• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “SAGA NO GABA

2.3 Sekilas Tentang Biografi Pengarang

Bom atom yang jatuh ke Hiroshima saat Perang Dunia II telah memporak- porandakan kehidupan banyak keluarga.Akihiro yang saat itu berusia delapan tahun kehilangan ayahnya, sehingga ibunya harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Takut perkembangan Akihiro terganggu, sang ibu memutuskan untuk menitipkan Akihiro pada ibunya (nenek Akihiro) yang tinggal di perkampungan kecil bernama Saga.

Bukannya menjalani hidup yang lebih enak, justru keadaan neneknya di Saga lebih miskin daripada kehidupan ketika tinggal di Hiroshima.Tetapi biarpun miskin, Nenek Osano hidup dengan optimis dan ceria.Banyak pelajaran hidup yang berharga yang dipelajari Akihiro Tokunaga ketika tinggal dengan nenek

selama delapan tahun.Ide-ide yang diajarkan nenek dalam bertahan melawan kemiskinan sangat bermanfaat dalam menjalankan kehidupan Akihiro selanjutnya. Setelah tidak tinggal dengan nenek dan meninggalkan kota Saga, banyak hal yang terjadi. Meski tadinya Akihiro bermimpi menjadi pemain baseball profesional, entah bagaimana Akihiro malah melakukan debut sebagai kelompok

lawak “B&B”, kemudian menjadi salah satu yang terkenal saat manzai booming. Dalam kehidupan pribadi, Akihiro menikah, memiliki dua orang anak dan menjalani kehidupan layaknya orang dewasa. Meski begitu, sampai kapanpun, pada saat yang bagaimanapun, Akihiro merasa prinsip-prinsip hidupnya seperti mengakar pada ajaran nenek Osano saat hidup di kota Saga. Akihiro tidak mengenal kata-kata seperti benda bermerek, interior canggih, atau sajian mewah.Bagi Akihiro hanya ada papan, sandang, pangan dalam kehidupan yang sederhana.

Walaupun masa sekarang disebut dengan istilah “masa resesi” atau “masa sulit”, bila dibandingkan dengan masa kecil Akihiro Tokunaga, menurutnya berbagai barang kini lebih terjangkau dan semua orang lebih makmur. Meski begitu, orang yang hidup berkilauan seperti nenek Osano sama sekali tidak ada.

Buku yang berjudul “Saga no Gabai Baachan” ini ia tulis dengan tujuan

karena ia sangat mencintai neneknya, sebagai penghormatan karena telah mengajarkannya untuk menghargai hidup dan agar member ide kepada pembaca untuk hidup seperti yang nenek ajarkan.

Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2001 dengan pemikiran Akihiro ingin semua tahu tentangg cara hidup nenek. Kemudian dari pemikiran yang sama pula Akihiro dan teman-teman mengadakan pertunjukkan drama

ataupun lawak manzaidari tema pandangan hidup nenek di seluruh negeri. Dengan cara seperti itu buku ini menjadi semakin dikenal dan berkat bantuan banyak orang, terjual dengan baik di pasaran.

Lalu pada tahun 2003 di musim panas, Akihiro muncul sebagai bintang tamu acara Asahi TV yang dikenal semua orang dan telah menjadi jam tayang

yang sangat panjang “Tetsuko no Heya” (Kamar Tetsuko). Acara itu dipandu oleh

Tetsuko Kuroyanagi, penulis novel “Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela”. Setelah diizinkan mengenalkan buku ini, Akihiro mendengar keesokan harinya pesanan di toko-toko buku langsung membludak.Kisah nenek hebat dari Saga ini begitu terkenal di Jepang dan telah diadaptasi menjadi film layar lebar, game dan manga.

Yoshichi Shimada sendiri sebagai penulis buku, lahir di Hiroshima tahun 1950.Nama sebenarnya adalah Akihiro Tokunaga. Dia menghabiskan masa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di kota Saga. Dan hingga saat ini ia masih berkarya di dunia pertelevisian, panggung dan sebagainya.

2.4Studi Pragmatik dan Semiotik dalam Sastra 2.4.1 Studi Pragmatik

Pendekatan pragmatik yang digunakan dalam menelaah sastra dikemukakan oleh Abrams dalam Fananie (2000 : 10), mengemukakan bahwa dalam menelaah sastra terdapat 4 model pendekatan yang dapat diterapkan, yaitu:

1. Telaah dari sudut pandang karya sastra itu sendiri yang merupakan produk pengarang (pendekatan objektif).

3. Telaah dari keterhubungan ide, perasaan atau peristiwa-peristiwa yang mendasari karya yang ditelaah, baik secara langsung atau tidak langsung yang secara esensial dasarnya merupakan satu tiruan (pendekatan mimesis). 4. Telaah dari sudut pandang pembaca atau penerima karya sastra

(pendekatan pragmatik).

Pendekatan pragmatik yaitu pendekatan yang didasarkan kepada pembaca.Pembaca berperan dalam hal menerima, memahami dan menghayati karya sastra.Pembaca sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan karya sastra atau bukan.Karya sastra tidak mempunyai arti tanpa ada pembaca yang menanggapinya.Karya sastra itu mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilai. Sadar atau tidak, sengaja atau tidak, akhirnya karya sastra akan sampai juga kepada pembaca, ditujukan kepada pembaca, dan bagi kepentingan masyarakat pembaca. Sebagai sebuah keutuhan komunikasi antara sastrawan, karya sastra dan pembaca, maka pada hakikatnya karya yang tidak sampai ke tangan pembacanya, bukanlah karya sastra (Siswanto dan Roekhan, 1991/1992 : 30). Karya sastra tidak mempunyai keberadaan nyata sampai karya sastra itu dibaca. Pembacanyalah yang menerapkan kode yang ditulis sastrawan untuk menyampaikan pesan, Selden dalam Siswanto (2008 : 190).

Dengan demikian, pendekatan pragmatik memberikan perhatian pada pergeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca tersebut.Pada tahap tertentu pendekatan pragmatik memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan, dan penyebarluasannya sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan.

Berdasarkan hal itu, maka pendekatan pragmatik dalam telaah sastra akhirnya akan bergantung sepenuhnya pada kemampuan pembaca, baik kemampuan kebahasaannya maupun kemampuan aspek yang lainnya, misalnya aspek budaya, psikologi, filsafat, pendidikan, dan sebagainya.

Jika dikaitkan dengan pandangan Horatius dalam Siswanto (2008 : 190) menyatakan bahwa tujuan penyair adalah berguna atau memberi nikmat, ataupun sekaligus mengatakan hal-hal yang enak dan berfaedah untuk kehidupan. Horatius menggabungkan kata utile dan dulce, “yang bermanfaat dan yang enak”, secara bersama-sama.Penelitian terhadap tujuan atau fungsi sastra mengarah pada utile, bukan dulce.Dan pendapat inilah awal pendekatan pragmatik.Hal ini didasari oleh anggapan karya sastra mengandung tujuan atau manfaat, yaitu membina dan mendidik pribadi pembaca.

2.4.2 Studi Semiotik

Media sastra adalah bahasa. Menurut Saussure dalam Sartika (2011 : 1), bahasa adalah sistem tanda. Tanda sebagai kesatuan dari dua bidang tang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda di sana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yaitu yang ditangkap oleh indra kita yang disebut signifier (penanda) dan bentuk atau aspek lainnya yang disebut signified (petanda). Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama.

Pradopo dalam Sartika (2011 : 1) menjelaskan, tanda itu tidak hanya satu macam saja, tetapi ada beberapa berdasarkan hubungannya antara penanda dan

petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama adalah ikon, indeks dan simbol.Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya.Hubungan itu adalah hubungan persamaan, misalnya gambar kuda sebagai penanda yang menandai kuda (petanda) sebagai artinya. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dan petandanya, misalnya asap menandai api. Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hugungan bersifat arbitrer (semau-maunya).Arti tanda itu ditentukan

oleh konvensi.Misalnya kata “ibu” adalah simbol, artinya ditentukan oleh

konvensi masyarakat pengguna bahasa (Indonesia). Inggris menyebutnya

“mother”, Perancis menyebutnya “la mere”, dan sebagainya.adanya bermacam-

macam tanda untuk satu arti itu menunjukkan “kesemena-menaan” tersebut. Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol.

Dengan demikian, uraian tentang kajian semiotik yang berupa notasi simbol-simbol kemudian coba dijelaskan apa fungsi dan maknanya. Dalam hal ini, kajian semiotik ini penulis pergunakan untuk dapat menjelaskan makna dalam novel “Saga no Gabai Baachan”.

Dokumen terkait