• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sekilas al Qur’an Terjemahan Depag dengan H.B.Jassin

SEKILAS QUR’AN TERJEMAHAN DEPARTEMEN AGAMA DAN H.B. JASSIN

A. Terjemahan AL Qur’an Departemen Agama

Dalam bab ini, Penulis menjabarkan tentang sekilas terjemahan Departemen Agama dan sekilas Terjemahan al Qur’an H.B. Jassin. Kesemuanya Penulis ambil dari buku yang berjudul Falsifikasi Terjemahan al Qur’an Departemen Agama Edisi 1990 karya Dr. Ismail Lubis. M.A.

Dalam Khazanah perpustakaan di Indonesia ditemukan berbagai terjemahan dan tafsir Al Qur’an, baik dalam bahasa Indonesia atau Melayu yang lebih dikenal dengan sebutan bahasa jawi1 maupun dalam bahasa daerah seperti bahasa Jawa2 dan Sunda3. Pada tahun 1974, Lajnah Pentashih Mushaf al Qur’an mulai diminta oleh proyek pengadaan kitab suci al Qur’an untuk melakukan koreksi terhadap naskah-naskah al Qur’an yang akan diterbitkan oleh Proyek Pengadaan Kitab Suci al Qur’an yang meliputi:

1. Mushaf al Qur’an

2. Al Qur’an dan Terjemahnya 3. Al Qur’an Juz Amma

1

Jawi, Menjawikan (Menerjemahkan ke dalam Bahasa Melayu)

2

Misalnya: Qur’an Sutji djarwa Djawi Karya R.NG. Djajasugita dan M. Mufti Sharif yang diterbitkan pada tahun 1958 oleh Gerakan Ahmadiah Indonesia (Aliran Lahore) Jogjakarta, Terjemah Al Qur’an Basa Jawi K.H. Muhammad Adnan yang diterbitkan pada Tahun 1977 oleh P.T. Al Ma’arif Bandung, Al Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi Karya Kol. Drs. H. Bakri. Syahid yang diterbitkan pada Tahun 1979 oleh Percetakan Offset “Persatuan”, Yogyakarta, dan sebagai berikut.

3

Misalnya: Al Kitab al Mubin Tafsir al Qur’an Basa Sunda Karya K.H. Muhammad Ramli yang diterbitkan oleh P.T. Al Ma’arif Bandung pada Tahun 1970

Ketika itu koreksi masih terbatas pada teks al Qur’an belum sampai pada terjemahnya.4

Mengingat penyebaran al Qur’an dan terjemahnya semakin luas, dan pembaca yang terdiri atas berbagai lapisan masyarakat semakin kritis dalam menelaah al Qur’an dan Terjemahnya, muncullah beberapa saran dan usulan perbaikan yang disampaikan kepada Lajnah Pentashih Mushaf al Qur’anDepartemen Agama. Sejalan dengan hal tersebut dan sesuai pula dengan peraturan Menteri Agama No. 1 tahun 1982 tentang Lajnah Pentashih al Qur’an, maka koreksian tidak terbatas pada teks al Qur’an saja, tetapi meliputi terjemahan dan tafsir. 5

Pada tahap pertama langkah yang dilakukan oleh Lajnah Pentashih Mushaf al Qur’an adalah membandingkan antara al Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Yamunu, dengan al Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Proyek Pengadaan Kitab Suci al Qur’an. Untuk itu, telah dilakukan beberapa perbaikan oleh sebuah tim yang dibentuk ketika itu. Meskipun al Qur’an dan Terjemahnya diterbitkan tiap tahun oleh Proyek Pengadaan Kitab Suci al Qur’an, jumlah eksemplarnya tetap terbatas, sementara permintaan masyarakat jauh lebih banyak dari yang tersedia. Untuk itu, penerbit swasta ingin menerbitkan al Qur’an dan Terjemahnya, sementara itu, pemerintah kerajaan Arab Saudi melalui Kedutaan Besarnya (Atase

4

Departemen Agama. R.I.,Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama, “Daftar Perbaikan dan Penyempurnaan al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI”, 1989, h. 1

5

Departemen Agama. R.I.,Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama, “Daftar Perbaikan dan Penyempurnaan al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI”, 1989, h. 1

Agama) telah pula merencanakan untuk menghadiahkan al Qur’an dan terjemahnya kepada pemerintah Indonesia dengan mencetak ulang. Dalam hal ini Duta Besar Arab Saudi dan Menteri Agama R.I. telah mengadakan pembicaraan lebih lanjut.

Mengingat al Qur’an dan Terjemahnya sudah akan dicetak ulang lebih banyak, peredarannya tentunya lebih luas. Agar al Qur’an dan Terjemahnya tersebar dalam keadaan baik dan benar, maka Badan Litbang Agama membentuk Tim Penelitian dan Penyempurnaan al Qur’an dan Terjemahnya melalui Surat Keputusan No. P/ 15/ 1989 tertanggal 4 Juli 1989. Tim tersebut bertugas untuk:

1. Melakukan penelitian dan perbaikan terhadap al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama

2. Melakukan penelitian dan penyempurnaan terhadap saran-saran perbaikan terjemahan al Qur’an yang disampaikan oleh masyarakat kepada Lajnah Pentashih Mushaf al Qur’an dan diinventarisir oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama dan Lajnah Pentashih Mushaf al Qur’an.

3. Menyiapkan al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama yang lebih sempurna, dan melengkapinya dengan catatan-catatan kaki dan indeks al Qur’an.6

Perlu diketahui bahwa penerjemahan al Qur’an Departemen Agama diterjemahkan secara harfiah (leterlek). Lazimnya Penerjemahan al Qur’an

6

Departemen Agama. R.I.,Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama, “Daftar Perbaikan dan Penyempurnaan al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI”, 1989, h.2

Departemen Agama pada edisi 1990 mempunyai dua cara yang dilakukan dalam menyampaikan pesan yang ada dalam bahasa sumber kepada pembaca: 1. Amanat dalam bahasa sumber disampaikan dengan ungkapan yang lazim

dalam bahasa penerima.

2. Amanat dalam bahasa sumber disampaikan dengan mempertahankan secara setia struktur bahasa sumber.

Di dalam terjemahan al Qur’an ada yang disebut dengan terejemahan

maknawiyah dan juga tafsiriah. Secara teknik terjemahan tafsiriah ialah dengan cara memahami maksud teks bahasa sumber (Bsu) terlebih dahulu. Setelah benar-benar dipahami, maksud tersebut disusun dalam kalimat bahasa penerima (Bpe) tanpa terikat dengan urut-urutan kata atau kalimat bahasa sumber (Bsu). Sedangkan teknik pada terjemahan maknawiyah ialah dengan cara mengutamakan ketepatan makna dan maksud secara sempurna dengan konsekuensi terjadi perubahan urut-urutan kata atau susunan kalimat dan mengutamakan kejelasan makna.

Adapun istilah “pemindahan makna”, sebagaimana dikemukakan oleh H. Safia, disebut dengan istilah yang berbeda-beda oleh berbagai ahli terjemah. Eugene A. Nida dan Charles R. Taber menyebutnya “transfer of meaning”. J.C. Catford menggunakan istilah “a total translation”. E. Sadtono memakai istilah “pemindahan makna”. Larson dengan istilah “pemadanan

antarbahasa. Kridalaksana dengan sebutan “dinamis” Az Zarqaniy dengan nama “tafsiriah “ atau “maknawiyah”.7

Mungkin tidak salah kalau dikatakan bahwa jenis penerjemahan yang dilakukan oleh Tim Penerjemah al Qur’an Edisi Tahun 1990 ini pun adalah penerjemahan seharfiah mungkin sebagaimana halnya Edisi Tahun 1970. Hal ini berdasarkan atas penerjemahan mutlak secara harfiah dengan pengertian satu lawan satu dan bentuk susunannya tetap, tidak mungkin dapat dilakukan.

Sebagai bukti bahwa penerjemahan mutlak secara harfiah ini tidak mungkin dilakukan, akan dikemukakan dua contoh yang mungkin sepintas lalu orang menyebutnya terjemahan harfiah, padahal bukan.

1) نْوﺮْ݊ﺆﻳﺎ݊نْﻮﻌْܻ݇ﻳوْﻢﻬﻗْﻮْܺݍْ݊ﻢﻬڱ۸رنْﻮܺﺎﺨﻳ Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan

melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)’.8

2) ...ﷲاﱠﻻإاًﺪﺣأنْﻮﺸْﺨﻳﻻوﻪݎْﻮﺸْﺨﻳوﷲاتﻻﺎﺳرنْﻮﻐ۹ڲ݇ﻳݍﺬْﻳﱠ݆ا

‘(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah,9 mereka taakut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah’.10

7

Sofia Rangkutr, Terjemahan dan Kaitannya dengan tata Bahasa Inggris,( Jakarta, Dian Rakyat, 1991), h.3

8

Departemen Agama. R.I.,Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama, “Daftar Perbaikan dan Penyempurnaan al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI”, 1989, h. 409

9

Maksudnya:Para Rasul yang menyampaikan syariat-syariat Allah kepada manusia.

10

Departemen Agama. R.I.,Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama, “Daftar Perbaikan dan Penyempurnaan al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI”, 1989, h. 674

Kalau diperhatikan betul, setidak-tidaknya dari kedua penerjemahan ini ada tiga hal yang perlu dipersoalkan sehingga tidak dapat disebut sebagi penerjemahan mutlak harfiah, masing-masing:

1. ada dua buah kata kerja yang berbeda, tetapi terjemahannya sama, yaitu ‘فﺎﺨﻳ’ dan ‘ﻰﺸْﺨﻳ’. Kedua duanya diterjemahkan menjadi “takut”.

2. Terjemahan kosa kata yang ada tidak seluruhnya menghasilkan padanan satu lawan satu dan tidak pula mengikuti secara setia struktur bahasa sumber.

3. Masih diperlukannya catatan kaki dengan nomor 1223 yang dalam pembahasan ini berubah menjadi nomor 88 sebagai penyesuaian.

Agar lebih jelas tiga masalah ini satu persatu akan diangkat ke permukaan, dan dibahas seperlunya. Kalau “فﺎﺨﻳ” dengan‘ﻰﺸْﺨﻳ’ disamakan dalam terjemahan, berarti tidak terlihat nuansa yang ada diantara kedua kata kerja tersebut. Ini bukan berarti bahwa tim penerjemah tidak mengerti. Hal ini terjadi karena bahasa penerima tidak sepenuhnya siap mendudukan wakilnya yang tepat. Di sinilah antara lain letak kesulitan dalam menerjemahkan, dan ini pulalah antara lain alasan pihak pakar yang mengatakan mustahilnya penerjemahan harfiah mutlak.

1. Terjemahan al Qur’an H.B. Jassin Bacaan Mulia

Sebelum masuk ke dalam pembahasan metode terjemahan al Qur’an H.B. Jassin. Ada baiknya kita mengetahui latar belakang penerjemahan al Qur’anul Karim Bacaan Mulia.

Latar belakang pembahasan penerjemahan al Qur’anul Karim Bacaan Mulia dimulai dengan pengalaman pribadi yang dialami oleh H.B. Jassin sendiri. Dalam pekerjaan menerjemahkan sudah barang tentu Jassin bertolak dari kitab induk al Qur’anul Karim sendiri yang berbahasa Arab artinya ia tidak menerjemahkan hasil terjemahan orang lain, di samping itu ia mempergunakan sebagai perbandingan terjemahan–terjemahan lain dalam bahasa asing sebagai bahan perbandingan dan Bahasa Indonesia serta beberapa kamus Arab-Inggris. Jadi, terjemahannya bukanlah terjemahan dari terjemahan Yusuf Ali ataupun terjemahan lainnya. Susunan sajak terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah susunan karaya H.B. Jassin sendiri, sedang susunan sajak dalam Bahasa Arab (al Qur’an) disusun baru sesuai dengan baris-baris sajak dalam Bahasa Indonesia. Di samping itu, ketika H.B. Jassin menyampaikan rasa terima kasihnya pada penerbitan pertama al Qur’an Karim Bacaan Mulia, ia sudah mendengarkan pertanyaan tentang terjemahannya sebagaimana ia kemukakan:

Sesudah tanggal 18 Desember 1974 saya selesai menterjemahkan Qur’an keseluruhannya, saya ketik baik-baik dan saya serahkan kepada Penerbit Djambatan berangsur-angsur sampai lengkap 27 Agustus 1975. tapi dalam pada itu di luaran timbul pertanyaan apakah terjemahan saya dapat dipertanggungjawabkan dari sudut isinya, mengingat bahwa saya bukan seorang ulama yang telah mempelajari isi al Qur’an secara

mendalam dari berbagai sudut sebagaimana yang diisyaratkan bagi seorang penterjemah kitab suci. 11

Sebelum terbit, kepada Majelis Ulama yang ketika itu diketuai oleh Hamka, datang permintaan supaya terjemahan itu diperiksa oleh para Ulama. Tugas itu oleh Majelis Ulama Indonesia Pusat diserahkan kepada Majelis Ulama DKI. Untuk keperluan penjelasan, Majelis Ulama DKI mengundang H.B. Jassin dalam satu pertemuan di Rumah kediaman Gubernur Jakarta Raya, Haji Ali Sadikin, tanggal 25 Agustus 1976. pertemuan ini dipimpin oleh K.H. Ramhatullah Shiddiq. Hasilnya ialah bahwa Majelis Ulama DKI dapat menghargai usaha penerjemahan yang dilakukan oleh H.B. Jassin, dan akan memberikan bantuan untuk meneliti isi terjemahan tersebut. Untuk itu, dibentuklah suatu panitia yang terdiri atas K.H. Saleh Suaidy, Mukhtar Lutfi al Anshar, dan H. Iskandar Idris. Oleh karena K.H. Saleh Suaidy kemudian meninggal dunia, kedudukannya digantikan oleh K.H. Abdul Aziz, itu pun hanya beberapa waktu saja karena kemudian beliau ditugaskan oleh Pemerintah DKI untuk mengepalai rombongan haji ke tanah suci menjelang akhir tahun 1976.

Mukhtar Lutfi yang juga dikenal sebagi pengurus Lembaga Pendidikan al Irsyad Pusat menyebutkan tidak seluruh terjemahan al Qur’anul Karim Bacaan Mulia diteliti oleh Team Peneliti, tapi hanya sebagian saja. Itu pun dilakukan apabila H.B. Jassin meragukan sesuatu

11

H.B. Jassin. Al Qur’anul Karim Bacaan Mulia, (Jakarta: Jambatan, 1977), h. 1X

ayat yang diterjemahkannya. Penelitian tersebut berlangsung lebih kurang 45 hari.12

Apabila ditelaah secara mendalam karya H.B. Jassin yang berjudul

Kontroversi al Qur’an Berwajah Puisi, kelihatan bahwa hal-hal yang melatarbelakangi kritikus sastra hans Bague Jassin ini menerjemahkan al Qur’an secara puitis (bukan mempuisikan al Qur’an) adalah sebagai berikut.

1. Yassin memandang al Qur’an baik edisi Indonesia, Turki, Mesir maupun Arab, semua susunanya sama, yakni berbentuk prosa. “Bentuk kalimat prosa ini adalah istilah saya, “kata H.B. Jassin.

2. Bahasa al Qur’an itu puitis, sehingga rasanya lebih indah kalau disusun berbentuk puisi dan tentu enak dibaca.

3. Dari segi spiritual pun keindahan bahasanya bisa diresapi, enak dibaca dan penuh irama. 13

Kitab Rujukan

Menurut DR. Ismail Lubis M.A dalam disertasinya yang berjudul

Falsifikasi Terjemahan Al Qur’an Departemen Agama 1990 menyatakan apabila dilihat dalam beberapa catatan H.B. Jassin yang dikutipnya dari media cetak Kompas tertanggal 08 November 1978 diuraikan kembali dalam polemik tentang Al Qur’anul Karim Bacaan Mulia, kiranya tidak tepat kalau H.B.Jassin dalam menerjemahkan Al Qur’an secara puitis

12

Mutiara. Polemik H. Oemar Bakry Dengan H.B. Jassin tentang al Qur’anul Karim Bacaan Mulia, (Jakarta: Jambatan, 1979), h. 122

13

H.B. Jassin. Kontroversi Al Qur’an Berwajah Puisi, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1995), h. 9-10

dikatakan mempergunakan kitab rujukan tetapi lebih tepat mempergunakan bahan perbandingan, seperti tampak pada kutipan pernyataan berikut ini:

“Tentulah ada untungnya bahwa Al Qur’an yang saya terjemahkan sudah ada terjemahannya dalam bahasa-bahasa yang saya kuasai. Tidak ada salahnya untuk mempergunakan terjemahan-terjemahan tersebut sebagai perbandingan, asalkan induk yang diterjemahkan tetap Al Qur’an dalam Bahasa Arab”. 14

Dari peryataan ini muncul alasan bahwa ia tidak mempergunakan kitab rujukan. Ia tidak mengingkari telah memakai berbagai terjemahan sebagai bahan. Perbandingan dalam fungsinya sebagi kamus dan buku tafsiran. Kemudian Jassin menambahkan bahwa ia mempergunakannya secara kritis, cermat dan hati-hati tidak sekedar ambil sana ambil sini.

Bahan perbandingan yang dipergunakan dalam menerjemahkan bacaan mulia ke dalam Bahasa Indonesia secara puitis antara lain:

1. The Eternal Message Of Muhammad, oleh Abdul Rachman Azzam 2. Sejarah Al Qur’an, oleh Haji Aboebakar

3. The Message Of The Qur’an, oleh Ali Hasyim Amir

4. An Advanced Learner’s Arabic English Dictonariy, oleh H. Anthony Salamone

5. The Koran Interpreted, oleh Arthur J. Arberry 6. The Holy Qur’an, oleh A. Yusuf Ali

14

Ismail Lubis, M.A., Falsifikasi Terjemahan al Qur’an, Departemem Agama Edisi 1990, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001), cet. Ke-1, h.40

7. Baidawi’s commentary on surat 12 of the Qur’an, oleh F.L. Basston 8. The Koran, oleh George Sale

9. Concordantiae Corani Arabicae, oleh Gustavus Flagel

10.Die Richtungen der Islamischen Koran Auslengung, oleh Ignaz Goldziher

11.Arabic-English Dictionary, oleh J.G. Have S.J 12.De Koran, oleh J.H. Kramers

13.The Koran, oleh J.H. Kramers

14.A Dictionary and Glossary of the Koran, oleh John Penrice

15.Al Qur’anul Karim beserta Terjemah dan Tafsirnya, oleh H.M Kasim Bakry

16.The Qur’an, oleh Muhammad Khan Zafrulla

17.The Meaning of the Glorius Koran, oleh M. Piicthall 18.The Koran, oleh NJ Dawood

19.Le Coran, oleh Regris Blachere 20.The Qura’an, oleh Richard Bell 21.Der Koran, oleh Rudy Paret

22.Sejarah dan Pengantar ilmu Tafsir, oleh T.M. Hasbi Ash Shiddiedy 23.An Introduction to the Qur’an, oleh W. Montgomery Bell Watt 24.Tafsir Qur’un Karim, oleh H. Zainuddin Hamidy 15

Adapun latar belakang penyebutan kalimat Bacaan Mulia yaitu setelah al Qur’anul Karim sengaja diletakkan oleh H.B. Jassin dalam kitab

15

Ismail Lubis, M.A., Falsifikasi Terjemahan al Qur’an, Departemem Agama Edisi 1990, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001), cet. Ke-1, h. 114

terjemahan al Qur’anul Karim bertolak kepada ayat 77 surat al Waqia’ah yang berbunyi:

Bahwa ini, sesungguhnya Bacaan yang Mulia”

Judul buku terjemahan karangan H.B. Jassin bukan “Bacaan Mulia”, tapi Al Qur’anul Karim Bacaan Mulia. Kata-kata itu jelas tertulis pada bagian kulit buku dengan huruf berbahasa Indonesia berwarna Emas. Kata-kata al Qur’anul Karim bahkan ditulis dengan huruf yang indah. Kemudian pada halaman Franse Titel, tertulis kata-kata yang sama dengan huruf-huruf yang sama dan kemudian lagi pada halaman judul dengan jelas dan terang tercantum pula di atas dengan kaligrafi yang artistiik “Al Qur’anul Karim” dan di bawahnya sebagai keterangan “Bacaan Mulia”.

Prinsipnya sama dengan halaman-halaman terjemahan, yakni nama surah dengan tulisan Arab dan di sampingnya terjemahannya dalam Bahasa Indonesi: Al Baqarah dengan huruf Arab, di sebelahnya dengan huruf Latin: “Sapi Betina” dengan huruf Arab” Ali Imran, Annisa di sampingnya Keluarga Imran, dan Wanita-wanita dan seterusnya. Di punggung buku tertulis pula Al Qur’anul Karim Bacaan Mulia dan di atas kotak edisi istimewa memancar pula dengan huruf-huruf Emas.16

Ada orang yang mengusulkan supaya “Al Qur’an” jangan diterjemahkna dengan “Bacaan”, karena dengan demikian Al Qur’an disamakan saja dengan sembarang bacaan, katanya. Apakah untuk

16

H.B. Jassin, Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1985), h.239

53

membaca Qur’an orang harus mengatakan “Mengqara’a Qur’an” karena membaca Qur’an dianggap ungkapan yang merendahkan martabat Qur’an.? Adakah suatu larangan berupa ayat atau hadits yang melarang utuk menerjemahkan kata “Qur’an” dengan “Bacaan”. 17

Dalam hal ini, H.B. Jassin berpendapat bahwa tidak ada suatu larangan untuk menerjemahkan kata Qur’an dengan Bacaan karena menurut H.B. Jassin dan Ulama Besar di Indonesia Al Qur’an adalah suatu pedoman bagi Umat Muslim di seluruh Indonesia. Jadi, tidak ada masalah jika Qur’an diterjemahkan dengan Bacaan. 18

17

H.B. Jassin, Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1985), h.239

18

H.B. Jassin, Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1985), h.301

Dokumen terkait