• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pragmatis Terhadap Cerita Novel “Saga No Gabai Baachan” Karya Yoshichi Shimada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pragmatis Terhadap Cerita Novel “Saga No Gabai Baachan” Karya Yoshichi Shimada"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PRAGMATIS TERHADAP CERITA NOVEL “SAGA NO GABAI BAACHAN” KARYA YOSHICHI SHIMADA

YOSHICHI SHIMADA NO “SAGA NO GABAI BAACHAN” TO

IU SHOUSETSU DE NO PURAGUMATIKU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Budaya Jepang

Oleh

Rini Pretiwi

080708015

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

(2)

ANALISIS PRAGMATIS TERHADAP CERITA NOVEL “SAGA NO GABAI BAACHAN” KARYA YOSHICHI SHIMADA

YOSHICHI SHIMADA NO “SAGA NO GABAI BAACHAN” TO

IU SHOUSETSU DE NO PURAGUMATIKU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Budaya Jepang

Oleh

Rini Pratiwi

080708015

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Eman Kusdiana, M. Hum. M. Pujiono, S.S., M. Hum. NIP : 19600919 1988 03 1 001 NIP : 19691011 2002 12 1 001

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Disetujui Oleh :

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Departemen Sastra Jepang Ketua Departemen,

Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum. NIP : 19600919 1988 03 1 001

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam kepada

Nabi Muhammad SAW, teladan yang terbaik bagi umat manusia.

Skripsi yang berjudul “Analisis Pragmatik terhadap Cerita Novel Saga no

Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada” ini penulis susun sebagai salah satu

syarat untuk dapat menyelesaikan program Sarjana pada Departemen Sastra

Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam proses

pengerjaan skripsi ini penulis mendapatkan banyak kesulitan dan selalu diwarnai

kesalahan. Namun demikian, selalu ada harapan dalam hati penulis untuk selalu

melakukan yang terbaik untuk semua pihak yang telah membantu dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat

kekurangan dan kesalahan, baik dalam tulisan, susunan kalimat maupun proses

analisisnya. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis akan menyambut

dan menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca dan pengguna

skripsi ini nantinya, demi mendekati kesempurnaan skripsi ini. Agar nantinya

penulis bisa menghasilkan suatu karya ilmiah yang lebih baik lagi dari

sebelumnya.

Tidak lupa pula pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih, penghargaan dan penghormatan yang sebesar-besarnya

(5)

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum., selaku Ketua Departemen Sastra

Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai

Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga

untuk membimbing penulis serta selalu memberikan nasehat, masukan,

dan arahan dengan sabar, sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan

dengan baik.

3. Bapak Muhammad Pujiono, S.S., M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II

yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama proses

penyusunan skripsi ini.

4. Bapak/Ibu para dosen pengajar Departemen Sastra Jepang yang telah

memberikan ilmu yang sangat bermanfaat serta pegawai administrasi

Departemen Sastra Jepang yang telah banyak memberikan bantuan kepada

penulis.

5. Terutama dan yang paling utama kepada orang tua penulis, Bapak

Almarhum Suhartono dan Ibu Hj. Elmiati, orang tua terbaik dan terhebat

di dunia yang selalu memberikan perhatian dan nasihat kepada penulis.

Terima kasih atas dukungan ibu baik moral maupun material serta doa

yang selalu ibu haturkan dalam setiap shalat ibu. Semua yang ibu lakukan

tidak akan mampu penulis balas sampai kapanpun. Ibu adalah segalanya

(6)

6. Kepada Abang dan Kakak penulis, Dian Pramono, Muhammad Bayu

Hendrasto dan Novi Widiantari yang selalu mendoakan, mendukung dan

menjaga penulis selama ini. Terima kasih karena telah menjadi pelindung

yang tangguh untuk adiknya.

7. Kepada keempat keponakanku, Salsabilla Masayu, Nashwa Inayah, Fanni

dan Yessa. Canda dan tawa kalian selama ini telah menjadi penghibur dan

penambah semangat bagi penulis.

8. Kepada sahabat-sahabat terbaik penulis yang selalu terdepan, Winda,

Magna, Vivin, Wilda, Ndit, Dodi, Daher, Happy, Surya, Pakjen, Ardi, Dea

dan Ika yang telah mengajarkan arti dari persahabatan. Terima kasih atas

doa, saran dan dukungan kalian serta kebersamaan yang kita lalui selama

ini. Dan juga kepada teman-teman seperjuanganku stambuk 2008 yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

9. Kepada adik seniorku di Sastra Jepang stambuk 2010, Bari, Rauf dan

Baim serta anak-anak Takezoku stambuk 2009, Doni, Fauzan dan Noufal.

Terima kasih atas doa dan dukungannya.

10.Terkhusus dan teristimewa kepada Fitra Rizkiansyah yang telah

memberikan perhatian serta menyediakan waktu dan telinganya untuk

mendengarkan keluh kesah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih atas doa, masukan dan dukungan yang telah ai berikan.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

berkontribusi banyak baik secara langsung maupun tidak langsung,

sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Hanya Allah SWT yang

(7)

Akhir kata, semoga skripsi ini nantinya dapat berguna dan bermanfaat

sepenuhnya bagi para pembaca dan pengguna skripsi ini, khususnya mahasiswa/I

Sastra Jepang lainnya.Penulis berharap dengan membaca skripsi ini, semoga

pembaca dapat meningkatkan lagi minatnya untuk membahas karya sastra yang

lainnya.

Medan, Oktober 2012

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah... 4

1.3Ruang Lingkup Pembahasan... 5

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 6

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.6Metode Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “SAGA NO GABAI BAACHAN”, STUDI PRAGMATIK DAN SEMIOTIK ... 14

2.1Definisi Novel ... 14

2.2Resensi Novel “Saga no Gabai Baachan” ... 17

2.2.1 Tema ... 17

2.2.2 Alur (plot) ... 18

2.2.3 Latar (setting) ... 21

2.2.4 Penokohan (Perwatakan) ... 22

2.2.5 Sudut Pandang (Pusat pengisahan) ... 24

(9)

BAB III ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL “SAGA NO GABAI BAACHAN” KARYA YOSHICHI

SHIMADA ... 31

3.1 Sinopsis Cerita Novel “Saga no Gabai Baachan” ... 31

3.2 Analisis Pragmatik Cerita Novel ... 34

3.2.1 Kemandirian ... 35

3.2.2 Tekad dan Perjuangan ... 37

3.2.3 Selalu Bersyukur ... 49

3.2.4 Saling Membantu ... 50

3.2.5 Cinta Kasih ... 51

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

4.1Kesimpulan ... 54

4.2Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA

(10)

ABSTRAK

Karya sastra adalah suatu hasil yang diciptakan dan disampaikan oleh

penulis dengan komunikatif untuk tujuan estetika.Pengungkapan diri yang

dituangkan oleh pengarang melalui sebuah karya sastra bisa saja merupakan

pengalaman yang benar-benar terjadi pada diri sastrawan tersebut, karena

sastrawan menganggap pengalamannya tersebut dapat berguna kelak bagi

pembaca karya sastra.Karya sastra sendiri terbagi atas tiga, yaitu drama, prosa dan

puisi.Novel merupakan pembagian dari karya sastra prosa.Salah satu karya sastra

yang berupa novel adalah novel “Saga no Gabai Bhaachan” karya Yoshichi Shimada yang bercerita tentang kisah perjuangan.

Dalam skripsi ini, metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode

deskriptif.Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan

untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah

maupun fenomena buatan manusia.Ciri metode ini biasanya difokuskan pada

masalah faktual yang ada pada waktu penelitian.Data yang dikumpulan, disusun,

dianalisis dan dideskripsikan.Sumber utama yang digunakan dalam penelitian ini

adalah novel “Saga no Gabai Bhaachan”karya Yoshichi Shimada.Teknik yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data adalah tinjauan kepustakaan, yaitu

pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan dengan

menggunakan buku-buku dan sumber lainnya yang ada hubungannya dengan

penelitian.Diantaranya majalah, hasil penelitian ilmiah (skripsi, tesis, dsb),

maupun non ilmiah, serta melalui media internet yang membahas mengenai

(11)

Dalam menganalisis sebuah karya sastra digunakan beberapa pendekatan,

salah satunya adalah pendekatan pragmatik.Pendekatan pragmatik adalah

pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan

tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan

pendidikan, moral, agama, maupun tujuan yang lain. Pendekatan pragmatik

mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan

pendidikan (ajaran) moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya. Semakin banyak

nilai pendidikan moral atau agama yang terdapat dalam karya sastra dan berguna

bagi pembacanya, maka akan semakin tinggi nilai dari karya sastra tersebut.

Dengan pendekatan pragmatik dapat dipahami bahwa karya sastra (novel) adalah

sarana yang cukup tepat untuk menyampaikan tujuan-tujuan tertentu pengarang

kepada pembaca.Dan untuk menyampaikan tujuan-tujuan tersebut dapat tercermin

melalui tokoh cerita baik melalui deskripsi pikiran, dialog, maupun perilaku tokoh.

Novel “Saga no Gabai Bhaachan” ini menceritakan tentang perjuangan seorang nenek bernama nenek Osano yang berjuang dalam memenuhi kebutuhan

dirinya sendiri dan seorang cucu bernama Akihiro Tokunaga yang dititipkan

kepadanya dalam kehidupan yang sangat miskin tanpa pernah berpikir untuk

melakukan tindakan kejahatan dan mengharap belas kasihan dari orang lain.

Banyak ide yang diajarkan oleh nenek Osano untuk bertahan hidup yang sangat

bermanfaat bagi kita sebagai seorang manusia.

Berawal dari kisah bom atom yang jatuh ke Hiroshima saat Perang Dunia

II yang telah memporak-porandakan kehidupan banyak keluarga.Akihiro yang

saat itu berusia delapan tahun kehilangan ayahnya, sehingga ibunya harus bekerja

(12)

sang ibu memutuskan untuk menitipkan Akihiro pada sang nenek yang tinggal di

perkampungan kecil bernama Saga.

Bukannya menjalani hidup yang lebih enak, justru keadaan neneknya di

Saga lebih miskin daripada kehidupan ketika tinggal di Hiroshima.Tetapi biarpun

miskin, Nenek Osano hidup dengan optimis dan ceria.Banyak pelajaran hidup

yang berharga yang dipelajari Akihiro Tokunaga ketika tinggal dengan nenek

selama delapan tahun.Ide-ide yang diajarkan nenek dalam bertahan melawan

kemiskinan sangat bermanfaat dalam menjalankan kehidupan Akihiro selanjutnya.

Nilai pragmatik yang diajarkan oleh nenek Osano yang mampu mendidik

pembaca yang terdapat dalam novel “Saga no Gabai Baachan” ini adalah

1. Dalam memenuhi segala kebutuhan yang berhubungan dengan diri sendiri,

maka kita harus melakukannya sendiri juga, dengan kata lain kita harus

mandiri. Dengan mandiri, membuat kita menjadi lebih bertanggung jawab

terhadap pekerjaan yang kita lakukan, karena kita akan melakukannya

dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan

kepuasan pribadi.

2. Sebagai orang tua, kita harus bertanggung jawab untuk memenuhi

kabutuhan anak-anak mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga kebutuhan

sekolah sampai mereka benar-benar merasa sanggup untuk melanjutkan

hidup sendiri.

3. Jangan pernah merasa malu dengan apa yang kita lakukan selagi hal

tersebut bersifat positif dan tidak mengganggu atau merugikan kehidupan

(13)

4. Agar kita selalu menjaga kebersihan lingkungan. Karena hal itu sangat

berguna untuk diri kita sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar.

5. Sebelum melakukan suatu hal, kita harus mempunyai niat yang kuat

karena niat adalah awal yang menentukan bagaimana akhir yang akan kita

capai.

6. Kita harus memanfaatkan dengan maksimal dan tidak menyia-nyiakan

segala sesuatu yang ada di sekitar kita.

7. Kita harus selalu berusaha keluar dari masalah yang kita hadapi. Jangan

hanya bisa pasrah dan menunggu bantuan dari orang lain. Kita harus yakin

kalau kita tetap berusaha pasti Tuhan YME akan membantu kita untuk

keluar dari permasalahan tersebut.

8. Bagaimanapun kehidupan yang kita jalani, baik itu miskin ataupun kaya,

kita tidak boleh lupa untuk tetap bersyukur kepada Tuhan YME.

9. Ketika seseorang membutuhkan pertolongan, maka sebagai manusia yang

merupakan makhluk sosial, kita harus menolongnya selagi masih di jalan

kebaikan.

10.Sebagai seorang anak, janganlah kita hanya menuntut apa yang kita

inginkan tanpa memikirkan kemampuan orang tua. Kita juga harus

(14)
(15)
(16)
(17)
(18)

.生 活 う 貧 乏

金 持 神 様 感 謝 忘

. 手 伝 時 人 間 手 伝 わ

. 子 供 両親

能力

考え 物 頼

市 内 両親

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Selain dikenal sebagai negara maju di Asia dalam bidang industri, Jepang

juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra.Salah satu dari karya sastra

tersebut adalah novel.Dikatakan demikian karena pada kenyataannya banyak

novel-novel yang dihasilkan oleh sastrawan-sastrawan Jepang ada dan dinikmati

oleh seluruh masyarakat di dunia, termasuk di Indonesia.

Menurut Fananie (2000:3-4), makna sastra merupakan bahasa serapan

dari bahasa Sansekerta yang berarti “teks yang mengandung arti” atau

“pedoman”. Dalam Bahasa Indonesia, kata sastra pada umumnya digunakan untuk

merujuk kepada kesusastraan sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau

keindahan tertentu. Tetapi kata sastra bisa merujuk kepada semua tulisan, baik itu

indah atau tidak, maupun tertulis atau lisan (http://id.wikipedia.org/wiki/sastra).

Sastra adalah karya seni, karena itu ia mempunyai sifat yang sama dengan

karya seni yang lain, seperti seni suara, seni lukis, seni pahat, dan lain-lain (Semi,

1984 : 39). Tetapi hal yang membedakan sastra dengan seni yang lain adalah

bahwa sastra memiliki aspek bahasa. Sastra lahir oleh dorongan manusia untuk

mengungkapkan diri, tentang masalah manusia, kemanusiaan dan semesta.Dan

sebuah hasil dari sastra ini disebut dengan karya sastra.Pengungkapan diri yang

dituangkan oleh pengarang melalui sebuah karya sastra bisa saja merupakan

(20)

sastrawan menganggap pengalamannya tersebut dapat berguna kelak bagi

pembaca karya sastra.

Karya sastra sendiri terbagi atas tiga, yaitu drama, prosa dan puisi.Novel

merupakan pembagian dari karya sastra prosa.Novel adalah karya fiksi yang

menyuguhkan peristiwa dengan berbagai permasalahan yang dialami oleh

tokoh-tokohnya. Peristiwa tersebut merupakan perwujudan masalah yang ada di

masyarakat baik pengalaman pribadi pengarang maupun orang lain.

Pada kesempatan ini, penulis mencoba membahas suatu bentuk karya

sastra dari jenis prosa yaitu novel yang berjudul “Saga no Gabai Baachan” karya

Yoshichi Shimada dilihat dari sudut pandang pendekatan pragmatik.Pendekatan

pragmatik sendiri adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya

terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya

sastra.Pembaca sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan

karya sastra atau bukan. Sadar atau tidak, sengaja atau tidak, akhirnya karya sastra

akan sampai juga kepada pembaca, karena karya sastra sesungguhnya memang

ditujukan untuk pembaca. Pada hakikatnya, karya sastra yang tidak sampai ke

tangan pembacanya, bukanlah karya sastra (Siswanto dan Roekhan, 1991/1992 :

30). Menurut Pradopo (2001 : 41), pendekatan pragmatik mereaksi karya sastra itu

hanya tiruan alam saja. Yang penting dalam sastra adalah menyampaikan

pendidikan kepada pembaca, pendengar atau penonton.Tiruan alam dalam sastra

itu demi tujuan pendidikan.Dengan demikian, karya sastra ditafsirkan sebagai alat

untuk mendidik.

Jika dilihat melalui pendekatan pragmatik, maka novel “Saga no Gabai

(21)

berbeda-beda dari tiap-tiap pembaca. Hal ini disebabkan karena adanya perberbeda-bedaan

pandangan antara pembaca satu dengan pembaca yang lain. Jika pembaca menilai

novel ini dari segi pendekatan pragmatik dan menilainya dari sudut pandang

pendidikan, maka akan mendapat suatu nilai pembelajaran yang baik dari tokoh

utamanya yaitu nenek Osano. Dimana nenek Osano memberikan suatu

pembelajaran tentang bagaimana cara bertahan hidup di tengah keadaan yang

sangat miskin. Tekad dan perjuangan, kerja keras, kemandirian, serta kasih sayang

merupakan beberapa hal yang diungkapkan Yoshichi Shimada melalui novelnya

ini.

Nenek Osano adalah seorang nenek yang berumur 58 tahun yang berjuang

sangat keras demi memenuhi kebutuhan hidup dirinya sendiri dan seorang cucu

bernama Akihiro Tokunaga yang dititipkan kepadanya.Dalam hidup yang bisa

dikatakan sangat miskin ini, banyak ide yang diajarkan oleh nenek Osano untuk

bertahan hidup yang sangat bermanfaat bagi kita sebagai seorang manusia.Tanpa

pernah mengeluh dengan keadaannya, nenek menjalani kehidupan ini dengan

senyum dan penuh kesabaran.Novel ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur

kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena kemiskinan terkadang membuat seseorang

merasa sedih, murung, dan putus asa.Banyak kita lihat kasus di media cetak

maupun elektronik yang berakibat kematian (bunuh diri) karena tidak sanggup

mengalami kehidupan yang terjadi pada dirinya.Kemiskinan ini juga membuat

seseorang melakukan tindakan kejahatan seperti mencuri, merampok dan menipu

dengan alasan tuntutan ekonomi.Tetapi hal tersebut tidak pernah dilakukan

(22)

membuat ia giat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Diusianya yang sudah tua,

ia masih bekerja sangat keras.

Hal inilah yang sebenarnya ingin disampaikan penulis kepada para

pembaca novel dan menjadi fokus talaahan dalam novel “Saga no Gabai Baachan”

dengan dilihat dari segi pragmatik yaitu, bahwa lewat novel ini pembaca dapat

mengambil pelajaran dari tokoh nenek Osano yang tidak pernah putus asa dengan

keadaannya dan selalu bekerja keras tanpa meminta belas kasihan dari siapapun.

Hal-hal tersebut di atas yang melatarbelakangi penulis untuk menganalisis

isi cerita melalui tokoh nenek Osano dalam novel yang merupakan karya cucunya

sendiri yang bernama Akihiro Tokunaga atau yang lebih dikenal dengan nama

Yoshichi Shimada yang hidup bersamanya selama 8 tahun dan juga menjadi saksi

nyata dari perjuangan nenek Osano untuk bertahan hidup, yang kemudian

dituangkannya dalam novel yang berjudul “Saga no Gabai Ba achan” ini. Penulis

ingin membuktikan bahwa cerita novel ini memiliki nilai-nilai, tujuan dan manfaat

yang patut kita pelajari dan bermanfaat bagi pembaca serta masyarakat dalam

kehidupan sehari-hari. Dengan alasan di atas, maka penulis ingin membahas cerita

novel ini dari sudut pendekatan pragmatik yang diberi

judul :ANALISISPRAGMATIKTERHADAP CERITA NOVEL “SAGA NO GABAI BAACHAN” KARYA YOSHICHI SHIMADA.

1.2Rumusan Masalah

Novel “Saga no Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada merupakan

sebuah novel yang bercerita tentang kehidupan neneknya yaitu nenek Osano yang

(23)

nilainilai positif.Selain itu, novel ini juga banyak menggambarkan peristiwa

-peristiwa yang mengandung nilai-nilai yang dapat bermanfaat bagi pembaca.Salah

satunya adalah nilai pendidikan.

Nilai-nilai ini tercermin dalam setiap isi cerita yang berkaitan dengan

tokoh utama novel “Saga no Gabai Baachan”, yaitu nenek Osano, seorang nenek

yang berumur 58 tahun yang berjuang sangat keras demi memenuhi kebutuhan

hidup dirinya sendiri dan seorang cucu bernama Akihiro Tokunaga.Nilai-nilai

yang memberikan pendidikan bagi pembaca antara lain, tekad dan perjuangan

demi bertahan hidup, bekerja keras tanpa mengenal lelah, hidup mandiri tanpa

mengharapkan belas kasihan dari orang lain, cinta kasih dan selalu bersyukur

terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut dan berkaitan dengan pendekatan

pragmatik yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis merumuskan

permasalahannya dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana penokohan nenek Osano di dalam isi cerita novel “Saga no

Gabai Baachan” yang dapat dijadikan cerminan yang baik bagi pembaca ?

2. Nilai pragmatik seperti apa yang terkandung dalam novel “Saga no Gabai

Baachan” ?

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam hal ini, penulis akan menganalisis cerita melalui tokoh nenek

(24)

untuk memperoleh nilai pragmatik seperti mengajarkan kita untuk bertekad dan

selalu berjuang demi bertahan hidup, bekerja keras tanpa mengenal lelah, hidup

mandiri tanpa mengharapkan belas kasihan orang lain, cinta kasih dan selalu

bersyukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Dalam menganalisis cerita pada novel

ini, penulis melakukannya dengan cara mengambil beberapa cuplikan teks dalam

novel yang diprediksi mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca.

Nilai-nilai tersebut dapat tercermin melalui tokoh cerita baik melalui deskripsi

pikiran maupun perilaku tokoh.Kemudian cuplikan teks dideskripsikan

berdasarkan fakta yang ada dengan menggunakan resepsi sastra. Analisis cuplikan

cerita melalui tokoh diprediksi dapat menjadi suatu dorongan yang positif bagi

pembaca melalui tokoh nenek Osano tentang gambaran watak yang ia lakoni

dalam novel tersebut. Untuk mendukung penganalisisan tersebut, penulis juga

menjelaskan tentang defenisi novel, studi pragmatik dan semiotik dalam sastra,

serta menjelaskan sekilas tentang biografi pengarang Yoshichi Shimada.

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Sastraadalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang

obyeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa

sebagai mediumnya (Semi, 1993: 8). Sebagai seni kreatif yang menggunakan

manusia dan segala macam segi kehidupannya, maka sastra tidak saja

merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori, atau sistem berpikir

manusia.Sastra juga harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang

(25)

ini dikarenakan obyek seni sastra adalah pengalaman hidup manusia terutama

menyangkut sosial budaya, kesenian, dan sistem berpikir. Menurut Pradopo

(1994:59), karya sastra adalah karya seni, suatu karya yang menghendaki

kreativitas. Karya sastra digunakan pengarang untuk menyampaikan

pikirannya tentang sesuatu yang ada dalam realitas yang dihadapinya.Realitas

ini merupakan salah satu faktor penyebab pengarang menciptakan karya, di

samping unsur imajinasi.Karya sastra juga merupakan gambaran kehidupan

hasil rekaan seseorang yang sering kali karya sastra itu menghadirkan

kehidupan yang diwarnai oleh sikap latar belakang dan keyakinan

pengarang.Novel sebagai salah satu produk sastra memegang peranan penting

dalam memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara artistik

imajinatif.Hal ini dimungkinkan karena persoalan yang dibicarakan dalam

novel adalah persoalan tentang manusia dan kemanusiaan.

Dalam menganalisis karya sastra berdasarkan teori, hendaknya

dilakukan dengan cara objektif dan tidak memihak. Menurut Abrams dalam

Siswanto (2008 : 79) mengatakan, terdapat empat pendekatan dalam kajian

sastra, yaitu:

1. Pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan pada kajian terhadap

hubungan karya sastra dengan kenyataan diluar karya sastra disebut

pendekatan mimetik. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai

imitasi dari realitas.

2. Pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan pada peranan pembaca

dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra disebut

(26)

3. Pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan pada karya sastra

disebut pendekatan objektif.

4. Pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada ekspresi

perasaan atau temperamen penulis disebut pendekatan ekspresif.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dalam penelitian ini penulis

menggunakan pendekatan pragmatik untuk menelaah novel “Saga no Gabai

Baachan”.Sedangkan untuk mengetahui adanya indeksikal nilai-nilai

pragmatik yang ada dalam novel ini, penulis menggunakan pendekatan

semiotik dalam pembahasannya nanti.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan pragmatik

yang dikemukakan oleh pradopo sebagai landasan teori dalam menganalisis

novel “Saga no Gabai Baachan”ini. Menurut Pradopo, dkk (2001 : 85), pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra

sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam

hal ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan pendidikan, moral, agama, maupun

tujuan yang lain.

Pendekatan pragmatik mengkaji dan memahami karya sastra

berdasarkan fungsinya untuk memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama,

maupun fungsi sosial lainnya. Semakin banyak nilai pendidikan moral dan

atau agama yang terdapat dalam karya sastra dan berguna bagi pembacanya,

maka akan semakin tinggi nilai dari karya sastra tersebut. Dengan pendekatan

(27)

cukup efektif untuk menyampaikan tujuan-tujuan tertentu pengarang kepada

pembaca.Dan untuk menyampaikan tujuan-tujuan tersebut dapat tercermin

melalui tokoh cerita baik melalui deskripsi pikiran maupun perilaku tokoh.

Berdasarkan hal yang telah dijelaskan dalam ruang lingkup

pembahasan, maka untuk menganalisis cerita dalam novel ini penulis

melakukannya dengan cara mengambil beberapa cuplikan teks dalam novel

yang diprediksi mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca.

Kemudian cuplikan teks tersebut dideskripsikan berdasarkan fakta yang ada

dengan menggunakan resepsi sastra.Resepsi sastra adalah kajian yang

mempelajari bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya sastra

yang dibacanya sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan

terhadapnya, baik tanggapan pasif maupun aktif.

Dalam pendekatan pragmatik, karya sastra hanya dianggap sebagai

sarana untuk menyampaikan tujuan yang ingin disampaikan penulis kepada

pembaca. Dan tujuan tersebut adalah untuk memberikan nilai

pendidikan.Dalam penelitian ini, karya sastra yang dimaksudkan adalah novel

“Saga no Gabai Baachan” sebagai objek penelitian.Penulis dapat

menginterpretasikan nilai-nilai pragmatik yang terkandung dalam novel “Saga no Gabai Baachan”yang diprediksikan dapat berguna bagi pembaca.

Kemudian untuk mengetahui bagaimana indeksikal nilai pragmatik

yang ada dalam cuplikan isi novel tersebut agar mengetahui penokohannya

dan dapat bermanfaat serta berguna bagi pembacanya, maka penulis

menggunakan pendekatan semiotik.Semiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu

(28)

orang Greek untuk merujuk kepada ilmu yang mengkaji sistem tanda dalam

kehidupan manusia.Menurut Zaimar (2004: 13), semiotik adalah ilmu tentang

tanda atau lambang, cara kerjanya, penggunaannya, dan apa yang kita lakukan

dengannya.Yang menjadi perhatian adalah mengkaji dan mencari tanda-tanda

dalam wacana, menerangkan maksud tanda-tanda tersebut, dan mencari

hubungannya dengan ciri-ciri tanda itu untuk mendapatkan

maknanya.Tanda-tanda yang dimaksud dapat berupa bahasa, gerakan anggota badan, bentuk

tulisan, warna, bendera, pakaian, karya seni, dan lain sebagainya.Melalui

pendekatan inilah penulis mencoba menginterpretasikan setiap tanda yang ada

dalam isi novel ini agar dapat diketahui bagaimana penokohan nenek Osano

yang dapat menjadi acuan yang positif bagi pembaca.

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Alasan-alasan yang telah dikemukakan dalam bagian latar belakang

merupakan faktor utama dilakukannya penelitian ini. Secara ringkas, tujuan

penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui penokohan nenek Osano yang terdapat dalam novel

“Saga no Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada.

2. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai pragmatik yang terdapat dalam

novel “Saga no Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada, yang bermanfaat bagi masyarakat dan pembaca.

(29)

Sebuah penelitian dilakukan harus memiliki manfaat.Penelitian yang

baik adalah penelitian yang dapat memberi manfaat bagi diri peneliti sendiri,

masyarakat pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu hasil

penelitian ini hendaknya dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu:

1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam hal memahami,

membina, mendidik, serta bertidak yang benar jika keadaan yang

dialami oleh tokoh utama dalam novel ini, suatu saat nanti juga terjadi

pada diri kita.

2. Untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana pengorbanan

seorang nenek yang bekerja sangat keras demi memenuhi hidupnya

sendiri dan seorang cucu yang dititipkan kepadanya.

3. Menjadi sumber masukan dan referensi bagi peneliti berikutnya

tentang analisis pendekatan pragmatik dalam suatu karya sastra.

1.6Metode Penelitian

Dalam menulis sebuah karya ilmiah dibutuhkan sebuah metode sebagai

alat untuk mencapai tujuan yang dimaksudkan.Menurut Wiradi dalam Suwandi

(2012:1), metode adalah seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang

tersusun secara sistematis (urutannya logis).

Berdasarkan permasalahan yang dianalisis dalam novel “Saga no Gabai

Baachan” ini, maka metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah

metode deskriptif.Menurut Sukmadinata (2007:72), penelitian deskriptif adalah

suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena

(30)

manusia.Ciri metode ini biasanya difokuskan pada masalah faktual yang ada pada

waktu penelitian.Data yang dikumpulan, disusun, dianalisis dan dideskripsikan.

Sementara itu, teknik yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data

adalah tinjauan kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui

studi kepustakaan dengan menggunakan buku-buku dan sumber lainnya yang ada

hubungannya dengan penelitian.Diantaranya majalah, hasil penelitian ilmiah

(skripsi, tesis, dsb), maupun non ilmiah.Penulis juga melakukan pencarian data

melalui media internet yang membahas mengenai permasalahan yang berkaitan

dengan judul skripsi ini.Tetapi, sumber utama dalam penelitian ini adalah melalui

novel “Saga no Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada.

Adapun langkah-langkah yang penulis akan lakukan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data dan referensi atau buku-buku yang berhubungan

dengan objek penelitian.

2. Membaca novel “Saga no Gabai Baachan”karya Yoshichi Shimada yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

3. Mencari, mengumpulkan, menganalisis, dan mendeskripsikan nilai-nilai

yang terdapat dalam novel “Saga no Gabai Baachan”karya Yoshichi Shimada yang diprediksi mengandung unsur nilai pendidikan melalui

tokoh nenek Osano yang dapat memberikan cerminan yang baik bagi

pembaca.

(31)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “SAGA NO GABAI

BHAACAN”, STUDI PRAGMATIK DAN

SEMIOTIK

2.1Defenisi Novel

Novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti “sebuah barang baru

yang kecil”.Kemudian kata itu diartikan sebagai sebuah karya sastra dalam bentuk

prosa.Dalam bahasa Inggris disebut dengan novel yang kemudian istilah tersebut

masuk menjadi bahasa Indonesia.

Novel merupakan jenis karya sastra dalam bentuk prosa.Prosa dalam

pengertian kesusastraan juga disebut sebagai fiksi. Karya fiksi menyaran pada

suatu karya yang menciptakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu

yang ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya

pada dunia nyata (Nurgiyantoro, 1998 : 2).

Menurut Sumadjo (1990 : 11-12), novel adalah genre sastra yang berupa

cerita, mudah dibaca dan dicerna, juga kebanyakan mengandung unsur suspense

dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya.

Sedangkan menurut Kosasih (2011: 223), novel adalah karya imajinatif

yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa

orang tokoh.Kisah novel berawal dari kemunculan suatu persoalan yang dialami

tokoh hingga tahap penyelesaiannya.Novel memberi gambaran tentang

tokoh-tokoh, tentang peristiwa, dan tentang latanya secara fisik, seolah-olah dapat dilihat,

(32)

pengetahuan tentang hal-hal yang terdalam, yang tidak dapat dilihat, tidak dapat

dipegang, tidak dapat didengar melainkan dapat dirasakan oleh batin yang semua

itu diperoleh secara tersirat dari gambaran tokoh, peristiwa, dan tempat yang

dilukiskan.

Novel dapat memberikan dampak positif bagi pembacanya karena novel

itu memberikan manfaat pendidikan dan hiburan.Akan tetapi, tidak sedikit novel

yang memberikan dampak negatif, misalnya novel yang di dalamnya terdapat

adegan-adegan atau kata-kata yang kasar dan terdapat adegan yang dapat

menimbulkan dorongan seksual kepada pembaca. Untuk itu, kita harus selektif

dalam memilih novel dalam memeberi hiburan maupun acuan dalam kehidupan

Walaupun bersifat imajiner, namun ada juga novel yang berdasarkan diri

pada fakta. Karya fiksi yang demikian oleh Abrams dalam Nurgiantoro (1995 : 4)

digolongkan sebagai karya non fiksi yang terbagi atas (1) fiksi historis atau novel

historis, jika yang menjadi dasar penulisan adalah fakta sejarah; (2) fiksi biografis

atau novel biografis, jika yang menjadi dasar penulisan adalah fakta biografis dan

(3) fiksi sains atau novel sains, jika yang menjadi dasar penulisan adalah fakta

ilmu pengetahuan.

Nurgiyantoro (1998 : 18-20) membagi novel dalam 2 golongan, yaitu

novel popular dan novel serius. Novel popular adalah novel yang popular pada

masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan

remaja.Novel golongan ini menampilkan masalah-masalah yang actual dan selalu

menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan.Novel popular tidak

menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha

(33)

sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk

membacanya sekali lagi.Novel popular biasanya cepat dilupakan orang, apalagi

dengan munculnya novel-novel yang baru yang lebih popular pada masa

sesudahnya.

Novel serius adalah novel yang memberikan isi cerita yang serba

berkemungkinan, jadi dituntut konsentrasi yang tinggi untuk dapat memahami

cerita yang dipaparkan di dalamnya.Pengalaman dan permasalahan kehidupan

yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan sampai ke inti

hakikat kehidupan yang bersifat universal.Novel serius disamping memberikan

hiburan juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada

pembaca atau paling tidak, mengajak untuk meresapi dan merenungkan secara

lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.Ini merupakan

keunggulan dari novel serius sehingga tetap bertahan sepanjang masa dan tetap

menarik sepanjang masa.

Jadi, berdasarkan paparan defenisi novel di atas, maka penulis menarik

kesimpulan bahwa novel yang menjadi objek kajian penelitian penulis merupakan

novel biografis dan novel serius. Dikatakan demikian karenakan novel “Saga no

Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada ini menceritakan tentang neneknya

sendiri yaitu nenek Osano yang menjadi tokoh sentral adalah seorang nenek yang

berumur 58 tahun yang berjuang sangat keras demi memenuhi kebutuhan hidup

dirinya sendiri dan seorang cucu yang dititipkan kepadanya yang tidak lain adalah

pengarang novel. Di dalam novel ini, pengarang menceritakan semua tingkah laku

maupun ide-ide yang diajarkan nenek untuk bertahan hidup.Selain itu, novel ini

(34)

tujuan pendidikan yang diberikan pengarang kepada pembaca. Tujuan pendidikan

tersebut antara lain tekad dan perjuangan demi bertahan hidup, bekerja keras

tanpa mengenal lelah, hidup mandiri tanpa mengharapkan belas kasihan dari

orang lain, saling memaafkan, cinta kasih dan selalu bersyukur terhadap Tuhan

Yang Maha Esa.

2.2Resensi Novel “Saga no Gabai Baachan”

Struktur formal karya sastra dapat disebut sebagai elemen atau unsur-unsur

yang membentuk karya sastra. Karya sastra seperti novel pada dasarnya dibangun

oleh unsur-unsur tema, alur (plot), setting (latar), penokohan (perwatakan), dan

sudut pandang (pusat pengisahan). Unsur-unsur ini yang menjadi focus untuk

diresensi atau ditelaah secara struktur formal pada umumnya.

2.2.1 Tema

Menurut Kosasih (2011 : 223), tema merupakan ide dasar atau

permasalahan utama yang mendasari jalan cerita novel. Dari ide dasar itulah

kemudian cerita dibangun oleh pengarang dengan memanfaatkan unsur-unsur

intrinsik seperti plot, penokohan dan latar.Tema merupakan pangkal tolak

pengarang dalam menceritakan dunia rekaan yang diciptakannya.Tema suatu

novel menyangkut segala persoalan dalam kehidupan manusia, baik itu berupa

masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan dan

sebagainya.Tema jarang dituliskan tersurat oleh pengarangnya. Untuk dapat

(35)

dipakai pengarang untuk mengembangkan cerita. Di samping itu juga perlu

mengapresiasikan karangan secara utuh dan tidak sepenggal-sepenggal.

Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan

berdampak. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas, sesuai, dan

memuaskan berkat keberadaan tema. Tema merupakan elemen yang relevan

dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita.

Sementara itu menurut Fananie (2000 : 84), tema adalah ide, gagasan,

pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena

sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan

dalam karya sastra sangat beragam.Tema bisa berupa persoalan moral, etika,

agama, social budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah

kehidupan.Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide atau keinginan

pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.

Berdasarkan pengertian tema di atas, maka tema yang diangkat dalam

novel “Saga no Gabai Baachan” adalah bagaimana perjuangan seorang nenek untuk mencukupi kebutuhan dan menghidupi seorang cucu yang dititipkan

kepadanya dalam keadaan sangat miskin tanpa berpikir untuk melakukan tindakan

kejahatan dan mengharap belas kasihan dari orang lain.

2.2.2 Alur (plot)

Plot adalah salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya

fiksi.Dalam analisis cerita, plot sering disebut dengan intilah alur.Dalam

pengertiannya yang paling umum, plot atau alur sering diartikan sebagai

(36)

dalam Nurgiyantoro (1998 : 113), plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian,

namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang

satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Alur atau plot merupakan struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang

disusun sebagai interrelasi fungsional yang menandai urutan bagian-bagiab dalam

keseluruhan fiksi. Dangan demikian, alur merupakan perpaduan unsur-unsur yang

membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita. Menurut Kosasih

(2011 : 225) , secara umum jalan cerita terbagi ke dalam bagian-bagian berikut:

1. Pengenalan situasi cerita (exposition)

Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan

dan hubungan antar tokoh.

2. Pengungkapan peristiwa (complication)

Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai

masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.

3. Menuju pada adanya konflik (rising action)

Terjadi peningkatang perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun

keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran

tokoh.

4. Puncak konflik (turning point)

Bagian ini disebut pula sebagai klimaks.Inilah bagian cerita yang paling

besar dan mendebarkan.Pada bagian ini pula, ditentukannya perubahan

nasib beberapa tokohnya.Misalnya, apakah dia berhasil menyelesaikan

(37)

5. Penyelesaian (ending)

Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang nasib-nasib

yang dialami tokohnya setalah mengalami peristiwa puncak itu.Namun ada

pula novel yang penyelesaian akhir ceritanya itu diserahkan kepada

imajinasi pembaca.Jadi dibiarkan menggantung, tanpa ada penyelesaian.

Konflik merupakan inti dari sebuah alur.Konflik dapat diartikan sebagai

sebuah pertentangan. Menurut Kosasih (2011 : 226), bentuk -bentuk pertentangan

antara lain : (1) Pertentangan manusia dengan dirinya sendiri; (2) Pertentangan

manusia dengan sesamanya; (3) Pertentangan manusia dengan lingkungannya,

baik lingkungan ekonomi, politik, sosial dan budaya; (4) Pertentangan manusia

dengan Tuhan atau keyakinannya. Bentuk-bentuk pertentangan inilah yang

kemudian diangkat kedalam novel dan yang menggerakkan alur cerita. Tanpa

adanya konflik atau pertentangan, akan sulit bagi terbentuknya suatu cerita.

Menurut susunannya atau urutannya, alur terbagi dalam 2 jenis, yaitu alaur

maju dan alur mundur.Alur maju adalah alur yang susunannya mulai dari

peristiwa pertama, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya sampai cerita itu

berakhir.Sedangkan alur mundur adalah alur yang susunannya dimula dari

peristiwa terakhir kemudian kembali kepada peristiwa pertama, kedua, dan

seterusnya sampai kembali lagi pada peristiwa akhir tadi.

Berdasarkan uraian konflik atau pertentangan dan alur tersebut di atas,

maka novel “Saga no Gabai Baachan” ini mempunyai pertentangan berupa pertentangan manusia dengan lingkungan ekonomi.Nenek Osano berjuang sangat

keras untuk melawan kemiskinan yang dialaminya. Bentuk pertentangan yang ia

(38)

menjadi pegawai kebersihan di sebuah sekolah. Yang seharusnya kebanyakan

orang-orang di usianya hanya tinggal menikmati masa tuanya di rumah. Tetapi ia

tidak pernah mengeluh dan mengharapkan belas kasihan dari siapapun.

Sedangkan alur dalam novel ini adalah alur maju. Peristiwa-peristiwa yang terjadi

dalam novel tersebut dimulai dari kedatangan anaknya dengan seorang cucu untuk

dititipkan dan diasuh olehnya dan berakhir pada menjadi dewasanya sang cucu

dan untuk demi melanjutkan masa depan, cucu tersebut meninggalkannya.

2.2.3 Latar (setting)

Latar atau setting merupakan unsur pembangun karya sastra yeng

menunjukkan kapan dan di mana peristiwa dalam cerita tersebut berlangsung.

Latar dalam cerita sangat mempengaruhi pembentukan tingkah laku dan cara

berpikir tokoh. Menurut Abrams dalam Zainuddin (2001 : 99), secara garis besar,

latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu:

1. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan

mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu,

mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas

(39)

2. Latar Waktu

Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, yang meliputi

hari, tenggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi

cerita tersebut.

Oleh sebab itu dalam kaitannya sebagai latar waktu, maka novel

“Saga no Gabai Bhaachan” karya Yoshichi Shimada ini mengambil

setting pada tahun 33 era Showa yaitu tahun 1958.

3. Latar Sosial

Latar sosial menyaran kepada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan

dalam karya fiksi maupun non fiksi. Tata cara kehidupan sosial

masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan,

pendangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Latar sosial

juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya

rendah, menengah, atau tinggi.

Dalam hal ini, tokoh utama dalam novel “Saga no Gabai Baachan” yakni nenek Osano memiliki status dan peran sebagai seorang

nenek.Selain itu, nenek Osano juga berstatus sebagai pekerja bersih-bersih

di sebuah sekolah dasar, sekolah menengah dan universitas.

2.2.4 Penokohan (perwatakan)

Menurut Kosasih (2011 : 228), penokohan adalah cara pengarang

(40)

penokohan dalam karya sastra menunjuk pada pelaku atau tokoh ceritanya. Tokoh

cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat,

moral,atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

Tokoh cerita, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 165), adalah

orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan memiliki

kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan

dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Yang dimaksud dengan penokohan disini

adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan

bagaimana tokoh-tokoh tersebut (Aminuddin, 2000 : 92). Penokohan dalam novel

“Saga no Gabai Baachan” adalah sebagai berikut

1. Nenek Osano adalah tokoh utama dalam novel “Saga no Gabai Baachan” yang merupakan seorang nenek yang mandiri, pekerja keras dan rela

berkorban demi cucu yang dititipkan anaknya kepadanya dan ia sayangi.

Nenek Osano tidak pernah menyerah dan putus asa terhadap kehidupannya

yang sangat miskin.

2. Akihiro Tokunaga adalah cucu dari nenek Osano. Ia memiliki sifat yang

periang, baik, mudah memaafkan orang lain, menghargai orang tua,

penyayang dan memiliki semangat yang tinggi dalam menggapai

cita-citanya.

3. Yoshiko adalah seorang wanita dewasa yang merupakan ibu dari Akihiro

Tokunaga yang memiliki sifat penyayang, bertanggung jawab, perhatian

dan pekerja keras. Ia tidak ingin melihat perkembangan anaknya menjadi

(41)

4. Kisako merupakan adik dari Yoshiko yang juga merupakan bibi dari

Akihiro Tokunaga. Bibi Kisako adalah seorang wanita dewasa yang

penyayang.

5. Tanaka Sensei adalah seorang guru penasehat klub baseball di SMP

tempat Akihiro Tokunaga bersekolah. Ia memilki sifat penolong, perhatian,

baik hati dan penyayang.

2.2.5 Sudut Pandang (Pusat Pengisahan)

Sudut pandang atau point of view adalah posisi pengarang dalam

membawakan cerita. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro Sudut (1998 : 248)

pandang adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana

untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk

cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian, sudut

pandang pada hakikatnyamerupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja

dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Menurut Aminuddin (2000 : 96), sudut pandang adalah kedudukan atau

posisi pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain, posisi pengarang

menempatkan dirinya dalam cerita tersebut dan dari titik pandang ini pula

pembaca mengikuti jalannya cerita dan memahami temanya. Terdapat beberapa

jenis sudut pandang (point of view), yaitu:

1. Pengarang sebagai tokoh utama. Sering juga posisi yang demikian disebut

sudut pandang orang pertama aktif. Disini pengarang menuturkan dirinya

(42)

2. Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Disini pengarang ikut

melibatkan diri dalam cerita. Akan tetapi ia mengangkat tokoh utama.

Dalam posisi yang demikian itu sering disebut sudut pandang orang

pertama pasif.

3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita. Disini

pengarang menceritakan orang lain dalam segala hal.

Dalam hal ini, sudut pandang pengarang Yoshichi Shimada dalam novel

“Saga no Gabai Baachan” adalah sebagai tokoh sampingan. Yoshichi Shimada

sebagai pengarang novel ini menceritakan kisah neneknya yang menjadi tokoh

utama dan ia sendiri juga menjadi saksi nyata perjuangan neneknya tersebut untuk

mencukupi kebutuhan dan menghidupi dirinya serta nenek.

2.3Sekilas Tentang Biografi Pengarang

Bom atom yang jatuh ke Hiroshima saat Perang Dunia II telah

memporak-porandakan kehidupan banyak keluarga.Akihiro yang saat itu berusia delapan

tahun kehilangan ayahnya, sehingga ibunya harus bekerja keras untuk menghidupi

keluarganya. Takut perkembangan Akihiro terganggu, sang ibu memutuskan

untuk menitipkan Akihiro pada ibunya (nenek Akihiro) yang tinggal di

perkampungan kecil bernama Saga.

Bukannya menjalani hidup yang lebih enak, justru keadaan neneknya di

Saga lebih miskin daripada kehidupan ketika tinggal di Hiroshima.Tetapi biarpun

miskin, Nenek Osano hidup dengan optimis dan ceria.Banyak pelajaran hidup

(43)

selama delapan tahun.Ide-ide yang diajarkan nenek dalam bertahan melawan

kemiskinan sangat bermanfaat dalam menjalankan kehidupan Akihiro selanjutnya.

Setelah tidak tinggal dengan nenek dan meninggalkan kota Saga, banyak

hal yang terjadi. Meski tadinya Akihiro bermimpi menjadi pemain baseball

profesional, entah bagaimana Akihiro malah melakukan debut sebagai kelompok

lawak “B&B”, kemudian menjadi salah satu yang terkenal saat manzai booming.

Dalam kehidupan pribadi, Akihiro menikah, memiliki dua orang anak dan

menjalani kehidupan layaknya orang dewasa. Meski begitu, sampai kapanpun,

pada saat yang bagaimanapun, Akihiro merasa prinsip-prinsip hidupnya seperti

mengakar pada ajaran nenek Osano saat hidup di kota Saga. Akihiro tidak

mengenal kata-kata seperti benda bermerek, interior canggih, atau sajian

mewah.Bagi Akihiro hanya ada papan, sandang, pangan dalam kehidupan yang

sederhana.

Walaupun masa sekarang disebut dengan istilah “masa resesi” atau “masa

sulit”, bila dibandingkan dengan masa kecil Akihiro Tokunaga, menurutnya

berbagai barang kini lebih terjangkau dan semua orang lebih makmur. Meski

begitu, orang yang hidup berkilauan seperti nenek Osano sama sekali tidak ada.

Buku yang berjudul “Saga no Gabai Baachan” ini ia tulis dengan tujuan

karena ia sangat mencintai neneknya, sebagai penghormatan karena telah

mengajarkannya untuk menghargai hidup dan agar member ide kepada pembaca

untuk hidup seperti yang nenek ajarkan.

Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2001 dengan pemikiran

Akihiro ingin semua tahu tentangg cara hidup nenek. Kemudian dari pemikiran

(44)

ataupun lawak manzaidari tema pandangan hidup nenek di seluruh negeri. Dengan

cara seperti itu buku ini menjadi semakin dikenal dan berkat bantuan banyak

orang, terjual dengan baik di pasaran.

Lalu pada tahun 2003 di musim panas, Akihiro muncul sebagai bintang

tamu acara Asahi TV yang dikenal semua orang dan telah menjadi jam tayang

yang sangat panjang “Tetsuko no Heya” (Kamar Tetsuko). Acara itu dipandu oleh

Tetsuko Kuroyanagi, penulis novel “Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela”. Setelah

diizinkan mengenalkan buku ini, Akihiro mendengar keesokan harinya pesanan di

toko-toko buku langsung membludak.Kisah nenek hebat dari Saga ini begitu

terkenal di Jepang dan telah diadaptasi menjadi film layar lebar, game dan manga.

Yoshichi Shimada sendiri sebagai penulis buku, lahir di Hiroshima tahun

1950.Nama sebenarnya adalah Akihiro Tokunaga. Dia menghabiskan masa

sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di kota Saga. Dan hingga saat ini ia

masih berkarya di dunia pertelevisian, panggung dan sebagainya.

2.4Studi Pragmatik dan Semiotik dalam Sastra 2.4.1 Studi Pragmatik

Pendekatan pragmatik yang digunakan dalam menelaah sastra

dikemukakan oleh Abrams dalam Fananie (2000 : 10), mengemukakan bahwa

dalam menelaah sastra terdapat 4 model pendekatan yang dapat diterapkan, yaitu:

1. Telaah dari sudut pandang karya sastra itu sendiri yang merupakan produk

pengarang (pendekatan objektif).

(45)

3. Telaah dari keterhubungan ide, perasaan atau peristiwa-peristiwa yang

mendasari karya yang ditelaah, baik secara langsung atau tidak langsung

yang secara esensial dasarnya merupakan satu tiruan (pendekatan mimesis).

4. Telaah dari sudut pandang pembaca atau penerima karya sastra

(pendekatan pragmatik).

Pendekatan pragmatik yaitu pendekatan yang didasarkan kepada

pembaca.Pembaca berperan dalam hal menerima, memahami dan menghayati

karya sastra.Pembaca sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu

merupakan karya sastra atau bukan.Karya sastra tidak mempunyai arti tanpa ada

pembaca yang menanggapinya.Karya sastra itu mempunyai nilai karena ada

pembaca yang menilai. Sadar atau tidak, sengaja atau tidak, akhirnya karya sastra

akan sampai juga kepada pembaca, ditujukan kepada pembaca, dan bagi

kepentingan masyarakat pembaca. Sebagai sebuah keutuhan komunikasi antara

sastrawan, karya sastra dan pembaca, maka pada hakikatnya karya yang tidak

sampai ke tangan pembacanya, bukanlah karya sastra (Siswanto dan Roekhan,

1991/1992 : 30). Karya sastra tidak mempunyai keberadaan nyata sampai karya

sastra itu dibaca. Pembacanyalah yang menerapkan kode yang ditulis sastrawan

untuk menyampaikan pesan, Selden dalam Siswanto (2008 : 190).

Dengan demikian, pendekatan pragmatik memberikan perhatian pada

pergeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca tersebut.Pada tahap tertentu

pendekatan pragmatik memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra

dalam masyarakat, perkembangan, dan penyebarluasannya sehingga manfaat

(46)

Berdasarkan hal itu, maka pendekatan pragmatik dalam telaah sastra

akhirnya akan bergantung sepenuhnya pada kemampuan pembaca, baik

kemampuan kebahasaannya maupun kemampuan aspek yang lainnya, misalnya

aspek budaya, psikologi, filsafat, pendidikan, dan sebagainya.

Jika dikaitkan dengan pandangan Horatius dalam Siswanto (2008 : 190)

menyatakan bahwa tujuan penyair adalah berguna atau memberi nikmat, ataupun

sekaligus mengatakan hal-hal yang enak dan berfaedah untuk kehidupan. Horatius

menggabungkan kata utile dan dulce, “yang bermanfaat dan yang enak”, secara

bersama-sama.Penelitian terhadap tujuan atau fungsi sastra mengarah pada utile,

bukan dulce.Dan pendapat inilah awal pendekatan pragmatik.Hal ini didasari oleh

anggapan karya sastra mengandung tujuan atau manfaat, yaitu membina dan

mendidik pribadi pembaca.

2.4.2 Studi Semiotik

Media sastra adalah bahasa. Menurut Saussure dalam Sartika (2011 : 1),

bahasa adalah sistem tanda. Tanda sebagai kesatuan dari dua bidang tang tidak

dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda di sana ada

sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek

yaitu yang ditangkap oleh indra kita yang disebut signifier (penanda) dan bentuk

atau aspek lainnya yang disebut signified (petanda). Aspek kedua terkandung di

dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang

dipresentasikan oleh aspek pertama.

Pradopo dalam Sartika (2011 : 1) menjelaskan, tanda itu tidak hanya satu

(47)

petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama adalah ikon, indeks dan simbol.Ikon

adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara

penanda dan petandanya.Hubungan itu adalah hubungan persamaan, misalnya

gambar kuda sebagai penanda yang menandai kuda (petanda) sebagai artinya.

Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara

penanda dan petandanya, misalnya asap menandai api. Simbol adalah tanda yang

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan

petandanya, hugungan bersifat arbitrer (semau-maunya).Arti tanda itu ditentukan

oleh konvensi.Misalnya kata “ibu” adalah simbol, artinya ditentukan oleh

konvensi masyarakat pengguna bahasa (Indonesia). Inggris menyebutnya

“mother”, Perancis menyebutnya “la mere”, dan sebagainya.adanya bermacam

-macam tanda untuk satu arti itu menunjukkan “kesemena-menaan” tersebut.

Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol.

Dengan demikian, uraian tentang kajian semiotik yang berupa notasi

simbol-simbol kemudian coba dijelaskan apa fungsi dan maknanya. Dalam hal ini,

kajian semiotik ini penulis pergunakan untuk dapat menjelaskan makna dalam

(48)

BAB III

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL

“SAGA NO GABAI BAACHAN” KARYA YOSHICHI

SHIMADA

3.1Sinopsis Cerita Novel “Saga no Gabai Baachan”

Pasca pemboman kota Hiroshima dan Nagasaki, perekonomian Jepang

hancur , sehingga dampaknya secara langsung juga dirasakan oleh sebagian besar

rakyatnya. Hal ini juga dirasakan oleh keluarga Akihiro Tokunaga, apalagi tak

lama setelah Akihiro lahir ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga

meninggal dunia akibat terpapar radiasi bom atom di Hiroshima.Ibunya terpaksa

bekerja sendiri membuka usaha bar kecil untuk menghidupi dirinya, Akihiro dan

abangnya.Kesibukan di bar membuat ibu Akihiro tidak bisa mendampinginya

dengan maksimal. Ditambah pula bar tersebut berada di wilayah kumuh, membuat

ibu merasa cemas akan perkembangan Akihiro yang saat itu usianya masih sangat

kecil. Karena merasa tak sanggup untuk membesarkan dan menyekolahkan

anaknya di Hiroshima, maka oleh ibunya Akihiro dititipkan pada neneknya di

kota Saga.

Berbeda dengan Hiroshima yang merupakan sebuah kota besar di Jepang,

Saga adalah sebuah kota kecil yang jauh dari keramaian. Kehidupan Akihiro di

Hiroshima memang sulit, kepindahannya ke Saga tidak membuat hidupnya

menjadi nyaman, bersama neneknya ia malah harus hidup lebih miskin lagi

(49)

Akihiromenjadi semakin miskin. Namun dari sikap hidup, pandangan, dan

perilaku neneknya yang bersahaja ternyata membuat hidupnya menjadi kaya akan

berbagai pengalaman hidup yang kelak akan membuatnya kaya dan bahagia

secara batiniah.

Kehidupan Akihiro bersama neneknya memang sangat-sangat sederhana

bahkan bisa dikatakan sangat miskin.Neneknya hanyalah seorang petugas

kebersihan di sebuah universitas di Saga.Jadi, untuk memenuhi kebutuhan

sehari-harinya nenek Osano hanya mengandalkan gajinya yang kecil dan uang bulanan

kiriman ibu Akihiro yang pas-pasan.Namun walau hidup miskin bukan berarti

Nenek Osano menyerah pada keadaan dan menjadi nenek yang murung. Bersama

Akihiroia menjalani hidupnya secara optimis, wajahnya selalu berseri karena bagi

dia kebahagiaan bukan ditentukan oleh uang, melainkan dari hati. Nenek Osano

menerima kenyataan bahwa ia hidup dalam kemiskinan, tapi ia tak mau bersedih

dengan keadaannya. Dalam sebuah kesempatan, Nenek Osano mengatakan pada

Akihiro bahwa ada dua jenis orang miskin yaitu miskin muram dan miskin ceria

dan miskin yang mereka jalani ini adalah miskin ceria dan kemiskinan ini juga

sudah turun temurun jadi sudah terbiasa.

Demikianlah kehidupan Nenek Osano, walau hidup miskin tapi dia tidak

pernah membiarkan dirinya dikalahkan keadaan melainkan selalu tampak

bahagia.Sang nenek berusaha sekuat tenaga untuk membiayai kebutuhan hidup

dengan segala kemampuannya.Suatu hari Akihiro ingin ikut berlatih kendo

mengikuti teman-temannya.Kemiskinan membuat Nenek Osano

melarang Akihiro ikut berlatih kendo.Biayanya amat sangat

(50)

lari yang selain menyehatkan juga tanpa biaya tentunya.Akohiro

menyetujuinya.Maka sejak kelas II SD dia terus menggelutinya hingga

mengantarnya menjadi juara lomba lari dan pemain andalan bisbol karena

kecepatan larinya.

Untuk menyiasati hidupnya yang serba kekurangan Nenek Osano

memanfaatkan semua yang ada di sekitarnya.Ketika berangkat kerja Nenek Osano

tanpa malu sengaja mengikatkan sebuah tali di pinggangnya dimana di ujungnya

terdapat sebuah magnet yang menyapu tiap jalan yang dilaluinya. Dengan cara itu

ia mendapat paku atau sampah logam yang berserakan di jalan untuk dikumpulkan

dan dijual kembali. Ketika Akihiro menanyakan hal ini pada neneknya, Neneknya

menjawab dengan lugas bahwa sungguh sayang kalau kita hanya sekedar berjalan

tanpa memperhatikan jalan sekitar.Padahal banyak hal-hal yang sangat

menguntungkan yang dapat kita temukan.

Persoalan utama menjadi miskin adalah makan. Untuk memenuhi

kebutuhan tersebut, setiap harinya nenek memanfaatkan sungai yang mengalir di

depan rumahnya. Setiap hari ia mengumpulkan ranting-ranting yang terseret arus

sungai, ranting-ranting itu kemudian dijemur dan dijadikan kayu bakar. Selain itu

sungai itu pula selalu membawa sayur-sayuran dan buah-buahan yang dibuang

penjualnya karena tidak laku dan rusak secara fisik.Sayur-sayuran dan

buah-buahan itu diambil oleh Nenek Osano, dicuci dan dimasak.Dengan begitu

sebagaian besar makanan yang ada di rumah Nenek merupakan hasil perolehan

(51)

Bagi Nenek Osano kehidupan yang dialaminya adalah anugerah yang

harus dijalaninya dan tanpa ragu ia berkata bahwa “Hidup itu selalu menarik.

Daripada hanya pasrah, lebih baik selalu coba cari jalan”

Walau hidup miskin Nenek Osano juga selalu berusaha berbuat kebaikan

tanpa harus digembar-gemborkan atau diketahui oleh si penerima kebaikan karena

baginya kebaikan sejati dan tulus adalah kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui

orang yang menerima kebaikan.

Hal-hal seperti inilah yang dilihat dan dialami oleh Akihiro selama ia

tinggal bersama neneknya. Bagi Akihiro ini adalah kesempatan berharga dimana

dia bisa memiliki pengalaman yang luar biasa untuk menjalani hari-hari bersama

neneknya yang sangat menyenangkan walau kemiskinan membelit hidup mereka.

Kehidupan berharga bersama nenek dijalaninya selama hampir 8 tahun.

Tibalah saatnya ia harus masuk ke sekolah menengah atas di Hiroshima dan harus

meninggalkan nenek dan kota Saga yang sangat dicintainya. Ini pilihan terberat

yang harus ia hadapi. Tapi di lain sisi ia bertekad ingin melanjutkan cita -citanya

menjadi seorang pemain baseball professional dan kembali tinggal barsama

ibunya. Dan dengan berat hati, ia memilih melanjutkan sekolahnya karena hidup

ini adalah sebuah pilihan. Pada hari kepergian Akihiro, nenek terlihat sangat

tegar.Ia ingin mengatakan kepada cucunya untuk tidak pergi, tetapi kata-kata itu

tidak bisa terucap. Akihiro mengatakan ucapan terima kasihnya atas perhatian,

kasih sayang dan usaha nenek selama ini untuk membesarkannya.Dan setelah

Akihiro pergi, nenek menangis sejadi-jadinya.

(52)

Untuk dapat mengetahui nilai pragmatik yang di ajarkan oleh tokoh nenek

Osano yang terdapat dalam novel “Saga no Gabai Baachan”, maka penulis

akanmelakukan penganalisisan terhadap cuplikan teks novel yang diprediksi

mengandung nilai pendidikan. Berikut adalah cuplikan teks yang akan dianalisis :

3.2.1 Kemandirian

Cuplikan: … … …

Sesampainya aku di rumah nenek, aku mengharapkan akan mendengar

kata -kata seperti berikut, “Selamat datang. Kau pasti lapar ya?” atau “Pasti kau sedih karena berpisah dari ibumu, tapi tak usah takut, nenek akan menjagamu,” dan sebagainya.

Akan tetapi, kata -kata yang keluar pertama kali dari mulut nenek malah,

“Ikuti aku.”

Kemudian dengan langkah cepat, dia berjalan keluar melalui pintu

belakang menuju gubuk kecil yang terpisah dari sana.

… … …

Lalu kepada diriku yang masih berdiri termangu tanpa tahu harus

bagaimana, nenek berkata,”Karena mulai besok Akihiro yang memasak nasi,

perhatikan baik-baik.”

Setelah berkata begitu, nenek mulai menyalakan tungku oven. Aku

mendengar dengan jelas kata -kata yang diucapkan nenek, namun pada saat itu

aku sama sekali tidak dapat memahami maksudnya. Aku pun hanya bisa terus

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Laporkan kepada pengawas Tes Sumatif kalau terdazpat tulisan yang kurang jelas, rusak atau jumlah soal kurang.. Jumlah soal sebanyak 25 : 20 butir Pilihan Ganda 5 butir Uraian

[r]

Negasi dari pernyataan “ Semua siswa yang lulus SMA ingin masuk perguruan tinggi” adalah ….. Tiada siswa yang lulus SMA ingin masuk perguruan

[r]

Most of the newest remote sensing systems, such as Landsat8, SPOT, IKONOS, QuickBird, EO-1 and ALOS provide sensors with one high spatial resolution panchromatic (PAN)

Untuk itu keberadaan sumber daya manusia aparatur memiliki peran yang cukup dominan dalam pencapaian tujuan pemerintahan kecamatan secara efktif dan efisien yang harus

In addition to simulation of rainfall-runoff process using the recorded land precipitation, the performance of four satellite algorithms of precipitation, that is, CMORPH,