 Sebagai Presiden Republik Indonesia.

Pengaturan terhadap Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sendiri baru ditetapkan oleh MPR hasil Pemilihan Umum Tahun 1971, melalui TAP MPR Nomor II/MPR/1973 Tentang Tata-Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada pengaturannya, dijelaskan secara rinci syarat personal untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden, serta juga dijelaskan prosedur pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden oleh fraksi ataupun gabungan fraksi.55

55

Terkait syarat personal Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, berdasarkan ketentuan Pasal 1 TAP MPR Nomor II/MPR/1973 ialah orang Indonesia asli dan harus memenuhi syarat antara lain : a. Warga Negara Indonesia; b. Telah berusia 40 tahun; c. Bukan orang yang sedang dicabut haknya untuk dipilih dalam Pemilihan Umum; d. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; e. Setia kepada Cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, PANCASILA dan Undang- Undang Dasar 1945; f. Bersedia menjalankan Haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah

Setelah reformasi bergulir ditahun 1999, pasca lengsernya Soeharto (pengunduran diri) di tahun 1998, tepatnya setelah pemilihan umum tahun 1999, MPR hasil pemilu tersebut menetapkan aturan baru terkait pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, melalui TAP MPR Nomor VI/MPR/1999 Tentang Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada pengaturan baru ini, terdapat 2 (dua) hal yang berubah, yakni terkait dapat dicalonkannya seorang Presiden dengan kuota minimal 70 orang anggota MPR dan ditiadakannya ketentuan “mampu bekerja sama” antara Presiden dan Wakil Presiden.56

2) Latar Belakang Perumusan Pasal 6A Ayat (2) Undang-Undang

Dalam dokumen Perubahan Makna Pasal 6A ayat 2 UUD NRI (Halaman 32-40)