• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mad munfasil dibaca tul (6 harakat)

Mempunyai 2 Wajah, Yaitu Sukun Mim Jama Dan Shila Mim Jama Ketika Washal

7. Sejarah Qira’at Sab’ah











1. Bacaan Riwayat Qalun

Mad munfasil dibaca qasar (2 harakat).



Mim jama’ dibaca sukun.

Ta’-nya dikasrah.

Dengan hamzah, maka mad muttasil dibaca Tawassut (4harakat).

2. Bacaan Riwayat Warsy

 

Dibaca An-Naql (Muhammadunaba…..)

 

Mad munfasil dibaca tul (6 harakat).



Mempunyai 2 Wajah, Yaitu Sukun Mim Jama Dan Shila Mim Jama Ketika Washal

Ta’-nya dikasrah.

 

Huruf lein boleh dibaca 2 wajah: tawassut dan tul:

Syaiii…

 Syaiiiiii…..

7. Sejarah Qira’at Sab’ah

Jenis Qira’at yang muncul pertama kali adalah Qira’at Sab'ah. Qira’at ini telah akrab di dunia akademis sejak abad ke-2 H. Namun, pada masa itu, Qira’at

sab'ah ini belum dikenal secara luas di kalangan umat Islam. Yang membuat tidak atau belum memasyarakatnya Qira’at tersebut adalah karena kecenderungan ulama-ulama saat itu hanya memasyarakatkan satu jenis Qira’at dengan mengabaikan Qira’at yang lain, baik yang tidak benar maupun dianggap benar. Abu Bakar Ahmad atau yang dikenal dengan Ibnu Mujahid menyusun sebuah kitab yang diberi nama Kitab Sab'ah. Oleh banyak pihak, kitab ini menuai kecaman sebab dianggap mengakibatkan kerancuan pemahaman orang banyak terhadap pengertian 'tujuh kata' yang dengannya al-Quran diturunkan. Kitab Sab'ah disusun Ibnu Mujahid dengan cara mengumpulkan tujuh jenis Qira’at yang mempunyai sanad bersambung kepada sahabat Rasulullah saw., terkemuka, Mereka adalah :

a. Abdullah bin Katsir al-Dariy dari Makkah

b. Nafi' bin Abd al-Rahman ibn Abu Nu'aim dari Madinah c. Abdullah al-Yashibiyn atau Abu Amir al-Dimasyqi dari Syam d. Zabban ibn al-Ala bin Ammar atau Abu Amr dari Bashrah e. Ibnu Ishaq al-Hadrami atau Ya'qub dari Bashrah

f. Ibnu Habib al-Zayyat atau Hamzah dari Kufah g. Ibnu Abi al-Najud al-Asadly atau Ashim dari Kufah.

Ketika itu, Ibnu Mujahid menghimpun Qira’at-qira’at mereka. Ia menandakan nama Ya'qub untuk digantikan posisinya dengan al-Kisai dari Kufah.

Pergantian ini memberi kesan bahwa ia menganggap cukup Abu Amr yang mewakili Bashrah. Sehingga, untuk Kufah, ia menetapkan tiga nama, yaitu Hamzah, Ashim, dan al-Kisai. Meskipun di luar tujuh imam di atas masih banyak nama lainnya,

kemasyhuran tujuh imam tersebut semakin luas setelah Ibnu Mujahid secara khusus membukukan Qira’at-qira’at mereka.

Pada tujuh imam Qira'at tersebut masing-masing memiliki 2 orang murid yang bertindak sebagai perawi. tiap perawi tersebut juga memiliki perbedaan dalam cara membaca al-Quran. adapun perbedaan cara membaca tersebut, tidaklah semata-mata karena dibuat-buat baik oleh imam maupun perawinya. cara membaca tersebut merupakan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw., dan memang seperti itulah al-Quran diturunkan.42

Adapun mengenai makna dari " tujuh huruf " tersebut ada dua pendapat yang kuat. pertama adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna : Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yaman.

Diumpamakan kalau dulu menggunakan ejaan yang lama bahasa Indonesia " Doeloe

" dengan ejaan yang telah disempurnakan menjadi " Dulu " lafadz berbeda dengan bunyi yang sama. maka tulisan " Doeloe " dirubah menjadi " Dulu " tulisannya berubah tapi bacaannya sama. Padahal Bahasa Indonesia adalah Bahasa Pemersatu Bangsa.

Qira’at sebenarnya telah muncul sejak masa Nabi Muhammad saw., walaupun pada saat itu Qira’at bukan merupakan sebuah disiplin ilmu.43 riwayat yang dapat mendukung asumsi ini, yaitu:

Imam Bukhari dalam kitab sahihnya mengutip hadis berikut:

42 (online)http://rausha-blog.blogspot.co.id/2013/08/mengenal-qiroah-sabah-dan-sejarahnya.html 21 oktober 2015

43 Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an , op. cit., h. 146

ُأَرْقَ ي ٍماَزِح ِنْب ِميِكَح َنْب َماَشِه ُتْعَِسَ :َلاَق ،هنع للها يضر ِباَّطَْلْا ِنْب َرَمُع ثيدح ْنَأ ُتْدِكَو ،اَهيِنَأَرْ قَأ ملسو هيلع للها ىلص ِللها ُلوُسَر َناَكَو ،اَهؤَرْ قَأ اَم ِْيَْغ ىَلَع ِناَقْرُفْلا ةَروُس ُتْلَهْمَأ َُّثُ ،ِهْيَلَع َلَجْعَأ هيلع للها ىلص ِللها َلوُسَر ِهِب ُتْئِجَف ِهِئاَدِرِب ُهُتْبَّبَل َُّثُ ،َفَرَصْنا َّتََّح ُه

ْ قا :ُهَل َلاَق َُّثُ ُهْلِسْرَأ : ِلِ َلاَقَ ف ؛اَهيِنَتْأَرْ قَأ اَم ِْيَْغ ىَلَع ُأَرْقَ ي اَذه ُتْعَِسَ ينِِّإ ُتْلُقَ ف ،ملسو ْأَر

َلِزْنُأ اَذَكه :َلاَق ،َأَرَقَ ف ىَلَع َلِزْنُأ َنآْرُقْلا َّنِإ ،ْتَلِزْنُأ اَذَكه :َلاَقَ ف ،ُتْأَرَقَ ف ْأَرْ قا : ِلِ َلاَق َُّثُ ْت

ُهْنِم َرَّسَيَ ت اَم اوُءَرْ قاَف ِفُرْحَأ ِةَعْ بَس

Artinya:

“Umar bin Al-khatthab r.a. berkata: Saya mendengar Hisyam bin Hakiem bin Hizaam membaca surat al-furqon lain dengan yang saya baca. Sedang aku telah diajari oleh Rasulullah saw., bacaan itu, hampir saya keburu menegurnya, tetapi saya sabarkan hingga selesai lalu saya kalungkan serban di lehernya dan saya bawa kepada Nabi saw., kemudian saya katakan kepada Nabi saw.,: Saya telah mendengar orang ini membaca bacaan lain dari yang engkau ajarkan kepadaku.

Nabi saw., bersabda: Lepaskan, lalu Nabi saw., menyuruh Hisyam: Bacalah, lalu dibaca oleh Hisyam sebagaimana yang saya dengar itu, tiba-tiba Nabi saw., bersabda: Begitulah diturunkan. Lalu Nabi saw., berkata kepadaku: Bacalah, lalu ku baca. Nabi saw., berkata: Begitulah diturunkan, sesungguhnya al-Qur'an ini diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah mana yang ringan untukmu”.44

Terkait hal ini, Majelis Ulama Indonesia pernah mengeluarkan fatwa pada tanggal 2 Maret 1983 yang berisi: Qira’at tujuh adalah sebagian dari ulumul Qur‟an yang wajib dikembangkan dan dipertahankan eksistensinya; Pembacaan Qira’at tujuh dilakukan pada tempat-tempat yang wajar oleh pembaca yang berijazah. Antara Qira’at yang satu dengan yang lain, tidak ada yang lebih unggul dan tidak ada yang lebih rendah, semua sejajar lantaran semuanya bermuara ke para sahabat hingga ke Rasulullah saw. Hikmah Qira’at tujuh antara lain: Menunjukkan terpeliharanya

44 M. Fuad Abdul Baqi, Mutiara Hadits Sahih Bukhari Muslim, cet. IV;(Jakarta Timur, Ummul Qura, 2013) h.377 (hadits ke-468)

Qur‟an dari perubahan dan penyimpangan, Meringankan dan memudahkan umat Islam untuk membaca al-Qur‟an, Bukti kemukjizatan al-Qur‟an dari segi kepadatan makna (ijaz), Saling menjelaskan perkara yang global diantara Qira’at. Oleh karena itu, salah satu kaidah penafsiran adalah dengan mengkaji ilmu Qira’at untuk memperoleh makna dari suatu ayat. Perbedaan yang ada dalam Qira’at sama sekali tidak merubah makna, hanya sebatas sinonim. Dalam istilah para ulama‟: al-ikhtilaf fi al-Qira-at, ikhtilaf at-taraduf wa la at-tadladud. Misalnya perbedaan antara:

yakhda’un dengan yukhadi’un, maaliki dengan maliki, fatabayyanu dengan fatatsabbatu dst.45

Ilmu Qira’at semakin banyak diminati untuk dipelajari oleh masyarakat indonesia setelah pada tahun 2001 Menteri Agama Indonesia Prof. Dr. Said Aqil Al-Munawwar membuat satu kebijakan yang baik dan strategis untuk memasyarakatkan ilmu Qira’at dengan mengeluarkan SK yang mengikut sertakan cabang Qira’at dalam MTQ dan STQ di Indonesia. Maka pada STQN 2002 di Mataram cabang ini sudah mulai di lombakan dan terus berjalan sampai sekarang.

Dokumen terkait