• Tidak ada hasil yang ditemukan

V GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT INDONESIA

5.1. Sejarah Rumput Laut Indonesia

Rumput laut di Indonesia mulai diidentifikasi sejak tahun 1899 oleh Max Weber, identifikasi ini dikenal dengan nama Siboga expedition, kemudian pada tahun 1928 Max Weber dan Van Bose melakukan klasifikasi jenis rumput laut.

Pada tahun 1940 mulai dilakukan pemasaran rumput laut jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum dari Makasar dan Surabaya. Proses identifikasi rumput laut komersial juga dilakukan oleh Zaneveld dari FAO pada tahun 1968, jenis rumput laut yang diidentifikasi adalah Euchema, Gracilaria, Gelidium, Hypnea, dan Sargassum. Pada tahun 1967 pertama kali rumput laut jenis Eucheuma Spinosum dibudidayakan di Indonesia yaitu di Kepulauan Seribu tepatnya di Pulau Pari oleh Prof. Soerjodinito dan Hariadi Adnan, kemudian pada tahun 1947 rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang berasal dari Filipina dapat dibudidayakan di Indonesia, setahun kemudian LIPI memulai proyek budidaya Spinosum di Pulau Samaringga dan Pulau Rio di Sulawesi namun proyek ini tidak berkembang sehingga proyek dihentikan.

Pada tahun 1985 dilakukan uji coba budidaya rumput laut jenis cottonii di Bali tepatnya di daerah Nusa Lombongan, Nusa Penida dan Nusa Ceningan.

Kemudian pada tahun 1986 Hans Porse memperkenalkan rumput laut Indonesia jenis Euchema cottonii dan Eucheuma spinosum pada International Seaweed Symposium di Brazil. Pada tahun 1994 APBIRI menyelenggarakan Seaweed Symposium di Bali (Hans, Porse, 2008).

Pada tahun 2007, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Komisi Rumput Laut Indonesia, Aspperli dan Masyarakat Rumput Laut Indonesia / ISS menyelenggarakan Seaweed International Bussines Forum and Exhibition / SEABFEX di Bali, dan pada tahun 2008 SEABFEX II diselenggarakan di Makasar bersamaan dengan Indonesia Seaweed Forum. SEABFEX II diselenggarakan pada Juli 2010 di Surabaya, dihadiri 19 negara, dan sampai dengan saat ini SEABFEX sudah menjadi agenda pertemuan rumput laut dunia setiap dua tahun.

40  5.2. Jenis Komoditi Rumput Laut

Rumput laut atau algae termasuk ke dalam tumbuhan tingkat rendah, dimana koloni tumbuh menempel pada bebatuan atau menancap pada substrat pasir laut dengan beraneka ragam dan warna. Terdapat berbagai macam bentuk diantaranya berbentuk bola kecil, lembaran, rumput dengan warna merah (Rhodophyceae), coklat (Phaeophyceae), hijau (Chlorophyceae) dan warna lainnya. Tumbuh kembangnya rumput laut tergantung pada kesesuaian faktor fisika dan kimia perairan seperti gerakan air, suhu, kadar garam, nutrisi, atau zat hara dan sinar matahari. Ketiga kelompok ini tumbuh di laut diperkirakan sekitar 9000 jenis dimana masing-masing 6000 jenis Rhodophyceae, 2000 jenis Phaeophyceae dan 1000 jenis Chlorophyceae.

Pengelompokan rumput laut juga dibedakan berdasarkan kandungan koloidnya, dimana kelompok penghasil agar atau dikenal agarofit antara lain jenis Gracilaria dan Gelidium, sedangkan kelompok penghasil karaginan atau karaginofit adalah Euchema dan Kappaphycus. Kelompok lainnya yaitu alginofit sebagai penghasil alginat antara lain jenis Sargassum dan Turbinaria.

AGAROFIT

Agarofit adalah jenis rumput laut penghasil agar. Jenis-jenis rumput laut tersebut adalah Gracilaria spp, Gelidium spp, dan Gelidiela spp. Agar-agar merupakan senyawa kompleks polisakarida yang dapat membentuk jeli. Kualitas agar-agar dapat ditingkatkan dengan suatu proses pemurnian yaitu membuang kandungan sulfatnya. Produk ini dikenal dengan nama agarose. Kualitas agar-agar yang berasal dari Gelidium / Gelidiela lebih tinggi dibanding dari Gracilaria.

Dalam skala industri agar-agar dari Gelidium mutunya dapat ditingkatkan menjadi agarose, tetapi Gracilaria masih dalam skala laboratorium.

Jenis yang dikembangkan secara luas baru Gracilaria spp. Di Indonesia, Gracilaria verrucosa umumnya dibudidayakan di tambak. Jenis ini mempunyai Thallus berwarna merah ungu dan kadang-kadang berwarna kelabu kehijauan dengan percabangan alternatif atau dikotomi, perulangan lateral berbentuk silindris, meruncing di ujung dan mencapai tinggi 1-3 cm serta berdiameter antara 0,5-2,0 mm.

Wilayah pengembangan Gracillaria verrucosa dan Gracillaria gigas terdapat di perairan Sulawesi Selatan (Janeponto, Takalar, Sinjai, Wajo, Palopo, Bone, Maros); Lombok Barat, Pantai Utara P. Jawa (Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Brebes, Pemalang, Tuban, dan Lamongan). Sedangkan untuk jenis Gelidium spp belum banyak dibudidayakan, umumnya masih dihasilkan dari alam. Rumput laut jenis ini banyak ditemukan hampir di seluruh perairan Indonesia.

ALGINOFAT

Na-Alginofat (atau Natrium Alginat / Alginat / Algin) merupakan zat yang terdapat pada rumput laut coklat (Phaeophyceae). Rumput laut coklat penghasil alginate (alginofit) biasanya di perairan subtropis terutama untuk jenis Macrocytis, Laminaria, Aschophyllum, Nerocytis, Ecklonia, Fucus, dan Sargassum. Sedangkan rumptu laut coklat yang tumbuh di perairan tropis seperti di Indonesia terutama jenis-jenis Sargassum, Turbinaria, Padina, Dyctyota dan yang paling banyak ditemukan adalah jenis Sargassum dan Turbinaria. Asam alginat adalah suatu getah selaput (membrane mucilage) yang disebut juga gummi alami, sedangkan alginat merupakan bentuk garam dari polisakarida yang terdapat pada rumput laut disebut phycocolloid. Polisakarida terpenting pada rumput laut coklat adalah asam alginate dan turunnya seperti fukoidan, funoran dan laminaran yang merupakan komponen penyusun dinding sel seperti halnya selulosa dan pektin.

Di perairan Indonesia terdapat sekitar 28 spesies rumput laut coklat yang berasal dari enam genus diantaranya yaitu Dyctyota, Padine, Hormophysa, Sargassum, Turbinaria dan Hydroclathrus. Spesies rumput laut yang telah diidentifikasi yaitu Sargassum sp. sebanyak 14 spesies, Turbinaria sp. sebanyak 4 spesies, Hormophysa sp. baru teridentifikasi 1 spesies, Padina sp. 4 spesies, Dyctyota sp. 5 spesies dan Hydroclathrus sp. 1 spesies. Jenis-jenis rumput laut tersebut pada beberapa daerah di Indonesia.

Na-Alginat banyak yang digunakan banyak industri seperti industri makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, kertas, setergen, cat, tekstil, vermis, fotografi, kulit buatan dan lain-lain. Dalam industri zat ini digunakan sebagai pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi dan penstabil emulsi (emulsifying dan

42  stabilizing agent), pensuspensi (suspending agent), pengikat (binding agent), penghalus (finishing agent), pengeras kain (stiffening agent), pembentuk struktur (sizing agent), penjernih (clarifying agent) dan sebagainya. Untuk kebutuhan industri di Indonesia yang saat ini terus berkembang yakni kebutuhan Na-Alginat masih disuplai melalui impor dari beberapa negara seperti Perancis, Inggris, RRC, Jepang.

KARAGINOFIT

Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagin. Rumput laut yang mengandung karaginan adalah dari marga Eucheuma yang merupakan jenis alga merah (Rhodophyceae). Karaginan terdiri dari tiga macam, yaitu iota karaginan dikenal dengan tipe spinosum, kappa karaginan dikenal dengan tipe cottonii dan lambda karaginan. Ketiganya dibedakan dengan sifat jeli yang terbentuk. Iota karaginan berupa jeli lembut dan fleksibel atau lunak. Kappa karaginan jeli bersifat kaku dan keras. Sedangkan lambda karaginan tidak dapat membentuk jeli, tetapi berbentuk cair yang viscous.

Jenis yang potensial diantaranya Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Kedua jenis ini secara luas diperdagangkan, baik keperluan bahan baku industri dalam negeri maupun ekspor. Sedangkan E. edule dan Hypnea sp hanya sedikit sekali diperdagangkan dan tidak dikembangkan dalam usaha budidaya.

Sebaliknya Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum dibudidayakan oleh masyarakat pantai. Dari kedua jenis tersebut E. cottonii yang paling banyak dibudidayakan karena permintaan pasar yang sangat besar.

Rumput laut Eucheuma cottonii di Indonesia umumnya tumbuh di perairan yang mempunyai rataan terumbu karang. Ia melekat pada substrat karang mati atau batu gamping di daerah interdal dan subditial. Tumbuh tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Wilayah potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii terletak di perairan pantai Nanggroe Aceh Darussalam (Sabang); Sumatera Barat (Pesisir Selatan, Mentawai); Riau (Kepulauan Riau, Batam); Sumatera Selatan; Bangka Belitung, Banten ( Ujung Kulon); Kepulauan Seribu; Jawa Tengah (Karimunjawa, Jepara); Jawa Timur (Situbondo, Madura, dan Banyuwangi); Bali ( Nusa Penida, Nusa Lembongan);

NTB (Lombok Timur, Lombok Barat, Sumbawa, Bima, Dompu); NTT

(Larantuka, Kupang, Maumerre, P.Rote); Sulawesi Utara; Gorontalo; Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara; Kalimantan Selatan (P. Laut);

Kalimantan Timur; Maluku ( P. Seram, Halmahera, Kep. Aru dan Kei); Papua.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan rumput laut karaginofit dengan jenis Eucheuma cottonii sebagai salah satu penelitian yang telah dilakukan.

Rumput laut jenis unggulan ini memiliki kelebihan untuk ekspor, khususnya ke negara China.

Dokumen terkait